• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegawatan Arf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kegawatan Arf"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 11 Nama Kelompok :

Nama Kelompok :

Catur Bagus Windu. S Catur Bagus Windu. S

Chandra Efendi Chandra Efendi

Dinirahma Fitria Rizki Dinirahma Fitria Rizki

Febiyanti Febiyanti Fatmasari Fatmasari Nety Kurnia  Nety Kurnia  Novina Indrianingrum Novina Indrianingrum Rohima  Rohima  Rusmai Triaswati Rusmai Triaswati Zahratun Nisa  Zahratun Nisa  Program Studi

Program Studi Ilmu KeperawatanIlmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Jakarta  Universitas Muhammadiyah Jakarta 

2012 2012

(2)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 22 DAFTAR ISI

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.

1. Latar Belakang Latar Belakang ... ... 33 2.

2. Tujuan Penulisan Tujuan Penulisan ... ... 33 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Acute Renal Failure

Acute Renal Failure 1.

1. Definisi Definisi ... ... 44 2.

2. Etiologi Etiologi ... ... 44 3.

3. Manifestasi Manifestasi Klinis ...Klinis ... .. 66 4.

4. Patofisiologi Patofisiologi ... ... 77 5.

5. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Penunjang 5.1

5.1 Pemeriksaan Diagnosis Pemeriksaan Diagnosis ... 8... 8 5.2

5.2 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium ... ... 88 6.

6. Penatalaksanaan Kegawatan Penatalaksanaan Kegawatan ... 8... 8 7.

7. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat ...Asuhan Keperawatan Gawat Darurat ... ... 1313 BAB III PEMBAHASAN

BAB III PEMBAHASAN 1.

1. Tinjauan Kasus Tinjauan Kasus ... ... 1515 2.

2. Istilah yang Tidak di Mengerti Istilah yang Tidak di Mengerti ... ... 1616 3.

3. Kata Kunci Kata Kunci ... 21... 21 4.

4. Primary Assesment Primary Assesment ... ... 2121 5.

5. Pathway Pathway ... ... 2424 6.

6. Penatalaksanaan Kegawatan ... 26Penatalaksanaan Kegawatan ... 26 7.

7. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan ... .. 2727 8.

8. Intervensi dari Diagnosa Prioritas ...Intervensi dari Diagnosa Prioritas ... ... 2727 BAB IV PENUTUP

BAB IV PENUTUP 1.

1. Penutup Penutup ... ... 2929 2.

(3)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 22 DAFTAR ISI

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.

1. Latar Belakang Latar Belakang ... ... 33 2.

2. Tujuan Penulisan Tujuan Penulisan ... ... 33 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Acute Renal Failure

Acute Renal Failure 1.

1. Definisi Definisi ... ... 44 2.

2. Etiologi Etiologi ... ... 44 3.

3. Manifestasi Manifestasi Klinis ...Klinis ... .. 66 4.

4. Patofisiologi Patofisiologi ... ... 77 5.

5. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Penunjang 5.1

5.1 Pemeriksaan Diagnosis Pemeriksaan Diagnosis ... 8... 8 5.2

5.2 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium ... ... 88 6.

6. Penatalaksanaan Kegawatan Penatalaksanaan Kegawatan ... 8... 8 7.

7. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat ...Asuhan Keperawatan Gawat Darurat ... ... 1313 BAB III PEMBAHASAN

BAB III PEMBAHASAN 1.

1. Tinjauan Kasus Tinjauan Kasus ... ... 1515 2.

2. Istilah yang Tidak di Mengerti Istilah yang Tidak di Mengerti ... ... 1616 3.

3. Kata Kunci Kata Kunci ... 21... 21 4.

4. Primary Assesment Primary Assesment ... ... 2121 5.

5. Pathway Pathway ... ... 2424 6.

6. Penatalaksanaan Kegawatan ... 26Penatalaksanaan Kegawatan ... 26 7.

7. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan ... .. 2727 8.

8. Intervensi dari Diagnosa Prioritas ...Intervensi dari Diagnosa Prioritas ... ... 2727 BAB IV PENUTUP

BAB IV PENUTUP 1.

1. Penutup Penutup ... ... 2929 2.

(4)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 33 BAB I

BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.

1. Latar BelakangLatar Belakang

Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Apabila hanya 10% dari Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Apabila hanya 10% dari ginjal yang berfungsi, pasien dikatakan sudah sampai pada penyakit ginjal ginjal yang berfungsi, pasien dikatakan sudah sampai pada penyakit ginjal end end   stage

 stage renal renal disease disease (ESRD)(ESRD) atau penyakit ginjal tahap akhir. Awitan gagalatau penyakit ginjal tahap akhir. Awitan gagal ginjal mungkin akut, yaitu berkembang sangat cepat dalam beberapa jam atau ginjal mungkin akut, yaitu berkembang sangat cepat dalam beberapa jam atau dalam beberapa hari. Gagal ginjal juga dapat kronik, yaitu terjadi perlahan dan dalam beberapa hari. Gagal ginjal juga dapat kronik, yaitu terjadi perlahan dan  berkembang

 berkembang perlahan, perlahan, mungkin mungkin dalam dalam beberapa beberapa tahun. tahun. Di Di Amerika Amerika Serikat,Serikat, sekitar 5% dari pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami ARF dan 30% sekitar 5% dari pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami ARF dan 30% dari pasien yang dirawat di unit perawatan intensif menderita ARF. Pada dari pasien yang dirawat di unit perawatan intensif menderita ARF. Pada  pasien

 pasien ARF, ARF, 50% 50% mengalami mengalami oliguria oliguria dan dan 80% 80% pasien pasien ini ini meninggal. meninggal. DariDari kasus ARF intrinsik, 90% adalah nekrosis tubular akut.

kasus ARF intrinsik, 90% adalah nekrosis tubular akut.

2.

2. Tujuan PenulisanTujuan Penulisan

Tujuan Instruksional Umum : Tujuan Instruksional Umum :

Setelah mempelajari kasus kegawatan pada sistem perkemihan yakni ARF Setelah mempelajari kasus kegawatan pada sistem perkemihan yakni ARF (Acute Renal Failure), diharapkan mahasiswa/i mampu menjelaskan konsep (Acute Renal Failure), diharapkan mahasiswa/i mampu menjelaskan konsep kegawatan pada pasien ARF.

kegawatan pada pasien ARF.

Tujuan Instruksional Khusus : Tujuan Instruksional Khusus :

Setelah mempelajari kasus dalam modul ini, diharapkan : Setelah mempelajari kasus dalam modul ini, diharapkan : 1)

1) Mahasiswa/i mampu menjelaskan definisi, etiologi, manifestasi klinis,Mahasiswa/i mampu menjelaskan definisi, etiologi, manifestasi klinis,  patofisiologi

 patofisiologi dan dan pemeriksaan pemeriksaan penunjang penunjang (Diagnostik (Diagnostik dan dan Laboratorium)Laboratorium)  pada kasus ARF

 pada kasus ARF 2)

2) Mahasiswa/i mampu menjelaskan asuhan keperawatan kegawatdaruratanMahasiswa/i mampu menjelaskan asuhan keperawatan kegawatdaruratan  pada kasus ARF

(5)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Acute Renal Failure

1. Definisi

Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure, ARF) adalah penurunan fungsi ginjal tiba-tiba yang ditentukan dengan peningkatan kadar BUN dan kreatinin  plasma. Haluaran urine dapat kurang dari 40 ml/ jam (oliguria), tetapi mungkin juga jumlahnya normal atau kadang-kadang dapat meningkat. Meskipun tidak ada batas pasti untuk BUN dari 15-30 mg/dl dan peningkatan kreatinin dari 1-2 mg/dl mengisyaratkan ARF pada pasien yang sebelumnya mempunyai fungsi ginjal normal.

2. Etiologi 2.1 Prerenal

a. Hipovolemia

 Perdarahan  Dehidrasi

 Muntah, diare dan diaforesis  Pengisapan lambung

 Diabetes melitus dan diabetes insipidus  Luka bakar dan drainase luka

 Sirosis

 Pemakaian diuretik yang tidak sesuai  Peritonitis

 b. Penurunan Curah Jantung

 Gagal jantung kongestif   Infark miokard

 Tamponade jantung  Disritmia

c. Vasodilatasi Sistemik   Sepsis

(6)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 5  Asidosis

 Anafilaksis

d. Hipotensi dan Hipoperfusi  Gagal jantung  Syok 

2.2 Intrarenal

a. Kerusakan Nefron

  Nekrosis tubular akut  glomerulonefritis  b. Perubahan Vaskular   Koagulopati  Hipertensi malignant  Stenosis c.  Nefrotoksin

 Antibiotik (gentamisin, tobramisin, neomisin, kanamisin dan vankomisin)

 Kimiawi (karbon tetraklorida dan timbal)  Logam berat (arsenik dan merkuri)

  Nefritis interstitial akibat obat (tetrasiklin, furosemid, tiasid dan sulfanomid)

2.3 Postrenal

a. Obstruksi Ureter dan Leher Kandung Kemih  Kalkuli

  Neoplasma

 Hiperplasia prostat

Tabel. 1 Etiologi dari Ketiga Tipe ARF

Perubahan Patologi Etiologi

Prerenal

Penurunan aliran darah ke ginjal hingga menimbulkan iskemia pada nefron, bila hipoperfusi

 berkepanjangan maka dapat

emnimbulkan nekrosis pada tubular  dan terjadinya ARF

Kondisi yang disebabkan oleh  penurunan cardiac output :

Shock CHFEmboli pulmonaliAnafilaksisJantung tamponadeSepsis

(7)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 6

I ntrarenal (I ntrinsik)

Kerusakan jaringan ginjal yang disebabkan oleh proses inflamasi dan imunologi atau dari hipoperfusi yang  berkepanjangan

 Nefritis internal akutTerpapar nefrotoksinGlomerulonefritis akutVasculitis

Syndrome hepatorenalAkut tubular nekrosisStenosis/ trombosis arteri

atau vena ginjal

Postrenal

Obstruksi pada sistem ginjal dari  batu kalkuli uretra/ dimanapun

letaknya

Obstruksi pada bladder secara  bilateral yang menyebabkan

kegagalan pada postrenal, tidak  hanya pada satu fungsi ginjal.

Kanker pada uretra atau  bladder 

Batu/ kalkuli ginjalAtony bladder 

Kanker atau hiperplasia  prostat

Kanker cervixStriktura uretra

From Ignatavicius, D. D., Workman, M. L, & Mishler, M. A. (1995). Medical surgical nusring (2nd ed, p. 2148). Philadelphia : W. B Saunders. Used with permission.

3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada ARF seperti : pucat (anemia), oliguria, edema, hipertensi, muntah, letargi, gejala kelebihan cairan berupa gagal jangtung kongestif atau edema paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia, hematemesis dengan atau tanpa melena akibat gastritis atau tukak lambung, kejang, kesadaran menurun sampai koma.

Fase gagal ginjal akut :

Fase oliguria atau anuria : jumlah urine berkurang sampai 10-30 ml/ hari, dapat berlangsung 4-5 hari, kadang-kadang sampai 1 bulan. Terdapat gejala uremia nyata seperti pusing, muntah, apatis sampai somnolen, haus, nafas kussmaul, kejang dan lainnya. Ditemukan hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiponatremia dan asidosis metabolik.

Fase diuretik : poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2 minggu.

Fase penyembuhan atau pascadiuretik : poliuria dan gejala uremia  berkurang. Faal glomerulus dan tubulus membaik dalam beberapa minggu, tetapi masih ada kelainan kecil. Yang paling lama terganggu adalah daya mengkonsentrasi urine. Kadang-kadang faal ginjal tidak  menjadi normal lagi dan albuminuria tetap ditemukan.

(8)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 7 4. Patofisiologi Kerusakan nerfon/ tubular Prerenal ↓ curah  jantung Intrarenal kalkuli Postrenal Hipovolemia Vasodilatasi sistemik Hipotensi & hipoperfusi Aliran darah ginjal terganggu ↓ TD Laju GFR↓ Perubahan vaskuler Nefrotoksik

Jumlah cairan tubulus lebih lambat

Pembuangan dari interstisium medulla

 tonusitas medular  reabsorsi natrium dan air

GGA Memperbesar reabsorsi

dari cairan tubular distal

Neoplasma

Hyperplasia prostat

Obstruksi pada saluran perkemihan

Urin tdk dpat melewati obstruksi

Kongesti yg menyebabkan tekanan retrogard melalui system

kolegentes dan nefron

Menekan dan merusak nefron 5. Pemeriksaan Penunjang 5.1 Pemeriksaan Diagnosis a. Rontgen Thorax  b. Ultrasonografi ginjal c. Test Doppler  d. CT Scan e. ECG (Electrocardiogram)

f. CVP (Central Venous Pressure) g. Renal Arteriogram

5.2 Pemeriksaan Laboratorium

a. Lab darah lengkap : WBC, RBC, HCT, Platelet

 b. Analisa Elektrolit : Sodium, potassium, calsium, kalium, natrium c. AGD : PCO2, PO2, HCO3, Saturasi O2, PH

d. BUN, Creatinin, klirens kreatinin e. Enzim hepar : SGOT, SGPT

(9)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 8 5. Pemeriksaan Penunjang 5.1 Pemeriksaan Diagnosis a. Rontgen Thorax  b. Ultrasonografi ginjal c. Test Doppler  d. CT Scan e. ECG (Electrocardiogram)

f. CVP (Central Venous Pressure) g. Renal Arteriogram

5.2 Pemeriksaan Laboratorium

a. Lab darah lengkap : WBC, RBC, HCT, Platelet

 b. Analisa Elektrolit : Sodium, potassium, calsium, kalium, natrium c. AGD : PCO2, PO2, HCO3, Saturasi O2, PH

d. BUN, Creatinin, klirens kreatinin e. Enzim hepar : SGOT, SGPT

f. Urinalisis : berat jenis urine, osmolalitas dan natrium urine

6. Penatalaksanaan Kegawatan

Penatalaksanaan utama kerusakan fungsi ginjal diarahkan pada  penatalaksanaan khusus dan adekuat dari keadaan hipoperfusi. Ketiga penyebab yang  paling pada penurunan fungsi ginjal adalah penurunan curah jantung, perubahan

tahanan vaskuler perifer, dan hipovolemia. Faktor-faktor seperti disritmia jantung, infark miokard akut, dan temponande prikardial akut,semuanya ini menurunkan curah  jantung, mungkin berhubungan dengan penurunan aliran darah ginjal. Oleh karenanya reversibilitas (kemampuan untuk kembali ke keadaan normal) dari gagal ginjal tergantung pada kemampuan untuk meningkatkan fungsi jantung.

Pada kondisi ini, curah jantung biasanya terganggu secara akut dan sangat  payah. Bila curah jantung terganggu sampai batas yang lebih kecil selama periode waktu yang lama, bagaimana pun, terjadi gambaran gagal jantung kongestif. Sekali lagi, disini terjadi penurunan perfusi ginjal meskipun sampai batas yang terkecil. Gambaran utama dari keadaan ini, dari aspek ginjal, makin menyerap natrium, yang mengakibatkan peningkatan volume cairan ekstraselular, kenaikan tekanan vena sentral, dan edema.

(10)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 9 Beberapa mekanisme bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi tubular terhadap natrium. Pertama, terjadi penurunan lebih besar dalam aliran darah ginjal daripada dalam filtrasi glomerulus, membawa ke mekanisme yang telah dibicarakan sebelumnya. Kedua, telah diduga bahwa aliran darah ke kortek  superficial menurun, sementtara aliran darah kearea kortikal dalam meningkat. Selain itu, diperkirakan bahwa nefron pada region kortikal dalam menyerap natrium terfiltrasi dalam presentase yang lebih besar daripada nefron di korteks luar ginjal.

Factor-faktor lain termasuk peningkatan reabsorpsi natrium tubulus distal dan  proksimal. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi natrium tubulus proksimal sebagian besar tergantung pada peningkatan tekanan onkotik posglomerular; namun aldosteron paling bertanggung terhadap peningkatan reabsorpsi natrium tubulus distal. Dapat dilihat bahwa berbagai mekanisme yang  bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi natrium tubular pada gagal  jantung kongesti.

Terapi diarahkan terutama pada meningkatkan ekskresi natrium urine. Kadang-kadang, keadaan ini dapat diselesaikan dengan memperbaiki curah jantung , yang selanjutnya meningkatkan perfusi ginjal. Namun hal ini tidak selalu memungkinkan. Diuretic sering digunakan untuk meningkatkan ekskresi natrium. Agen ini secara langsung menghambat reabsorpsi natrium dalam tubulus ginjal. Potensi diuretic ditentukan terutama oleh tempatdi tubulus ginjal dimana reabsorpsi natrium di hambat.

Kedua diuretic yang paling poten yang sekarang ada adalah furosemmid (Lasix; Hoechst-Roussel Pharmaceuticals, Somerville, NJ) dan asam etakrinik  (Edcrin; Merck Sharp & Dohme, West Point, PA). Agen ini menghambat reabsorpsi natrium pada parsasenden ansa Henle dan pada tubulus distal. Masih belum jelas apakah agen ini juga mempunyai efek pada tubulus proksimal. Diuretic tiazid mempunyai kerja utama pada tubulus distal dan oleh karenanya agen ini agak kurang  poten daripada agen diatas.

Diuretic lain yang umum lain adalah spironokolakton (Aldactone; Searle Laboratories, Chicago, IL), yang meningkatkan natrium urine dengan menghambat efek aldosteron di tubulus ginjal. Spironolakton harus di gunakan dengan hari-hari  pada pasien dengan penurunan curah jantung dan perfusi ginjal yang lemah karena diuretic ini menurunkan ekskresi kalium dan dapat menyebabkan hiperkalemia yang mengancam hidup pada pasien seperti ini. Keadaan yang sama juga terjadi untuk  triamteren, diuretic hemat kalium.

(11)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 10 Penatalaksanaan Nekrosis Tubular akut :

Karena NTA Terus menerus berhubungan dengan tingginya mortalitas sasaran yang penting adalah pencegahan komplikasi ini. Nekrosis Tubular  Akut dapat dicegah pada pasien yang mengalami cedera traumatik mayor  dengan penggantian kehilangan darah dan perbaikan gangguan cairan dan elektrolit. Sama halnya, pasien yang menerima agen yang kemungkinan nefrotoksik harus menjalani serangkaian pemeriksaan untuk mengevaluasi fungsi ginjal selama pemberian agen tersebut. Hal ini ditangani lebih mudah dengan mengukur kadar kreatinin dengan jadwal dua hari sekali. Bila kreatinin serum mulai meningkat, obat harus dihentikan.pada kebanyakan pasien, pada  penyimpanan fungsi dapat distabilkan dan pasien sembuh tanpa mengalami

kerusakan fungsi ginjal berat.

Masih ada perdebatan yang tajam berkenaan tentang efektifitas manitol dan furosemid dalam mencegah GGA. Pada kenyataannya, berapa bukti telah dikumpulkan yang menunjukkan bahwa furosemid secara nyata dapat meningkatkan toksisitas agen-agen nefrotoksik tertentu. Namun kebanyakan  peneliti setuju bahwa percobaan furosemid harus diberikan intravena sampai 500 mg. Seringkali hal ini dapat memperbaiki oliguria menjadi GGA nonoliguria, yang secara klinis lebih mudah ditangani.

a) Penggantian volume

Setelah terjadi NTA, pertimbangan utama adalah pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit. Selama masa oliguria, volume urine  biasanya kurang dari 300 ml perhari. Kehilangan yang tidak terlihat

rata-rata 800-1000 ml perhari dan sebenarnya bebas elektrolit.

Secara umum, pengantian cairan harus mendekati 500 ml perhari. Selain air akan dari air yang terdapat dalam makanan di tambah air  oksidari dari metabolisme. Karena pengguanaan protein dan lemak tubuh,  pasien idealnya harus kehilangan 2,2 lb (1kg) perhari untuk 

mempertahankan keseimbangan air. Bahaya kelebihan air dengan akibat gagal jantung kongesti dan edema paru terdapat sepanjang periode oliguria.sebaliknya, selama NTA fase diuretik, pemborosan natrium lebih  jauh dapat terjadi berkaitan dengan peningkatan volume urine. Itulah

(12)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 11 sebabnya perlu untuk mempertahankan pencatatan asupan dan haluaran secara akurat dan penimbangan berat badan tiap hari pada kedua fase. Hal ini teruama penting bila ada kesempatan lain untuk kehilangan cairan dan elektrolit seperti muntah, diare, penghisapan nasogastrik, dan drainase oleh dari fistula. Secara umum, kehilangan terjadi sebagai akibat dari masalah-masalah ini harus di ganti penuh.

 b) Terapi Nutrisi

Selain penggantian cairan dan elektrolit ,masukan di arahkan pada  pensuplaian pasien dengan kalori dalam bentuk karbohidrat dan lemak 

untuk menurunkan pemecahan protein tubuh. Karena 1 gr urea dibentuk  setiap 6 gr protein yang di metabolisme, asupan protein biasanya dibatasi untuk mencegah peningkatan BUN yang terlalu cepat.

Dengan pengembangan tim nutrisi ,telah terjadi kecendrungan  berkembangan untuk memberikan lebih banyak kalori dan protein dalam  bentuk parenteral atau hiperalimensasi enteral dalam upaya untuk 

meningkatkan kondisi umum pasien dan untuk mempercepat pemulihan fungsi ginjal. Diit mengandung 2000 sampai 3000 kalori/hari dengan 40 sampai 60 gr protein atau asam amino esensial telah digunakan dengan frekuensi yang meningkat. Diet ini mengandung lebih dari 500 ml cairan yang di anjurkan sebelumnya. Oleh karenanya,hiperalimentasi memerlukan lebh dialisis ,khususnya pada periode oliguria, sering dalam kombinasi dengan hemofiltrasi.

c) Kontrol asidosis

Asidosis metabolik dengan keparahan sedang biasanya terjadi pada  pasien dengan gagal ginjal .hal ini merupakan akibat dari ketidakmampuan ginjal untuk mengekskresikan ikatan asam (H2PO4) yang dihasilkan dari

 proses metabolik normal. Asidosis biasanya dapat dikontrol dengan mudah dengan memberi pasien natrium bikarbonat 30 sampai 60 mEq setiap hari tetapi tidak memerlukan pengobatan kecuali HCO3- turun dibawah 12

sampai 15 mEq/L. d) Kontrol Hiperkalemia

Hiperkalemia umumnya terjadi pada pasien dengan NTA .ini merupakan konsekuensi baik karena penurunan kemampuan ginjal mengekresi kalium dan pelepasan kalium intraseluler karena asidosis dan

(13)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 12 kerusakan jaringan. Asidosis mengakibatkan perpindahan ion hidrogen ke dalam sel, sehingga mengantikan kalium ke dalam cairan intraselular. Keadaan ini mempertahankan netralitas elektron tetapimeningkatkan keadaan hiperkalemia.

Selain mekanisme untuk menyebabkan hiperkalemia, sering di abaikan  pada pasien sakit akut , adalah pembatasan kalori ,terutama pembatasan

glukosa . perpindahan glukosa dan asam amino ke dalam sel sel disertai dengan kalium .pada sakit akut, pasien katabolik, bila asupan diit di batasi atau terapi cairan intravena dihentikan , kegagalan perpindahan kalium intraselular dapat menunjang hiperkalemia. Karena proses ini membutuhkan insuline, maka defisiensi insuline mempunyai konsekuensi sama, dan penderita diabetik dapat lebih rentan untuk mengalami gangguan akut kesemimbangan kalium bila terjadi gagal ginjal.

Dengan menggangu translokasi catecholamine-induced kalium ke dalam sel-sel ,β-bloker juga dapat memperberat hiperkalemia dan harus dihindari pada pasien GGA. Hiperkalemia secara klinis di manifestasikan oleh perubahan jantung dan neuromaskular .baik gangguan konduksi  jantung maupun kaudriplegia flaksid akut merupakan komplikasi yang

mengancam hidup .perubahan hiperkalemia ini cepat dapat pulih dengan  pemberian kalsium glukonas intravena ,yang mempunyai efek antagonis langsung dalam aksi kalium. Kalium serum dapat diturunkan dengan  pemberian natrium bikarbonat intravena untuk pengobatan asidosi. Selain itu, pemberian glukosa dan insuline dengan sering di gunakan sebagai metode tambahan perpindahan kalium ekstraseluar ke intraselular.

 Natrium polistiren sulfonat resin (Kayexalate;winthrop  pharmaceuticals) di berikan peroral ( 25 gr empat kali sehari dalam 10 ml sorbitol 10 %) dapat mengurangi kelebihan kalium tubuh lebih lambat dan harus dilakukan bila hiperkalemia mulai teejadi. Selain itu, bila hiperkalemia yang mengancam hidup terjadi dan pengobatan ini gagal atau tidak memperbaiki kalium serum menjadi normal , harus intervensi kedaruratan baik hemodialisis atau dialisis peritoneal ,dialisis peritoneal umumnya dapat dilakukan lebih cepat .karena kalium plasma di seimbangkan dengan cepat oleh cairan peritoneal, kalium serum dapat diturunkan dengan cepat.

(14)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 13 Hiperkalemia selalu dapat dicegah dengan menghindari suplemen kalium, pemberian teraapi kronik untuk asidosis , dan penggunaan natrium  polistiren sulfonat resin bila kalium serum agak sedikit meningkat.

7. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Diagnosa

Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

Perubahan perfusi

 jaringan b.d hipovolemia sekunder terhadap GGA

Pasien akan stabil secara hemodinamik 

1.Pantau TD, nadi, pernapasan, Tekanan Arteri Pulmonari (TAP), tekanan desak kapiler   pulmonari (TDKP), tekanan vena

sentral (TVS), curah jantung, indeks jantung setiap jam sampai stabil, kemudian setiap 2 jam.

2.Pantau laporan laboratorium (Na, K, Hb, Ht, pemeriksaan

koagulasi SDP).

3.Pantau terhadap kekeringan membran mukosa.

4.Pertahankan catatan asupan dan haluaran.

5.Berat badan harian.

6.Berikan cairan dan darah sesuai  program dokter.

7.Pantau kelebihan cairan dan/ reaksi transfusi.

8.Timbang pasien setipa hari

9.Instruksikan untuk meningkatkan masukan cairan 2000 ml/hari

0. Pantau tanda-tanda dan gejala hiponatremia

1. Pantau haluaran urine untuk  volume yang adekuat setiap jam sampai haluaran > 30 ml/hari, kemudian setiap 2 jam lalu setiap 4 jam

(15)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 14

 pergantian dinas. Laporkan adanya abnormalitas

3. Lakukan tindakan untuk  meningkatkan sirkulasi

(perubahan posisi, pertahankan kehangatan)

4. Atau suhu dan warna kulit setiap  jam sampai stabil, kemudian

setiap 2 jam

5. Pantau adanya perubahan fungsi mental (letargi, stupor)

6. Orientasikan kembali terhadap realita sesering mungkin. Panggil dengan namanya, beritahu pasien nama anda, orientasikan terhadap lingkungan sekitar.

Kelebihan volume cairan b.d GGA, filtrasi  buruk dan masukan

intravena

Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan Kondisi pasien akan dipertahankan

1. Amati haluaran urine 2. Catat dan kaji masukan dan

haluaran

3. Kaji urine terhadap hematuria,  berat jenis.

4. Berikan keamanan bila terjadi kenaikan kadar BUN dan kreatinin

5. Pantau tanda-tanda dan akumulasi toksik obat

6. Kaji bunyi paru terhadap krakles dan edema perifer 

(16)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 15 BAB III

PEMBAHASAN 1. Tinjauan Kasus

Klien Ny Julie usia 24 th, Diagnosa : GGA. Riwayat penyakit dahulu 3 tahun yang lalu pernah mengalami Lupus erythematosus. Riwayat penyakit sekarang : Post partum hari kedua. Operasi SC pada kehamilan 34 minggu dan dia mengalami kesulitan pada kehamilannya karena hypertensi. Saat mendaftar dia di diagnosa Sindrome HELLP (Hemolysis, Elevated count Liver Enzymes, Low platelet count) dan dianjurkan melahirkan segera. Sejak melahirkan dia mengalami hipovolemi karena perdarahan hebat dan berkembang menjadi syok hipovolemik. Beberapa jam dia menjalani perbaikan hemodinamik yang tidak stabil kendati diberikan darah, produk darah dan cairan pengganti. Dopamin @ 3-10 meq/kg/mt dan Levophed @ 4 meq/mt. Sejak dua hari tekanan darah antara 60/48 - 98/58. Haluaran urin minimal (0-30 cc/jam) selama 12 jam

Hasil pemeriksaan fisik :

a) TTV : HR 124 x/menit, RR 32 x/menit, TD 102/62 mmHg, Suhu 39,40C, CVP 14 (2-6 mmHg)

 b) Resp : terdengar  krekels menyebar dan ronchi pada seluruh lapang paru, oral terpasang ETT no 7,5, Ventilator diset : SIMV 4, ETV 800, FIO 50 % , PEEP 5 cm, PS 5 CM.

c) Cardiovaskuler : bunyi jantung S 1, S2 terdengar 

d)  Neuro : sadar tetapi orientasi bervariasi, mengantuk, respon lambat bila dipanggil namanya, lebar pupil @ 3 mm bilateral.

e) Ektremitas : kapilari refil lambat, kulit dingin, pucat, kebiruan, piting edema + 4. Terpasang infus di Subklavia kanan D5LR, total IV 100 cc/jam, Subklavia kiri terpasang kateter yang diklem.

Data penunjang :

1. Hasil Laboratorium :

a) WBC 18.000 (5000-10.000 /mm3), RBC 2.8 (4,2-5,4 juta/µL), Hb 7,0 (12-16 gr/dl), HTC 24% (36-46%), Platelet 18.000 (150.000-400.000 mm3)

(17)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 16

 b) AGD : pH 7,20 (7,4-7,5), PaO2 78 mmHg (71,0-104,0), PaCO2 30 mmHg (35,0-46,0), HCO3 16 mmol/L (22,0-26,0), SaO2 90% ( >85%)

c) REN : BUN 145 (5-25 mg/dl), Creatinin 9,4 mg/dl (0,5-1,5 mg/dl) d) Elektrolit : Kalium 6,4 (3,5 – 5,0 mEq/L), Ca 8,0 (4,5-5,5 mEq/L) e) Alk phos 154 U/L (20-90U/L)

f) SGOT 34 meq/l (7 – 34 U/L) , SGPT 54 U/L (8 – 50 IU/L) 2. Hasil Diagnostik :

Hasil RO infiltrat paru dan edema paru

3. Istilah yang Tidak di Mengerti a) Lupus erythematosus :

Lupus erythematosus merupakan penyakit inflamasi, autoimun yang mengenai multisistem dan biasanya akut, berbahaya/ fatal kemudian menyerang jaringan konektif dan vaskuler. Etiologi pasti dari penyakit Lupus erythematosus belum diketahui, namun ada beberapa faktor yakni genetic, lingkungan dan hormonal.

Patogenesis LES :

Terbentuknya antibodi yang melawan berbagai

komponen tubuh/ autoantibodi

Menyerang jaringan. Sel-sel dan protein serum

Sehingga toleransi imun menurun/ hilang atau disebut autoimuniti

Menimbulkan kerusakan serius pada regulator sistem imun

Limfosit T (WBC) untuk mengontrol respon imun → namun jumlah sel T

 pada LES menurun dan aktivasi sel T supresor dihambat

Pada beberapa klien dengan L.E.S., berkembang antibodi yang menyerang sel asal (native), double-stranded DNA, dan sebagai antigen. Kombinasi autoantibodi dan autoantigen (kompleks imun), dapat beredar 

(18)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 17

(circulate) atau menumpuk dalam pleksus kapiler, dekat membran basement dan dalam jaringan lainnya seperti glomeruli ginjal, membran serosa (pleura,  pericardial, peritoneal), pleksus choroid, dan pembuluh darah di paru. Pembentukan kompleks imun memicu respon implamasi, yang merupakan mekanisme primer dengan mendestruksi jaringan dan mengakibatkan terjadinya klinis penyakit. Deposisi atau endapan komplek imun yang kronis mengakibatkan kerusakan pada jaringan penjamu (host ).

Inflamasi pada renal akibat LES disebut dengan renal nephritis yaitu deposisi kompleks imun dan inflamasi membran basement glomerulus dan mesangium sehingga terjadilah sklerosis glomerulus. Selain itu juga dapat mengakibatkan nekrosis tubular dan gangguan keseimbangan elektrolit. Respon inflamasi juga terjadi pada sistem pulmonal, dengan gangguan inflamasi pleura, infiltrasi parenchim, vaskulitis interstitial menyebabkan infark, nekrosis dan fibrosis.

 b) Sindrome HELLP (Hemolysis, Elevated count Liver Enzymes, Low  platelet count) :

Sindrom HELLP (H,hemolisis ; EL,elevated liver and enzymes (peningkatan enzim liver) ; LP,low platelet count (rendahnya jumlah  platelet)) menggambarkan perluasan phatologis preeclampsia dan

eclamsia yang parah. Gejala awal sindrom HELLP muncul di awal trimester ke 3.

Bagi wanita yang didiagnosa memilikin sindrom HELLP, jumlah  plateletnya harus kurang dari 100rb/mm3, tingkat enzim livernya (aspartate amnostrasfera {AST} dan alanin amnostrafera {ALT} harus tinggi dan beberapa bukti hemolosisis intravaskular harus ada (schistocyte atau sel yang rusak pada peripheral). Hemolisis yang terjadi menyebabkan turunnya hemotocrit dalam jumlah besar  melebihi hilangnya darah pada sebagian besar ibu baru dengan sindrom HELLP selama periode postpartum (weinstein, 1986).

Pada beberapa kasus terjadi komplikasi yang lebih berat di sertai mickroangiopathy destruksi sel darah merah dan trombosit

(19)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 18 mikcroangiopathy (platelet) dan di sebutkan sindrom HELLP yang terdiri dari :

1) Hemolisis eritrosit sehingga menimbulkan sisa hasilnya : a. Meningkatnya retikulosit

 b. Hemoglonemia c. Hemoglobinuria d. Schizositosis e. Spherositosis

2) EL- evated enzim liver diantaranya : Aspartate amniotenfarase dalam serum darah.

3) LP-low platelet menurunya sel platelet sehingga terjadi :

a. Makin meningkatnya tromboksan A2 yang menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah.

 b. Terdapat makin meningkatnya kemungkinan perdarahan.

c) Syok Hipovolemik :

Syok hipovolemik terjadi karena kehilangan cairan baik karena  perdarahan, dehidrasi ataupun karena perpindahan cairan ke tiga area.

d) Dopamin @ 3-10 meq/kg/mt :

Farmakologi : splanchinikus dopamine bekerja pada reseptor dopamine yang spesifik yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah ginjal dan mesenterium, serta mengaktifkan fungsi eksresi ginjal dengan meningkatkan eleminasi natrium dan kalium, serta mengaktifkan eksresi osmotik. Menggunakan dopamine akan memberikan efek :

 Efek inotropik positif 

 Bertambahnya curah sekuncup (CO) tanpa bertambahnya frekuensi

 Perbaikan sirkulasi koroner 

 Peningkatan tekanan darah arteri disertai sedikit penurunan resistensi perifer 

 Peningkatan aliran darah ginjal dan diuresis, meningkatnya eliminasi natrium dan kalium

(20)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 19 Indikasi :

 Payah jantung akut dan bahaya payah ginjal pada keadaan syok  (syok setelah operasi, syok septic, dan anafilaktik, syok  kardiogenik yang disebabkan oleh infark)

 Pankreatitis akut

 Bahaya kegagalan akut pada penyakit jantung dan ginjal kronik  akut (menahun)

 Intoksikasi akut oleh obat-obat antiaritmia, barbiturat, karebromal dan senyawa lainnya yang dieksresi melalui ginjal  Sebagai penunjang pada pengobatan diuretika

 Perbaikan fungsi jantung dan ginjal selama pernafasan buatan  pada PEEP

 Menstabilkan sirkulasi pada anaestasi mielopetal

Aturan pakai : Obat ini hanya intensif pada suntikan IV berbagai dosis telah terbukti bermanfaat secara klinis :

 Pengobatan intensif pada penyakit dalam misal syok  kardiogenik, kegagalan ginjal : dosis rata-rata 200 mkg/menit = +3 mkg/ menit/ kgBB (jarak dosis 175 – 250 mkg/ menit)

Efek samping : mual muntah, dan bertambah berat keluhan angina  pektoris

Perhatian :

 Sebelum pemberian infus dopamine  Hipovolemia harus diperbaiki dahulu

 Pengobatan taki aritmia sebaiknya dilakukan sebelum atau  bersama-sama dengan pemberian infus dopamine

 Pada pemakaian dopamine dalam larutan infus yang bersifat  basa (PH 8)

 Dopamine di inaktifkan bila infus diberikan dalam waktu lebih dari 4 jam

(21)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 20 e) Levophed @ 4 meq/mt :

Indikasi : Mengakibatkan vasokonstriksi dan stimulasi miokard, yang mungkin diperlukan setelah penggantian cairan yang adekuat dalam  pengobatan syok 

Kerja obat : Menstimulasi reseptor adrenergik alfa yang terletak  terutama pada pembuluh darah dan menyebabkan konstriksi kapasitas dan ketahanan pembuluh darah

Efek terapeutik : Peningkatan tekanan darah dan peningkatan curah  jantung

Kontraindikasi : pada trombosis vaskuler, mesenterika atau perifer, kehamilan (menurunkan aliran darah uterus), hipoksia, hiperkarbian, hipotensi sekunder pada hipovolemia, hipersensitivitas pada bisulvit Dosis : IV dewasa 8-12 mcg/menit diawal, kemudian 2-4 mcg/menit kecepatan infus rumatan sesuai respon tekanan darah

f) SIMV : SIMV atau Synhronized Intermitten Mandatory Ventilation dapat digunakan untuk ventilasi dengan tekanan udara rendah, otot tidak begitu lelah dan efek barotrauma minimal. Pemberian gas melalui nafas spontan biasanya tergantung pada aktivasi klien. Indikasi pada  pernafasan spontan tapi tidal volume dan/ atau frekuensi nafas kurang

adekuat.

g) FIO : Fraksi oksigen yang di inspirasi

h) PEEP : PEEP atau Positive End Expiratory Pressure yaitu modus yang digunakan dengan menahan tekanan akhir ekspirasi positif dengan tujuan untuk mencegah atelektasis dengan terbentuknya jalan nafas oleh karena tekanan yang tinggi, atelektasis akan dapat dihindari. Indikasi pada klien yang menderita ARDS dan gagal jantung kongestif  yang masiv dan pneumonia difus. Efek samping dapat menyebabkan venous return menurun, barotrauma dan penurunan curah jantung. i) PS : Pressure support

(22)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 21 4. Kata Kunci

Penyebab GGA : a) Prerenal

Hipovolemia (perdarahan) : Ditunjang oleh diagnosis sindrome HELLP,  jumlah platelet 18.000 (150.000-400.000 mm3)

 Vasodilatasi sistemik (sepsis) : Ditunjang oleh riwayat penyakit 3 thn yang lalu yaitu Lupus erithematosus

 Hipotensi dan hipoperfusi (syok) : Kondisi syok hipoovolemik post  partum

 b) Intrarenal

 Kerusakan nefron atau tubula (nekrosis tubular akut) : Merupakan komplikasi dari riwayat penyakit dahulu yaitu lupus erythematosus ke sistem ginjal

 Perubahan vaskuler (stenosis/ sklerosis) : Komplikasi dari lupus erythematosus yang disebabkan oleh akumulasi imun

5. Primary Assesment

No. Kasus Konsep Teori

A Airway tidak paten Apa ada drolling ?

Retraksi intercosta/ substernal/ gerakan dinding dada ?

Stridor/ snoring, gargling, kemampuan bicara, edema orofaring ?

B  RR 32x/ menit

 Ronchi & krekels (+)

RR, kedalaman nafas, ekspansi dada,  penggunaan otot bantu nafas, bunyi nafas,

cuping hidung, deviasi trakea, pola nafas ?

C  2 hari post partum : TD antara 60/ 48  – 

98/58

 Haluaran urine minimal (0-30 cc/ jam) selama 12 jam

 HR 124 x/ menit, suhu 39,40

C, CVP 14 mmHg

 CRT lambat, kulit dingin, pucat, kebiruan, pitting edema +4

Denyut nadi, hemodinamik (TD, Nadi, suhu, RR), warna kulit, CRT, akral dingin/ hangat, warna konjungtiva, sianosis, keringat dingin ?

D  Sadar tetapi orientasi bervariasi

 Mengantuk 

Fungsi neurologis (AVPU/ Alert, Verbal, Pain, Unresponses), reaksi pupil/ reflek cahaya

(23)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 22

 Respon lambat bila dipanggil namanya  Lebar pupil @ 3 mm bilateral

(isokor, anisokor, midriasis) ?

E  Riiwayat penyakit 3 th yang lalu

Lupus Erythematosus

 Riwayat penyakit sekarang post  partum hari kedua

 Diagnosa saat MRS yaitu Sinrome HELLP

 Sejak melahirkan pasien mengalami syok hipovolemik 

 Diberikan darah, produk darah dan cairan pengganti

 Terapi : Dopamine @ 3-10 meq/kg/menit dan Levophed @ 4 meq/menit

 Pasien terpasang ETT no 7,5 dengan set ventilator SIMV 4, ETV 800, FIO 50%, PEEP 5 cm, PS 5 CM

 Terpasang infus di subklavia kanan D5LR dengan total IV 100 cc/jem  Subklavia kiri terpasang kateter yang

di klem  WBC 18.000(5000-10.000 /mm3), RBC2.8(4,2-5,4 juta/µL), Hb7,0 (12-16 gr/dl), HTC 24%(36-46%), Platelet18.000(150.000-400.000 mm3)  AGD : pH 7,20(7,4-7,5), PaO2 78 mmHg (71,0-104,0), PaCO2 30 mmHg(35,0-46,0), HCO316 mmol/L (22,0-26,0), SaO2 90% ( >85%)  REN : BUN 145 (5-25 mg/dl), Creatinin9,4 mg/dl(0,5-1,5 mg/dl)  Elektrolit : Kalium6,4(3,5 – 5,0 mEq/L), Ca 8,0(4,5-5,5 mEq/L)  Alk phos 154 U/L(20-90U/L)

 SGOT 34 meq/l (7 – 34 U/L), SGPT

54 U/L(8 – 50 IU/L)

 Hasil RO infiltrat paru dan edema paru

Urinalisis, elektrolit serum/ urine, AGD, lab darah lengkap, ECG, renal arteriogram, rontgen thorax, abdominal ultrasound ?

(24)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 23 Analisa Tinjauan Kasus :

Analisa Kasus Ny. Julie 24 th

Pre Hospital Hospital

Riwayat penyakit dahulu 3 th yang lalu lupus erimatosus

Kerusakan multi sistem

Renalis Pulmonalis

Post Partum hari ke 2 dengan SC Hipertensi pada kehamilan (pre eklamsi & Dx. Sindrom HELLP Terjadi perdarahan hebat Syok Hipovolemik 

Etiologi pre renal Renal nefritis, skrosis glomerulus, Inflamasi pleura, infiltrasi parenkim GGA Etiologi Intrarenal

(25)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 24 6. Pathway

 Ny. Julie usia 24 tahun

Riwayat menderita lupus erythematosus + 3 thn yang lalu

Terbentuknya antibodi yang melawan kemapuan tubuh → autoantibody

Menyerang jaringan, sel-sel dan  protein serum

Toleransi imun menghilang/ autoimuniti

Menimbulkan kerusakan  pada regulator imun

Jumlah sel T menurun dan aktivasi sel T di hambat

Lalu berkembanglah antibodi yang menyerang sel asal (native), double

standed DNA

Kombinasi antibodi & autoantigen dapat  beredar/ menumpuk pada multisistem

Memicu terjadinya respon inflamasi, ter adin a destruksi arin an ada multisistem

Pada sistem renalis

Deposisi kompleks imun & inflamasi membran basement

glomerulus & mesangium

Renal nephritis, sklerosis glomerulus, nekrosis tubular 

Pe↓ fungsi GFR pada Ginjal

Penyebab lupus  belum di ketahui  pasti, faktor : genetik, Lingkurangan, hormonal

Terjadinya hipertensi dalam kehamilan/ pre-eclamsia dan

eclamsia

Lalu berkembang menjadi sindrome HELLP

Muncul  pada trimester 

ke 3

hemolisis Low platelet count Elevated liver and

enzyme

Agregasi pada sel darah merah

RBC & Hb ↓

Suplai darah ke organ tubuh me↓

Resiko terjadinya  pendararahan

menin kat

Lebih mudah terjadi  pendarahan, funsi embekuan darah me

Pada sistem pulmonalis

Destruksi jaringan paru

Mengalami infark, neksosis, fibrosis

Pe ↓ fungsi pulmonalis Inflamasi pluera, infiltrasi parenkin

 paru, vaskulitis interstitial

Edema pulmonal, infiltrasi pada lapang paru Etiologi Intrarenal

Peningkatan nilai SGPT

Etiologi Prerenal Syok Hipovolemik  Penurunan jumlah volume darah

(26)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 25 Lanjutan :

Fase Oliguria → Diuretik 

 Ny. Julie

Aliran darah ke ginjal me↓ Edema pulmonal &

infiltrasi pada lapang aru

Etiologi prarenal

Renal nephritis, sklerosis glomerulus, nekrosis tubular  Syok hipovolemik 

Etiologi intrarenal

Pe↓ laju GFR  Gangguan

 pertukaran gas

Penurunan fungsi filtrasi pada lomerulus → berkelan utan

Sehingga paru mengkompensasi dgn

lebih banyak  mengeluarkan CO2 Sekresi ion hidrogen &  produksi bikarbonat me↓

dalam tubula

GGA

Edema paru Bendungan atrium kiri me↑ → tekanan vena &

kapiler pulmonal me↑ Preload me↓ → beban jantung me↑ → hipertrofi ventrikel kiri Tekanan kapiler me↑ → volume

interstitial me↑ → Edema Pe↑ reabsorbsi air pada ttubulus → retensi urine

Pernafasan dalam & terjadi  perubahan pada keseimbangan asam basa

Pe↓ fungsi reabsorbsi pada tubulus roximal

Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis

metabolik) Disertai pe↓ Ph

darah & CO2 Terjadi pe↑

reabsorbsi BUN & kreatinin, kalium %

kalsium, alkali fosfat & H2O

Retensi urine → kelebihan volume cairan dalam tubuh Gangg. Keseimbangan vol. Cairan tubuh Lebih Sekresi hormon eritropoetin me↓ Produksi Hb me↓ & disertai

hemodilus

Suplai 02 me↓

Gangg. Perfusi  jaringan perifer 

(27)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 26 7. Penatalaksanaan Kegawatan

1) Penatalaksanaan untuk penurunan curah jantung

Deuretik sering di gunakan untuk meningkatkan eksresi natrium agen ini secara langsung menghambat reabsorsi natrium didalam tubulus ginjal. Kedua deuretik yang paling potensi sekarang adalah furosemit (lasix) dan asam etakrinik. Agen ini menghambat reabsorsi natrium pada pars asenden ansahele dan pada tubulus ginjal. Deuretik lain yang umum adalah spironolakton (aldacton) yang meningkatkan natrium urine dengan menghambat efek aldosteron di tubulus ginjal.

2) Penatalaksanaan untuk perubahan tahanan vaskular perifer 

Penatalaksanaan diarahkan terutama untuk mengobati gangguan dasar  dengan terapi khusus yang tepat di tambah dengan penggantian cairan, elektrolit dan koloid.

3) Penatalaksanaan untuk hipovolemik dan hemoragik 

Terapi diarahkan pada penggantian air dan natrium atau darah bila hemoragik menjadi penyebabnya. Respon terhadap pengobatan dapat di nilai dengan perubahan dalam volume urine, berat jenis, tekanan vena central, dan temuan-temuan fisik lainnya.

4) Penatalaksanaan untuk mempertahankan haluaran urine

Pemberian manitol yaitu bentuk turunan dari gula 6 rantai karbon, manosa. Manitol didistribusi dalam cairan ekstraseluler dan secara esensial tidak di metabolisme. Manitol bebas tervilter pada gloumerolus dan tidak di reabsorsi oleh tubulus. Karena ukuran molekul yang kecil , maniitol memberi efek osmotik yang bermakna yang selanjutnya neningkatkan aliran urine. Pemeriksaan yang lazim adalah 0,2 g/kg diberikan secara IV sebagai larutan 25 % seelama 3-5 menit. Bila aliran urine meningkat >40 ml/jam, pasien diaggap telah pulih dari gagal ginjal dan volume urine kemudian di pertahankan 100 ml/gr dengan tambahan manitol dan  penggantian cairan sesuai indikasi. Setelah perbaikan kekurangan volume,

diberikan furosemid 200-1000 mg secara IV. Puncak deuresis biasanya terjadi setelah 2 jam pemberian. Bila pemberian furosemid efektif dalam meningkatkan volume urine , pemerian ini di ulang pada interval 4-6 jam untuk mempertahan laju aliran urine sejalan pemberian cairan untuk  mempertahankan urine.

(28)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 27 5) Kontrol asidosis

Asidosis biasanya adapat di kontrol dengan mudah yaitu dengan memberi  pasien natrium bikarbonant 30-60 meq/hr tetapi tidak memerlukan  pengobatan kecuali HCO3 turun dibawah 12-15 meq/m.

6) Kontrol Hiperkalemia

Perubahan hiperkalemia ini cepat dapat pulihh dengan pemberian kalsium Glukonas IV yang mempunyai efek antagonis langsung dalam aksi kalium.  Natrium polistiren sulfonat resim diberikan peroral 25 gr 4x sehari dalam 10 ml sorbital 10 % dapat mengurangi kelebihan kalium tubuh lebih lambat dan harus dilakukan bila hiperkalemia mulai terjadi. Hiperkalemia selalu dapat dicegah dengan menghindari suplemen kaalium, pemberian terapi kronik untuk asidosis, dan penggunaan natrium polistiren sulfanat resim.

8. Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan keseimbangan volume cairan tubuh (lebih) b.d penurunan fungsi GFR 

2) Gangguan perfusi jaringan perifer b.d perdarahan masiv, syok hipovolemik  3) Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik) b.d penurunan

regulasi asam basa tubuh

4) Gangguan pertukaran gas b.d peningkatan tekanan vena pulmonal, edema  paru

9. Intervensi dari Diagnosa Prioritas

Diagnosa Kegawatan Tujuan Intervensi Rasional

Gangguan keseimbangan volume cairan tubuh (lebih) b.d penurunan fungsi GFR  Ditandai oleh :  Perdarahan hebat hingga syok  hipovolemik  Dengan dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan gangguan keseimbangan volume cairan (lebih) dapat di minimalkan dengan kriteria hasil :  Pitting edema  pada ekstremitas 1. Pantau hemodinamik  tubuh (TD, Nadi, HR, RR, Suhu) 2. Pantau haluaran urine dalam 24  jam 3. Batasi intake cairan 4. Pantau 1. Untuk mengetahui  perubahan hemodinamik  tubuh yang pada dasarnya mencerminkan keadaan syok  hipovolemik yang  berakibat pada  penurunan eksresi

(29)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 28  post partum SC hari ketiga  Pitting edema +4 pada ekstremitas  Haluaran urine minimal (0-30 cc/jam) selama 12 jam  Ro : Infiltrat dan edema paru  berkurang  Haluaran urine dapat maksimal  Edema paru  berkurang  penggunaan ventilator (untuk  mengkompensasi fungsi pertukaran gas akibat edema  paru) 5. Pantau CVP (dalam mengetahui  peningkatan tekanan pada atrium kanan akibat edema  pulmonal) 6. Kolaborasikan  pemberian terapi Dopamine @3-10 meq/kg/menit 7. Kolaborasikan  pemberian terapi Levophed @4 meq/menit ginjal 2. Untuk memantau sejauh mana fase GGA terjadi pada  pasien, dan untuk   panduan  pembatasan cairan 3. Untuk mengetahui  balance cairan tubuh 4. Untuk mengetahui fungsi pertukaran gas akibat edema  paru 5. Untuk mendilatasi  pembuluh darah ginjal dan mesenterium, serta mengaktifkan fungsi eksresi ginjal dengan meningkatkan eleminasi natrium dan kalium, serta mengaktifkan eksresi osmotik. 6. Vasokonstriksi dan stimulasi miokard, yang mungkin diperlukan setelah  penggantian cairan yang adekuat dalam pengobatan syok.

(30)

Laporan Kegawatan Gagal Ginjal Akut (GGA) 29 BAB IV

PENUTUP 1. Kesimpulan

GGA (Gagal Ginjal Akut) merupakan kegawatan pada sistem  perkemihan yang tentunya akan mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Penyebab GGA dijabarkan menjadi etiologi prerenal, intrarenal dan postrenal. Fase GGA terbagi atas fase oliguria, diuretik dan  pemulihan. Intervensi kegawatan yang harus dilakukan tentunya berdasarkan  pada primary survey dan secondary survey.

2. Kritik dan Saran

Kami ucap syukur Alhamdulillah pada Allah SWT dan terimakasih kepada dosen pembimbing serta teman-teman kelompok dimana dapat terselesaikannya laporan kegawatan sistem perkemihan yang terkait dengan GGA (Gagal Ginjal Akut). Kami menyadari laporan ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara religiusitas dengan intensi anti korupsi. Semakin tinggi tingkat

Pemulihan bertahap dalam ekonomi dunia dan harga-harga komoditas yang lebih tinggi diperkirakan akan mendukung pertumbuhan yang kuat dalam volume dan harga ekspor Indonesia di atas

Alhamdulillahirobbil’aalamin, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan anugerahnya kepada penulis, sehingga

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Metode Penelitian Kuantitatif adalah suatu bentuk metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau

Berdasarkan pembahasan tersebut dapat dikatakan bahwa kredibilitas yang dimiliki oleh Velove Vexia sebagai celebrity endorser dan persepsi nilai yang positif pada

Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk

Untuk melakukan hal ini, system CDMA menggunakan sustu system komunikasi yang dikenal dengan nama Spread Spectrum, dimana setiap user diberikan kode yang menyebar bandwidth sinyalnya

Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan hidup yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.Antroposentrisme juga merupakan teori filsafat