• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan kurikulum (Nasution, 1992: 120). Pernyataan di atas didukung oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan kurikulum (Nasution, 1992: 120). Pernyataan di atas didukung oleh"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Kependidikan

1. Buku Pelajaran

Buku pelajaran adalah buku hasil karya seorang pengarang atau tim pengarang yang disusun berdasarkan kurikulum atau tafsiran tentang kurikulum yang berlaku, sehingga materi yang terkandung dalam buku harus sesuai dengan kurikulum (Nasution, 1992: 120). Pernyataan di atas didukung oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000: 121-124) yang menyatakan bahwa penulis buku ajar harus memahami kurikulum agar buku yang ditulisnya dapat dijadikan bahan ajar yang memperkaya wawasan dan tantangan belajar. Relevansi buku terhadap kurikulum perlu diperhatikan agar buku ajar dapat mendorong siswa memperoleh pengalaman kognitif, afektif, dan psikomotorik secara proporsional.

Storey (1989:271) menuliskan bahwa pembelajaran sains pada umumnya dan biologi khususnya berpusat pada buku pelajaran. Buku pelajaran digunakan guru untuk menyampaikan materi dan bahkan menentukan strategi pembelajarannya, siswa menggunakannya sebagai sumber informasi untuk mengerjakan tugas di sekolah dan pekerjaan rumah. Buku pelajaran sering dianggap “kurikulum sains” yang harus dialami siswa sehingga menjadi sumber utama pengetahuan untuk siswa (Gottfried & Kyle, 1992: 35).

Buku pelajaran berfungsi sebagai sarana utama bagi siswa untuk melaksanakan proses belajar, baik secara kelompok di dalam kelas, secara kelompok di luar kelas maupun belajar mandiri di luar kelas. Peraturan Menteri

(2)

11

Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 menjelaskan bahwa buku teks atau buku pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan disekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estesis serta potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.

Buku pelajaran di jenjang pendidikan akan selalu meningkat cakupan materinya. Menurut Hamid Muhammad (2006: 12) menjelaskan bahwa cakupan materi pembelajaran terkait dengan keluasan, kedalaman dan cukupan materi. Keluasan cakupan materi menggambarkan berapa banyak materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu bahan ajar, sedangkan kedalaman materi menyangkut seberapa detail konsep-konsep yang terkandung di dalamnya harus dipelajari dan dikuasai oleh siswa. Kecukupan atau memadainyaa cakupan materi juga perlu diperhatikan. Materi yang disajikan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta didik memenuhi kompetensi yang diharapkan.

2. Konsep, Konsepsi dan Miskonsepsi a. Konsep

Konsep diartikan sebagai makna, struktur, komponen dan proses dari suatu fenomena. Konsep dalam buku ajar dapat berupa definisi, identifikasi, klasifikasi dan ciri-ciri khusus (Surachman, 2001: 28).

(3)

12 b. Konsepsi

Menurut A. Ghofir Muhaimin dan Nur Ali R (1996: 86), konsepsi adalah tafsiran atau pengertian seseorang terhadap suatu konsep. Konsepsi yang dimilki siswa tidak selalu sesuai dengan konsepsi para ilmuwan. Konsepsi para ilmuan lebih canggih, lebih kompleks, lebih rumit, dan lebih banyak melibatkan hubungan antar konsep. Faktor kesenjangan antara konsepsi yang dimilki para ilmuan dan siswa inilah yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi (Rahayu, 2011: 21).

c. Miskonsepsi

Miskonsepsi diartikan sebagai penjelasan tentang suatu fenomena yang tidak sesuai dengan makna, struktur, komponen dan proses yang dimilikinya. Miskonsepsi menurut Paul Suparno (2005: 4) adalah penjelasan yang salah atau suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima pada ahli.

Miskonsepsi merujuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang tersebut. Miskonsepsi dapat merubah konsep awal, kesalahan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang salah (Lia Yuliati, 2007: 35-36). Jika konsep yang tercantum dalam buku biologi adalah konsep yang salah dan tidak dideteksi lebih cepat, maka akan berpengaruh negatif terhadap proses pemahaman siswa sekarang dan selanjutnya (Dikmenli dkk 2009: 430). Menurut Suwarto (2013: 77-78), kesalahpahaman pada siswa yang ditimbulkan dari miskonsepsi dalam buku

(4)

13

pelajaran sangat sulit untuk diubah walaupun telah diusahakan dengan penalaran logis dan menunjukkan perbedaanya dengan fakta-fakta yang ada dan observasi atau percobaan.

Lima kategori miskonsepsi beserta indikator yang menandai teridentifikasinya miskonsepsi suatu konsep pada buku pelajaran Biologi menurut Hersey (2005: 1-5) adalah sebagai berikut:

1) Misidentification adalah kesalahan dalam mengidentifikasi suatu konsep Biologi sehingga menyebabkan pernyataan konsep menjadi salah.

a) Konsep yang dinyatakan bertentangan dengan konsep dari literatur ilmiah yang dinyatakan oleh ahli.

b) Konsep yang dinyatakan salah karena pemahaman dan identifikasi atau penafsiran yang salah.

2) Oversimplification adalah penyederhanaan konsep yang berlebihan, sehingga konsep yang dikemukakan kurang lengkap atau bahkan salah. a) Konsep yang kurang lengkap karena sebagian pernyataan dari ahli

atau literatur tidak disebutkan.

b) Keutuhan isi konsep yang benar tidak dijelaskan sebagaimana mestinya.

c) Penggunaan gambar atau charta yang tidak sesuai.

3) Overgeneralization adalah generalisai konsep yang terlalu luas, sehingga konsep yang dinyatakan terlalu umum.

(5)

14

b) Konsep yang dinyatakan terlalu umum.

c) Konsep yang dinyatakan benar untuk sebagian besar objek atau permasalahan secara umum, tapi salah bila dipakai untuk sebagian kecilnya.

4) Obsolete concepts and terms adalah penggunaan konsep istilah yang sudah usang, sehingga tidak relevan lagi dengan hasil penelitian baru. a) Istilah yang dipakai atau dinyatakan sudah tidak sesuai, karena

sudah ada istilah yang baru dari para ahli.

b) Konsep yang dinyatakan sudah tidak berlaku, karena sudah ada penelitian atau penemuan terbaru.

c) Konsep yang dinyatakan benar untuk masa lampau.

d) Penelitian dan penemuan yang tercantum pada literatur terbaru telah meniadakan/meralat konsep yang lama.

5) Undergeneralizations adalah generalisasi konsep yang diterapkan secara sempit daripada yang sebenarnya.

a) Konsep yang dinyatakan hanya menunjuk pada sebagian objek atau permasalahan Biologi.

b) Konsep yang dinyatakan dalam unit penelitian mengeluarkan sebagian isi dari konsep yang benar.

c) Pernyataan yang dinyatakan hanya bisa dipakai untuk merumuskan sebagian konsep atau permasalahan.

(6)

15 3. Analisis Isi/Konsep

Definisi dari analisis isi adalah suatu metode penelitian untuk menganalisis arti dari sebuah teks atau dokumen. Penelitian analisis berfungsi untuk menganalisis simbol-simbol politik dan dokumen-dokumen sejarah (Krippendorf, 2004: 3). Menurut Nana Sudjana (2005: 66), analisis konsep merupakan kajian atau analisis terhadap konsep-konsep penting yang diinterpretasikan pengguna atau pelaksana secara beragam. Kegiatan analisis ditujukan untuk mengetahui makna, kebijakan dan program, kegiatan dan peristiwa-peristiwa untuk selanjutnya mengetahui manfaat, hasil atau dampak dari hal-hal tersebut. Analisis konsep esensial dan penyampaian bahan ajar dalam pembelajaran biologi penting dilakukan oleh guru mata pelajaran yang akan mengimplementasikannya di dalam kelas.

Menurut Darmiyati Zuchdi (1993: 28), analisis konten (konsep) terdiri dari tiga langkah pokok, yaitu:

a. pengadaan data

1) penentuan satuan unit 2) penentuan sampel 3) perekaman /pencatatan. b. pengurangan (reduksi) data c. analisis.

(7)

16 B. Kajian Keilmuan

1. Materi Genetik

Penerusan sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya disebut pewarisan – sifat atau hereditas (heredity, dari kata Latin here, pewaris) (Campbell dan Reece, 2010: 267). Menurut Suleman Rondonowu (1989: 1) cabang dari biologi yang mempelajari pola penurunan sifat genetik (diturunkan) dari generasi ke generasi disebut genetika. Genetika berasal dari kata genos (bahasa latin), artinya suku bangsa atau asal-usul.

a. Kromosom

Sebuah diagram sel hewan umum dengan perbesaran yang tinggi, memperlihatkan kedua bagian utama sebuah sel, inti sel atau nukleus dan sitoplasma. Di dalam nukleus ada suatu jala benang-benang halus yang disebut kromatin (Pai, 1992: 22). Kromatin dinamai demikian karena mudah diwarnai dengan pewarna-pewarna tertentu (Elfrod dan Stainsfield, 2007: 4). Bila sel siap untuk membelah diri yaitu pada permulaan profase, benang-benang halus kromatin berkondensasi membentuk kromosom-kromosom yang menyerupai batang-batang dengan berbagai bentuk dan panjang (Pai, 1992: 24). Benang-benang kromatin menduplikasi diri dan berkondensasi menjadi kromatid (Sumadi dan Aditya Marianti, 2007: 191) (Gambar 2).

Kromosom merupakan struktur pembawa materi genetik, yang ditemukan di dalam nukleus (Campbell dan Reece. 2010: 106). Kromosom tersusun atas protein dan DNA. DNA yang berupa rantai panjang nukleotida adalah materi genetik (Heru Santoso, 2009: 17). Kenampakan kromosom

(8)

17

paling jelas terlihat pada tahap metafase mitosis, karena kromosom menebal, memendek dan menempati bidang ekuator di tengah sel (Agus Hery Susanto, 2011: 56).

Gambar 2. Kromosom Sumber: Wallace, 1998: 130

Pada organisme tingkat tinggi, dalam inti sel somatis mengandung dua perangkat atau dua set kromosom, yang disebut diploid (2n), satu perangkat berasal dari induk jantan dan satu perangkat lagi dari induk betina. Jumlah kromosom pada berbagai organisme bervariasi, tetapi konstan pada setiap spesies. Manusia mempunyai jumlah kromosom diploid di dalam inti sel 46 buah, pada lalat buah 8 buah, lalat rumah 12 buah, sapi 60 buah, kera 48 buah, ayam 12 buah, katak 26 buah, tikus 40 buah, tanaman ercis 14 buah, jagung 20 buah, kentang 48 buah dan lain-lain. Kromosom dibedakan atas kromosom tubuh atau autosom dan kromosom kelamin (genosom) (Suleman Rondonowu, 1989: 39). Kromosom autosom (kromosom tubuh) adalah kromosom lain selain kromosom seks (Klug, 2000: 142). Kromosom seks (genosom) adalah kromosom yang bertanggung jawab untuk menentukan jenis kelamin (Campbell dan Reece, 2010: 270). Pada manusia, laki-laki dan perempuan mempunyai 46 kromosom yaitu 44 (22 pasang) kromosom autosom dan 2 (1

(9)

18

pasang) kromosom gonosom (Hartanto Nugroho dan Isserep Sumadi, 2004: 69). Gamet (sperma dan sel telur) mengandung satu set kromosom. Sel-sel itu disebut sel haploid, dan masing-masing memiliki jumlah haploid kromosom (n). Perempuan memiliki sepasang kromosom X homolog (XX), namun laki-laki memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y (XY) (Campbell dan Reece, 2010: 270).

Ukuran kromosom bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Panjang kromosom berkisar antara 0,2-50 µ, diameternya antara 0,2 – 20 µ. Pada umumnya makluk dengan jumlah kromosom sedikit memiliki kromosom dengan ukuran lebih besar daripada kepunyaan makhluk dengan jumlah kromosom lebih banyak. Pada umumnya tumbuh-tumbuhan mempunyai kromosom lebih besar daripada hewan (Suryo, 1986: 9).

Sentromer kromosom, umumnya hanya 1 pada setiap kromosom. Lengan kromosom ada yang sama panjang, ada yang satu pendek, ada pula yang satu pendek sekali (Wildan Yatim, 1996: 141). Berdasarkan letak sentromer dapat dibedakan beberapa bentuk kromosom, yaitu metasentrik, kedudukan sentromer lebih kurang berada di tengah-tengah kromosom sehingga memberikan kenampakan kromosom seperti huruf V. Submetasentrik, sentromer terletak di antara tengah dan ujung kromosom, bentuk submetasentrik menghasilkan dua lengan kromosom yang tidak sama panjangnya. Akrosentrik, apabila sentromer terletak hampir di ujung kromosom sehingga memberikan kenampakan kromosom seperti huruf I, dan kedua lengan kromosom semakin jelas beda panjangnya (Agus Hery Susanto,

(10)

19

2011: 50). Telosentris merupakan kromsom yang memiliki sentromer di salah satu ujungnya, sehingga kromosom tetap lurus dan tidak terbagi atas dua lengan (Suryo, 2007: 60). Berdasarkan ada tidaknya dan jumlah sentromer dibedakan beberapa bentuk kromosom yaitu, asentrik merupakan potongan kromosom yang tidak memiliki sentromer (Klug, 2000: 269). Monosentris merupakan kromosom yang memiliki satu sentromer, disentris merupakan kromsom yang memiliki dua sentromer, dan polisentris merupakan kromsom yang memiliki banyak sentromer (Suryo, 2007:95) (Gambar 3).

Gambar 3. Berbagai bentuk kromosom berdasarkan letak sentromer. A= Metasentris; B= Submetasentris; C= Akrosentris; D= Telosentris; S= Sentromer

Sumber: Suryo, 2008: 10

Sentromer merupakan suatu daerah pada kromosom yang merupakan tempat melekatnya benang-benang spindel dari sentriol selama berlangsungnya pembelahan sel (Agus Hery Susanto, 2011: 49). Setiap lengan kromosom terdiri dari dua bagian yang serupa dan dinamakan kromatid. Di dalam kromatid tampak adanya dua pita berbentuk spiral yang disebut kromonema (Suryo, 2007: 58). Kromonema dikelilingi oleh sitoplasma yang

(11)

20

memadat seakan-akan merupakan bungkus (wadah) bagi kromonema, wadah ini disebut matriks (Dwijoseputro, 1977: 75). Pada kromonema terdapat penebalan-penebalan dibeberapa tempat yang dikenal dengan kromomer. Beberapa ahli sel menganggap kromomer ini sebagai bahan nukleosom yang mengendap (Suryo, 2008: 17).

Bagian lain dari kromosom berupa telomer, merupakan DNA tandem yang berulang (repetitif) diujung molekulDNA pada kromosom eukariot yang melindungi gen-gen organisme dari pengikisan akibat beberapa kali karena replikasi berturut-turut (Campbell dan Reece, 2010: 344). Suryo (2008: 18) mengungkapkan bahwa telomer berfungsi untuk menghalang-halangi bersambungnya kromosom satu dengan kromosom lainnya. Satu lagi bagian dari kromosom yaitu satelit. Satelit merupakan bagian kecil di ujung kromosom. Struktur kromosom ditunjukkan dengan Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Kromosom Sumber: Strickberger, Monroe W, 1985: 24

(12)

21

Cara mempelajari kromosom manusia telah digunakan bermacam-macam jaringan, tetapi yang paling umum digunakan ialah kulit, sumsum tulang atau darah perifer. Penemuan penting dan sangat popular saat ini ialah dengan pembuatan kultur jaringan. Mula-mula mengambil 5 cc darah vena. Sel-sel darah dipisahkan, kemudian dibubuhkan pada medium kultur yang mengandung zat phytohaemagglutinin (PHA). Kemudian sel-sel lekosit dipelihara dalam keadaan steril pada temperatur 37 oC untuk kira-kira 3 hari. Dalam waktu ini sel-sel membelah dan kemudian dibubuhkan zat kolkisin sedikit. Kira-kira satu jam kemudian, ditambahkan larutan hipotonik salin, sehingga sel-sel membesar dan kromosom-kromosom menyebar letaknya, sehingga kromosom-kromosom dapat dihitung dan dapat dibedakan satu dengan lainnya (Suryo, 1996: 123).

Langkah berikutnya ialah memotret kromosom-kromosom yang letaknya tersebar itu dengan sebuah kamera yang dipasang pada mikroskop. Kemudian tiap-tiap kromosom pada foto itu digunting, diatur dalam pasangan-pasangan mulai dari yang paling besar ke yang paling kecil. Pada manusia didapatkan 22 pasang autosom dan sepasang kromosom kelamin. Pengaturan kromosom secara standar berdasarkan panjang, jumlah serta bentuk kromosom dari sel somatik suatu individu dinamakan karyotipe (Suryo, 1996: 123). Skema karyotipe dapat dilihat pada gambar 5.

(13)

22

Gambar 5. Karyotipe Sumber: Jenkins, John B, 1983: 67 b. Gen

Gen adalah unit pewarisan sifat yang meneruskan informasi dari induk ke keturunan. Golongan darah misalnya, adalah akibat gen-gen tertentu yang dimiliki sesorang yang diwariskan oleh orangtuanya (Campbell dan Reece, 2010: 9). Bukti genetik menunjukkan bahwa gen terletak secara linier pada kromosom (Crowder, 2006: 3). Lokasi spesifik suatu gen pada suatu kromosom kemudian dikenal dengan nama lokus (Campbell dan Reece, 2010: 268).

Ekspresi suatu gen dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, umur, jenis kelamin, species, fisiologis, genetik dan macam-macam faktor lainnya (Crowder, 2006: 61). Gen menumbuhkan karakter ( sifat keturunan baik struktural dan fungsional). Ada 1 gen yang menumbuhkan 1 karakter, ada banyak gen menumbukan 1 karakter, ada pula 1 gen yang menumbukan banyak karakter (Wildan Yatim, 1996: 147). Sebagian besar sel dalam suatu organisme memiliki rangkaian gen yang identik, pada setiap saat, dalam sel

(14)

23

hanya sejumlah kecil gen yang diekspresikan, gen lainnya tidak aktif. Organisme eukariotik mengatur ekspresi gennya dalam periode perkembangan. Sewaktu sebuah telur yang telah dibuahi berubah menjadi multisel, terjadi sintesis bermacam-macam protein, dalam jumlah yang berbeda. Pada manusia, sewaktu anak berkembang menjadi remaja lalu dewasa, perubahan fisik dan fisiologis yang terjadi adalah akibat variasi ekspresi gen dan dengan demikian, variasi sintesis protein. Bahkan setelah organisme mencapai tahap perkembangan dewasa, tetap terjadi pengaturan ekspresi gen yang memungkinkan sel tertentu menjalani diferensiasi untuk memperoleh fungsi baru (Marks dkk, 2000: 212).

c. DNA

Pada tahun 1868 seorang mahasiswa kedokteran di Swedia, J.F. Miescher, menemukan suatu zat kimia bersifat asam yang banyak mengandung nitrogen dan fosfor. Zat ini diisolasi dari nukleus sel nanah manusia dan kemudian dikenal dengan nama nuklein atau asam nukleat. Hasil analisis kimia asam nukleat menunjukkan bahwa makromolekul ini tersusun dari subunit-subunit berulang (monomer) yang disebut nukleotida sehingga asam nukleat dapat juga dikatakan sebagai polinukleatida (Agus Hery Susanto, 2011: 149). Asam nukleat terdiri dari dua tipe, yaitu; asam deoksiribonukleat atau DNA (deoxyribonucleic acid) dan asam ribonukleat atau RNA (ribonucleic acid) (Suryo, 2008: 25).

DNA (deoxyribonucleic acid, asam deoksiribonukleat) merupakan molekul asam nukleat beruntai ganda dan berbentuk heliks yang tersusun atas

(15)

24

monomer-monomer nukleotida dengan gula deoksiribosa, mampu bereplikasi dan menentukan struktur terwariskan dari protein-protein suatu sel (Campbell dan Reece, 2010: 332). Berbagai penelitian telah diketahui bahwa DNA adalah bahan genetik dari hampir seluruh organisme prokariotik dan eukariotik. DNA terdapat di dalam inti sel terutama pada kromosom. Setiap kromosom mengandung satu molekul DNA panjang, biasanya mengandung ratusan gen atau lebih yang tersusun di sepanjang DNA (Campbell dan Reece, 2010: 93). DNA manusia mengandung sekitar 50.000 sampai 100.000 gen, 10-30 kali dari jumlah pada E. coli (Marks dkk, 2000: 155-156). Sebagian besar DNA terdapat di dalam kromosom, sedikit DNA terdapat di dalam mitokondria dan kloroplas dari ganggang dan tumbuhan tingkat tinggi (Suryo, 2008: 29).

DNA merupakan polimer dari berbagai tipe nukleotida (sebagai unit berulang) dengan jumlah ratusan sampai jutaan nukleotida (Yohanis Ngili, 2009: 227). Setiap nukleotida tersusun oleh tiga bagian: basa nitrogen, gula bergugus lima (pentosa) dan gugus fosfat. Nukleotida yang tanpa gugus fosfat disebut nukleosida (Campbell dan Reece, 2010: 93). Basa-basa nitrogen yaitu purin dan pirimidin dapat. Purin terdiri dari dua macam basa yaitu adenin (A) guanin (G). Pirimidin terdiri dari tiga basa yaitu timin (T), urasil (U), dan cytosin (C) (Suleman Rondonowu, 1989: 136). Dalam molekul nukleotida, gugus fosfat terikat oleh pentose pada atom C-5. Basa purin dan purimidin terikat pada pentose oleh ikatan glikosidik, yaitu pada atom karbon nomor 1 (Pai, 1994: 129-131) (Gambar 6).

(16)

25

Gambar 6. Basa purin ( Adenin dan Guanin) dan Pirimidin (Timin,Sitosin dan Urasil)

Sumber: BSCS, 2006: 41

Molekul-molekul DNA memiliki dua polinukleotida yang membentuk spiral di sekeliling sumbu khayalan, membentuk heliks ganda (Campbell dan Reece, 2010:95). Kedua untai polinukleotida saling memilin sepanjang sumbu yang sama. Satu sama lain arahnya sejajar tetap berlawanan (antiparalel) (Agus Hery S., 2011: 152). Tiap rantai nukleotida di bentuk oleh molekul-molekul deoksiribosafosfat (gula-fosfat) yang seakan-akan membentuk induk tangga dan dihubungkan oleh ikatan hidrogen diantara basa-basa purin dan pirimidin sebagai anak tangga (Suleman Rondonowu, 1989: 140). Dua rantai polinukleotida saling berikatan melalui ikatan hidrogen antara basa-basa nitrogen dari rantai yang berbeda (Fatchiyah ddk, 2011: 14).

Setiap jenis basa tertentu dalam heliks ganda hanya dapat membentuk pasangan dengan satu jenis basa spesifik yang lain. Adenin (A) selalu berpasangan dengan timin (T) sedangkan guanin (G) selalu berpasangan dengan sitosin (C) (Campbell dan Reece, 2010: 95). Ikatan antara adenin (A)

Basa Purin

(17)

26

dan timin (T) dihubungkan oleh dua ikatan hidrogen sedangkan untuk sitosin (C) dan guanin (G) dihubungkan oleh tiga ikatan hidrogen (Suleman Rondonowu, 1989: 140) (Gambar 7).

Gambar 7. Struktur Double Heliks DNA Sumber: BSCS, 2006: 45

Polaritas dari rantai DNA ditunjukkan dengan sebutan ujung 5‟ dan ujung 3‟. Arah pembacaan basa nukleotida dari ujung 5‟ menuju ujung 3‟. Ujung 3‟ membawa gugus OH bebas pada posisi 3‟ dari cincin gula, dan ujung 5‟ membawa gugus fosfat bebas pada posisi 5‟ dari cincin gula (Fatchiyah, ddk, 2011: 15).

DNA pada umumnya terdapat di dalam kromosom dan kromosom terdapat di dalam inti sel. Seperti diketahui sel yang membelah selalu didahului oleh pembelahan inti sel. Berarti kromosom itu membelah, demikian

(18)

27

pula molekul DNA (Suryo, 2008: 36). Menurut Albert (1994: 145) pada proses pembelahan sel, gen mengalami penggandaan agar setiap sel hasil pembelahan memiliki gen-gen secara lengkap. Melalui pembelahan sel, menghasilkan sel-sel anakan dengan kandungan kromosom dan materi genetik (DNA) yang sama (Agus Hery S., 2011: 54). DNA menjadi pusat pengendali jalannya metabolisme di dalam sel, yaitu dengan menyandikan protein (Muhammad Jusuf dan Sagung Seto, 2001: 182).

DNA mempunyai kemampuan untuk menggandakan diri sendiri atau replikasi, kemampuan ini disebut autokatalik (Suleman Rondonowu, 1989: 142). Pembelahan DNA (sintesis DNA/duplikasi) sudah dimulai sejak interfase yaitu pada fase sintesis (S) pada siklus sel (Subowo, 2011: 156). Replikasi sendiri membutuhkan energi berupa ATP (Wildan Yatim,1996: 151).

Replikasi DNA bakteri : (1) helikase membuka uliran heliks induk DNA. (2) molekul protein pengikatan tunggal menstabilkan untai-cetakan yang terbuka (3) untai maju (leading strand) disintesis terus menerus dengan arah 5‟3‟ oleh DNA polimerase III. Untai maju (leading strand) mulai disintesis oleh DNA polimerase III, setelah primer RNA dibuat oleh enzim primerase. Rantai nukleotida awal yang dihasilkan selama sintesis DNA sebenarnya merupakan bentangan pendek RNA, bukan DNA, rantai ini disebut primer. Untuk memperpanjang untai baru DNA yang satu lagi ke arah yang menjauhi garpu replikasi. Untai DNA yang memanjang ke arah ini disebut untai lamban (lagging strand). Untai lamban disintesis secara

(19)

28

tersendat-sendat. (4) Enzim primerase menggabungkan nukleotida-nukleotida RNA ke dalam primer, DNA polimerase III menambahkan nukleotida DNA ke primer untuk membentuk fragmen Okazaki. (5) DNA polimerase III menyelesaikan sintesis fragmen keempat. Saat mencapai primer RNA di fragmen ketiga, DNA polimerase III melepaskan diri, bergerak ke garpu replikasi dan menambahkan nuklotida DNA ke ujung 3‟ primer fragmen kelima. (6) DNA polimerase 1 menyingkirkan primer dari ujung 5‟ fragmen kedua, menggantikan primer dengan nukleotida DNA yang ditambahkan satu demi satu ke ujung 3‟ fragmen ketiga. Penggantian nukleotida RNA berakir dengan DNA mengasilkan tulang punggung gugus fosfat dengan ujung 3‟ bebas.(7) DNA ligase mengikatkan ujung 3‟ fragmen kedua ke ujung 5‟ fragmen pertama (Campbell dan Reece, 2010: 342) (Gambar 8).

Gambar 8. Replikasi DNA Bakteri Sumber: Campbell dan Reece, 2010: 342

Beberapa enzim yang dibutuhkan dalam replikasi DNA beserta fungsinya sebagai berikut, helikase merupakan enzim yang dapat menguraikan heliks ganda DNA, memisahkan dan menjadikan kedua untai siap sebagai untai cetakan baru. Topoisomerase membantu mengurangi tegangan

(20)

29

„pembukaan berlebihan‟ di depan garpu replikasi dengan cara mematahkan, memutir dan menggabungkan kembali untai-untai DNA. DNA polimerase berfungsi mengkatalis sintesis DNA baru dengan cara menambahkan nukleotida-nukleotida ke rantai yang telah ada sebelumnya. DNA ligase berfungsi menggabungkan 3‟ dari DNA yang menggantikan primer ke bagian lain dari untai maju dan menggabungkan fragmen-fragmen Okazaki menjadi untai DNA tak terputus (Campbell dan Reece, 2010: 338-342) (Gambar 9).

Gambar 9.Beberapa enzim yang terlibat dalam replikasi DNA Sumber: Strickberger, Monroe W, 1985: 77

Berdasarkan pengamatan-pengamatan diduga terdapat tiga hipotesa cara replikasi DNA (Gambar 10).

1) Semikonservatif, yaitu dua rantai spiral dari double helix memisahkan diri. Tiap rantai dari DNA berlaku sebagai pencetak membentuk rantai pasangan komplemen yang baru.

(21)

30

2) Konservatif yaitu double helix DNA induk tetap utuh, tetapi keseluruhan molekul DNA dapat mencetak molekul DNA baru.

3) Dispersif yaitu kedua rantai DNA induk terputus-putus kemudian segmen-segmen induk saling bersambungan dengan yang baru membentuk dua molekul DNA baru dengan urutan basa-basa yang sama dengan molekul DNA induk (Suleman Rondonowu, 1989: 145).

Gambar 10: Model Replikasi DNA Sumber: Lewis, 2010: 137

Menurut Watson dan Crick molekul DNA mempunyai struktur double helix dimana basa-basa komplementer letaknya berpasang-pasangan yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen, sehingga membenarkan replikasi DNA adalah berlangsung secara semikonservatif. Replikasi cara semikonservatif adalah berlaku untuk semua organisme, prokariot maupun eukariotik; jadi berlaku universal. Kemudian telah dibuktikan pula bahwa duplikasi atau

(22)

31

replikasi pada kromosom adalah juga berlaku sama dengan cara semikonservatif (Suleman Rondonowu, 1989: 145-147).

d. RNA

Molekul RNA merupakan untaian molekul nukleotida yang bentuknya komplementer dengan molekul yang mempunyai berbagai kepentingan, namun umumnya diperlukan untuk sintesis protein. RNA berbentuk untai tunggal (Subowo, 2011: 154) (Gambar 11).

Gambar 11. Struktur Nukleotida RNA Sumber : Solomon, Eldra P, 2008: 282

Seperti halnya DNA molekul RNA terdiri dari nukleotida-nukletida dari gula, fosfat, dan basa-basa purin dan pirimidin, hanya perbedaannya pada RNA terdapat gula ribosa dan basa timin diganti dengan urasil (Suleman

(23)

32

Rondonowu, 1989: 145). Molekul RNA biasanya lebih pendek daripada molekul DNA (Crowder, 2006: 93)

Transfer RNA dibentuk menggunakan DNA sebagai cetakan dengan dibantu enzim RNA polimerase (Suleman Rondonowu, 1989: 150). Dalam sel eukariotik, tRNA, seperti mRNA dibuat di dalam nukleus dan harus berpindah dari nuleus ke sitoplasma, tempat translasi terjadi. tRNA berfungsi menstransfer asam amino dari sekumpulan asam amino di sitoplasma ke ribosom. Suatu molekul tRNA terdiri dari seutas untai RNA tunggal yang panjangnya hanya sekitar 80 nukleotida. Rentangan basa komplementer yang dapat saling berikatan hidrogen, untaian tunggal ini dapat menggulung dan membentuk struktur tiga dimensi. Dengan dipipihkan ke dalam satu bidang untuk menunjukkn perpasangan basa ini, molekul tRNA terlihat seperti daun semanggi. Karena keberadaan tRNA sebenarnya memuntir dan menggulung menjadi struktur berdimensi tiga padat berbentuk kira-kira seperti huruf L (Campbell dan Reece, 2010: 365).

Ribosom RNA atau rRNA terutama terdapat di dalam ribosom (Suryo, 1986: 42). Sekitar dua per tiga massa ribosom terdiri atas rRNA, yang bisa terdiri atas tiga molekul (pada bakteri) atau empat (pada eukariot). Karena sebagian besar sel mengandung ribuan ribosom, rRNA adalah tipe RNA seluler yang paling melimpah (Campbell dan Reece, 2010: 365). rRNA membentuk bagian dari ribosom. rRNA memiliki hubungan dengan protein untuk membentuk unit ribosom ( Crowder, 2006: 103). rRNA sendiri bertugas mensintesis protein dengan menggunakan bahan asam amino. Prosesnya

(24)

33

berlangsung di ribosom dan hasilnya berupa polipeptida (Suryo, 2008: 41-43). rRNA dibuat menggunakan DNA sebagai cetakan dibantu oleh enzim RNA polimerase, proses ini terjadi di dalam inti sel (Suleman Rondonowu, 1989: 150).

e. Kodon

Dalam tahun 1968 Nirenberg, Khorana dan Holley menerima hadiah Nobel untuk pekerjaan mereka dalam menciptakan kode genetik, yaitu menerangkan bagaimana sebuah gen mengontrol pengaturan asam amino dalam protein tertentu (Suryo, 2008: 43). Kodon terbentuk oleh tiga basa pada dRNA/ mRNA (Pai, 1992: 127). Kode triplet/kodon menentukan satu jenis asam amino pada urutan polipeptida dalam molekul protein (Suleman Rondonowu, 1989: 147). Oleh karena basa pada RNA ada empat buah yaitu A, U, C, G maka akan terdapat 43 kombinasi atau 64 buah kodon. Mengingat jumlah asam amino hanya 20 buah, maka tidak setiap kodon disediakan bagi satu macam asam amino. Umumnya beberapa jenis kodon disediakan untuk satu macam asam amino. Hanya triptofan dan metionin yang mempunyai satu jenis kodon (Pai, 2004: 328) (Tabel 1).

Kodon AUG disebut kodon permulaan, karena kodon ini memulai untuk sintesis polipeptida. Juga ada beberapa kodon yang tidak berarti karena tidak merupakan suatu kode untuk salah satu asam amino sehingga disebut kodon stop (Suleman Rondonowu, 1989: 152-153). Kodon stop misalnya UAA, UAG dan UGA (Suryo, 2008: 46).

(25)

34 Tabel 1. Kode Genetik

Pada ribosom akan terjadi proses penerjemahan kode-kode genetik (kodon) yang dibawa mRNA. Dalam penerjemahan tersebut akan terlibat tRNA yang membawa antikodon, tRNA tersebut menggandeng asam amino (Sumadi dan Aditya Marianti, 2007: 147). Kodon yang berupa 3 basa mRNA berpasangan dengan 3 basa dari tRNA yang disebut antikodon (Suryo, 2008: 47). Ketika suatu molekul tRNA tiba di ribosom, molekul tersebut membawa suatu asam amino spesifik pada salah satu ujungnya. Pada ujung lain tRNA terdapat suatu triplet nukleotida yang disebut antikodon, yang berpasangan basa dengan kodon komplementer pada mRNA. Proses pengenalan melibatkan antikodon tRNA dengan kodon mRNA yang sesuai. Jika terdapat satu varietas tRNA untuk setiap kodon mRNA yang menspesifikan asam amino, akan ada 61 tRNA. Pada kenyataannya, hanya ada sekitar 45, yang menandakan bahwa

(26)

35

sebagian tRNA pastilah bisa mengikat lebih dari satu macam kodon (Campbell dan Reece, 2010: 365-367).

f. Sintesis Protein

Gen menyediakan instruksi untuk membuat protein spesifik. Akan tetapi, gen tidak membangun protein secara langsung. Pelaksana sintesis protein adalah mRNA, dan tRNA (Wildan Yatim, 1996: 240). Dalam proses sintesisi protein molekul DNA berperan sebagai cetakan bagi terbentuknya RNA, sedangkan molekul RNA kemudian mengarahkan urutan asam amino dalam pembentukan molekul protein yang berlangsung dalam ribosom (Pai.2006:326). Sintesis protein berlangsung dalam sitoplasma terutama pada struktur sitologik yaitu ribosom (Suleman Rondonowu, 1989: 154).

Sintesis protein adalah proses pembentukan protein, dengan cara pembentukan ikatan peptide antara dua buah asam amino; ujung –COOH pada sebuah asam amino mengadakan ikatan dengan ujung –NH2 pada asam amino yang lain, dengan mengeluarkan H2O (Wayan Bawa, 1988: 116-117). Bahan sintesis protein adalah asam amino (Wildan Yatim, 1996: 240).

Tahapan sintesis protein meliputi dua tahap yaitu transkripsi dan translasi:

1) Transkripsi:

Transkripsi adalah transfer informasi genetik yang berasal dari DNA untuk membentuk RNA dengan menggunakan cetakan DNA (Klug, 2000: 284). Dalam proses transkripsi DNA mensintesis RNA, yang terdiri dari tRNA, rRNA, mRNA (Wildan Yatim, 1996: 150). Bagian DNA yang

(27)

36

ditranskripsikan menjadi satu molekul RNA disebut unit transkripsi (Campbell dan Reece, 2010: 359). Tahap transkripsi secara umum diawali dengan double helix DNA membuka di bawah pengaruh RNA polimerase. Setelah double helix DNA sebagian membuka, maka mRNA dibentuk sepanjang salah satu pita DNA itu. mRNA ini komplememter dengan basa yang menyusun pita DNA itu. mRNA dikatakan telah disalin dari DNA, artinya mRNA telah membawa pesan/informasi/keterangan dari gen. Pita DNA yang dapat mencetak mRNA disebut pita sens, sedangkan pita DNA yang tidak mencetak mRNA disebut pita antisens (Campbell dan Reece, 2010: 359).

mRNA yang telah selesai menerima pesan genetik dari DNA segera meninggalkan nukleus melalui pori-pori dari membran nukleus dan menuju ke ribosom dalam sitoplasma. mRNA menempatkan diri pada leher ribosom. Sementara itu tRNA dalam sitoplasma mengikat asam amino yang telah berenergi ATP. Sebuah molekul tRNA mengikat satu asam amino saja, sehingga paling sedikit ada 20 tRNA. Proses pengikatan asam amino ini diperlukan enzim amino asil sintetase, paling sedikit sejumlah 20 enzim amino asil sintetase semacam ini. Selanjutnya tRNA yang telah mengikat asam amino akan menuju ke ribosom (Campbell dan Reece, 2010: 360).

Transkripsi (Gambar 12) memiliki beberapa tahap yaitu inisiasi, elongasi dan terminasi

a) Tahap inisiasi transkripsi: setelah RNA polimerase berikatan ke promoter (sekuens/bagian DNA tempat RNA polimerase melekat dan menginisiasi transkripsi disebut promoter), untai-untai DNA

(28)

37

membuka, dan RNA polimerase menginisiasi sintesis RNA di titik mulai pada untai cetakan (Campbell dan Reece, 2010: 359-360).

b) Tahap pemanjangan transkripsi: RNA polimerase bergerak di sepanjang DNA, membuka putiran heliks ganda DNA, mengekspos/ membuka sekitar 10 sampai 20 basa DNA dalam satu waktu untuk perpasangan dengan nukleotida RNA. RNA polimerase menambahkan nukleotida ke ujung 3‟ RNA yang sedang tumbuh sambil terus menyusuri heliks ganda/ memperpanjang RNA dari ujung 5‟ ke 3‟. Setelah gelombang sintesis RNA yang maju ini, molekul RNA baru akan melepaskan diri dari cetakan DNA-nya, dan heliks ganda DNA terbentuk kembali (Campbell dan Reece, 2010: 360). Molekul mRNA komplementer dengan cetakan DNA, karena basa-basa RNA dirakit pada cetakan berdasarkan aturan perpasangan basa (Campbell dan Reece, 2010: 357). Gugus basa T DNA disalin menjadi A dari RNA, G menjadi C, C menjadi G, kecuali A tidak disalin menjadi T, karena RNA tidak memiliki gugus T. Untuk untaian molekul RNA T diganti dengan gugus U. Sebagai contoh, apaabila DNA dengan urutan basa

nukleotida sebagai: TAC-CAA-TTG-GAC-ATT maka akan

ditranskripsi menjadi mRNA dengan urutan : AUG-GUU-AAC-CUG-UAA (Subowo, 2011: 180).

c) Tahap terminasi transkripsi: transkripsi berlanjut melalui sekuens terminator pada DNA. Terminator yang ditranskripsikan (suatu sekuens RNA) berfungsi sebagai sinyal terminasi, menyebabkan RNA

(29)

38

polimerase melepaskan diri dari DNA dan mengakhiri transkripsi, yang bisa digunakan langsung sebagai mRNA (Campbell dan Reece, 2010: 361).

Gambar 12. Mekanisme Transkripsi Sumber: Campbell dan Reece, 2011: 360

Pada bakteri, transkripsi berlanjut melalui sekuens terminator pada DNA. Terminator yang ditranskripsikan (suatu sekuens RNA) berfungsi sebagai sinyal terminasi, menyebabkan RNA polimerase melepaskan diri dari DNA dan mengakhiri transkripsi, yang bisa digunakan langsung sebagai mRNA. Pada eukariot, RNA polimerase II menstranskripsikan sekuens pada DNA yang disebut sekuens sinyal poliadenilasi, yang mengkode sinyal poliadenilasi (AAUAAA) pada pre-mRNA. Kemudian, pada suatu titik kira-kira 10 sampai 35

(30)

39

nukleotida yang mengarah ke hilir sinyal AAUAAA, protein-protein yang berasosiasi dengan transkrip RNA yang sedang tumbuh memotong bagian itu hingga terlepas dari polimerase, dan pre-mRNA dilepaskan. Sebagian besar gen eukariotik dan transkrip RNAnya mengandung rentangan panjang nukleotida bukan wilayah-wilayah yang tidak ditranslasikan. Sebagian besar sekuens bukan pengkode ini berselang-seling dengan segmen-segmen pengkode pre-mRNA. (Campbell dan Reece, 2010: 361-362).

2) Translasi:

Translasi adalah proses dimana urutan kode pada mRNA di terjemahkan ke urutan-urutan asam amino pada rantai polipeptida (Suleman Rondonowu, 1989: 153). Translasi dilaksanakan dalam ribosom yang terdapat dalam sitoplasma, untuk translasi dilibatkan 2 jenis RNA yaitu tRNA dan rRNA (Subowo, 2011: 186). Energi dibutuhkan untuk aspek tertentu dari inisiasi, pemanjangan dan terminasi translasi. Energi tersebut disediakan oleh hidrolisis GTP (guanine trifosfat). Sel menggunakan energi dalam bentuk molekul GTP untuk membentuk kompleks inisiasi. Pada tahap elongasi dibutuhkan 2 energi berupa GTP, yaitu saat pengenalan kodon dan translokasi. Pada tahap terminasi dibutuhkan 2 molekul GTP untuk penguraian rakitan translasi (Campbell dan Reece, 2011: 368-369).

Proses translasi diawali dengan tRNA yang berada di sitoplasma mengikat asam amino yang berenergi dengan ATP. Asam amino melekat ke tRNA oleh enzim yang sangat spesifik yang dikenal sebagai aminoasil –

(31)

40

tRNA sintetase. Pengaktifan asam amino dengan cara bereaksi dengan ATP menghasilkan kompleks enzim/ aminoasil AMP dan pirofosfat. Asam amino yang telah diaktifkan dipindahkan ke gugus 2‟- hidroksil atau 3‟ hidroksil urutan CCA di ujung -3‟ tRNA, dan AMP dilepaskan (Marks, 2000: 199).

Translasi (Gambar 13) memiliki beberapa tahap yaitu inisiasi, elongasi dan terminasi.

a) Inisiasi translasi: subunit ribosom kecil berikatan dengan sebuah molekul mRNA sekaligus tRNA inisiator spesifik yang mengangkut asam amino metionin. Pada bakteri, subunit kecil berikatan dengan mRNA pada sekuens RNA spesifik yang terletak tepat di bagian hulu dari kodon mulai yaitu AUG. Pada eukariota, subunit kecil, yang telah berikatan dengan tRNA inisator, berikatan dengan ujung 5‟ mRNA dan bergerak, atau memindai, ke arah hilir di sepanjang mRNA hingga mencapai kodon mulai, dan tRNA inisator membentuk iktan hidrogen dengan kodon tersebut. tRNA inisator dengan antikodon UAC, berpasangan basa dengan kodon mulai AUG. tRNA ini mengangkut asam amino metionon (Met) (Campbell dan Reece, 2010: 368).

b) Pada tahap pemanjangan dari translasi, asam amino ditambahkan satu per satu ke asam amino sebelumnya. Siklus pemanjangan memakan waktu kurang dari sepersepuluh detik pada bakteri, dan diulangi setiap kali asam amino ditambahkan ke rantai itu sampai polipeptida selesai dibentuk. Siklus pemanjangan translasi :

(32)

41

(1) pengenalan kodon, antikodon dari tRNA aminoasil yang datang akan berpasangan basa dengan kodon mRNA komplementer di siklus A. Hidrolisis GTP meningkatkan akurasi dan efisiensi dari langkah ini. (2) pembentukan ikatan peptide : molekul rRNA subunit ribosom besar

mengkatalis pembentukan sebuah ikatan peptide di antara asam amino baru di situs A dan ujung karboksil polipeptida yang sedang tumbuh di situs P. Langkah ini menyingkirkan polipeptida dari tRNA di situs P dan melekatkanya ke asam amino tRNA di situs A.

(3) translokasi: ribosom mentranslokasikan tRNA di situs A ke situs P. tRNA kosong di situs P bergerak ke situs E, dan dilepaskan di situ. mRNA bergerak terus bersama tRNA- tRNA yang berikatan dengannya, membawa kodon berikut untuk ditranslasikan ke dalam situs A. Ribosom siap untuk tRNA aminoasil berikutnya (Campbell dan Reece, 2010: 369).

c) Terminasi translasi: pemanjangan berlanjut sampai kodon stop pada mRNA mencapai situs A di ribosom. Tripet basa UAG, UAA, dan UGA tidak mengkodekan asam amino, melainkan bekerja sebagai sinyal untuk menghentikan translasi. suatu protein yang disebut faktor pelepasan berikatan langsung dengan kodon stop di situs A. Faktor pelepasan menyebabkan penambahan molekul air, sebagai pengganti asam amino, ke rantai polipeptida. Reaksi ini memutus (menghidrolisis) ikatan antara polipeptida yang sudah selesai dengan tRNA di situs P, sehingga melepaskan polipeptida melalui terowongan keluar pada subunit besar

(33)

42

ribosom. Kedua subunit ribosom dan komponen-komponen rakitan lain memisahkan diri. Penguraian rakitan translasi membutuhkan hidrolisis dua molekul GTP lagi (Campbell dan Reece, 2010: 370).

Gambar 13. Mekanisme Translasi Sumber: Campbell dan Reece.2010: 368-370 2. Pola-pola Hereditas

a. Terminologi

Untuk mengerti jalannya penelitian Mendel perlu dikenal beberapa istilah, antara lain:

(34)

43

2) Filial ialah generasi/ keturunan hasil persilangan, disingkat F (Agus Hery Susanto, 2011: 318)

3) Genotipe adalah susunan atau konstitusi genetik dari suatu individu yang ada hubungannya dengan fenotipe. Genotipe suatu individu diberi simbol dengan huruf dobel, karena individu itu umumnya diploid. Misal: RR = genotipe untuk tanaman berbunga merah, rr = genotipe untuk tanaman berbunga putih (Suryo, 1996: 7).

4) Fenotipe adalah kenampakan atau sifat yang teramati pada organisme (Campbell dan Reece, 2010: 287).

5) Homozigot adalah sifat suatu individu yang genotipenya terdiri dari gen-gen yang sama dari tiap jenis gen (misalnya RR, rr, AA, aa, AABB, aabb dan sebagainya). Homozigot ada dua yaitu homozigot dominan dan homozigot resesif. Homozigot dominan misalnya RR, sedangkan homozigot resesif misalnya rr.

6) Heterozigot adalah sifat suatu individu yang genotipenya terdiri dari gen-gen yang berlainan dari tiap jenis gen (misalnya Rr, Aa, AaBb dan sebagainya) (Suryo, 2008: 89).

7) Karakter adalah sifat terwariskan yang berbeda-beda di antara individu.

8) Sifat merupakan varian karakter genetik apa pun yang bisa dideteksi. (Campbell dan Reece, 2011: 283)

9) Alel adalah bentuk alternatif suatu gen yang terdapat pada lokus (tempat ) tertentu. Misalnya R= gen untuk warna bunga merah, r= gen

(35)

44

untuk warna bunga putih, T= gen untuk tanaman tinggi, t= untuk tanaman rendah (Agus Hery Susanto, 2011:16).

b. Hukum Hereditas 1) Hukum Mendel

Pada pertengahan abad ke 18, Gregor Mendel, seorang rahib dari sebuah biara di Austria, mengkombinasikan pemikiran yang logis, perhatian yang besar terhadap hibridasi tanaman (penyilangan varietas-varietas berlainan), dan bakat dalam analisa statistik, sampai pada suatu kesimpulan yang dikenal sebagai hukum-hukum genetika klasik (Pai, 1992: 4). Dalam penelitiannya selama delapan tahun (1856-1863). Mendel menggunakan tanaman kapri atau ercis (Pisum Sativum, L). Ia memilih menggunakan tanaman ini karena terdapat berbagai sifat yang menguntungkan, sebagai tanaman percobaan dengan alasan:

a) mempunyai daur hidup yang relatif pendek (tanaman semusim) b) memiliki sifat-sifat yang bervariasi, yaitu bentuk biji: bulat dan kisut,

warna biji: kuning dan hijau, warna bunga: ungu dan putih, bentuk polong: gembung dan kempis, warna polong: hijau dan kuning, kedudukan bunga: axial dan terminal, tinggi tanaman : tinggi dan pendek.

c) memiliki bunga sempurna, artinya pada satu bunga terdapat benang sari dan putik sehingga mudah terjadi penyerbukan sendiri maupun penyerbukan silang.

(36)

45

d) mudah dipelihara dan menghasilkan banyak turunan, meskipun dipelihara di tempat yang relatif sempit (Suleman Rondonowu, 1989: 12; Suryo, 2008: 87)

Gambar 14. Tujuh karakteristik dari tanaman Kacang Ercis yang digunakan dalam persilangan

Sumber : BSCS, 2006: 346

Sebelum Mendel melakukan penyilangan terlebih dahulu tanaman tersebut dijadikan galur murni, artinya tanaman tersebut dikembangbiakkan sampai beberapa generasi dengan cara penyerbukan sampai akhirnya diperoleh generasi yang mempunyai sifat yang sama dengan induknya (Suleman Rondonowu, 1989: 12). Mendel menyilangan galur murni tanaman tinggi dengan galur murni tanaman pendek, dihasilkan tanaman yang semuanya tinggi. Selanjutnya, tanaman tinggi hasil persilangan ini dibiarkan menyerbuk sendiri. Ternyata keturunannya

(37)

46

memperlihatkan perbandingan tanaman tinggi terhadap tanaman pendek sebesar 3:1 (Agus Hery Susanto, 2011: 14).

Menurut Agus Hery Susanto, (2011: 14) individu tinggi dan pendek yang digunakan pada awal persilangan dikatakan sebagai tetua (parental), disingkat P. Hasil persilangannya merupakan keturunan (filial) generasi pertama, disingkat F1. Persilangan sesama F1 menghasilkan keturunan generasi ke dua, disingkat F2. Tanaman tinggi pada generasi P dilambangkan dengan DD, sedangkan tanaman pendek dd. Sementara itu, tanaman tinggi yang diperoleh pada generasi F1 dilambangkan dengan Dd. Penulisan dalam persilangan memiliki aturan tertentu seperti, huruf kapital digunakan untuk gen yang dominan (misal D), sedangkan huruf kecil digunakan untuk gen yang resesif (misal d) (Hartanto Nugroho dan Isserep Sumadi, 2011: 16). Gen D dikatakan dominan terhadap gen d karena gen D akan menutupi ekspresi gen d jika keduanya terdapat bersama-sama dalam satu indiidu (Dd). Dengan demikian gen dominan adalah gen yang ekspresinya menutupi/ menghalangi ekspresi alelnya. Sebaliknya, gen resesif adalah gen yang ekspresinya ditutupi oleh ekspresi alelnya.

a) Persilangan Monohibrid

Persilangan monohibrid adalah persilangan dengan memperhatikan satu sifat beda. Misalnya hanya memperhatikan warna biji (kuning dan hijau) atau keadaan permukaan biji (bulat dan kisut) (Suleman Rondonowu, 1986: 17). Mendel mengambil serbuk sari dari bunga

(38)

47

tanaman yang bijinya berkerut dan diserbukkan pada putik dari bunga tanaman yang bijinya bulat. Semua keturunan F1 yang berupa suatu hibrid berbentuk tanaman yang bijinya bulat. Ketika menyilangkan perbandingan fenotip kira-kira 3 biji bulat : 1 biji berlekuk (Suryo, 2008: 90).

Gambar 15.Persilangan Monohibrid Sumber: Suryo, 2008: 90

Hasil persilangan monohibrid menunjukkan adanya dominasi penuh. Maka persilangan monohibrid menghasilkan 4 kombinasi dalam keturunan dengan perbandingan 3:1 (Suryo, 2008: 91). Dari percobaan di atas Mendel mengambil kesimpulan yang dikenal dengan hukum Mendel 1 yang dikenal dengan nama “The Law of Segregation of Allelic Genes”. Hukum segregasi yang menyatakan bahwa dua alel untuk suatu karakter terwariskan bersegregasi (memisah) selama pembentukan gamet dan

(39)

48

akhirnya berada dalam gamet-gamet yang berbeda (Campbell dan Reece, 2010: 286).

(1) persilangan resiprok

Persilangan resiprok (Gambar 16) ialah penyilangan yang terjadi dengan menukarkan genotipe jantan dan betina (Agus Hery Susanto, 2011: 94). Sebagai contoh, H = gen yang menentukan buah polong berwarna hijau, h = gen yang menentukan buah polong berwarna kuning

Mula-mula serbuk sari dari bunga pada tanaman berbuah polong buah hijau diserbukkan pada putik bunga pada tanaman berbuah polong kuning. Pada persilangan berikutnya cara tersebut di atas dibalik. Dari kedua macam persilangan tersebut ternyata didapatkan keturunan FI maupun F2 yang sama.

Gambar 16. Persilangan resiprok Sumber : Suryo, 2008: 91 (2) persilangan backcross

Persilangan balik (backcross) (Gambar 17) ialah persilangan antara individu hibrida F1 dengan induknya. (Suryo, 1996: 17). Persilangan balik (Backcross) akan mengasilkan progeny, yaitu hasil

(40)

49

persilangan yang diperoleh dari sumber yang sama (Elford, dkk, 2007: 30). Contoh persilangan resiprok pada marmot.

B = gen untuk warna hitam b = gen untuk warna putih

Marmot jantan hitam homozigot BB dikawinkan dengan marmot betina putih homozigot bb mengasilkan keturunan FI seragam, yaitu Bb berwarna hitam. Jika marmot FI disilangkan kembali dengan induk jantan (hitam homozigot), maka semua marmot F2 berwarna hitam, meskipun genotipenya berbeda.

Gambar 17. Persilangan Backcross Sumber: Suryo, 2008: 92 (3) ujisilang (testcross)

Silang uji (testcross) (Gambar 18) adalah membiakkan organisme dengan genotipe yang belum diketahui dengan homozigot resesif (Campbell dan Reece, 2010: 288). Istilah silang uji digunakan untuk menunjukkan bahwa persilangan semacam ini dapat menentukan genotipe suatu individu (Agus Hery Susanto, 2011: 23). Ujisilang pada monohibrid ini menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip maupun

(41)

50

genotipe 1:1. Jadi ujisilang itu dapat merupakan suatu backcross, akan tetapi backcross belum tentu ujisilang.

Gambar 18: Persilangan Uji silang Sumber: Suryo, 2008: 93

Persilangan ini diberi nama ujisilang karena cara ini biasanya dilakukan untuk menguji, apakah suatu individu itu homozigot atau heterozigot. Sebab jika suatu individu itu homozigot hitam (BB), maka persilangan dengan yang homozigot resesif (bb) akan dihasilkan keturunan yang semuanya hitam. Tetapi jika keturunannya memisah dengan perbandingan 50% hitam: 50 % putih, maka dapat diambil kesimpulan bahwa individu yang hitam itu adalah heterozigot (Suryo, 2008: 93).

b) Persilangan Dihibrid

Persilangan dihibrid (Gambar 19) yaitu persilangan yang melibatkan pola pewarisan dua macam sifat seketika (Agus Hery Susanto, 2011: 17). Contoh percobaan Mendel menggunakan kacang ercis, dengan memperhatikan dua sifat keturunan yang ditentukan oleh dua pasang gen, yaitu B = gen yang menetukan biji bulat, b = gen yang menentukan biji

(42)

51

berkerut, K = gen yang menentukan biji berwarna kuning, k = gen yang menentukan biji berwarna hijau. Mula-mula tanaman ercis yang bijinya berkerut hijau (bbkk) disilangkan dengan tanaman yang bijinya bulat kuning homozigot (BBKK). Semua tanaman F1 (dihibrid) adalah seragam, yaitu berbiji bulat kuning (BbKk). Persilangan tanaman F1 X F1 menghasilkan keturunan F2 yang memperliatkan 16 kombinasi (BBKK, BBKk, BbKK, BbKk,BBKk, BBkk, BbKk, Bbkk, BbKK, BbKk, bbKK, bbkk, BbKk, Bbkk, bbKk, bbkk) terdiri dari 4 macam fenotip, ialah berbiji bulat kuning, bulat hijau, berkerut kuning, berkerut hijau (Suryo, 2008: 95).

Mendel mengambil kesimpulan yang dirumuskan sebagai Hukum Mendel II. Hukum pemilahan bebas (law of independent assortment) menyatakan bahwa setiap pasangan alel bersegregasi secara bebas terhadap pasangan alel-alel selama pembentukan gamet (Campbell dan Reece, 2010: 290).

(43)

52

Gambar 19. Persilangan Dihibrid Sumber : Suryo, 2008: 95

c. Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Percobaan – percobaan persilangan sering kali memberikan hasil seakan-akan menyimpang dari hukum Mendel. Dalam hal ini tampak bahwa perbandingan fenotipe yang diperoleh mengalami modifikasi dari perbandingan yang seharusnya sebagai akibat terjadinya aksi gen tertentu. Secara garis besar modifikasi perbandingan Mendel dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu modifikasi perbandingan 3:1 dan modifikasi perbandingan 9:3:3:1. Djamhur dkk, (1993: 257) menyatakan bahwa penyimpangan hukum Mendel terjadi karena adanya sifat-sifat yang murni, yang dipengaruhi dua atau lebih pasangan alel, yang dalam penampilannya saling mempengarui atau saling berinteraksi.

(44)

53 1) Interaksi antaralel

Interaksi antar alel adalah interaksi antar alel pada lokus yang sama, misalnya alel dominan menutupi pengaruh dari alel resesif (Crowder, 2006: 61). Selain hubungan dominan dan resesif, interaksi alel juga menunjukkan kodominansi, dominansi tak sempurna, alel ganda dan alel letal.

a) Dominasi tidak sempurna

Peristiwa semi dominasi (dominasi tidak sempurna) terjadi apabila suatu gen dominan tidak menutupi pengaruh alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan muncul sifat antara (intermediet). Akibatnya individu heterozigot akan memiliki fenotip yang berbeda dengan fenotip individu homozigot dominan dan resesif. Contoh peristiwa semi dominansi dapat dilihat pada pewarisan warna bunga pada tanaman bunga pukul empat (Mirabilis jalapa) (Agus Hery Susanto, 2011: 24).

b) Kodominansi

Kodominansi adalah situasi yang terjadi ketika fenotipe dari dua alel ditunjukkan dalam keadaan heterozigot, karena kedua alel sama-sama mempengaruhi fenotipe dengan cara yang terpisah dan dapat dibedakan ( Campbell dan Reece, 2011: 293). Menurut Agus Hery Susanto, (2011: 24) peristiwa kodominansi akan menghasilkan perbandingan fenotip 1:2:1 pada generasi F2. Bedanya kodominansi tidak memunculkan sifat antara pada

(45)

54

individu heterozigot, tetapi menghasilan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel, dengan kata lain kedua alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi. Peristiwa kodominansi dapat dilihat misalnya pada pewarisan golongan darah sistem ABO pada manusia.

c) Alel ganda

Jumlah maksimum alel pada sebuah lokus gen yang dimiliki oleh suatu individu adalah dua, dengan satu pada masing-masing kromosom homolog. Tapi sebuah gen dapat diubah bentuk alternatifnya melalui proses mutasi, seperti terjadinya alel ganda. Alel ganda merupakan kondisi dimana sebuah lokus gen memiliki lebih dari dua alel (Elford dan Stansfield, 2007: 27). Keberadaan dua atau lebih alel pada sebuah lokus yang sering disebut alel ganda dapat menyebabkan polimorfisme. Variasi genetik yang terjadi pada tingkat DNA dan protein, serta seringkali terekspresikan dalam bentuk fenotip-fenotip yang berbeda pada populasi disebut polimorfisme (Elford dan Stansfield, 2007: 201). Beberapa contoh peristiwa alel ganda misalnya, pada kelinci terdapat alel ganda yang mengatur warna bulu. Manusia terdapat alel ganda terutama pada golongan darah sistem ABO, alel ganda juga terdapat di lalat Drosophila (Agus Hery Susanto, 2011: 38-39).

(46)

55 d) Alel letal/ Gen letal

Gen letal ialah gen yang dapat mengakibatkan kematian pada individu homozigot. Kematian ini dapat terjadi pada masa embrio atau beberapa saat setelah kelahiran. Akan tetapi, adakalanya pula terdapat sifat subletal, yang menyebabkan kematian pada waktu individu yang bersangkutan menjelang dewasa (Agus Hery Susanto, 2011: 25). Sebuah gen letal resesif yang tidak memiliki penetrasi dan ekspresivitas sempurna akan membunuh kurang dari 100% homozigot untuk sifat tertentu sebelum kematangan seksual disebut alel semiletal. alel subletal ataupun alel subvital (Elford dan Stansfield, 2007: 27). Dalam penyebutan gen ada juga yang menulisnya menjadi alel. Berhubungan dengan hadirnya gen letal pada suatu individu menyebabkan perbandingan fenotip dalam keturunan menyimpang dari hukum Mendel. Gen letal dibedakan atas:

(1) gen dominan letal yaitu gen dominan yang bila homozigotik berakibat letal. (Suryo, 1996: 111). Gen dominan letal dalam keadaan heterozigot dapat menimbulkan efek subletal atau kelainan fenotipe (Agus Hery Susanto, 2011: 25).

(2) gen resesif letal yaitu bila gen resesif berada dalam keadaan homozigot, maka bersifat letal (Suryo, 1996: 111). Gen letal resesif cenderung menghasilkan fenotipe normal pada individu heterozigot (Agus Hery Susanto, 2011: 25).

(47)

56 d. Interaksi Gen

Menurut Crowder (2006: 60) setelah penemuan Mendel dan penelitian awal tentang pewarisan sifat secara bebas, diketahui bahwa tidak semua keturunan yang segregasi dapat dipisahkan menjadi kelas-kelas yang jelas dengan perbandingan yang sederhana. Keragaman perbandingan genetika Mendel ini dapat dijelaskan berdasarkan adanya interaksi gen, yaitu pengaruh satu alel terhadap alel lain pada lokus yang sama dan juga pengaruh satu gen pada satu lokus terhadap gen pada lokus lain. Menurut Suryo (1996: 33) interaksi gen adalah peristiwa dimana suatu sifat keturunan timbul akibat oleh adanya kerjasama atau saling pengaruh dari dua pasang gen atau lebih. Beberapa peristiwa akibat interaksi genotik, antara lain atavisme, epistasis-hipostasis, polimeri, kriptomeri dan komplementer.

1) Atavisme

Atavisme adalah peristiwa timbulnya kembali suatu sifat keturunan yang telah menghilang untuk beberapa generasi (Suryo, 2008: 137). Atavisme terjadi pada bentuk jengger ayam ras (negeri). Empat bentuk jengger ayam ras, yaitu rose (mawar), pea (biji), walnut (sumpel), dan single (tunggal/bilah).

2) Epistasis dan Hipostasis

Epistasis dan hipostasis adalah peristiwa dimana gen yang saling menutupi dan ditutupi gen lain yang bukan alelnya. Sebuah atau sepasang gen yang menutupi (mengalahkan ekspresi gen lain yang bukan alelnya

(48)

57

dinamakan gen yang epistasis. Gen yang ditutupi (dikalahkan) dinamakan gen yang hipostasis (Suryo, 2008: 131). Epistasis terbagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut,

a) epistasis dominan yaitu bila sebuah gen dominan mengalahkan/menutupi pengaruh gen dominan yang bukan sealelnya (Suryo, 1986: 140). Misalnya: pada suatu tanaman, Y= gen yang menentukan bunga kuning, W= gen yang menentukan bunga putih. W mengalahkan (menutupi) pengaruh Y. Gen dominan W epistasis (menutupi/mengalahkan) terhadap gen dominan Y. Bila gen resesif w dan y terdapat bersama-sama dalam genoti (wwyy), maka berwarna biru.

P WWYY X wwyy

bunga putih bunga biru

FI WwYy

putih F2

Pada epistasis dominan, maka persilangan dihibrid (WwYy x WwYy) menghasilkan keturunan dengan perbandingan 12:3:1. b) epistasis resesif yaitu bila gen resesif mengalahkan pengaruh gen

dominan yang bukan sealelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi

WY Wy wY wy WY WWYY putih WWYy putih WwYY putih WwYy putih Wy WWYy putih WWyy putih WwYy putih Wwyy putih wY WwYY putih WwYy putih wwYY kuning wwYy kuning wy WwYy putih Wwyy putih wwYy kuning Wwyy biru

(49)

58

F2 akan diperoleh perbandingan fenotip 9:3:4 (Suryo, 1986: 140). Misalnya pada tikus dikenal gen-gen:

C= menyebabkan warna keluar (timbul) c= warna tidak keluar bila homozigot (cc) A= warna hitam

a= warna abu-abu

Gen resesif c bila homozigot cc akan mengalahkan (epistatis) gen dominan A. Bila tikus jantan putih kawin dengan betina hitam homozigot, maka F1 semuanya berupa tikus hitam. Perkawinan antara tikus-tikus F1 memberikan keturunan dengan perbandingan fentip 9:3;4. Ini disebabkan oleh karena cc epistasis terhadap A.

P jantan CCAA x betina ccaa

hitam putih F1 CcAa hitam F2 CA Ca cA ca CA CACA hitam CCAa hitam CcAa hitam CcAa hitam Ca CCAa hitam CCaa abu-abu CcAa hitam Ccaa abu-abu cA CcAA hitam CcAa hitam ccAA putih ccAa putih ca CcAa hitam Ccaa abu-abu ccAa putih ccaa putih Rasio genotip : 9 C-A = hitam 3 C-aa = abu-abu 3 ccA- = putih 1 ccaa = putih

c) epistasis gen dominan rangkap terjadi jika alel-alel dominan pada kedua lokus menghasilkan fenotipe yang sama tanpa efek

(50)

59

kumulatif. Rasio 9:3:31 termodifikasi menjadi rasio 15:1 (Elford dan Stansfield, 2007: 82). Contoh, sejumlah tumbuhan dari genus Capsula, menghasilkan kapsul biji yang bentuknya diatur oleh dua gen yang berpasangan secara bebas, dilambangkan dengan simbol A dan B.

P AABB X aabb

biji segitiga biji membulat

F1 AaBb

biji segitiga

P2 AaBb X AaBb

biji segitiga biji segitiga

F2 AB Ab aB ab AB AABB biji segitiga AABb biji segitiga AaBB biji segitiga AaBb biji segitiga Ab AABb biji segitiga AAbb biji segitiga AaBb biji segitiga Aabb biji segitiga aB AaBB biji segitiga AaBb biji segitiga aaBB biji segitiga aaBb biji segitiga ab AaBb biji segitiga Aabb biji segitiga aaBb biji segitiga aabb biji membulat Rasio genotip:

9 A-B- = biji segitiga 3 A-bb = biji segitiga 3 aaB- = biji segitiga 1 aabb = biji membulat

Rasio fenotip : segitiga: membulat = 15: 1

d) epstasis gen resesif rangkap, jika fenotip identik dihasilkan oleh kedua genotip resesif homozigot, maka rasio F2 nya menjadi 9 :7. Genotip aaB-, A-bb, dan aabb menghasilkan satu fenotip. Kedua alel dominan yang ada secara bersamaan, saling berkomplemen dan menghasilkan sebuah fenotip yang berbeda (Elford dan Stansfield, 2007: 82). Contoh, dua galur Lathyrus odoratus

(51)

60

berbunga putih disilangkan, menghasilkan F1 yang memiliki bunga ungu. P aaBB X AAbb putih putih F1 AaBb ungu P2 AaBb X AaBb ungu ungu F2 AB Ab aB ab AB AABB ungu AABb ungu AaBB ungu AaBb ungu Ab AABb ungu AAbb putih AaBb ungu Aabb putih aB AaBB ungu AaBb ungu aaBB putih aaBb putih ab AaBb ungu Aabb putih aaBb putih aabb putih Rasio genotip 9 A-B- = ungu 3 A-bb = putih 3 aaB- = putih 1 aabb = putih

Rasio fenotip: ungu : putih= 9: 7

e) epistasis dominan dan resesif , hanya dihasilkan dua fenotip F2, genotip dominan pada salah satu lokus misalnya (A-) dan genotip resesif pada lokus satunya lagi (bb) menghasilkan efek fenotipik yang sama. A-B-, A-bb, dan aabb menghasilkan satu fenotip, sedangkan aaB-, menghasilkan sebuah fenotip berbeda dengan rasio 13:3 (Elford dan Stansfield, 2007: 82). Contoh,

P AABB X aabb putih putih F1 AaBb putih P2 AaBb X AaBb putih putih

(52)

61 F2 AB Ab aB ab AB AABB putih AABb putih AaBB putih AaBb putih Ab AABb putih AAbb putih AaBb putih Aabb putih aB AaBB putih AaBb putih aaBB berwarna aaBb berwarna ab AaBb putih Aabb putih aaBb berwarna aabb putih

f) epistasis gen rangkap dengan efek kumulatif jika kondisi dominan (baik homozigot ataupun heterozigot) pada salah satu lokus mengasilkan fenotipe yang sama, rasio F2 menjadi 9:6:1. Sebagai contoh, jika gen-gen epistatik terlibat dalam reproduksi zat dalam jumlah yang berbeda-beda, misalnya pigmen, genotip dominan pada masing-masing lokus dapat dianggap menghasilkan satu unit pigemen secara bebas. Dengan demikian, genotip A-bb dan aaB- masing-masing menghasilkan satu unit pigmen dan karenanya menghasilkan fenotip yang sama. Genotip aabb tidak menghasilkan pigen, tetapi pada genotip A-B- efeknya kumulatif, dan dihasilkan dua unit pigmen (Elford dan Stansfield, 2007: 80). Contoh, warna merah pada biji gandum dihasilkan oleh genotip R-B-, putih oleh genotip resesif ganda rrbb. Genotip R-bb dan rrB- menghasilkan warna coklat. Varietas merah homozigot disilangkan dengan varietas putih.

P RRBB X rrbb

merah putih

F1 RrBb

(53)

62 P2 RrBb X RrBb merah merah F2 RB Rb rB rb RB RRBB merah RRBb merah RrBB merah RrBb merah Rb RRBb merah RRbb cokelat RrBr merah Rrbb cokelat rB RrBB merah RrBb merah rrBB cokelat rrBb cokelat rb RrBb merah Rrbb cokelat rrBb cokelat rrbb putih Rasio fenotip: 9 R-B- = merah 3 R-bb = cokelat 3 rrB- = cokelat 1 rrbb = putih

Rasio genotip:merah: cokelat: putih = 9: 6:1 3) Polimeri

Gen polimeri adalah gen yang setiap efeknya ekivalen dan secara bersama saling menambah intensitas pengaruhnya (Sulaeman Rondonowu, 1989: 109). Pewarisan poligenis/polimeri terjadi ketika semakin banyak suatu tanaman mewarisi gen dominan, makin kuat sifatnya (Pai, 1992: 89). Misalnya, pada persilangan jenis gandunm, yaitu gandunm berbiji merah dengan gandum berbiji putih. Misalnya genotip biji gandum berwarna merah adalah M1M1M2M2, sedangkan genotip biji gandum berwarna putih m1m1m2m2.

P1 jantan MIM1M2M2 X betina m1m1m2m2 gandum berbiji merah gelap gandum berbiji putih

F1 M1m1M2m2

gandum berbiji merah sedang

P2 M1m1M2m2 X M1m1M2m2

(54)

63 F2 MIM2 M1m2 m1M2 m1m2 MIM2 M1M1M2M2 merah M1M1M2m2 merah M1m1M2M2 merah M1m1M2m2 merah M1m2 M1M1M2m2 merah M1M1m2m2 merah M1m1M2m2 merah M1m1m2m2 merah m1M2 M1m1M2M2 merah M1m1M2m2 merah m1m1M2M2 merah m1m1M2m2 merah m1m2 M1m1M2m2 merah M1m1m2m2 merah m1m1M2m2 merah m1m1m2m2 putih

Rasio genotip adalah: M1-M1 = 9 merah M1-m2m2 = 3 merah m1m1M2- = 3 merah m1m1m2m2 = 1 merah

Rasio fenotip merah : putih = 15:1 4) Kriptomeri

Kriptomeri adalah peristiwa suatu faktor dominan yang baru tampak pengaruhnya, apabila bertemu dengan faktor dominan lain yang bukan alelnya. Faktor dominan ini seolah-olah tersembunyi (Elya Nusantari, 2014: 188). Misalnya, pada bunga Linaria maroccana,

A= ada pigmen antosianin a= tidak ada pigmen antosianin B= air sel bersifat basa

b= air sel tidak bersifat basa

Jika kedua gen dominan A dan B hadir dalam satu individu, warna bunga ungu. Jika gen dominan A saja tanpa gen dominan B, warna bunga merah. Jika gen dominan B hadir tanpa gen dominan A dan jika kedua gen dominan A dan B tidak hadir, warna bunga putih. Contoh bunga

(55)

64

merah AAbb disilangkan dengan bunga putih aaBB, maka hasil F1, adalah bunga ungu AaBb (ungu).

P1 AAbb x aaBB

bunga merah bunga putih

F1 AaBb

bunga ungu

P2 AaBb x AaBb

bunga ungu bunga ungu

F2 AB Ab aB ab AB AABB bunga ungu AABb bunga ungu AaBB bunga ungu AaBb bunga ungu Ab AABb bunga ungu AAbb bunga merah AaBb bunga ungu Aabb bunga merah aB AaBB bunga ungu AaBb bunga ungu aaBB bunga putih aaBb bunga putih ab AaBb bunga ungu aAbb bunga merah aaBb bunga putih aabb bunga putih Rasio genotip adlah:

A-B- = 9 ungu A-bb = 3 merah aaB- = 3 putih aabb = 1 putih

Rasio fenotip = merah: putih = 9:3:4 5) Komplementer

Gen-gen komplementer, ialah gen-gen dominan yang berlainan tetapi bila terdapat bersama-sama dalam genotipe akan saling membantu dalam menentukan fenotip (Suryo, 1986: 142). Contoh pada manusia ialah mengenai pendengaran normal. Bila gen dominan D dan E terdapat bersama-sama dalam genotip seseorangmaka orang itu dapat mendengar dan berbicara normal. Tetapi bila genotip orang hanya terdapat D atau E

Gambar

Gambar 2. Kromosom  Sumber: Wallace, 1998: 130
Gambar 3. Berbagai bentuk kromosom berdasarkan letak sentromer.
Gambar 4. Struktur Kromosom  Sumber: Strickberger, Monroe W, 1985: 24
Gambar 5. Karyotipe  Sumber: Jenkins, John B, 1983: 67  b.   Gen
+7

Referensi

Dokumen terkait