• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, norma-norma dan masalah-masalah yang merupakan cerminan dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, norma-norma dan masalah-masalah yang merupakan cerminan dari"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Karya sastra sebagai hasil kreativitas merupakan sebuah lembaga sosial yang diciptakan oleh pengarang. Dalam lembaga sosial ini terdapat suatu sistem kehidupan, norma-norma dan masalah-masalah yang merupakan cerminan dari kenyataan kehidupan di sekitar pengarang. Damono mengungkapkan bahwa karya sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan merupakan kenyataan sosial (1984:2). Pengarang mengangkat realita-realita sosial yang luput oleh orang kebanyakan dan menjadikannya sebagai sebuah pengungkapan masalah-masalah sosial yang terjadi di kehidupan sekitar pengarang.

Semi (1988:8) mengungkapkan bahwa karya sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, yang menggunakan bahasa sebagai perantaranya. Karya sastra sebagai struktur bermakna mewakili pandangan dunia penulis bukan sebagai individu, melainkan sebagai wakil golongan masyarakatnya. Penulis memiliki peran penting dalam mengangkat realita-realita sosial yang jarang disadari oleh kebanyakan orang. Karya sastra kemudian dapat menjadi sebuah ensiklopedia sosial mini yang memberikan banyak informasi bagi pembaca tentang sebuah struktur dan kehidupan sosial masyarakat tertentu.

Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh kenyataan sosial di luar imajinasi. Hal ini terjadi karena setiap fenomena sosial yang ada pada karya sastra merupakan cerminan dari fenomena sosial yang terjadi di

(2)

masyarakat. Realitas sosial merupakan bahan dasar yang kemudian diolah sedemikian rupa dengan kombinasi imajinasi dan intelektualitas pengarang sehingga menjadi sebuah karya. Ratna (2004:389) mengungkapkan bahwa sastra warna lokal memerlukan data khusus dalam bentuk fakta-fakta sosial sesuai dengan semesta yang diacu. Hal ini menunjukkan bahwa seorang pengarang membutuhkan data yang akurat mengenai fakta-fakta sosial yang diangkat dalam karyanya. Untuk itu, pengarang memerlukan penelitian atau paling tidak observasi, baik langsung di lapangan maupun melalui penelitian pustaka. Hasil dari proses tersebut merupakan sebuah produk yang tidak hanya sebagai sebuah karya sastra, tetapi juga representasi fakta-fakta sosial. Hal ini berarti menunjukkan bahwa ketika seseorang menikmati karya sastra, maka secara tidak langsung mereka menikmati refleksi kehidupannya dalam organisasi sosial.

Salah satu tema yang sering hadir dalam karya sastra adalah mengenai permasalahan sosial. Masalah sosial muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan masyarakat yang dapat membahayakan kehidupan kelompok sosial dan karena adanya perbedaan-perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan keadaan realita yang ada. Sumardjo (2000:24) mengatakan bahwa sastra Indonesia masih bertumpu pada realisme formal yang bergantung di suatu masyarakat tertentu, penggambaran suatu masyarakat inilah yang dimaksudkan dengan penggambaran sosial. Maka, jelaslah bahwa karya sastra Indonesia yang ditulis oleh sastrawan Indonesia sebagian besar menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia dengan segala permasalahannya, seperti pendidikan, kesehatan, politik, kesenjangan ekonomi, kemiskinan dan lain sebagainya.

(3)

Masalah kemiskinan menjadi salah satu permasalahan sosial yang banyak diangkat di dalam penciptaan karya sastra Indonesia. Pengarang yang merupakan bagian dari sistem masyarakat, tentunya sangat dekat dengan permasalahan yang umum terjadi di kehidupan Indonesia ini. Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2012 mencapai 28,59 juta jiwa atau sekitar 11,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Presentase ini menunjukkan bahwa masyarakat miskin di Indonesia masih sangat banyak. Kemiskinan pun menjadi masalah utama yang sedang dihadapi dan belum terselesaikan. Oleh karena itu, banyak pengarang Indonesia yang hadir dengan membawa narasi besar tentang kemiskinan dalam karyanya.

Penelitian ini secara spesifik akan mengangkat kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya sebagai objek penelitian. Rumah Bambu merupakan kumpulan cerpen yang memuat banyak bentuk cerminan masalah sosial. Pemilihan kumpulan cerpen ini sebagai objek kajian dikarenakan oleh adanya tema-tema sosial yang dominan. Selain itu, kumpulan cerpen Rumah Bambu ini merupakan karya monumental bagi sastrawan besar Y.B. Mangunwijaya, karena kumpulan cerpen ini adalah kumpulan cerpen pertama dan terakhirnya.

Yusuf Bilyarta Mangunwijaya (selanjutnya disebut Mangunwijaya) lahir di Ambarawa, 6 Mei 1929 dan wafat di Jakarta pada tanggal 10 Februari 1999 pada usia 69 tahun. Ia merupakan sastrawan yang banyak berperan dalam kegiatan-kegiatan sosial, selain juga menciptakan karya-karya yang bertema masalah-masalah sosial. Sebagai seorang sastrawan ia telah melahirkan banyak karya, diantaranya novel Burung-Burung Manyar (1981), Romo Rahadi (1981), Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa

(4)

(1983), Balada Becak (1985), Durga Umayi (1991), Balada Dara-Dara Mendut (1993) dan kumpulan cerpen Rumah Bambu (2001). Kumpulan cerpen Rumah Bambu ini merupakan satu-satunya kumpulan cerpen Mangunwijaya yang diterbitkan setelah ia meninggal. Mangunwijaya termasuk sastrawan yang produktif meskipun profesinya jauh dari dunia sastra. Mangunwijaya dikenal pernah menjadi dosen di Jurusan Arsitektur Universitas Gadjah Mada, selain kegiatannya sebagai pemuka agama katolik.

Mangunwijaya adalah seorang romo yang aktif dalam kegiatan keagamaan (Katolik) dan kegiatan sosial. Adapun riwayat pendidikannya adalah H.I.S Fransiscus Xaverius Muntilan, Magelang (1936-1943), SMP Jetis, Yogyakarta (1943-1947), SMU B Santo Albertus Malang (1948-1951), Seminari Menengah Kota Baru, Yogyakarta (1951), Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius Mertoyudan, Magelang (1952), Filsafat Theologi Sancti Pauli Kota Baru, Yogyakarta (1953-1959), Teknik Arsitektur ITB, Bandung (1959), dan Sekolah Tinggi Teknik Rhein Westfalen Aachen, Jerman (1966).

Seperti yang telah diungkapkan di atas, kumpulan cerpen Rumah Bambu merupakan karya sastra yang memuat aspek sosiologis berupa masalah-masalah kemiskinan yang terjadi di masyarakat. Penelitian ini diharapkan mampu mengetahui bentuk-bentuk kemiskinan yang terjadi dalam kumpulan cerpen Rumah Bambu dan hubungannya dengan realita sosial di sekitar pengarang. Untuk menganalisis aspek-aspek sosiologis dalam kumpulan cerpen Rumah Bambu ini, peneliti menggunakan teori sosiologi sastra, karena teori inilah yang dianggap mampu membuka aspek sosiologis berupa masalah kemiskinan yang mendominasi kumpulan cerpen ini. Teori

(5)

ini juga dianggap akan mampu menganalisis sastra bukan hanya dari segi sastranya saja, tetapi karya sastra dapay dilihat sebagai dokumen sosial yang menggambarkan kehidupan sosial masyarakat dimana karya tersebut diciptakan.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang muncul dalam menganalisis kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah konteks sosial pengarang yang melatarbelakangi penciptaan kumpulan cerpen Rumah Bambu?

2. Bagaimanakah potret kemiskinan yang terdapat dalam kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya?

3. Bagaimana dampak kemiskinan yang terdapat dalam kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini memiliki dua tujuan utama, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Secara teoretis penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potret kemiskinan yang ada di dalam kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya melalui indentifikasi konteks sosial pengarang dan fakta-fakta sosial yang ada di dalam kumpulan cerpen Rumah Bambu. Penelitian ini diharapkan mampu menambah pemahaman mengenai adanya hubungan antara realita-realita sosial yang terjadi di masyarakat dengan fakta-fakta sosial yang ada pada suatu karya sastra.

(6)

Dengan demikian, penenilitan ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap perkembangan penelitian sastra Indonesia.

Tujuan praktis penelitian ini adalah menambah wawasan kepada pembaca dalam upaya memahami kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B Mangunwijaya. Pada tahapan selanjutnya, penelitian ini diharapkan mampu menambah minat terhadap karya-karya sastra bertema sosial yang berperan sebagai salah satu dokumen sosial. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan penelitian-penelitian lain di bidang sastra.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian dengan objek material kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya sejauh pengamatan peneliti masih jarang dilakukan. Namun, dengan penelusuran dari berbagai media, dapat ditemukan beberapa bahasan mengenai kumpulan cerpen Rumah Bambu. Berikut ini merupakan beberapa pembahasan yang telah terlebih dahulu dilakukan dengan objek kajian kumpulan cerpen Rumah Bambu.

Piri dalam skripsinya menggunakan kumpulan cerpen Rumah Bambu sebagai objek penelitian dengan judul “Kritik Sosial dalam Kumpulan Cerpen Rumah Bambu Karya Y.B. Mangunwijaya sebagai Alternatif Pembelajaran Sastra di SMU” (2013). Penelitian ini menitikberatkan pada kritik sosial yang ada pada kumpulan cerpen Rumah Bambu. Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan pendidikan, objek dipakai sebagai alternatif pembelajaran kritik sosial dalam pelajaran sastra tingkat SMU. Lingkup yang dibahas dalam penelitian ini mencakup unsur-unsur pembangun cerpen, yaitu tokoh utama dan bawahan, penokohan, dan latar, yang terdiri atas latar

(7)

tempat, waktu, dan suasana. Kritik sosial yang ditemukan terdiri atas kritik terhadap kemiskinan, kejahatan, disorganisasi keluarga, masalah generasi muda, peperangan, dan pelanggaran norma-norma dalam masyarakat.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Basthomy dengan judul “Aspek Sosial dalam Kumpulan Cerpen Rumah Bambu.”(2012). Dalam penelitian ini landasan teoreris yang digunakan adalah teori struktural. Teori struktural digunakan untuk membongkar jalinan unsur tema, penokohan, alur, dan latar yang membangun keutuhan cerita. Teori lain yang dimanfaatkan untuk penelitian ini adalah teori sosiologi sastra yang mengandaikan karya sastra sebagai dokumen dan potret kenyataan. Hasil analisis struktural terhadap kumpulan cerpen Rumah Bambu menunjukkan bahwa unsur-unsur yang membangun cerpen tersebut terbentuk secara utuh dan padu. Hasil analisis terhadap aspek sosial menghasilkan profil kehidupan masyarakat desa dengan masalah pemenuhan kebutuhan praktis, pendapatan yang lebih kecil dari pengeluaran, dan pandangan hidup dalam sosial budaya.

Selain kedua penelitian di atas, pembicaraan mengenai objek kumpulan cerpen Rumah Bambu seringkali muncul dalam bentuk artikel. Dalam artikel berjudul “Analisis Cerpen “Tak Ada Jalan Lain” Karya Y.B. Mangunwijaya dalam Kumpulan Cerpen Rumah Bambu.”(http://najibsmager14.blogspot.com/) ditulis bahasan mengenai kritik sosial dalam kumpulan cerpen Rumah Bambu. Artikel ini mengkhususkan diri pada salah satu cerpen dengan menilik kritik sosial mengenai kemiskinan dalam cerpen “Tak Ada Jalan Lain”. Menurut artikel ini, cerpen tersebut memuat banyak kritik yang membela kaum marjinal. Kaum bawah seperti pengamen

(8)

dan pelacur dinilai sebagai korban ketidakberhasilan pemerintah dalam penyediaan lapangan kerja.

Pembicaraan mengenai salah satu cerpen dalam kumpulan cerpen Rumah Bambu juga dilakukan oleh Ibnu (http://ikhwantoibnu.blogspot.com/). Pada artikel yang berjudul “Analisis Struktural Cerpen “Hadiah Abang” dalam kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya” ini, peneliti menggunakan teori struktural untuk menguraikan unsur instrinsik dalam cerpen tersebut. Pembahasan mengenai unsur pembentuk prosa ini kemudian diaplikasikan sebagai bahan pembelajaran pengkajian cerpen untuk siswa SLTP. Pemilihan cerpen ini dilatarbelakangi oleh kehadiran tokoh-tokoh remaja berlatarbelakang budaya jawa, yang dianggap cocok sebagai media pembelajaran siswa SLTP.

Berdasarkan tinjauan hasil penelitian tersebut, penelitian dengan objek kumpulan cerpen Rumah Bambu memang sudah pernah dilakukan. Namun, pembicaraan khusus mengenai potret kemiskinan dengan teori sosiologi sastra, sejauh penelususan peneliti belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian dengan objek kajian kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya ini dinilai layak untuk dilakukan.

1.5 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra untuk menganalisis kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya. Sosiologi sastra muncul sebagai suatu bentuk dobrakan atas dominasi yang terjadi pada strukturalisme murni. Strukturalisme klasik atau strukturalisme murni hanya berkiblat pada karya sastra semata, sebagai sesuatu yang otonom lepas dari latar belakang sejarah atau

(9)

lingkungan sosialnya (Teeuw, 1984:152). Karya sastra bukan semata-mata bersifat otonom yang terdiri atas unsur-unsur intrinsik saja, tetapi karya sastra juga merupakan dokumen sosial dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Karya sastra sendiri tidak lahir dari sebuah kekosongan. Karya sastra lahir dari kemajemukan dan kompleksitas unsur budaya dalam suatu masyarakat. Untuk itulah sosiologi hadir sebagai ilmu yang mempelajari hubungan karya sastra dan masyarakatnya. Kemajemukan dan kompleksitas yang terdapat dalam masyarakat merupakan sebuah struktur yang dinamis sama halnya dengan struktur yang terdapat dalam karya sastra (Ratna, 2005:295-296).

Damono (1978:2-3) menegaskan bahwa sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Karya sastra merupakan sebuah rekonstruksi pandangan sastrawan terhadap lingkungan sosialnya dan bisa jadi merupakan sebuah respons pengarang terhadap sebuah perubahan sosial. Lebih lanjut, Damono mengemukakan bahwa telaah sosiologi terhadap karya sastra memiliki dua kecenderungan. Pertama, sastra merupakan proses ekonomis belaka, yaitu membicarakan sastra lepas dari faktor-faktor di luar sastra. Kedua, teks sastra digunakan sebagai bahan telaah sosial untuk kemudian digunakan memahami gejala-gejala sosial di luar sastra. Pandangan pertama Damono di atas merupakan penelitian terhadap proses distribusi karya sastra. Bagaimana karya sastra yang telah dihasilkan pengarang kemudian dicetak, dikemas, lalu didistribusikan hingga sampai pada tangan konsumen (pembaca). Sementara pada pendekatan yang kedua, teks karya sastra menjadi pusat penelaahan utama dan faktor ekonomi menjadi gejala sekunder.

(10)

Teks karya sastra ditelaah dan dipahami lebih dalam untuk selanjutnya digunakan memahami gejala-gejala sosial di luar karya sastra.

Wellek dan Warren (1990:111) membuat klasifikasi mengenai sosiologi sastra sebagai berikut.

a. Sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial dan lain lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra. b. Sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri, yang

menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya.

c. Sosiologi sastra yang mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.

Klasifikasi di atas memisahkan bagian-bagian yang dapat menjadi pokok pembahasan dalam sebuah penelitian sosiologi sastra. Pada klasifikasi pertama, telaah yang dilakukan lebih banyak berkaitan dengan pengarang sebagai penghasil karya sastra. Pengarang sebagai individu memiliki ideologi, status sosial, serta latar belakang sosial yang turut serta mempengaruhi hasil karyanya. Ideologi, status sosial, serta latar belakang sosial pengarang berpengaruh besar terhadap hasil karyanya karena secara manusiawi hal-hal tersebut akan mempengaruhi setiap tindakan manusia. Ketiga hal inilah yang sering kali menjadikan setiap pengarang memiliki ciri khas pada hasil karyanya.

Menurut Swingewood (dalam Faruk, 2010:1) sosiologi didefinisikan sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Selanjutnya, ilmu sosiologi berusaha menjawab

(11)

pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat bertahan hidup. Sosiologi sastra adalah suatu reduksi terhadap persoalan sosiologi yang sangat kompleks. Pada dasarnya, sosiologi memang mempelajari kehidupan nyata manusia sebagai suatu kolektivitas, tetapi dalam prakteknya digunakan banyak teori dan metodologi yang berbeda bahkan saling bertentangan mengenai kehidupan tersebut dan cara memperoleh pengetahuan mengenainya (Faruk, 2001:1). Berkaitan dengan masyarakat, Swingewood (1972:12-13) memberikan tiga konsep dalam sosiologi sastra, yakni sastra dilihat dari proses produksi dan kepengarangannya, sastra sebagai cermin sosial, dan sastra dalam hubungan dengan sejarah.

Pertama, pendekatan tentang kepengarangan dan produksi adalah sebuah pendekatan yang sering disebut-sebut dalam sosiologi sastra. Hal ini dikarenakan tidak lepasnya pengarang sebagai anggota lembaga masyarakat. Menurut konsep ini, sosiologi sastra sebagai suatu kajian tidak selalu terpaku pada teks sebagai suatu yang besar dan harus dikaji, tetapi masyarakat diluar teks seperti pengarang dan produksi adalah suatu bagian yang penting. Swingewood menyebutkan bahwa pendekatan ini memindahkan pembahasan unsur internal karya sastra ke pembahasan produksi karya sastra, khususnya situasi dan kondisi pengarang.

Kedua, karya sastra adalah cermin sosial. Sebuah sastra bukan hanya menyajikan bahasa yang indah, tetapi karya sastra adalah suatu dokumentasi sejarah dan berfungsi sebagai refleksi sosial. Sebagai refleksi sosial, pembaca akan menemukan perilaku masyarakat tertentu atau kejadian dalam sebuah karya sastra. Lebih jauh lagi Swingewood (1972:12) menyatakan bahwa karya sastra bukan hanya sekedar sebagai

(12)

cerminan masyarakat, tetapi karya sastra juga dapat mencerminkan struktur sosial, hubungan kekeluargaan, trend yang muncul, serta konflik kelas.

Ketiga, karya sastra berhubungan erat dengan sejarah. Konsep ini memandang keberlangsungan sejarah yang terjadi pada masa silam akan terekam dalam sebuah karya sastra. Sastra memiliki ruang sebagai media pengarang menyalurkan keresahan-keresahan pada masa lampau.

Berdasarkan ketiga konsep tersebut, dapat diketahui bahwa sosiologi sastra menurut Swingewood menekankan pada latar belakang pengarang dan bentuk struktur sosial dalam karya sastra. Latar belakang pengarang berkaitan dengan proses produksi dan latar belakang sosial pengarang, sedangkan bentuk struktur sosial berkaitan langsung dengan lembaga-lembaga sosial yang terbentuk pada alur cerita karya sastra.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penilitian kualitatif deskriptif. Metode ini dinilai cocok untuk mengungkapkan masalah-masalah sosial yang ada pada kumpulan cerpen Rumah Bambu. Ratna (2009:47) mengungkapkan bahwa metode kualitatif deskriptif merupakan sebuah metode yang dapat membantu mendeskripsikan fakta-fakta yang terdapat dalam cerita, yaitu melalui kata, kalimat, dan wacana. Metode ini adalah langkah penelitian yang menghasilkan analisis berupa kata-kata tertulis dari objek yang diamati.

Berdasarkan pemilihan metode tersebut, langkah-langkah penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

(13)

a. Menentukan objek kajian. Pada penelitian ini objek kajian yang digunakan adalah kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya.

b. Menemukan masalah-masalah pokok. Masalah pada penelitian ini adalah realitas-realitas sosial yang ada di dalam kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya dengan fokus potret kemiskinan.

c. Melakukan studi pustaka dan pengumpulan data.

d. Melakukan analisis terhadap kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Teori ini akan membuka segala permasalahan kemiskinan yang ada dalam kumpulan cerpen ini.

e. Melakukan analisis mengenai dampak kemiskinan yang ada dalam kumpulan cerpen Rumah Bambu.

f. Menarik kesimpulan.

1.7 Populasi, Sampel, dan Data

Populasi penelitian ini adalah keseluruhan cerpen yang ada dalam kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B Mangunwijaya. Kumpulan cerpen tersebut berisi 20 cerpen yakni “Tak Ada Jalan Lain”, “Cat Kaleng”, “Sungai Batu”, “Hadiah Abang”, “Colt Kemarau”, “Malam Basah”, “Pahlawan Kami”, “Pagi Itu”, “Rheinstein”, “Rumah Bambu”, “Pilot”, “Mbah Benguk”, “Renungan Pop”,“Dua Gerilyawan”, “Lampu Warisan”, “Mbah Pung”, “Thithut”, “Narada”, “Puyuk Gonggong”, dan “Natal 1945”.

(14)

Setelah dilakukan pembacaan secara cermat dan berulang, dipilih enam cerpen dari kumpulan cerpen Rumah Bambu sebagai sampel dalam penelitian ini, yaitu “Tak Ada Jalan Lain”, “Colt Kemarau”, “Pagi Itu”, “Rumah Bambu”, “Cat Kaleng”dan “Sungai Batu”. Keenam cerpen ini dianggap mampu mewakili keseluruhan cerpen untuk mengungkapkan masalah-masalah kemanusiaan, yang dikhususkan pada masalah kemiskinan, di keseluruhan kumpulan cerpen Rumah Bambu karya Y.B Mangunwijaya.

1.8 Sistematika Laporan Penelitian

Penulisan laporan dalam penelitian ini akan disajikan ke dalam empat bab. Sitematika ini diharapkan mampu membentuk laporan yang runtut, logis dan mudah dipahami dalam penyusunan dan pembahasan.

Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, populasi sampel data, dan sistematika laporan penelitian.

Bab II berisi konteks sosial pengarang yang melatarbelakangi penciptaan kumpulan cerpen Rumah Bambu.

Bab III merupakan analisis potret kemiskinan yang menekankan pada bentuk dan dampak kemiskinan yang terdapat dalam kumpulan cerpen Rumah Bambu.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu diadakan penelitian pendidikan mengenai kompetensi sosial guru kelas sebagai motivator untuk membiasakan karakter kedisiplinan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran pencapaian konsep (Concept Attainment)

Menurut Dwija: 2008 pada jurnal hubungan antara konsep diri, motivasi, dan prestasi serta perhatian orang tua dengan hasil belajar sosiologi pada siswa kelas II

Pendekatan sosiologi seperti halnya pendekatan kesejarahan sangat mempersoalkan masalah-masalah yang berada di luar tubuh karya sastra seperti latar belakang

Pendekatan sosiologi seperti halnya pendekatan kesejarahan sangat mempersoalkan masalah-masalah yang berada di luar tubuh karya sastra seperti latar belakang

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi contoh model penelitian sastra dan problem sosial, berupa analisis novel dengan pendekatan sosiologi sastra khususnya

Penambahan maksudnya adalah dalam dua buah karya sastra yang di dalam penelitian ini menggunakan karya sastra dongeng dan film merupakan dua karya yang berbeda

Penelitian lain juga dilakukan oleh Marnaningsih (2011) dengan judul “Nilai Sosial Budaya dalam Novel Entrok Karya Okky Mardasi: Tinjauan Sosiologi Sastra”. Dengan