• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISCOVERY LEARNING THDP DEKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DISCOVERY LEARNING THDP DEKSI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN

PENERAPAN METODE DISCOVERY LEARNING (KURIKULUM 2013) DALAM PEMBELAJARAN BERDEKLAMASI OLEH MAHASISWA

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS

KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

Oleh:

Drs. Eden A. Sitompul, M. Pd. Beslina Afriani Siagian, S. Pd.

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

MEDAN

(2)

PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN 1. a. Judul Penelitian : Penerapan Metode Discovery Learning

(Kurikulum 2013) dalam Pembelajaran

Berdeklamasi oleh Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen b. Bidang Ilmu : Bahasa

c. Kategori Penelitian : Penelitian untuk mengembangkan fungsi kelembagaan perguruan tinggi

2. Identitas Peneliti:

a. Nama Lengkap dan Gelar : Drs. Eden A. Sitompul, M. Pd. b. Tempat/ tanggal lahir : Tarutung Baru, 11 Juli 1955 c. Jenis Kelamin : Laki-laki

d. Golongan/ Pangkat : Lektor/ IV A

e. Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia f. Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

g. Perguruan Tinggi : Universitas HKBP Nommensen h. Bidang Keilmuan : Bahasa dan Sastra Indonesia

3. Susunan Tim Peneliti

a. Ketua : Drs. Eden A. Sitompul, M. Pd. b. Anggota : Beslina Afriani Siagian, S. Pd.

4. Lokasi Penelitian : FKIP UHN Medan

5. Lama Penelitian : 3 (tiga) bulan

6. Biaya Penelitian : Rp. 6.000.000,00

7. Sumber Dana : - Pihak Universitas : Rp. 4.000.000,00 Nommensen - Swadaya sendiri : Rp. 2.000.000,00

Medan, 12 Juli 2014

Mengetahui, Menyetujui, Disusun oleh, Wakil Dekan, Ketua Lembaga Penelitian, Peneliti,

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penelitian ini berjudul ―Penerapan Metode Discovery Learning (Kurikulum 2013) terhadap Kemampuan Berdeklamasi oleh Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen.‖ Penelitian bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen, khususnya Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Ucapan terimakasih khusus disampaikan kepada pihak yang turut berperan, yakni sebagai berikut.

1. Rektor Universitas HKBP Nommensen Medan, Dr. Ir. Jongkers Tampubolon,

2. Dekan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Dr. Tagor Pangaribuan, M.Pd.

3. Wakil Dekan Khusus Bidang Akademik kelas Medan, Drs. Juliper Nainggolan, M. Si.

4. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Elza Saragih, S.S., M. Hum.

5. Ketua Lembaga Penelitian, Prof. Dr. Monang Sitorus, M.Si.

(4)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 3

D. Rumusan Masalah ... 3

E. Tujuan Penelitian ... 3

F. Manfaat Penelitian………. 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 5

A. LANDASAN TEORETIS ... 5

1. Metode Discovery Learning ... 5

a. Konsep ... 6

b. Kelebihan Penerapan Metode Discovery Learning ... 9

c. Kelemahan Penerapan Metode Discovery Learning ... 10

d. Langkah-langkah Metode Discovery Learning ... 10

e. Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning ... 11

2. Deklamasi ... 14

B. KERANGKA KONSEPTUAL ... 17

C. HIPOTESIS PENELITIAN ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

A. Metode Penelitian ... 19

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

C. Populasi dan Sampel ... 19

D. Desain Penelitian ... 20

E. Instrumen Penelitian ... 21

F. Teknik Analisis Data ... 21

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 24

(5)

B. Uji Persyaratan Analisis Data... 30

C. Pengujian Hipotesis ... 33

D. Temuan Penelitian ... 33

E. Pembahasan Hasil Penelitian... 34

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 36

A. Simpulan ... 36

B. Saran ... 36

(6)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

I Rincian Populasi Penelitian ... 19

II Desain Penelitian ... 20

III Aspek-aspek Penilaian ... 21

IV Data Hasil Menulis Puisi ... 24

V Distribusi Frekuensi Nilai Pretest ... 26

VI Identifikasi Kecenderungan Pretest ... 27

VII Distribusi Frekuensi Nilai Postest ... 28

VIII Identifikasi Kecenderungan Postest ... 29

IX Uji Normalitas Data Pretest ... 30

X Uji Normalitas Data Postest ... 31

(7)

ABSTRAK

Eden A. Sitompul. Penerapan Metode Discovery Learning dalam Kemampuan Berdeklamasi oleh Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen. Laporan. Medan. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas HKBP Nommensen.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pembelajaran kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah penerapan metode discovery learning oleh mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra Indonesia tahun pembelajaran 2013/ 2014.

Sampel penelitian ini berjumlah 32 orang dari 105 populasi yang ada. Sampel tersebut akan dikenai dua perlakuan, yakni pembelajaran tanpa menggunakan metode discovery learning dan pembelajaran dengan menggunakan metode discovery learning.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian one group pretest postest design. Instrumen yang digunakan adalah tes performansi kemampuan berdeklamasi.

Nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 79,06, sedangkan untuk kelas kontrol adalah 66,56. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai tes sebelum menggunakan metode discovery learning jauh lebih rendah daripada nilai tes sesudah menggunakan metode discovery learning.

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji t diperoleh thitung = 5,23 pada taraf signifikan α = 5% dari daftar distribusi t dk (n-1) = 32-1 = 31, maka diperoleh ttabel = 2,38. Dengan demikian, Ho ditolak dan Ha diterima, artinya penerapan metode discovery learning dapat meningkatkan kemampuan berdeklamasi. Selain itu, berdasarkan analisis kategori kemampuan berdeklamasi diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan berdeklamasi sebelum menerapkan metode discovery learning termasuk dalam kategori baik (50%) sedangkan kemampuan berdeklamasi sesudah menerapkan metode discovery learning termasuk dalam kategori sangat baik (40,6%).

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai bagian dari mata kuliah Sanggar Bahasa dan Sastra Indonesia, deklamasi merupakan materi yang bersifat produktif dan kreatif. Kedua sifat tersebut berorientasi pada entitas yang memiliki ide dan produk yang kreatif, selalu berproses kreatif, dan terlibat dalam lingkungan kreatif. Itu sebabnya, materi tersebut didasarkan juga pada beberapa prinsip, yakni berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta sanggar dan lingkungannya; beragam; tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; relevan dengan kebutuhan kehidupan; menyeluruh dan berkesinambungan; dan belajar sepanjang hayat.

Kegiatan berdeklamasi merupakan bagian dari kegiatan membaca puisi, meski pada pengaplikasian, kedua hal itu memiliki bentuk yang berbeda. Berdeklamasi cenderung bersifat lebih total dibanding dengan membaca puisi. Hal

itu didasarkan pada tiga hal, yakni kemampuan gerak tubuh, kemampuan menafsirkan makna puisi dan kemampuan memahami kaidah penggunaan tekanan dalam berdeklamasi (Qodariah, 2012).

(9)

Indikator yang memuat kegiatan berdeklamasi seperti yang dikemukakan di atas tidak sejalan dengan hasil yang diharapkan. Setakat itu, sampai saat kegiatan berdeklamasi merupakan kegiatan yang belum fasih dilakukan oleh para peserta didik, bahkan mahasiswa sekalipun. Fakta di lapangan membuktikan bahwa kegiatan ini menjadi kegiatan yang paling ditakuti mahasiswa bahkan dibanding dengan kegiatan bermain peran. Selain itu, kegiatan ini juga jarang menjadi pilihan dalam perlombaan yang selama ini diselenggarakan oleh program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Hal ini didasarkan pada ketidakmampuan siswa dalam mencapai ketiga indikator di atas. Sebagai bagian dari kegiatan berdeklamasi, ketiganya tentu sejalan dan berkaitan satu sama lain. Dengan demikian, perlu adanya revisi dalam proses pembelajaran mata kuliah Sanggar Bahasa, khususnya dalam kegiatan berdeklamasi yang dapat membantu siswa dalam mencapai ketiga indikator di atas.

Saat ini, revisi dalam proses pembelajaran di Indonesia diimplementasikan dalam bentuk kurikulum 2013, dengan salah satu metode yakni metode discovery

learning. Metode ini merupakan metode pembelajaran yang mengandung tiga ciri utama, yakni mengarahkan siswa dalam mengeksplorasi dan memecahkan masalah, memampukan siswa dalam menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan, serta membimbing siswa dalam melakukan aktivitas berdasarkan ketertarikannya. Dengan demikian, pengetahuan yang didapatkan siswa akan bertahan lama dan mudah diingat, hasil belajarnya akan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya, serta penalarannya akan memampukan berpikir secara bebas (Moedjiono, 1992).

(10)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan beberapa masalah di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Kurangnya kemampuan siswa dalam menggerakkan tubuh,

2. Kurangnya kemampuan siswa dalam menafsirkan makna puisi, dan

3. Kurangnya kemampuan siswa dalam memahami kaidah penggunaan tekanan dalam berdeklamasi.

C. Pembatasan Masalah

Sejalan dengan ketiga identifikasi masalah di atas, maka masalah ini hanya dibatasi dan difokuskan pada kemampuan siswa dalam menafsirkan makna puisi dan memahami kaidah penggunaan tekanan dalam berdeklamasi. Oleh karena itu, masalah ini dibatasi pada ―Penerapan Metode Discovery Learning (Kurikulum 2013) dalam Pembelajaran Berdeklamasi Mahasiswa Semester Delapan Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UHN Tahun Pembelajaran 2013/ 2014‖.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka penelitian ini akan dibahas dengan rumusan masalah sebagai berikut.

1) Bagaimana kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran berdeklamasi sebelum diajarkan dengan metode discovery learning.

2) Bagaimana kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran berdeklamasi sesudah diajarkan dengan metode discovery learning.

3) Bagaimana perbedaan kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran berdeklamasi sebelum dan sesudah diajarkan dengan metode discovery

learning.

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.

(11)

2) Untuk mengetahui kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran berdeklamasi sesudah diajarkan dengan metode discovery learning.

3) Untuk mengetahui perbedaan kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran berdeklamasi sebelum dan sesudah diajarkan dengan metode discovery

learning.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, yakni sebagai berikut. 1. Menjadi salah satu penelitian yang memperkaya khazanah ilmu bahasa. 2. Menjadi metode pembelajaran yang representatif dalam mengajarkan

materi bahasa dan sastra Indonesia.

(12)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORETIS 1. Metode Discovery Learning

Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: ―Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form,

but rather is required to organize it him self‖ (Lefancois dalam Emetembun,

1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, di mana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41 dalam Kemendikbud, 2013). Metode Discovery Learning adalah

memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43 dalam Kemendikbud, 2013). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).

(13)

temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.

Problem solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam discovery learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan, tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui, dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.

Dengan mengaplikasikan metode discovery learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan metode tersebut akan mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Selain itu, pembelajaran itu juga dapat mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented dan mengubah modus ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus discovery sehingga siswa menemukan informasi sendiri.

a. Konsep

Dalam konsep belajar, sesungguhnya metode discovery learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak dalam discovery, teori ini merupakan pembentukan kategori-kategori atau lebih sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi di antara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events).

(14)

berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.

Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery learning

environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.

Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.

(15)

kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001 dalam Kemendikbud, 2013).

Dalam mengaplikasikan metode discovery learning, guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145 dalam Kemendikbud, 2013). Kondisi seperti ini ingin mengubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan: hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem

solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam metode discovery learning, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,

mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

Hal tersebut memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti mereka. Dengan demikian, seorang guru dalam aplikasi metode discovery learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar yang lebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41 dalam Kemendikbud, 2013).

(16)

Karakteristik yang paling jelas mengenai discovery sebagai metode mengajar ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar, bimbingan guru hendaklah lebih berkurang dari pada metode-metode mengajar lainnya. Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu bimbingan setelah problema disajikan kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan pelajar diberi responsibilitas yang lebih besar untuk belajar sendiri.

b. Kelebihan Penerapan Discovery Learning

1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. 2) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh

karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

3) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

4) Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

5) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

6) Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

7) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan guru pun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

8) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

9) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

10)Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.

11)Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

(17)

13)Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik. 14)Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

15)Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentuk manusia seutuhnya.

16)Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.

17)Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

18)Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

c. Kelemahan Penerapan Discovery Learning

1) Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.

2) Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak,

karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

4) Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

5) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.

6) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

d. Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran Berikut ini langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery

(18)

1) Langkah Persiapan Metode Discovery Learning a. Menentukan tujuan pembelajaran.

b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).

c. Memilih materi pelajaran.

d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).

e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.

g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

e. Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning

Menurut Syah (2004:244 dalam Kemendikbud, 2013) dalam

mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:

1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

(19)

menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

2) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244 dalam Kemendikbud, 2013), sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.

Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu

masalah.

3) Data Collection (Pengumpulan Data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244 dalam Kemendikbud, 2013). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.

(20)

4) Data Processing (Pengolahan Data)

Menurut Syah (2004:244 dalam Kemendikbud, 2013) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22 dalam Kemendikbud, 2013). Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis

5) Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244 dalam Kemendikbud, 2013). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

(21)

maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

2. Deklamasi

Deklamasi berasal dari bahasa Latin yang maksudnya declamare atau

declaim yang membawa makna membaca sesuatu hasil sastra yang berbentuk puisi dengan lagu atau gerak tubuh sebagai alat bantu. Gerak yang dimaksudkan ialah gerak alat bantu yang puitis, yang seirama dengan isi bacaan. Umumnya memang deklamasi berkait rapat dengan puisi, akan tetapi membaca sebuah cerpen dengan lagu atau gerak tubuh juga bisa dikatakan mendeklamasi. Mendeklamasikan puisi atau cerpen bermakna membaca, tetapi membaca tidak sama dengan maksud mendeklamasi. Maksudnya di sini bahwa apapun pengertian

membaca tentunya jauh berbeda dengan maksud deklamasi.

Di Indonesia perkataan deklamasi sudah ada sebelum tahun 1950-an. Deklamasi artinya membawa puisi-puisi, sedang orang yang melakukan deklamasi itu disebut ―deklamator‖ untuk lelaki dan ―deklamatris‖ untuk perempuan. Seringkali deklamasi disamakan dengan menyanyi, padahal keduanya merujuk pada makna yang berbeda. Menyanyi ialah melagukan suatu nyanyian dengan menggunakan not-not do-re-mi atau not balok, sedangkan deklamasi ialah membawakan pantun-pantun, syair, puisi atau sajak dengan menggunakan irama dan gaya yang baik. Di samping itu kita mengenal pula istilah menari, melukis, memahat, sandiwara dan lain-lain. Semuanya itu mempunyai cara-cara dan aturannya sendiri-sendiri.

(22)

a. Menggerakkan Bagian Tubuh

Deklamasi bukan ucapan semata. Deklamasi harus disertai gerak-gerak tubuh, seperti muka. Dengan ucapan-ucapan yang baik dan teratur, disertai dengan gerak-gerik muka, maka makna yang terkandung dalam puisi akan tersampaikan dengan baik. Dari gerak-gerik muka itu, penonton dapat merasakan dan menyaksikan mengertikan puisi yang dideklamasikan itu, baik puisi yang mengandung kesedihan, kemarahan, maupun yang mengandung kegembiraan.

b. Penafsiran Makna Puisi

Kegiatan berdeklamasi didasarkan pada kemampuan dalam menafsirkan makna puisi. Apabila sebuah puisi mengandung kesedihan, maka kegiatan berdeklamasi harus diekspresikan dengan suasana sedih dan memilukan. Oleh karena itu, perlu pembacaan yang berulang-ulang dalam rangka memahami makna yang dikandung oleh puisi tersebut.

c. Memahami Penggunaan Tekanan dalam Kegiatan Berdeklamasi

Kegiatan berdeklamasi harus tunduk kepada aturan-aturannya, yakni memahami di mana harus ditekankan atau dipercepatkan, di mana harus dikeraskan, harus berhenti, di mana harus dilambatkan atau dilunakkan, di mana harus diucapkan biasa, dan sebagainya. Jadi, bila kita mendeklamasikan puisi itu harus supaya menarik, maka harus dipakai tanda-tanda tersendiri. Perhatikan beberapa aturan yang dimaksud di atas.

— Diucapkan biasa saja

/ Berhenti sebentar untuk bernafas/biasanya pada koma atau di tengah baris // Berhenti agak lama/biasanya koma di akhir baris yang masih berhubungan artinya dengan baris berikutnya

/// Berhenti lama sekali biasanya pada titik baris terakhir atau pada penghabisan puisi

^ Suara perlahan sekali seperti berbisik ^^ Suara perlahan sahaja

(23)

VV Tekanan kata agak pendek VVV Tekan kata agak panjang VVVV Tekan kata agak panjang sekali ____/ Tekanan suara meninggi ____ Tekanan suara agak merendah \

Cara meletakkan tanda-tanda tersebut pada setiap kata tergantung kepada pemaknaan terhadap puisi tersebut. Demikianlah, setelah tanda-tanda itu diletakkan dengan baik, maka harus memakai perasaan dan pertimbangan.

d. Aspek Penilaian Kegiatan Deklamasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan siswa saat berdeklamasi (Sismoyo dan Romiyatun, 2008: 29-30 dalam Anggarawati, 2012) adalah sebagai berikut.

1) Intonasi

Intonasi adalah lagu kalimat. lagu kalimat dalam puisi yaitu penekanan setiap kata pada bait dalam puisi. Penekanan ini harus dilaksanakan sesuai isi puisi sehingga pembaca puisi terlihat lebih menghayati puisi.

2) Lafal

Lafal merupakan cara seseorang dalam mengucapkan bunyi bahasa. Pelafalan saat pembacaan puisi haruslah jelas supaya kata-kata dalam bait puisi dapat terdengar jelas.

3) Ekspresi

Ekspresi merupakan proses menyatakan atau mengungkapkan maksud, gagasan, atau perasaan yang ditunjukkan dengan gerak badan dan atau air muka. Ekspresi yang dikeluarkan seharusnya sesuai dengan isi bait yang dibacakan sehingga maksud dari puisi tersebut jelas dan dapat dimengerti oleh pendengar. Misalnya, bait puisi yang bernada sedih air mukanya haruslah menunjukkan perasaan sedih atau muram.

4) Berani dan Percaya Diri

Keberanian dan kepercayaan diri siswa dapat dilihat melalui sikap saat berdeklamasi. Sikap-sikap yang perlu diperhatikan saat berdeklamasi, yaitu sebagai berikut.

(24)

b) saat mendeklamasikan puisi, sesekali pandangan mata mengarah pada pendengar (tidak menunduk), dan

c) bersikap tenang serta tidak tergesa-gesa.

e. Teknik Berdeklamasi

Beberapa teknik deklamasi yang dapat diaplikasikan (Anggarawati, 2012) adalah sebagai berikut.

1) Mengenal jenis puisi, misalnya, puisi yang berisi perjuangan nantinya dibawakan dengan semangat, puisi yang menceritakan kegembiraan nantinya dibawakan dengan ceria.

2) Memahami isi puisi. Hal ini penting dilakukan supaya kita dapat mendeklamasikan puisi dengan intonasi dan ekspresi yang tepat.

3) Membaca berulang-ulang. Awalnya puisi dibaca dalam hati, selanjutnya puisi dibaca dengan bersuara secara berulang-ulang.

4) Melakukan latihan membaca puisi secara berulang-ulang. Setelah puisi dibaca berulang-ulang dan pembaca sudah memahami isi puisi, lakukan

latihan membaca puisi dengan lafal yang jelas. Latihan membaca puisi disertai dengan pemberian intonasi yang tepat. Latihan dapat dilanjutkan dengan pemberian ekspresi yang tepat.

B. KERANGKA KONSEPTUAL

Kegiatan berdeklamasi merupakan kegiatan yang berorientasi pada tiga indikator, yakni kemampuan menggerakkan bagian tubuh, kemampuan menafsirkan makna puisi, dan kemampuan dalam memahami kaidah penggunaan intonasi dalam pembacaan puisi. Dengan memahami tiga indikator di atas, maka makna yang implisit yang terkandung dalam sebuah puisi akan ditafsirkan dengan baik oleh deklamator dan akan disampaikan dengan ekspressif melalui gerakan tubuh dan pemahaman dalam menggunakan kaidah intonasi. Oleh karena itu, apabila tiga indikator tersebut tercapai, maka kegiatan berdeklamasi juga akan menghasilkan nilai belajar yang baik.

(25)

memecahkan masalah, memampukan siswa dalam menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan, serta membimbing siswa dalam melakukan aktivitas berdasarkan ketertarikannya. Dengan demikian, pengetahuan yang didapatkan siswa akan bertahan lama dan mudah diingat, hasil belajarnya akan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya, serta penalarannya akan memampukan berpikir secara bebas.

Kegiatan berdeklamasi mengharapkan siswa agar memiliki kemampuan kognitif dan psikomotorik yang baik dalam menafsirkan makna dan mengekspresikan sebuah puisi. Sejalan dengan itu, metode discovery learning juga merupakan metode pembelajaran yang mengarahkan siswa dalam memperoleh kemampuan kognitif dan psikomotorik. Oleh karena itu, metode

discovery learning merupakan metode pembelajaran yang tepat dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berdeklamasi.

C. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan landasan teoretis dan kerangka konseptual yang dijelaskan di

atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut.

Ha: Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah diajarkan dengan menggunakan metode discovery learning pada mahasiswa semester enam Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UHN Medan tahun pembelajaran 2013/ 2014.

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Metode ini merupakan metode yang sangat baik dalam mengukur hubungan sebab dan akibat. Oleh karena itu, metode ini dipergunakan untuk mengetahui bagaimana kemampuan mahasiswa dalam kegiatan berdeklamasi sebelum dan sesudah dikenai perlakuan metode discovery

learning (pendekatan saintifik).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas perkuliahan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pembelajaran 2013/ 2014.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Arikunto (1998:115) menyatakan, ―Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.‖ Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester empat Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tahun 2013/ 2014 yang terdiri atas 3 kelas seperti di bawah ini.

Tabel 1

Rincian Populasi Penelitian

Mahasiswa semester enam Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Group A Group B Group C

(27)

2. Sampel Penelitian

Peneliti menggunakan teknik random dalam menentukan atau mengambil sampel. Dalam penelitian ini populasi yang ada terdiri menjadi 3 (tiga) kelas. Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini, peneliti melakukan random

sampling terhadap populasi kelas yang ada dengan cara melakukan pengacakan. Oleh karena itu, diambil 30% dari 105 orang, maka sampel penelitian ini adalah 32 orang mahasiswa

D. Desain Penelitian

Model desain penelitian yang digunakan peneliti adalah desain One

Group Pretest Posttest Design. Arikunto (2005:212) berpendapat, ―One group

pretest posttest design yaitu eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding.‖ Di dalam desain ini pengukuran dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen. Pengukuran yang dilakukan sebelum eksperimen disebut pretest, dan pengukuran sesudah eksperimen disebut posttest. Dengan desain ini, efek dari eksperimen

dapat diketahui dengan pasti karena sudah menggunakan tes awal.

Tes dilakukan sebanyak dua kali, yang pertama, tes sebelum menggunakan metode discovery learning, dan yang kedua, tes sesudah metode discovery learning.

Tabel 2 Desain Penelitian

Keterangan:

O1 : Tes awal dalam kegiatan berdeklamasi

X : Perlakuan dengan menggunakan metode pembelajaran discovery learning

O2 : Tes akhir dalam kegiatan berdeklamasi

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

(28)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk menjaring data adalah tes dalam kegiatan berdeklamasi. Tes tersebut dibentuk berdasarkan performansi mahasiswa dalam kegiatan mendeklamasikan puisi.

Adapun yang menjadi kriteria penilaian dalam kegiatan berdeklamasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3

Aspek-aspek Penilaian

No Aspek Indikator Skor

Maksimal

1 Pemaknaan Kemampuan menafsirkan makna puisi 20

2 Gerakan a) Kemampuan menggerakkan tubuh (15) b) Kemampuan menunjukkan mimik/ ekspresi wajah (15)

30

3 Kaidah Pembacaan

a) Kemampuan menggunakan Intonasi (15) b) Kemampuan menggunakan lafal (15)

30

4 Performansi a) Kemampuan menampilkan pertunjukan yang menarik (10)

b) Keberanian dan Kepercayan diri (10)

20

Jumlah 100

F. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis adalah sebagai berikut.

1. Menghitung nilai rata-rata hasil belajar kegiatan berdeklamasi sebelum dan sesudah perlakuan dengan rumus

= (Sudjana, 2002:67)

X i i

(29)

2. Menghitung simpangan baku S1 dan S2 dari varians sebelum dan sesudah perlakuan dengan rumus

S (Sudjana, 2002:95)

3. Pemeriksaan dengan uji normalitas data dengan menggunakan uji Liliefors, langkah-langkah yang ditempuh adalah:

a. Pengamatan X1, X2, ….,Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, ….Zn dengan menggunakan rumus:

Z = (Sudjana, 2002:466)

b. Menghitung peluang F(zi) = F(z zi) dengan menggunakan daftar distribusi normal baku.

c. Menghitung Z1 , Z2, ….,Zn yang dinyataka dengan S(Zi).

d. Menghitung selisih F(Zi) - S(Zi) kemudian menentukan harga mutlaknya. e. Menentukan harga terbesar di antara harga-harga mutlak selisih tersebut

Harga terbesar ini disebut Lo. Untuk menerima dan menolak distribusi normal data penelitian dapat dibandingkan nilai Lo dengan nilai kritis L yang diambil dari daftar tabel uji Liliefors dengan taraf 0,05 dengan

kriteria pengujian jika Lo < L maka sampel berdistribusi normal.

4. Untuk menentukan data homogen atau tidak, digunakan uji homogenitas varians dengan menggunakan uji F sebagai berikut.

F = (Sudjana, 2002:250)

Kriteri pengujian:

Jika Fhitung < Ftabel maka sampel sebelum dan sesudah perlakuan mempunyai varians yang sama.

5. Pengujian hipotesis, digunakan rumus uji-t dari Arikunto yaitu

(Arikunto, 2005:396) 1 2 2 2 N N X F X F

N i i i i

i S X Xi ter kecil ia ns

(30)

Rumus di atas dapat diuji pada taraf signifikan 5% atau = 0,05 dari daftar distribusi t dk = (n-1) dengan ketentuan terima Ha jika thitung > ttabel dan ditolak Ho jika thitung < ttabel.

Selanjutnya kategori kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah perlakuan, digunakan rentang nilai berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP)

sebagai berikut:

85 – 100 : Baik Sekali 75 – 84 : Baik 65 – 74 : Cukup 55 – 64 : Kurang 0 - 54 : Kurang Sekali

(31)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui perbedaan nilai mahasiswa berdeklamasi sebelum dan sesudah menerapkan metode discovery

[image:31.595.118.510.308.741.2]

learning. Distribusi nilai yang diperoleh melalui penerapan metode tersebut dipaparkan dalam tabel berikut.

Tabel 4

Data Nilai Kemampuan Berdeklamasi

No Nama Pretest Postest

1. Gloria Rivael Br. Sembiring 55 75

2. Eva Friska Tarigan 60 75

3. Ika Widiati Sinaga 70 80

4. Ruth Helena Nainggolan 65 85

5. Rita Marsaulina Pasaribu 45 60

6. Isabella Br. Sembiring 50 65

7. Henny Indriawati Hulu 80 95

8. Amrin Jafetman Sinaga 65 80

9. Repiana Gultom 65 70

10. Ernesta Br. Ginting 60 75

11. Lastri Nainggolan 60 70

12. Vina Merina Br. Sianipar 70 85

13. Lidia Theresia Siringoringo 65 85

14. Ceria Kristi Br. Tarigan 75 90

15. Rayona Tampubolon 70 80

16. Virgina Rosti Situmorang 50 60

17. Chrisma Dumasari Br. Siahaan 65 70

18. Goklas Brikman Simaremare 60 70

(32)

20. Martini Simanjuntak 75 90

21. Minarti Manalu 75 85

22. Noviyanti Raema Sitompul 80 90

23 Juwita Siregar 75 85

24 Betaria Fronika Silalahi 70 80

25 Marety Esteria Silalahi 80 95

26 Laurence Tampubolon 70 80

27 Marita Butarbutar 65 75

28 Nova Yanti Manurung 75 90

29 Anna Sari Natalia Tarigan 75 85

30 Novita Lina Br. Tarigan 70 75

31 Irma Erviana Br. Perangin-angin 75 90

32 Libra Simatupang 65 80

Jumlah ∑X1=2130 ∑X2= 2530

Rata-rata 66,56 79,06

Nilai di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh pada

pretest memiliki selisih dengan nilai rata-rata yang diperoleh pada postest. Berdasarkan nilai tersebut, sementara waktu dapat dinyatakan bahwa metode discovery learning meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berdeklamasi, namun pengujian data tersebut perlu dilakukan untuk membuktikan hipotesis. Oleh karena itu, berdasarkan distribusi nilai di atas, di bawah ini disajikan distribusi frekuensi yang memetakan nilai-nilai tersebut dalam bentuk standar deviasi, standar perbedaan, dan standar error perbedaan mean untuk digunakan dalam menentukan normalitas, homogenitas, dan hipotesis penelitian, baik untuk data pretest, maupun untuk data postest.

1. Analisis Data Pretest

Seperti penjelasan sebelumnya, perolehan nilai pretest akan didistribusikan untuk menentukan nilai-nilai yang diperlukan dalam menguji penerapan metode

(33)
[image:33.595.112.515.97.339.2]

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Nilai Pretest

X F FX X x2 Fx2

45 1 45 -21,56 464,83 464,83

50 3 150 -16,56 274,23 822,70

55 1 55 -11,56 133,63 133,63

60 4 240 -6,56 43,03 172,13

65 7 455 -1,56 2,43 17,03

70 6 420 3,44 11,83 71,00

75 7 525 8,44 71,23 498,63

80 3 240 13,44 180,63 541,90

N=32 ∑FX=2130 ∑Fx2=2721,85

Pemetaan tabel di atas digunakan untuk menentukan standar deviasi dan standar error sampel pada nilai awal (pretest) seperti berikut.

1. Rata-rata (Mean) Nilai Pretest

56 , 66

32 2130

1 N

fX MX

2. Standar Deviasi Nilai Pretest

22 , 9

05 , 85

32 85 , 2721 1

2

X X

SD

(34)

0 2 4 6 8

45 50 55 60 65 70 75 80

FREKU

ENSI

NILAI 3. Standar Error Nilai Pretest

[image:34.595.174.458.371.510.2]

Perolehan nilai pretest pada setiap sampel berdasarkan distribusi frekuensi dapat diamati dalam diagram batang berikut ini.

Gambar 2

Distribusi Frekuensi Kelompok Pretest

Diagram batang yang menunjukkan perolehan nilai setiap sampel pada data pretest juga dapat diamati dalam kategorisasi di bawah ini.

Tabel 6

Identifikasi Kecenderungan Kelompok Pretest

Rentang F. absolute F. Relative Kategori

85-100 0 0% Sangat baik

70-84 16 50% Baik

55-69 12 37,5% Cukup

40-54 4 12,5% Kurang

0-39 0 0 Sangat kurang

32 100%

65 , 1

1 32

22 , 9

1 1

MX

X MX

SE

[image:34.595.133.493.604.757.2]
(35)

2. Analisis Data Postest

[image:35.595.110.516.225.445.2]

Tidak berbeda dengan analisis data pretest sebelumnya, data postest berikut ini juga disajikan berdasarkan distribusi frekuensi dalam bentuk standar deviasi, standar perbedaan, dan standar error yang diperlukan untuk menguji normalitas data yang diperoleh.

Tabel 7

Distribusi Frekuensi Data Postest

X F FX X x2 Fx2

60 3 180 -19,06 363,28 1083,85

65 1 65 -14,06 197,68 197,68

70 4 280 -9,06 82,08 328,33

75 5 375 -4,06 16,48 82,41

80 6 480 0,94 0,88 5,30

85 6 510 5,94 35,28 211,70

90 5 450 10,94 119,68 598,41

95 2 190 15,94 254,08 508,16

N=32 ∑FX=2530 ∑Fx2=3021,84

Distribusi frekuensi tersebut digunakan untuk menentukan standar deviasi, standar error, dan standar perbedaan pada data postest berikut ini.

1. Rata-rata (Mean) Data Postest

06 , 79 32 2530 1 N fX MX

2. Standar Deviasi Data Postest

(36)

0 2 4 6

60 65 70 75 80 85 90 95

FREKU

ENSI

NILAI 3. Standar Error Kelompok Y

74 , 1

1 32

71 , 9

1 1

MX

X MX

SE

N SD SE

[image:36.595.181.466.352.491.2]

Berdasarkan tabel distribusi kelas postest di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram batang sebagai berikut:

Gambar 3

Distribusi Frekuensi Data Postest

Adapun ketentuan dalam pengkategorian data tersebut terbagi atas lima bagian seperti tabel berikut.

Tabel 8

Identifikasi Kecenderungan Data Postest

Rentang F. absolute F. Relative Kategori

85-100 13 40,6% Sangat baik

70-84 15 46,9% Baik

55-69 4 12,5% Cukup

40-54 0 0 Kurang

0-39 0 0 Sangat kurang

[image:36.595.132.493.590.741.2]
(37)

4. Mencari Standar Error Data Pretest dan Data Postest

my mx

SE SEMX 2 SEMY 2

2 2

1,74 1,65

02 , 3 72 , 2

74 , 5

= 2,39

Dari perhitungan di atas diperoleh standar error perbedaan mean pada pretest (X) dan postest (Y) adalah 2,39.

B. Uji Persyaratan Analisis Data 1. Uji Normalitas Data Pretest

Uji normalitas yang digunakan adalah uji normalitas Lilliefors. Berikut tabel uji normalitas pada data pretest.

Tabel 9

Uji Normalitas Data Pretest

X F Fkum Zi Tabel F(Zi) S(Zi) L

45 1 1 -2,33 0,4901 0,0099 0,0312 0,0213

50 3 4 -1,79 0,4633 0,0367 0,1250 0,0883

55 1 5 -1,25 0,3944 0,1056 0,1562 0,0506

60 4 9 -0,71 0,2612 0,2388 0,2812 0,0424

65 7 16 -0,16 0,0636 0,4364 0,5 0,0636

70 6 22 0,37 0,1443 0,6443 0,6875 0,0432

75 7 29 0,91 0,3186 0,8186 0,9062 0,0876

80 3 32 1,45 0,4265 0,9265 1 0,0735

[image:37.595.115.304.93.243.2] [image:37.595.104.522.426.624.2]
(38)

Dengan demikian Lhitung < Ltabel (0,0883 < 0,1568 (0,05) < 0,1824 (0,01)). Hal ini membuktikan bahwa data pretest berdistribusi normal.

2. Uji Normalitas Data Postest

Uji normalitas yang digunakan adalah uji normalitas Lilliefors. Berikut tabel uji normalitas data postest.

Tabel 10

Uji Normalitas Data Postest

X F FKum Zi Tabel F(Zi) S(Zi) L

60 3 3 -1,96 0,4750 0,0250 0,0937 0,0687

65 1 4 -1,44 0,4251 0,0749 0,1250 0,0501

70 4 8 -0,93 0,3238 0,1762 0,25 0,0738

75 5 13 -0,41 0,1591 0,3409 0,4062 0,0653

80 6 19 0,09 0,0359 0,5359 0,5937 0,0521

85 6 25 0,61 0,2291 0,7291 0,7812 0,0578

90 5 30 1,12 0,3686 0,8686 0,9375 0,0689

95 2 32 1,64 0,4495 0,9495 1 0,0505

Berdasarkan tabel di atas, harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih tersebut (Lhitung)= 0,0738. Kemudian nilai Lhitung ini diproyeksikan dengan nilai kritis Ltabel 0,1568 dengan taraf nyata α = 0,05 (5%) dan 0,1824 dengan taraf nyata α = 0,051 (1%).

Dengan demikian Lhitung < Ltabel (0,0738 < 0,1568 (0,05) < 0,1824 (0,01)). Hal ini membuktikan bahwa data postest berdistribusi normal.

3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians diuraikan untuk menguji kesamaan variabel. Metode yang digunakan adalah dengan uji Bartlet (Sudjana, 1989:261). Perhitungannya sebagai berikut.

Diketahui:

[image:38.595.109.519.248.444.2]
(39)

Derajat kebebasan (dk) dk = N – 1

= 32-1 = 31

Setelah diperoleh harga-harga yang diperlukan untuk uji Bartlet,

kemudian dihitung varians gabungan dari semua sampel (S2), harga satuan B, dan

digunakan statistik Chikuadrat ( 2). Berikut ini disajikan hasil perhitungan

[image:39.595.111.507.279.365.2]

homogenitas data-masing-masing variabel penelitian.

Tabel 11

Harga-harga yang Diperlukan untuk Uji Bartlet

Sampel Dk 1/dk Si2 Log Si2 (dk)Log Si2

X 31 0,032 85,00 1,92 59,62

Y 31 0,032 94,28 1,97 61,07

62 120,59

a.Varians Gabungan Sampel

) 1 ( ) ( 2 2 i i i n S i n S 95 , 1 64 , 89 64 , 89 62 ) 68 , 2922 ( ) 2635 ( 62 ) 94,28 )( 31 ( ) 85 )( 31 ( 2 ) ( ) 1 ( ) 1 ( 2 2 2 2 Log S Log S n n S n S n y x y Y x x

b. Harga Satuan B

B LogS2 (ni 1)

= (1,95) (62) = 121,05

c. Uji Bartlett dengan rumus Chi kuadrat

X2 = ln 10 {B - (ni-1)Log Si2}

(40)

= (2,3025) (0,15) = 0,35

Dari perhitungan di atas diperoleh X2hitung (chi kuadrat) sebesar 0,35, sedangkan harga X2tabel pada taraf kepercayaan 95 % dengan dk 1 adalah 3,84. Oleh karena itu, X2hitung < X2tabel yaitu 0,35 < 3,84. Hal ini membuktikan bahwa varians berasal dari populasi yang bersifat homogen.

C. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan penelitian terhadap normalitas dan homogenitas sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa persyaratan analisis data dalam penelitian ini adalah berdistribusi normal dan dari variansi populasi yang homogen. Selanjutnya akan dilakukan hipotesis dengan uji ―t‖ dengan rumus Sudijono (Sudijono, 2007: 282-285):

2 1

2 1

M M o

SE M M t

23 , 5

39 , 2

56 , 66 06 , 79

Maka thitung = 5,23

Berdasarkan perhitungan data maka diperoleh thitung = 5,23 pada taraf

signifikan = 5% dari daftar distribusi t dk (n-1) = (32-1) = 31 maka diperoleh ttabel = 2,38. Jadi thitung > ttabel = 5,23 > 2,38 berarti Ho ditolak dan Ha diterima yaitu menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah menerapkan metode discovery learning.

D. Temuan Penelitian

Berdasarkan analisis data penelitian, diperoleh temuan sebagai berikut. 1. Kemampuan berdeklamasi sebelum menerapkan metode discovery

(41)

2. Kemampuan berdeklamasi sesudah menerapkan metode discovery learning menunjukkan hasil yang berbeda. Perolehan nilai pada kategori sangat baik dicapai oleh 13 orang (40,6%) dan rata-rata hasil belajar . Artinya, 16 orang sampel yang awalnya mencapai kategori baik meningkat menempati capaian kategori sangat baik setelah mendapat perlakuan metode discovery learning.

3. Data kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah menerapkan metode

discovery learning berada pada distribusi normal, yaitu pada taraf = 5 %, = 1%, dan N = 32 diperoleh Lhitung < Ltabel (0,0883 < 0,1568 (0,05) < 0,1824 (0,01)) sebelum perlakuan dan Lhitung < Ltabel (0,0738 < 0,1568 (0,05) < 0,1824 (0,01)) sesudah perlakuan. Artinya, kedua data tersebut berasal dari

populasi yang berdistribusi normal.

4. Uji homogenitas dengan menggunakan uji varians diperoleh Fhitung = 0,35

dan Ftabel = 3,84 jadi Fhitung < Ftabel maka varians sampel berasal dari populasi yang homogen.

5. Uji-t, diperoleh thitung = 5,23 pada taraf signifikan = 5 % dk = (n-1) = (32-1) = 31 diperoleh t tabel = 2,38, jadi thitung > t tabel = 5,23 > 2,38. Dengan demikian ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan

berdeklamasi sebelum dan sesudah menerapkan metode discovery learning.

E. Pembahasan Hasil Penelitian

Temuan penelitian di atas telah menjelaskan bahwa perolehan nilai rata-rata siswa meningkat setelah adanya perlakuan metode discovery learning. Nilai rata-rata pretest yang awalnya 66,56 meningkat menjadi 79,06. Peningkatan nilai tersebut dipengaruhi oleh adanya kontribusi metode discovery learning dalam berdeklamasi. Hal itu disebabkan oleh pengetahuan mahasiswa yang diarahkan untuk meningkatkan proses kognitifnya dalam memperoleh konsep-konsep berdeklamasi secara mandiri. Kemandirian tersebut tampak pada prosedur metode

(42)

mengaplikasikannya secara mandiri sehingga dapat memaksimalkan capaian nilai yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan masalah yang sering ditemukan dalam materi berdeklamasi dimana mahasiswa kesulitan dalam memahami konsep deklamasi dan mengekspresikan perasaannya. Oleh karena itu, metode discovery

learning dapat mengatasi kesulitan tersebut dengan memberi kesempatan kepada mereka untuk belajar secara mandiri.

Berdasarkan pengujian normalitas dan homogenitas, maka diketahui bahwa data sebelum dan sesudah perlakuan adalah berdistribusi normal dan mempunyai varians yang sama. Berdasarkan analisis data dengan uji-t diperoleh

thitung = 5,23 pada taraf signifikan = 5 % dan dk (n-1) = (32-1) = 32 diperoleh ttabel = 2,38. Dengan demikian, thitung > ttabel. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima yaitu ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah menerapkan metode discovery learning.

Berdasarkan hasil yang dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa metode

discovery learning merupakan suatu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berdeklamasi dengan menjadikan mahasiswa sebagai

problem solver yang dapat melakukan berbagai kegiatan secara mandiri, seperti menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorgansisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Dengan demikian, metode discovery learning memungkinkan mahasiswa menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang mereka mengerti. Dalam kaitannya dengan materi berdeklamasi, metode ini digunakan untuk memperluas kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan perasaannya mengenai teks

(43)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalan bab IV, maka dapat disimpulkan seperti di bawah ini.

1. Kemampuan berdeklamasi sebelum menerapkan metode discovery

learning tergolong dalam kategori baik.

2. Kemampuan berdeklamasi sesudah menerapkan metode discovery

learning tergolong dalam kategori sangat baik.

3. Kesulitan mahasiswa dalam berekspresi dapat diatasi dengan memberi kesempatan kepada mereka untuk belajar secara mandiri.

4. Dari hasil penelitian dan data yang diperoleh, metode discovery learning sangat baik diterapkan untuk meningkatkan kemampuan berdeklamasi.

B. Saran

Berdasarkan simpulan, adapun yang menjadi saran dikemukakan berikut. 1. Metode discovery learning sangat baik diterapkan oleh dosen-dosen

bahasa Indonesia dalam pembelajaran berdeklamasi untuk membuat mahasiswa lebih mandiri dalam memperoleh dan menerapkan konsep berdeklamasi.

2. Variasi pembelajaran melalui penggunaan metode, teknik, dan model dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa. Oleh karena itu, para pendidik diharapkan untuk lebih kreatif dalam memvariasikan pembelajaran.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anggarawati, M. N. 2012. Peningkatan Kemampuan Berdeklamasi Menggunakan Media Video pada Siswa Kelas II SD Kanisius Demangan Baru 1 (Skripsi). FKIP. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Arikunto, S.1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

________ 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

________ 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Atmazaki. 1993. Analisis Sajak Teori, Metodologi dan Aplikasi. Bandung: Angkasa

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. (diakses tanggal 01 Maret 2014 dalam http://kangmartho.com).

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Model Pembelajaran Penemuan Discovery Learning). Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.

Kokasih., E. 2004. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusasteraan. Bandung: Yarma Widya.

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. 2009. Kurikulum Progra m Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Medan: Universitas HKBP Nommensen.

Qodariah, T. 2012. Model Pembelajaran Apresiasi Puisi dengan Menggunakan Teknik Deklamasi di Kelas VI SDN Sindanggalih 5 Karangtengah Garut (Makalah). Bandung: STKIP Siliwangi.

Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga

Wahyuniati, B. Peningkatan Kemampuan Mendeklamasikan Puisi Melalui Metode Demonstrasi pada Siswa Kelas VII D SMP Negeri 3 Amlapura Tahun Pembelajaran 2012/ 2013. (Skripsi). Denpasar: Universitas Mahasaraswati.

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3 Aspek-aspek Penilaian
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sikapnya ketika memandangnya telah menimbulkan rasa jijik dan tak senang di dalam hatinya karena sebagai seorangwanita yang berperasaan halus ia dapat menangkap artisinar mata

Pada pelak- sanaan PBL, rasa ingin tahu siswa akan bang- kit sehingga membuat mereka tertarik untuk menyelidiki (Sugiyanto, 2009:157). Kegiatan menyelidiki tersebut tentu

Secara historis kehadiran radio komunitas (rakom) dalam sistem penyiaran Indonesia diterima dengan senang hati oleh masyarakat, namun menimbulkan rasa was was karena

berkembangnya kemampuan komunikasi matematik dan tumbuhnya disposisi matematik siswa. Kemampuan komunikasi matematik adalah suatu hard-skill matematik atau kompetensi

Discovery learning adalah model pembelajaran untuk mengembangkan cara belajar siswa agar mampu menemukan konsep, menyelidiki sendiri, berpikir analisis, dan mencoba

Berdasarkan data di atas, peneliti ini diktakan berhasil karena dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Bajawa Tahun ajaran 2022 dengan menggunakan model

Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning berpengaruh terhadap kemampuan siswa menjelaskan konduktor dan isolator siswa kelas 5 Sdn gayam 3 kota kediri karena Model Discovery

Hasil belajar merupakan aspek dalam pembelajaran, karena dengan mengetahui hasil belajar siswa guru dapat mengetahui apakah proses pembelajaran yang dilakukan berhasil atau tidak serta