• Tidak ada hasil yang ditemukan

Papua Barat Raperda Rtrw Kaimana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Papua Barat Raperda Rtrw Kaimana"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI KAIMANA

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAIMANA NOMOR….TAHUN 2013

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KAIMANA TAHUN 2013 - 2033

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KAIMANA

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Kaimana dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu disusun rencana tata ruang wilayah;

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata

(2)

ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;

c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kaimana dengan Peraturan Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4245); 3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas

(3)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

4. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk Dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KAIMANA Dan

BUPATI KAIMANA MEMUTUSKAN :

(4)

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAIMANA TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KAIMANA TAHUN 2013 2033.

KETENTUAN UMUM

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Kaimana.

2. Kepala Daerah adalah Bupati Kaimana.

3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kaimana.

4. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan

ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya.

6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 7. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

8. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

9. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

10. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 11. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur

ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. 12. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk

mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

13. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis T

(5)

beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

14. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.

15. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

16. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. 17. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan

utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

18. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

19. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

20. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

21. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

22. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

23. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.

(6)

24. Distrik, yang dahulu dikenal dengan Kecamatan, adalah wilayah kerja Kepala Distrik sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota. 25. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.

26. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.

27. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

28. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Kaimana dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG Bagian Kesatu

Tujuan Penataan Ruang

Penataan ruang Kabupaten Kaimana bertujuan untuk mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Kaimana yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan sebagai pusat pengembangan agrobisnis/agroindustri (minapolitan) dan jasa regional Provinsi Papua Barat yang bertumpu pada sumber daya alam darat dan laut yang produktif, prospektif dan berkelanjutan, menuju penguatan ekonomi lokal yang adil dan makmur.

Bagian Kedua

Kebijakan Penataan Ruang Pasal 3

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 maka disusun kebijakan dan strategi penataan

(7)

ruang.

(2) Kebijakan penataan ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas :

a. pengembangan pusat-pusat kegiatan di wilayah Kabupaten; b. peningkatan aksesibilitas regional maupun sub regional dengan

pengembangan sistem transportasi yang terpadu;

c. pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah untuk mendukung industri pedesaan;

d. pemantapan kawasan lindung serta pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;

e. pengembangan pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya strategis khususnya pertanian, kelautan dan perikanan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; dan f. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan

negara.

Bagian Ketiga

Strategi Penataan Ruang Pasal 4

(1) Strategi pengembangan pusat-pusat kegiatan di wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, terdiri atas:

a. meningkatkan akses antara ibukota kabupaten dengan kota orientasi pelayanan wilayah pengembangan maupun kota-kota distrik lainnya melalui pengembangan sistem jaringan transportasi darat dan laut;

b. meningkatkan pelayanan kota-kota yang befungsi sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL), Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) serta Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), melalui penyediaan prasarana dan sarana wilayah sesuai dengan fungsi dan peran setiap pusat kegiatan agar terjadi pemerataan pelayanan; dan c. mengembangkan keterkaitan antar pusat kegiatan secara

fungsional yang dilakukan dengan pengembangan fungsi pelayanan pusat kegiatan yang terintegrasi antara ibukota Kabupaten dan ibukota Distrik.

(2) Strategi peningkatan aksesibilitas regional maupun sub regional melalui pengembangan sistem transportasi yang terpadu

(8)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, terdiri atas:

a. mengembangkan sarana dan prasarana transportasi darat, laut dan udara yang memadai;

b. meningkatkan kualitas jaringan prasarana transportasi dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut dan udara;

c. mengembangkan sistem jaringan prasarana transportasi wilayah untuk membuka wilayah terisolir;

d. mengembangkan sistem jaringan transportasi wilayah untuk mendukung kegiatan evakuasi bila terjadi bencana alam; dan e. mengembangkan jaringan jalan untuk meningkatkan

aksesibilitas antara pusat-pusat kegiatan perkotaan dan perdesaan.

(3) Strategi pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah untuk mendukung industri pedesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, terdiri atas:

a. mengembangkan pembangkit listrik alternatif untuk kawasan-kawasan permukiman yang tidak terlayani oleh PLTD dengan memanfaatkan sumber-sumber energi alternatif yang ada di tiap Distrik;

b. mengembangkan jaringan prasarana energi listrik di pusat-pusat permukiman, pusat-pusat-pusat-pusat produksi, dan pusat-pusat-pusat-pusat distribusi sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangannya;

c. meningkatkan jaringan energi secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik;

d. mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta pada kawasan terisolasi dan kawasan strategis;

e. mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi dengan jaringan kabel untuk kawasan ibukota Kabupaten;

f. mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi dengan jaringan seluler maupun satelit terutama pada lokasi-lokasi yang tidak terjangakau jaringan kabel;

g. mengembangkan sistem jaringan sumber daya air yang sudah ada yang disesuaikan dengan kondisi geografis wilayah;

h. mengembangkan sistem jaringan irigasi pada kawasan potensial untuk kegiatan pertanian tanaman pangan; dan

(9)

i. memenuhi kebutuhan air baku bagi penyediaan air untuk keperluan irigasi, air minum dan kegiatan industri.

(4) Strategi pemantapan kawasan lindung serta pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, terdiri atas :

a. mempertahankan kawasan lindung sesuai dengan fungsi untuk melindungi kawasan bawahnya, melindungi kawasan setempat, memberi perlindungan terhadap keanekaragaman flora dan fauna, serta melindungi kawasan yang rawan terhadap bencana alam;

b. membatasi pemanfaatan ruang pada kawasan lindung agar sesuai dengan fungsi lindung yang telah ditetapkan;

c. membatasi kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan lindung;

d. memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya untuk pencegahan banjir, menahan erosi dan sedimentasi, serta mempertahankan fungsi kawasan;

e. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah; dan

f. mencegah dilakukannya kegiatan budidaya, kecuali kegiatan yang tidak menganggu fungsi lindung.

(5) Strategi pengembangan pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya strategis khususnya pertanian, kelautan dan perikanan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, terdiri atas:

a. memanfaatkan ruang untuk kegiatan-kegiatan budidaya baik produksi maupun permukiman secara optimal sesuai dengan kemampuan dan daya dukung lingkungan;

b. menetapkan kawasan budidaya komoditas unggulan yang memiliki nilai strategis kabupaten;

c. mengembangkan kawasan budidaya yang sesuai untuk mengakomodasi kegiatan produksi agribisnis dan agroindustri untuk mengembangkan industri pedesaan;

d. mengembangkan kawasan budidaya yang sesuai untuk mengakomodasi kegiatan kelautan dan perikanan melalui pengembangan minapolitan yang didukung dengan

(10)

ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan secara memadai;

e. mengembangkan kegiatan budidaya komoditas unggulan di dalam kawasan beserta sarana dan prasarana untuk mendorong pengembangan perekonomian kawasan agropolitan sebagai pemicu kegiatan industri pedesaan;

f. mengembangkan dan melestarikan kawasan budi daya pertanian pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan;

g. memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya perikanan laut secara optimal;

h. mendukung pengembangan kegiatan budi daya perikanan laut di kawasan pantai untuk menjadi tahan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;

i. mengembangkan pemanfaatan ruang kegiatan budidaya perikanan laut yang dapat mendukung industri pedesaan bidang kelautan;

j. mengembangkan kawasan budidaya yang sesuai untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan yang ramah lingkungan dan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungannya; dan

k. mengembangkan kawasan budidaya yang sesuai untuk mengakomodasi kegiatan pertahanan dan keamanan wilayah Negara untuk Kabupaten Kaimana sesuai dengan ketentuan teritorial yang berlaku.

(6) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f terdiri atas :

a. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar aset-aset pertahanan dan keamanan; b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam

dan di sekitar aset-aset pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; dan

c. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan keamanan negara.

BAB III

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

(11)

Bagian Kesatu Umum Pasal 5

(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Kaimana meliputi : a. pusat-pusat kegiatan;

b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya.

(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Pusat-pusat Kegiatan

Pasal 6

(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Kaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. PKL; b. PPK; dan c. PPL.

(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Kaimana. (3) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. Bofuwer di Distrik Teluk Arguni; b. Tanusan di Distrik Arguni Bawah; c. Waho di Distrik Kambrau;

d. Kambala di Distrik Buruway; e. Urubika di Distrik Yamor; dan f. Kiruru di Distrik Teluk Etna.

(4) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas : a. Werifi di Distrik Teluk Etna;

b. Tanggaromi di Distrik Kaimana;

c. Adi Jaya di Kecamatan/Distrik Buruway; d. Lobo di Distrik Kaimana;

e. Sisir di Distrik Kaimana;

(12)

f. Syawatan di Distrik Teluk Etna; g. Avona di Distrik Teluk Etna; h. Ruara di Distrik Arguni Bawah; i. Tairi di Distrik Buruway;

j. Feternu di Distrik Teluk Arguni; k. Gaka di Distrik Buruway;

l. Tugarni di Distrik Teluk Arguni; m. Nabi di Distrik Teluk Arguni; dan n. Yamor Barat di Distrik Yamor.

Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 7

Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Kaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas : a. sistem jaringan transportasi darat;

b. sistem jaringan transportasi laut; c. sistem jaringan transportasi udara.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 8

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, terdiri atas :

a. jaringan jalan;

b. jaringan prasarana lalu lintas; c. jaringan layanan lalu lintas; dan

d. jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan.

(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. jaringan jalan strategis nasional rencana, yaitu ruas jalan yang menghubungkan Sp. Bourof – Bourof – Wonama – Sp. Wonama – Urisa – Moyana dan ruas jalan Sp. Wonama – Kaimana;

b. jaringan jalan kolektor primer K3, yaitu ruas jalan Kaimana – Inari – Tanusan – Fruata – Bomberay;

(13)

c. jaringan jalan kolektor primer K4, terdiri atas: 1. ruas jalan Inari – Ubia – Gaka – Karas;

2. ruas jalan Tanusan – Bofuwer – Kensi – Windesi; 3. ruas jalan Yamor – Kiruru – Timika;

4. ruas jalan Avona – Kwatisore, Avona – Lobo, Avona -Yamor;

5. ruas jalan Bofuwer – Kensi, Bofuwer - Tanusan; 6. ruas jalan Kaimana – Sisir, Kaimana – Tanggaromi; 7. ruas jalan Kaimana – Wondama, Kaimana – Sisir; 8. ruas jalan Kiruru – Timika, Kiruru – Yamor; dan 9. ruas jalan Yamor – Kwatisore, Yamor – Nabire. d. jaringan jalan lokal primer, terdiri atas :

1. ruas jalan Gaka – Karas; 2. ruas jalan Inari – Ubia;

3. ruas jalan Jawera – Bomberay; 4. ruas jalan Kensi – Widesi; 5. ruas jalan Sisir – Lobo;

6. ruas jalan Tanusan – Nagura; 7. ruas jalan Ubia – Gaka;

8. ruas jalan Waho – Nagura; dan 9. ruas jalan Tanggaromi – Bandara. e. jaringan jalan lingkungan, terdiri atas :

1. ruas jalan Edor; 2. ruas jalan Bahumia; 3. ruas jalan Fiduma; 4. ruas jalan Gusi; 5. ruas jalan Hia; 6. ruas jalan Inari; 7. ruas jalan Jawera; 8. ruas jalan Kensi; 9. ruas jalan Rauna; 10. ruas jalan Sasaran; 11. ruas jalan Sisir; 12. ruas jalan Tairi;

13. ruas jalan Tanggaromi; 14. ruas jalan Tugumawa; 15. ruas jalan Ubia;

16. ruas jalan Ukiara;

(14)

17. ruas jalan Urisa; 18. ruas jalan Werafuta;

19. ruas jalan Wosokkunu; dan 20. ruas jalan Yarona.

(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa terminal penumpang dan barang terdapat di Distrik Kaimana dan Distrik Teluk Etna.

(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berupa trayek angkutan penumpang, terdiri atas :

a. Pasar Air Tiba – Kaimana – Tanngaromi (pp); dan

b. Kota – Kroy – Pasar Air Tiba – Kampung Baru – Coa (pp).

(5) Jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. lintas penyeberangan terdiri atas: 1. Kaimana – Fakfak – Bintuni;

2. Manokwari – Teluk Wondama; dan 3. Teluk Wondama – Nabire.

b. pelabuhan sungai, terdiri atas :

1. pelabuhan Omba, Hirapara di Distrik Teluk Etna; dan

2. pelabuhan Yarona, Hia, Tairi Gaka dan Guriasa di Distrik Buruway.

c. pelabuhan penyeberangan, terdiri atas : 1. pelabuhan Kaimana di Distrik Kaimana; 2. pelabuhan Werifi di Distrik Teluk Etna; 3. pelabuhan Lobo di Distrik Kaimana;

4. pelabuhan Kambala di Distrik Buruway; dan 5. pelabuhan Pulau Adi di Distrik Buruway.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 9

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, meliputi :

a. tatanan kepelabuhanan; dan b. alur pelayaran.

(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Kaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

(15)

a. pelabuhan pengumpul yaitu pelabuhan Kaimana di Distrik Kaimana; dan

b. pelabuhan pengumpan, terdiri atas : 1. Pelabuhan Lobo di Distrik Kaimana; 2. Pelabuhan Pulau Adi di Distrik Buruway; 3. Pelabuhan Senini di Distrik Etna;

4. Pelabuhan Susunu di Distrik Teluk Arguni; 5. Pelabuhan Werifi di Distrik Teluk Etna; dan 6. Pelabuhan Kambala di Distrik Buruway.

(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa alur pelayaran nasional, terdiri atas :

a. Kaimana - Fakfak; b. Kaimana – Timika; c. Kaimana – Sorong; d. Kaimana – Makassar; e. Kaimana – Bitung; f. Kaimana – Tual; g. Kaimana – Surabaya; h. Kaimana – Jakarta; i. Kaimana – Kijang; dan j. Kaimana – Dumai.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 10

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, terdiri atas :

a. tatanan kebandarudaraan; dan b. ruang udara untuk penerbangan.

(2) Tatanan kebandarudaraan di Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. bandar udara pengumpan yaitu Bandar udara Utarom di Distrik Kaimana; dan

b. bandar udara khusus yaitu Bandar udara Pulau Adi di Distrik Buruway.

2) Ruang udara untuk penerbangan

(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada QU

(16)

ayat (1) huruf b terdiri atas:

a. ruang udara di sekitar bandara yang dipergunakan untuk operasi penerbangan yang berada di wilayah udara Kabupaten; dan

b. ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 11

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. sistem jaringan energi;

b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumber daya air; dan d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Energi Pasal 12

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a, berupa pembangkit tenaga listrik.

(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel, terdapat di Distrik Kaimana; b. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro, terdapat di Distrik Teluk

Etna dan Distrik Kaimana;

c. Pembangkit Listrik Tenaga Surya dikembangkan di wilayah perkampungan terpencil di seluruh Distrik; dan

d. Pembangkit Listrik Tenaga Angin/Bayu di wilayah kepulauan dan pesisir di Distrik Kaimana dan Distrik Buruway.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 13

(17)

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. sistem jaringan kabel; b. sistem jaringan seluler; dan c. sistem jaringan satelit.

(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. jaringan mikro digital yang merupakan bagian dari jaringan telekomunikasi nasional, yaitu jaringan mikro digital yang membentang dari perkotaan Kaimana ke Provinsi Papua; dan b. jaringan kabel lokal yang terdapat di Distrik Kaimana.

(3) Sistem jaringan seluler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu berupa pengembangan menara telekomunikasi bersama di setiap ibukota Distrik dan di lokasi yang tidak terjangkau jaringan kabel.

(4) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dikembangkan di seluruh wilayah Kabupaten terutama di daerah-daerah yang tidak terjangkau jaringan kabel.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 14

(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. Wilayah Sungai (WS);

b. Cekungan Air Tanah (CAT); c. jaringan irigasi;

d. prasarana air baku untuk air minum;

e. jaringan air minum ke kelompok pengguna; f. sistem pengendalian banjir; dan

g. sistem pengamanan pantai.

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air

(3) WS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu WS Omba yang merupakan WS lintas provinsi dengan cakupan meliputi DAS Omboira, Furwata, Warwasi, Sawia, Tugarni, Lengguru, Omba,

(18)

Siawatan, Boiya, Narike, Bamana, Wosokuno, Mbula, Salakula, Imbasia, Berari, Furnusu, Kufuriai, Gobo, Gesau, Karufa, Kambala, Unoga, Dramei, Namatome, Karawatu, Adi.

(4) Cekungan Air Tanah yang ada di Kabuoaten Kaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah CAT Kanoka-Babo dan CAT Kaimana yang merupakan CAT dalam kabupaten/kota.

(5) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan di Distrik Buruway yang dikembangkan dengan memanfaatkan aliran sungai.

(6) Prasarana air baku untuk air minum pada ayat (1) huruf d terdiri atas:

a. penyulingan air di Distrik Teluk Arguni, Distrik Arguni Bawah dan Distrik Kambrau;

b. air telaga di Distrik Yamor;

c. embung dan pompanisasi di Distrik Teluk Arguni dan Distrik Arguni Bawah;

d. Sungai Sukun di Distrik Kaimana; dan e. Danau Kamaka di Distrik Kaimana.

(7) Jaringan prasarana air minum ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas:

a. jaringan perpipaan di Distrik Kaimana; dan

b. jaringan non perpipaan di Distrik yang tidak terjangkau jaringan perpipaan.

(8) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri atas:

a. perlindungan daerah tangkapan air; b. normalisasi sungai;

c. pengelolaan DAS bagian hulu;

d. memetakan zonasi rawan banjir, abrasi dan tsunami;

e. mengembangkan sistem peringatan dini untuk banjir dan tsunami.

f. perbaikan drainase; dan

g. pembangunan turap, talud dan tanggul pada sungai yang rawan banjir.

(9) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri atas:

a. reboisasi atau penanaman kembali tanaman bakau pada QX

(19)

kawasan hutan bakau yang telah mengalami penggundulan; b. pembangunan konstruksi pemecah ombak lepas pantai pada

lokasi-lokasi dengan gelombang air laut yang relatif besar; c. rekayasa teknik berupa pembangunan tembok penyokong

(talud) pada lokasi-lokasi yang dinilai memiliki kerawanan terhadap abrasi dan tsunami; dan

d. pembangunan konstruksi penahan (tanggul) pada lokasi-lokasi yang dinilai memiliki kerawanan terhadap abrasi dan tsunami.

Paragraf 4

Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan Pasal 15

(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d, terdiri atas :

a. sistem pengelolaan persampahan; b. sistem pengelolaan limbah;

c. sistem jaringan drainase; dan d. jalur evakuasi bencana.

(2) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu berupa Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Tanggaromi di Distrik Kaimana dengan menggunakan metode sanitary landfill.

(3) Sistem pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. sistem pengelolaan limbah rumah tangga terdiri atas:

1. sistem individual, yaitu sistem pengelolaan limbah yang dihasilkan dari setiap kegiatan dan harus disediakan oleh setiap pemilik bangunan; dan

2. sistem komunal, yaitu sistem pengelolaan limbah yang dikelola secara bersama dalam suatu komunitas tertentu; dan

3. pembangunan bangunan pengolah sampah 3R (reuse, reduce, recycle) untuk mengurangi masukan sampah ke TPA;

b. sistem pengelolaan limbah industri yaitu berupa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Distrik Kaimana.

(4) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) QY

(20)

huruf c, terdiri atas :

a. jaringan drainase primer yaitu dengan memanfaatkan sungai-sungai besar yang ada di wilayah Kabupaten;

b. jaringan drainase sekunder berupa saluran drainase di sepanjang sisi jalan arteri dan kolektor yang ada di wilayah Kabupaten; dan

c. jaringan drainase tersier yaitu berupa saluran drainase kecil di sepanjang sisi jalan lokal dan lingkungan yang ada di wilayah Kabupaten.

(5) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas :

a. jalur evakuasi bencana longsor yang dikembangkan pada kawasan-kawasan rawan longsor, yaitu dengan memanfaatkan jaringan jalan dan jalur pejalan kaki yang mengarahkan evakuasi menjauhi lokasi bencana ke arah lokasi dan/atau bangunan evakuasi yang telah ditentukan pada lokasi yang lebih datar;

b. jalur evakuasi bencana gelombang pasang dan tsunami yang dikembangkan pada kawasan-kawasan pesisir rawan gelombang pasang dan tsunami, yaitu dengan memanfaatkan jaringan jalan dan jalur pejalan kaki yang bersifat tegak lurus menjauhi dari garis pantai mengarah pada lokasi dan/atau bangunan evakuasi yang telah ditentukan pada lokasi yang lebih tinggi;

c. jalur evakuasi bencana banjir yang dikembangkan pada kawasan-kawasan rawan banjir, yaitu dengan memanfaatkan jaringan jalan dan jalur pejalan kaki yang mengarahkan evakuasi menjauhi lokasi bencana ke arah lokasi dan/atau bangunan evakuasi yang telah ditentukan pada lokasi yang lebih tinggi; dan

d. jalur evakuasi bencana gempa bumi yang dikembangkan pada kawasan-kawasan rawan gempa bumi, yaitu dengan memanfaatkan jaringan jalan dan jalur pejalan kaki yang mengarahkan evakuasi menuju ruang evakuasi yang telah ditentukan yaitu pada ruang terbuka yang aman dari reruntuhan bangunan.

6. Sistem jaringan/prasarana lainnya

Tidak tercantum di raperda. Tidak ada sistem RP

(21)

jaringan/prasarana lainnya. BAB IV

RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 16

(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya.

(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Kawasan Lindung

Pasal 17

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), terdiri atas :

a. kawasan hutan lindung;

b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;

c. kawasan perlindungan setempat;

d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; e. kawasan rawan bencana alam;

f. kawasan lindung geologi; dan g. kawasan lindung lainnya.

Paragraf 1

Kawasan Hutan Lindung Pasal 18

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, terdapat di seluruh Distrik dengan luas total kurang lebih 540.234 Ha.

(22)

Paragraf 2

Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Pasal 19

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b, terdiri atas :

a. kawasan bergambut; dan b. kawasan resapan air.

(2) Kawasan bergambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Kambrau, Distrik Buruway, Distrik Teluk Aruni, dan Distrik Arguni Bawah.

(3) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Kambrau, Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Arguni Bawah, Distrik Teluk Etna, dan Distrik Yamor.

Paragraf 3

Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 20

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c, terdiri atas :

a. kawasan sempadan pantai; b. kawasan sempadan sungai;

c. kawasan sekitar danau/waduk; dan d. ruang terbuka hijau.

(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di Distrik Teluk Etna, Distrik Buruway, Distrik Kaimana, Distrik Kambrau, Distrik Teluk Arguni, dan Distrik Arguni Bawah dengan ketentuan :

a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau

b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.

(23)

(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Teluk Arguni, Distrik Teluk Etna dan Distrik Buruway dengan ketentuan :

a. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul diluar kawasan permukiman dengan lebar 100 (seratus) meter dari tepi sungai;

b. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul diluar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai; dan

c. untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter.

(4) Kawasan sekitar danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Distrik Distrik Kaimana, Distrik Teluk Arguni, dan Distrik Teluk Etna dengan ketentuan:

a. daratan dengan jarak 50-100 m dari titik pasang air danau / waduk tertinggi; dan

b. daratan sepanjang tepian danau/waduk yang proporsional terhadap bentuk waduk.

(5) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu berupa Ruang Terbuka Hijau Perkotaan (RTHP) yang ditetapkan minimal dengan luas 30 % dari luas kawasan terbangun, meliputi 20% RTHP publik dan 10% RTHP privat, berada di seluruh kawasan perkotaan yang ada di wilayah Kabupaten.

Paragraf 4

Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya Pasal 21

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d, terdiri atas :

a. kawasan suaka alam laut; b. kawasan suaka margasatwa; c. kawasan cagar alam;

d. kawasan pantai berhutan bakau; e. kawasan taman wisata alam laut; dan

f. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

(24)

(2) Kawasan suaka alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah Kawasan Suaka Alam Laut Kaimana dan Pulau Venu di Distrik Buruway.

(3) Kawasan suaka margasatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. Kawasan Suaka Margasatwa Kupu-Kupu di Bayeda Distrik Teluk Arguni; dan

b. Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu di Distrik Buruway. (4) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

c, terdiri atas :

a. Kawasan Cagar Alam Pegunungan Kumawa di Distrik Buruway; dan

b. Kawasan Cagar Alam Wagura Kote di Distrik Teluk Arguni. (5) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf d, terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Buruway, Distrik Teluk Etna, Distrik Teluk Arguni, dan Distrik Kambrau.

(6) Kawasan taman wisata alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdapat di Teluk Triton di Distrik Kaimana.

(7) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri atas :

a. kawasan cagar budaya Gunung Nabi di Distrik Teluk Arguni; b. kawasan cagar budaya Aiduma di Distrik Kaimana; dan

c. kawasan cagar budaya Telapak Teluk Bicari di Distrik Kaimana.

Paragraf 5

Kawasan Rawan Bencana Alam Pasal 22

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e, terdiri atas :

a. kawasan rawan tanah longsor;

b. kawasan rawan gelombang pasang; dan c. kawasan rawan banjir.

(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Teluk Etna dan Distrik Buruway.

(3) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Teluk Etna dan

(25)

Distrik Buruway.

(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Distrik Kaimana dan Distrik Buruway.

Paragraf 6

Kawasan Lindung Geologi Pasal 23

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f, terdiri atas :

a. kawasan cagar alam geologi;

b. kawasan rawan bencana alam geologi; dan

c. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. (2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a, yaitu berupa kawasan keunikan bentang alam karst kelas I, terdapat di Distrik Kaimana.

(3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. kawasan rawan gempa bumi, terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Teluk Etna dan Distrik Yamor; dan

b. kawasan rawan tsunami, terdapat di Distrik Kaimana.

(4) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu berupa kawasan sempadan mata air terdapat di Kali Sukun di Distrik Kaimana dengan ketentuan sekurang-kurangnya radius 200 m (dua ratus meter) di sekitar mata air.

Paragraf 7

Kawasan Lindung Lainnya Pasal 24

(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g, terdiri atas :

a. kawasan taman buru; b. kawasan terumbu karang;

c. Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD); dan d. kawasan konservasi penyu.

(2) Kawasan taman buru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf RU

(26)

a terdapat di Wermura di Distrik Kaimana.

(3) Kawasan terumbu karang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b di Teluk Triton di Distrik Kaimana, Sisir di Distrik Kaimana, dan Pulau Adi di Distrik Buruway.

(4) Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Teluk Arguni, Distrik Buruway dan Teluk Triton di Distrik Kaimana.

(5) Kawasan konservasi penyu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d di Teluk Triton di Distrik Kaimana.

Bagian Ketiga Kawasan Budidaya

Pasal 25

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), terdiri atas :

a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan hutan rakyat; c. kawasan peruntukan pertanian; d. kawasan peruntukan perikanan; e. kawasan peruntukan pertambangan; f. kawasan peruntukan industri;

g. kawasan peruntukan pariwisata;

h. kawasan peruntukan permukiman; dan i. kawasan peruntukan lainnya.

Paragraf 1

Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Pasal 26

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, terdiri atas :

a. kawasan hutan produksi terbatas; b. kawasan hutan produksi tetap; dan

c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.

(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana, Distrik Buruway dan Teluk Etna.

(27)

(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana, Distrik Buruway dan Teluk Etna.

(4) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana, Distrik Buruway dan Teluk Etna.

Paragraf 2

Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat Pasal 27

Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Arguni Bawah, Distrik Yamor, Distrik Kambrau, dan Distrik Teluk Etna.

Paragraf 3

Kawasan Peruntukan Pertanian Pasal 28

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, terdiri atas :

a. kawasan peruntukan tanaman pangan; b. kawasan peruntukan hortikultura;

c. kawasan peruntukan perkebunan; dan d. kawasan peruntukan peternakan.

(2) Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana dan Distrik Teluk Etna.

(3) Kawasan peruntukan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana dan Distrik Teluk Etna.

(4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. kawasan peruntukan perkebunan pala, terdapat di Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana dan Distrik Teluk Etna;

b. kawasan peruntukan perkebunan coklat, terdapat di Distrik RW

(28)

Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana dan Distrik Teluk Etna;

c. kawasan peruntukan perkebunan kelapa, terdapat di Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana dan Distrik Teluk Etna;

d. kawasan peruntukan perkebunan cengkeh, terdapat di Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana dan Distrik Teluk Etna;

e. kawasan peruntukan perkebunan kopi, terdapat di Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana dan Distrik Teluk Etna; dan

f. kawasan peruntukan perkebunan vanila, terdapat di Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana dan Distrik Teluk Etna.

(5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdapat di Distrik Buruway.

(6) Kawasan peruntukan tanaman pangan di Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana dan Distrik Teluk Etna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan.

Paragraf 4

Kawasan Peruntukan Perikanan Pasal 29

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d, terdiri atas :

a kawasan peruntukan perikanan tangkap; b kawasan peruntukan budidaya perikanan; dan c kawasan pengolahan ikan.

(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di perairan di Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana, dan Distrik Teluk Etna.

(3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Kaimana, dan Distrik Yamor.

(4) Kawasan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat di Avona Distrik Teluk Etna.

(29)

(5) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) - (4) didukung pula dengan pengembangan pelabuhan perikanan di Distrik Teluk Etna.

Paragraf 5

Kawasan Peruntukan Pertambangan Pasal 30

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e terdiri atas :

a. kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara; dan b. kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi; (2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Distrik Teluk Arguni.

(3) Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di Karas Distrik Kambrau, dan Distrik Teluk Etna.

Paragraf 6

Kawasan Peruntukan Industri Pasal 31

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf f, terdiri atas :

a. kawasan peruntukan industri besar;

b. kawasan peruntukan industri menengah; dan c. kawasan peruntukan industri kecil.

(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Avona di Distrik Teluk Etna.

(3) Kawasan peruntukan industri menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Distrik Buruway, Distrik Kambrau dan Distrik Teluk Arguni.

(4) Kawasan peruntukan industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:

a. industri pengolahan kelapa di distrik Buruway; b. industri pengolahan rumput laut di distrik Kaimana;

c. industri pengolahan buah pala di distrik Teluk Arguni; dan

(30)

d. industri pengolahan minyak lawang di distrik Teluk Etna dan Teluk Arguni.

Paragraf 7

Kawasan Peruntukan Pariwisata Pasal 32

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf g, terdiri atas :

a. kawasan peruntukan pariwisata budaya; dan b. kawasan peruntukan pariwisata alam.

(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Danau Kamaka di Distrik Kaimana, Danau Lumira di Distrik Arguni Bawah, Danau Yamor di Distrik Yamor dan Danau Siviki di Distrik Teluk Arguni.

(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu berupa wisata pantai terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Buruway, Distrik Teluk Etna, Distrik Arguni Bawah dan Distrik Teluk Arguni.

Paragraf 8

Kawasan Peruntukan Permukiman Pasal 33

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf h terdiri atas :

a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.

(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdapat di kawasan perkotaan Kaimana dan di kawasan perkotaan di setiap Distrik.

(3) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, tersebar di seluruh Distrik.

Paragraf 9

Kawasan Peruntukan Lainnya Pasal 34

(31)

(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf i berupa kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan. (2) Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), terdiri atas :

a. Komando Distrik Militer (Kodim) di Distrik Kaimana;

b. Komando Rayon Militer (Koramil) di setiap ibukota Distrik; c. Kantor Kepolisian Resort (Polres) di Distrik Kaimana; d. Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) di setiap ibukota Distrik; e. Kompi E Yonif 754/Eale Mene Kangasi;

f. Pangkalan Udara Kaimana; dan

g. Pos Angkatan Laut di Distrik Kaimana. Pasal 35

(1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 - 34 dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari badan atau pejabat yang tugasnya mengkoordinasikan penataan ruang di Kabupaten Kaimana.

BAB V

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS Pasal 36

(1) Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Kaimana, terdiri atas : a. Kawasan Strategis Provinsi; dan

b. Kawasan Strategis Kabupaten.

(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 37

Kawasan Strategis Provinsi yang ada di Kabupaten Kaimana SQ

(32)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a yaitu kawasan Kaimana sebagai kawasan pengembangan investasi daerah yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi.

Pasal 38

(1) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi;

b. kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan

c. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf yaitu kawasan minapolitan di Coa Distrik Kaimana.

(3) Kawasan strategis dari sudut pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di Karas dan Distrik Kambrau.

(4) Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di Teluk Triton Distrik Kaimana, dan Pulau Venu di Distrik Kaimana.

Pasal 39

(1) Untuk operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kaimana disusun Rencana Rinci Tata Ruang berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten.

(2) Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

BAB VI

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Pasal 40

(1) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten berpedoman pada rencana struktur ruang dan pola ruang.

(33)

(2) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya.

(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 41

(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran 4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan kerja sama pendanaan.

(3) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII

KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu

Umum Pasal 42

(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.

(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas : a ketentuan umum peraturan zonasi;

b ketentuan perizinan;

c ketentuan insentif dan disinsentif; dan d arahan sanksi.

Bagian Kedua

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Pasal 43

(34)

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun peraturan zonasi.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas :

a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung; b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya;

dan

c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem prasarana nasional dan wilayah, terdiri atas :

1. kawasan sekitar prasarana transportasi; 2. kawasan sekitar prasarana energi;

3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi; dan 4. kawasan sekitar prasarana sumber daya air;

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran 5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan

Pasal 44

(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.

(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 45

(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten Kaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. izin lokasi; dan

b. izin penggunaan pemanfaatan tanah.

(2) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur ST

(35)

lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Keempat

Ketentuan Insentif dan Disinsentif Pasal 46

(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.

(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.

(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

Pasal 47

(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat.

(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 48

(1) Insentif yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang mendukung pengembangan kawasan minapolitan, yaitu dalam bentuk :

a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;

b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur; c. kemudahan prosedur perizinan; dan

d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau Pemerintah Daerah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 49

(1) Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana SU

(36)

dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang menghambat pengembangan kawasan minapolitan, yaitu dalam bentuk :

a. pengenaan pajak yang tinggi disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang;

b. pembatasan administrasi pertanahan; dan

c. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima Arahan Sanksi

Pasal 50

(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pengenaan sanksi administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang.

(2) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap :

a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang;

b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;

c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten; d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan

ruang yang diterbitkan berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten;

e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten;

f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau

g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh melalui prosedur yang tidak benar.

(37)

Pasal 51

(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dikenakan sanksi administratif berupa :

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi;

e. pencabutan izin; f. pembatalan izin;

g. pembongkaran bangunan;

h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. denda administratif.

(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c dikenakan sanksi administratif berupa :

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi;

e. pembongkaran bangunan;

f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau g. denda administratif.

Pasal 52

Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII KELEMBAGAAN

Pasal 53

(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan kerjasama antar sektor/antar daerah bidang penataan ruang dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.

(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati.

(38)

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penataan ruang mengacu pada peraturan perundang-undangan.

BAB IX

HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu Hak Masyarakat

Pasal 54

Dalam kegiatan mewujudkan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak:

a. mengetahui rencana tata ruang;

b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul

akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;

d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;

e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan

f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat

Pasal 55

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:

a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;

c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan

(39)

d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundangundangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 56

(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.

Bagian Ketiga Peran Masyarakat

Pasal 57

Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara lain melalui:

a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan

c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Pasal 58

Bentuk peran masyarakat pada tahap perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dapat berupa :

a. memberikan masukan mengenai :

1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;

2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;

3. pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah atau kawasan; 4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau

5. penetapan rencana tata ruang.

b. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.

Pasal 59

Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana SY

(40)

dimaksud dalam Pasal 57 dapat berupa:

a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;

b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;

c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan

f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 60

Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dapat berupa:

a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;

b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi;

c. pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

d. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan

e. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 61

(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis.

(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada bupati.

(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh

(41)

Bupati.

Pasal 62

Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Pasal 63

Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang mengacu pada peraturan perundang-undangan.

BAB X

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 64

(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kaimana adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kaimana dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah.

(4) Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Kaimana tahun 2013-2033 dilengkapi dengan Rencana dan Album Peta yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(5) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan terhadap bagian wilayah kabupaten yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat Perda ini ditetapkan, rencana dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil kesepakatan Menteri Kehutanan.

(42)

(6) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

B A B XI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 65

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penatan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.

(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :

a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;

b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan :

1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;

2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan

3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak;

c. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin dan bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; d. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketetentuan Peraturan

Daerah ini, agar dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

(43)

B A B XII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 66

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kaimana.

ditetapkan di Kaimana pada tanggal...2013 BUPATI KAIMANA, MATIAS MAIRUMA Diundangkan di Kaimana pada tanggal...2013 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KAIMANA, AJIT KADIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KAIMANA TAHUN 2013 NOMOR...

(44)
(45)

4

5

(46)

4

6

(47)

4

7

(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)

Lampiran : Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kaimana 2012-2032

Nomor & Tanggal :

Nama Lampiran : Tabel Rencana Pola Ruang TABEL 13

RENCANA POLA RUANG

KAWASAN SUB KAWASAN KLASIFIKASI KRITERIA/LOKASI

KAWASAN LINDUNG

KAWASAN

HUTAN LINDUNG

terdapat di seluruh Distrik dengan luas total kurang lebih 540.234 Ha. KAWASAN YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KAWASAN BAWAHANNYA Kawasan Bergambut terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Kambrau, Distrik Buruway, Distrik Teluk Aruni, dan Distrik Arguni Bawah. Kawasan Resapan Air terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Kambrau, Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Arguni Bawah, Distrik Teluk Etna, dan Distrik Yamor. KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT Kawasan Sempadan Pantai terdapat di Distrik Teluk Etna, Distrik Buruway, Distrik Kaimana, Distrik Kambrau, Distrik Teluk Arguni, dan Distrik Arguni Bawah dengan ketentuan :

a. daratan

(67)

Lampiran : Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kaimana 2012-2032

Nomor & Tanggal :

Nama Lampiran : Tabel Rencana Pola Ruang

KAWASAN SUB KAWASAN KLASIFIKASI KRITERIA/LOKASI

sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau

b. daratan

sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai. Kawasan Sempadan Sungai terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Teluk Arguni, Distrik Teluk Etna dan Distrik Buruway dengan ketentuan : a. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul diluar kawasan permukiman dengan lebar VT

(68)

Lampiran : Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kaimana 2012-2032

Nomor & Tanggal :

Nama Lampiran : Tabel Rencana Pola Ruang

KAWASAN SUB KAWASAN KLASIFIKASI KRITERIA/LOKASI

100 (seratus) meter dari tepi sungai; b. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul diluar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai; dan c. untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter. Kawasan Sekitar Danau/Waduk terdapat di Distrik Distrik Kaimana, Distrik Teluk Arguni, dan Distrik Teluk Etna dengan ketentuan:

(69)

Lampiran : Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kaimana 2012-2032

Nomor & Tanggal :

Nama Lampiran : Tabel Rencana Pola Ruang

KAWASAN SUB KAWASAN KLASIFIKASI KRITERIA/LOKASI

a. daratan dengan jarak 50-100 m dari titik pasang air danau / waduk tertinggi; dan b. daratan sepanjang tepian danau/waduk yang proporsional terhadap bentuk waduk. Ruang Terbuka Hijau berupa Ruang Terbuka Hijau Perkotaan (RTHP) yang ditetapkan minimal dengan luas 30 % dari luas kawasan terbangun, meliputi 20% RTHP publik dan 10% RTHP privat, berada di seluruh kawasan perkotaan yang ada

di wilayah Kabupaten. KAWASAN SUAKA ALAM Kawasan Suaka Alam Laut Kawasan Suaka Alam Laut Kaimana dan Pulau Venu di Distrik Buruway. Kawasan Suaka Margasatwa a.Kawasan Suaka Margasatwa VV

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja pengelolaan piutang yang telah ditetapkan oleh perusahaan, serta untuk mengetahui efisiensi pengelolaan

Kesimpulan yang diperoleh dari siklus I adalah: (1) Pembelajaran yang dilakukan sudah sesuai dengan tahapan yang harus dilakukan dalam pembelajaran dengan model

Hasil Penelitian ini menunjukkan: (1) analisis terhadap kelima undang-undang yang diteliti dengan pengakomodasian cita hukum, menunjukkan bahwa: (a) semangat pembaharuan

ini adalah mahasiswa Akademi Keperawatan, yang tentunya dalam proses belajar di kampus mereka sering mendapatkan informasi me- ngenai hal-hal yang

01-Kb.P/II/2020 Perihal Permohonan Bantuan Dana Hibah / Bansos Provinsi Banten selaku Pemerintahan Kecamatan Pamarayan Kabupaten Serang Provinsi Banten, bahwa hasil

Kapag namatay ang isang pinuno, pumapatay din sila ng isang alipin nito upang magsilbi sa kanyang panginoon (amo, master) sa „kabilang buhay.‟ Hanggang maaari, ginagaya nila

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intensitas penggunaan jejaring sosial Facebook tidak mempunyai pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap akhlak

Melalui penerapan biophilic design pada rumah sakit gigi dan mulut, target dari pencapaian suasana ruang yang akan diterapkan yaitu melalui elemen-elemen