• Tidak ada hasil yang ditemukan

28.Batubara Prosiding S.Apan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "28.Batubara Prosiding S.Apan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH SUNGAI APAN,

KABUPATEN NUNUKAN,

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Oleh:

M. Abdurachman Ibrahim, S.T.

SARI

Penyelidikan batubara daerah Sungai Apan dilakukan dalam rangka menyediakan data batubara di

daerah perbatasan Indonesia – Malaysia. Hasil dari penyelidikan ini diharapkan terdapatnya data

seba-ran, kualitas, dan sumber daya batubara. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui potensi batubara di

daerah penyelidikan untuk neraca sumber daya batubara.

Daerah penyelidikan termasuk daerah Sungai Apan, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Provinsi

Kalimantan Timur. Secara geograis dibatasi oleh koordinat 04°05’00” – 04°20’00” Lintang Utara dan

116°50’00” – 117°05’00” Bujur Timur.

Secara regional daerah Sungai Apan merupakan bagian dari Cekungan Tarakan. Formasi pembawa

batu-bara berada pada Formasi Naintopo berumur Oligosen dan Formasi Meliat berumur Miosen.

(2)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring bertambahnya penggunaan batubara sebagai sumber energi, pemerintah sebagai penyedia data dan layanan juga harus terus menghimpun potensi batubara di seluruh wilayah Indonesia, tidak terkecuali di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia.

Penyelidikan batubara daerah Sungai Apan dilakukan untuk melengkapi data potensi batu-bara di Pusat Sumber Daya Geologi.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyelidikan batubara daerah Sun-gai Apan adalah dalam rangka menyediakan data batubara di daerah perbatasan Indonesia – Malaysia. Tujuan dari dilaksanakannya penye-lidikan ini adalah untuk mengetahui sebaran, kualitas, dan sumber daya batubara.

Lokasi Kegiatan dan Kesampaian

Dae-rah

Secara administratif daerah penyelidikan termasuk daerah Sungai Apan, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kali-mantan Timur. Secara geograis dibatasi oleh koordinat 04°05’00” – 04°20’00” Lintang Utara dan 116°50’00” – 117°05’00” Bujur Timur (gam-bar 1).

Daerah penyelidikan terletak di sebelah utara Kota Samarinda. Kesampaian daerah penye-lidikan dapat dicapai dengan menggunakan

dengan terlebih dahulu singgah di Balikpapan dan Tarakan. Untuk sampai pada koordinat yang dituju, digunakan jalan darat dan air.

1.3 Keadaan Lingkungan

Kabupaten Nunukan adalah salah satu Kabu-paten di Propinsi Kalimantan Timur yang terletak di ujung utara pulau Kalimantan, ber-batasan langsung dengan Malaysia. Kabupaten Nunukan terbentuk tahun 1999, merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Bulungan. Pembentukan Kabupaten Nunukan meliputi lima kecamatan, yaitu Kecamatan Nunukan, Sebatik, Sembakung, Lumbis, dan Krayan (http://www.nunukankab.go.id).

Kecamatan Sebuku merupakan kecamatan dari pemekaran wilayah Kecamatan Nunukan dengan luas wilayah mencapai 3.124,9 km2, ter-letak di daratan pulau Kalimantan, berbatasan dengan Kecamatan Sembakung di sebelah selatan, Kecamatan Lumbis di sebelah barat, Kecamatan Nunukan di sebelah timur, serta berbatasan dengan Sabah, Malaysia di sebelah utara. Terdapat 22 desa di Kecamatan Sebuku dengan ibukota kecamatan di Pembeliangan. Desa-desa yang dilewati pada saat penyelidikan yaitu Desa Tinampak 1, Tinampak 2, Salang, Tau Baru, Naputi, dan Balatikon.

(3)

memasak, irigasi, dan juga transportasi.

1.4 Waktu dan Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan penyelidikan melibatkan enam orang petugas dari Pusat Sumber Daya Geologi. Waktu penyelidikan selama 42 hari yang dilak-sanakan pada pertengahan bulan Juni – Juli 2011.

1.5 Penyelidik Terdahulu

Daerah penyelidikan sebelumnya pernah juga dilakukan penyelidikan guna menemukan data-data serta inventarisasi dibeberapa tempat. Beberapa penyelidikan terdahulu juga seba-gai acuan untuk menulis laporan ini, berikut beberapa penyelidik terdahulu:

• Hidayat, dkk., 1995, Peta Geologi Lembar Tarakan dan Sebatik, Kalimantan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, membahas kondisi geologi secara regional dan potensi berbagai formasi yang ada.

• Heryanto, dkk., 1995, Peta Geologi Lembar Lumbis, Kalimantan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, mem-bahas kondisi geologi secara regional dan potensi berbagai formasi yang ada.

• Triono, dkk., 2005, Inventarisasi Batubara Marginal di Daerah Simenggaris, Kabupa-ten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, Direktorat Inventarisaasi Sumberdaya Mineral, Bandung, membahas kondisi geo-logi secara lebih lokal dan potensi batubara pada daerah tersebut.

• Purnomo, dkk., 2010, Penyelidikan Batu-bara Daerah Nunukan Timur, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung. memba-has kondisi geologi secara lebih lokal dan potensi batubara pada daerah tersebut.

1.7 Ucapan Terima Kasih

Penyelidikan ini dapat tersusun dengan baik atas kerjasama dari seluruh pihak yang terkait dengan tim dari awal pelaksanaan hingga akhir. Atas kerjasama tersebut, tim penyelidi-kan batubara Sungai Apan ingin mengucappenyelidi-kan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, diantaranya:

1. Kepala Badan Geologi

2. Kepala Pusat Sumber Daya Geologi

3. Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Sumber Daya Geologi

4. Koordinator Kelompok Penyelidikan Energi Fosil

5. Koordinator Tim Kegiatan Energi Fosil

6. Sub Bidang Sarana Laboratorium Pusat Sumber Daya Geologi

7. Segenap rekan kerja di Pusat Sumber Daya Geologi yang telah membantu tim

8. Bupati Kabupaten Nunukan beserta staf

(4)

10. Camat Sebuku beserta staf

11. Aparat Desa Tinampak I

12. Segenap aparat pemerintah dan masyara-kat yang telah membantu tim.

2. GEOLOGI UMUM

Secara regional, daerah Sungai Apan merupa-kan bagian dari Cekungan Taramerupa-kan. Cekungan Tarakan dibatasi oleh Tinggian Sempurna diba-gian utara, Pegunungan Mangkalihat dibadiba-gian selatan, dan Tinggian Kuching dibagian barat, untuk bagian timur diperkirakan berkembang hingga Laut Sulawesi. Cekungan ini dibagi lagi menjadi empat sub-cekungan, yaitu Sub-cekun-gan Muara yang berada di lepas pantai bagian selatan, Sub-cekungan Berau yang berada di darat bagian selatan, Sub-cekungan Tarakan yang sebagian besar berada di lepas pantai termasuk Pulau Bunyu dan Tarakan, dan Sub-cekungan Tidung yang berada di darat bagian utara (Lentini dan Darman, 1996). Melihat dari pembagian sub-cekungan tersebut, daerah penyelidikan diinterpretasikan termasuk dalam Sub-cekungan Tidung (gambar 2).

Cekungan Tarakan termasuk dalam cekungan yang terbentuk akibat pasif margin deltaik den-gan adanya sesar-sesar mendatar didalamnya. Batuan sedimen berumur Oligosen-Miosen menutupi batuan Eosen yang tipis akibat aktivi-tas rift. Pemekaran lantai samudra berasosiasi dengan tren sesar mendatar dan antiklin yang berarah baratlaut-tenggara. Fase ekstensional dan subsidence dimulai Eosen hingga Miosen Awal. Fase ini membuat lereng ke arah timur.

Fase tektonik yang lebih stabil dan tenang beru-mur Miosen Tengah hingga Pliosen membawa sedimen deltaik ke arah barat. Fase tektonik akhir adalah pengaktivan kembali sesar-sesar mendatar melalui Selat Makassar dari Pliosen hingga saat ini (Pertamina-BPPKA, 1996).

2.1 Stratigrafi

Stratigrafi di daerah penyelidikan dimulai oleh batuan Pra-tersier Formasi Mentarang, sedan-gkan endapan Tersier terdiri dari Formasi Sembakung, Formasi Naintopo, dan Formasi Meliat. Terdapat juga batuan diorit sebagai bat-uan vulkanik terobosan.

Sedimen Tersier terbentuk pada saat cekungan mengalami penurunan dan laut mengalami transgresi ke arah barat, pada saat ini enda-pan laut dangkal dari Formasi Sembakung diendapkan menutupi batuan yang lebih tua. Proses transgresi terganggu oleh aktivitas pengangkatan pada bagian barat cekungan, mengakibatkan kondisi laut terbuka dan men-ciptakan arus yang kuat bagi material klastik delta untuk diendapkan. Proses ini terus ter-jadi sehingga terdapat progradasi ke arah timur (gambar 3). Proses regresi dan transgresi yang secara periodik dan berulang selama Miosen hingga Plistosen mengakibatkan terjadinya sedimentasi berupa sisipan antara endapan laut dangkal dan sedimen klastik dari Formasi Naintopo dan Formasi Meliat (Pertamina-BPPKA, 1996).

2.2 Struktur Geologi

(5)

baratlaut-tenggara untuk batuan Pra-tersier, sedangkan pada batuan Tersier menunjuk-kan arah perlapisan timurlaut. Perlipatan yang kuat terjadi saat Tersier pada batuan Kelompok Embaluh yang didalamnya terdapat Formasi Mentarang. Beberapa tempat diikuti oleh sesar naik dan sesar mendatar mengiri (sinistral). Pada Eosen, batuan Pra-Tersier ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Sembakung yang kemudian ditindih kembali secara tidak selaras oleh Formasi Naintopo dan Formasi Meliat. Pada Miosen terjadi kegiatan tektonik yang disertai oleh terobosan batuan diorit (Heryanto dkk., 1995).

2.3 Indikasi Endapan Batubara

Berdasarkan peta geologi lembar Lumbis, penyebaran formasi pembawa batubara terda-pat disekitar Sungai Apan, yaitu pada Formasi Naintopo berumur Oligosen dan Formasi Meliat berumur Miosen.

3. KEGIATAN PENYELIDIKAN

Kegiatan penyelidikan dilapangan pada umumnya menggunakan metode pemetaan geologi permukaan. Tahap kegiatan dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap persiapan, tahap penyelidikan lapangan, tahap analisis laboratorium, dan tahap pengolahan data dan penyusunan laporan.

3.1 Penyelidikan Lapangan

Dalam penyelidikan lapangan diperlukan pen-gumpulan data sekunder yang berguna untuk

mengetahui kondisi, lokasi, keragaman, dan target dari suatu penyelidikan lapangan. Ber-dasarkan pengetahuan tersebut, dilakukan penyelidikan lapangan yang berguna untuk menghimpun berbagai kejadian dan kondisi geologi dengan merekam segala yang terdapat di lapangan.

3.2 Analisis Laboratorium

Analisis laboratorium dilakukan untuk menga-nalisis sampel dari hasil pekerjaan lapangan. Data hasil analisis laboratorium nantinya digu-nakan untuk mengetahui kualitas batubara berdasarkan hasil analisis petrografi organik dan kimia batubara.

Analisis kimia untuk batubara berupa analisis proksimat, analisis ultimat, dan analisis nilai kalori batubara. Analisis proksimat menentu-kan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon tertambat (fixed carbon), abu

(ash), dan sulfur. Analisis ultimat menentukan komposisi kimia batubara yang terdiri dari kar-bon, hidrogen, nitrogen, sulfur, dan oksigen.

Analisis fisika untuk batubara berupa analisis petrografi organik. Analisis ini untuk melihat komposisi maseral dari batubara, serta meng-etahui keterdapatan mineral lain yang terdapat pada sampel batubara.

3.3 Pengolahan Data

(6)

Hasil dari laporan tertulis juga memuat data-data hasil analisis, peta geologi dan sebaran batubara, serta perhitungan sumber daya batu-bara didearah penyelidikan.

4. HASIL PENYELIDIKAN

4.1 Geologi Daerah Penyelidikan

Penyelidikan batubara daerah Sungai Apan merupakan yang pertama kali dilakukan oleh Pusat Sumber Daya Geologi. Penyelidikan ini meliputi pengamatan geologi daerah Sungai Apan, berupa merekam dan mengamati semua gejala geologi yang ada.

4.1.1 Geomorfologi

Daerah penyelidikan memiliki morfologi yang khas pada daerah perbatasan Pulau Kalimantan antara Indonesia dan Malaysia, yaitu perbuki-tan yang memisahkan antara kedua negara. Daerah penyelidikan dicirikan oleh morfologi dataran dan perbukitan, dengan ketinggian dari 40 meter sampai 1300 meter di atas per-mukaan laut. Berdasarkan pengamatan, dan analisa peta topograi, daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua satuan geomorfologi, yaitu dataran antar perbukitan dan perbukitan lipatan (gambar 4). Satuan geomorfologi ini berdasar-kan Brahmantyo dan Bandono (2006).

Satuan dataran antar perbukitan menempati 40% dari daerah penyelidikan. Ketinggian ber-kisar dari 40 meter sampai 300 meter di atas permukaan laut. Satuan ini dicirikan oleh garis kontur yang renggang pada peta, kemiringan

lereng 0° sampai 10°. Satuan ini disusun oleh batuan sedimen dari Formasi Mentarang, For-masi Sembakung, dan ForFor-masi Naintopo. Lahan di sekitar ini umumnya dijadikan pemukiman dan perkebunan. Pola aliran sungai dendritik dengan erosi lateral. Sungai-sungai kecil ber-muara ke sungai utama berupa Sungai Tulip, Sungai Tampilun (gambar 5), dan Sungai Apan.

Satuan perbukitan lipatan, menempati 60% dari daerah penyelidikan. Satuan ini mengelil-ingi dataran yang ada di daerah penyelidikan. Ketinggian berkisar dari 300 meter sampai 1300 meter di atas permukaan laut. Satuan ini diciri-kan oleh garis kontur yang rapat dan menutup pada peta, kemiringan lereng 10° sampai 60°. Satuan ini disusun oleh batuan sedimen dari Formasi Naintopo dan Formasi Meliat. Lahan di sekitar ini dijadikan ladang, perkebunan, dan sebagian besar masih berupa hutan. Pola aliran sungai radial dengan erosi vertikal.

4.1.2 Stratigrafi

Batuan yang tersingkap pada daerah penye-lidikan merupakan batuan sedimen berumur Kapur dan Tersier. Tidak banyak singkapan batuan yang dapat ditemukan, hal ini dikare-nakan sungai-sungai kecil banyak yang tidak dapat dilewati dan tertutup vegetasi yang san-gat lebat. Singkapan batuan banyak terdapat di dinding sungai besar dan gerusan akibat pem-bukaan jalan.

Urutan stratigrafi di daerah penyelidikan dari tua ke muda berdasarkan pengamatan di lapa-ngan, sebagai berikut:

(7)

sing-kapannya di daerah penyelidikan karena keterbatasan akses. Menurut Heryanto dkk. (1995) formasi ini terdiri dari batupa-sir, berwarna abu kebiru-hijauan, berbutir halus-sedang, mengandung kuarsa, feld-spar, mika, dan sedikit fragmen batuan. Bersisipan argilit dan serpih, setempat breksi dan konglomerat, endapan flis. Berumur Kapur Akhir-Paleosen, diendap-kan pada lereng benua di tepi cekungan samudra.

• Formasi Sembakung terdiri dari batupa-sir, batulempung, dan serpih, berwarna abu-abu kecoklatan (gambar 6). Singka-pan formasi ini terdapat diseSingka-panjang jalan Trans-Kalimantan. Menurut Heryanto dkk. (1995) formasi ini diendapkan tidak selaras di atas Formasi Mentarang. Berumur Eosen Tengah-Akhir, diendapkan pada lingkungan laut dangkal.

• Formasi Naintopo terdiri dari batupasir, berwarna abu-abu kekuningan, fragmen kuarsa, berselingan dengan batulempung, berwarna abu-abu tua, menyerpih (gam-bar 7), mengandung lapisan tipis batu(gam-bara (<1 meter). Singkapan formasi ini terdapat di Sungai Tampilun, Sungai Apan, Sungai Kepaling, Sungai Malutut, dan anak-anak sungainya. Menurut Heryanto dkk. (1995) formasi ini diendapkan tidak selaras di atas Formasi Sembakung. Berumur Oligosen, diendapkan pada lingkungan fluvial-delta. Tebal formasi berkisar 400-500 meter.

• Formasi Meliat terdiri dari batulempung berwarna abu-abu, sisipan batupasir, men-gandung lapisan tipis batubara (<1 meter).

Singkapan formasi ini terdapat dianak-anak sungai diwilayah perbukitan. Menurut Heryanto dkk. (1995) formasi ini berumur Miosen, diendapkan pada lingkungan laut dangkal. Tebal formasi berkisar 1000-2000 meter.

4.1.3 Struktur Geologi

Di daerah penyelidikan terdapat beberapa sesar dan lipatan yang berarah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara. Tidak ada struktur geologi yang dapat diamati dengan baik, sehingga data struktur geologi mengacu kepada peta geologi regional. Begitu juga den-gan pengamatan cleat pada batubara yang sulit untuk dihitung secara pasti. Jurus lapisan batuan sangat beragam, mengikuti struk-tur yang terdapat didekatnya, arah umumnya masih sama yaitu timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara. Kemiringan lapisan batuan pada daerah penyelidikan berada diantara 10° sampai 50°. Sedikitnya singkapan batuan yang dapat ditemukan sehingga menyulitkan untuk menarik atau memperkirakan sumbu lipatan.

4.2 Potensi Batubara

Formasi pembawa batubara yaitu pada Formasi Naintopo berumur Oligosen dan Formasi Meliat berumur Miosen. Hasil penyelidikan membuk-tikan bahwa dua formasi tersebut memang terdapat penyebaran batubara.

4.2.1 Lokasi dan Sebaran Batubara

(8)

dipinggir sungai, didasar sungai, dan dipinggir jalan (tabel 1).

Batubara pada Formasi Meliat memiliki dua lapisan (seam) batubara yang diberi notasi M1 dan M2 dengan ketebalannya berkisar 0,40 – 0,50 meter. Singkapan batubara AP-5 dan AP-7 mewakili lapisan batubara M1, sedang-kan singkapan batubara AP-6 mewakili lapisan batubara M2. Berdasarkan rekonstruksi sing-kapan batubara, secara lateral jarak antara singkapan AP-5 dan AP-7 kurang lebih 1,5 km. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa lapisan batubara secara lateral cukup baik.

Batubara pada Formasi Naintopo memiliki tiga lapisan (seam) batubara yang diberi notasi N1, N2, dan N3, dengan ketebalan berkisar antara 0,10 – 0,60 meter (gambar 8 dan 9). Singkapan batubara AP-8 mewakili lapisan batubara N1, singkapan batubara AP-1 mewakili lapisan batubara N2, dan singkapan batubara AP-2 mewakili lapisan batubara N3. Berdasar-kan rekonstruksi singkapan batubara, ketiga lapisan batubara secara lateral sulit diperkira-kan. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa lapisan batubara secara lateral kemungkinan tidak menerus atau melensa.

Singkapan batubara hanya terdapat pada bagian timurlaut dari daerah penyelidikan. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa lapisan batubara pada kedua formasi tidak menerus ke bagian barat daerah penyelidikan. Berdasar-kan komunikasi personal dengan warga desa di wilayah penyelidikan, didapatkan kesimpu-lan bahwa singkapan batubara hanya terdapat pada bagian timurlaut dari wilayah penye-lidikan ini. Beberapa warga desa juga pernah

melakukan pemboran dangkal batubara ber-sama perusahaan, hasilnya memang ketebalan batubara relatif sama dengan hasil singkapan yang didapatkan. Pemboran semakin ke arah barat, batubara yang didapat semakin tipis, sebaliknya, ke arah timur akan semakin tebal. Berdasarkan hasil penyelidikan terdahulu (Purnomo, dkk., 2010), batubara pada Formasi Meliat semakin ke arah timur ditemukan batu-bara dengan ketebalan hingga 1 meter.

Lingkungan pengendapan batubara diinter-pretasikan berpengaruh terhadap ketebalan dan kemenerusan lapisan batubara. Suplai dan arus sedimen banyak mempengaruhi pengendapan sedimen diwilayah ini. Formasi Naintopo cenderung melensa atau membaji akibat pengendapan deltaik yang mengikuti saluran-saluran (channel) dari delta yang dapat berganti arah (switching lobe). Sehingga batu-bara pada formasi ini mungkin saja terendapkan hanya setempat-setempat. Formasi Meliat dengan lingkungan pengendapan laut dangkal cenderung memiliki lingkungan pengendapan yang lebih tenang, sehingga penyebaran batu-bara dapat lebih luas.

4.2.2 Kualitas Batubara

Kualitas batubara dapat diketahui berdasarkan pengamatan secara megaskopis dan mik-roskopis. Secara megaskopis batubara daerah Sungai Apan terdiri dari batubara mengkilap

(bright) dan sedikit batubara agak kusam (bright banded dull) pada Formasi Meliat.

(9)

proksimat dan petrografi organiknya hanya yang dianggap mewakili dan dapat memberi-kan gambaran mengenai kualitas batubara di daerah penyelidikan. Sampel batubara yang dianalisis laboratorium berasal dari Formasi Naintopo dengan kode sampel AP-1 dan AP-2. Kedua sampel ini merupakan sampel terbaik yang dapat tim dapatkan. Untuk sampel dari Formasi Meliat tidak dianalisis karena kesuli-tan pada saat pengambilan sampel di lapangan. Hasil analisis proksimat dan analisis nilai kalori batubara Formasi Meliat diambil dari hasil penyelidikan terdahulu yang dilakukan oleh Purnomo, dkk. (2010). Hasil analisis proksimat dan analisis nilai kalori batubara daerah Sungai Apan dapat dilihat pada tabel 2.

Hasil analisis proksimat yang telah dirata-ratakan untuk Formasi Naintopo menunjukkan kandungan air bebas (FM, ar) 7,26%, kandun-gan air total (TM, ar) 10,78%, kandunkandun-gan air terikat (M, adb) 3,84%, kandungan gas terbang (VM, adb) 40,30%, karbon tertambat (FC, adb) 44,00%, kandungan abu (Ash, adb) 11,85%, kadar sulfur total (ST, adb) 2,30%, berat jenis (RD, adb) 1,39, dan nilai kalori (CV, adb) 6421 kal/gr. Komposisi maseral vitrinit merupakan maseral yang dominan yaitu sebesar 91,5%, diikuti inertinit 3,3%, dan liptinit 0,5%. Nilai reflektan vitrinit berkisar antara 0,34% – 0,57%. Formasi Naintopo secara umum dapat dig-olongkan sebagai batubara peringkat sedang hingga tinggi.

Sebagai perbandingan, hasil analisis labora-torium untuk Formasi Meliat yang diambil dari hasil penyelidikan terdahulu (Purnomo, dkk., 2010), menunjukkan kandungan air bebas (FM, ar) 4,5%, kandungan air total (TM, ar) 7,09%,

kandungan air terikat (M, adb) 2,71%, kandu-ngan gas terbang (VM, adb) 51,83%, karbon tertambat (FC, adb) 40,62%, kandungan abu (Ash, adb) 4,84%, kadar sulfur total (ST, adb) 1,03%, berat jenis (RD, adb) 1,24, HGI 45, dan nilai kalori (CV, adb) 7628 kal/gr. Komposisi maseral vitrinit merupakan maseral yang dominan yaitu sebesar 93,0%, diikuti inertinit 1,1%, dan liptinit 0,6%. Nilai reflektan vitrinit berkisar antara 0,42% – 0,49%. Formasi Meliat secara umum dapat digolongkan sebagai batu-bara peringkat tinggi.

Interpretasi berdasarkan dari hasil ana-lisis laboratorium, Formasi Naintopo memiliki kadar karbon tertambat sebesar 44,00%, lebih besar dari Formasi Meliat sebesar 40,62%. Begitu juga dengan kadungan gas terbang, For-masi Naintopo memiliki kadar sebesar 40,30%, lebih kecil dibandingkan dengan Formasi Meliat sebesar 51,83%. Melihat kondisi ini, sebenarnya nilai kalori Formasi Naintopo dapat lebih tinggi dari Formasi Meliat. Akan tetapi dilihat dari kandungan abunya, Formasi Naintopo sebesar 11,85%, lebih tinggi dari Formasi Meliat sebesar 4,84%. Begitu juga dengan kandungan airnya, Formasi Naintopo memiliki kandungan air yang lebih besar dari Formasi Meliat. Pengaruh dari kandungan abu mungkin saja terjadi akibat tipisnya lapisan batubara, sehingga kandungan lempung ikut terbawa. Interpretasi berdasar-kan data tersebut memungkinberdasar-kan bahwa hasil nilai kalori Formasi Naintopo lebih rendah dari nilai kalori Formasi Meliat, walaupun kedua sampel berbeda lokasi penyelidikan.

4.2.3 Sumber Daya Batubara

(10)

diestimasi dengan menggunakan metoda cross section yaitu ditentukan oleh segmen-segmen diantara dua penampang. Sumber daya berda-sarkan klasifikasi sumber daya dan cadangan batubara oleh Standar Nasional Indonesia Amandemen 1 – SNI 13 – 5014 – 1998, sumber-daya batubara yang dihitung tersebut termasuk kedalam sumber daya hipotetik.

Kriteria yang dipakai untuk menghitung sum-berdaya batubara adalah sebagai berikut:

• Tebal lapisan batubara yang dihitung adalah tebal yang sesuai dengan di titik informasi (singkapan batubara) atau tebal rata-rata. Tebal lapisan batubara yang dihitung untuk sumber daya adalah ≥ 0,40 m. Sesuai den-gan SNI bahwa batubara peringkat tinggi yang ekonomis mempunyai ketebalan lapisan batubara ≥ 0,40 m, sehingga batu-bara yang tebalnya < 0,40 m tidak dihitung. Dalam penyelidikan ini, lapisan batubara N2 dan N3 tidak dapat dihitung karena tidak memenuhi kriteria ini.

• Panjang lapisan batubara yang dihitung kearah jurus merupakan panjang segmen. Panjang lapisan batubara diambil secara hipotetik dengan keyakinan pada saat peny-elidikan dan hasil rekonstruksi singkapan batubara. Pada penyelidikan ini panjang segmen dibatasi sampai 1.500 meter.

• Besar sudut kemiringan lapisan yang dihi-tung adalah sudut kemiringan rata-rata.

• Lebar lapisan batubara kearah kemiringan merupakan lebar segmen. Lebar lapisan batubara yang dihitung kearah kemiringan

dibatasi sampai kedalaman 100 meter.

• Rumus untuk menghitung lebar adalah L = 100 / sin α (L = lebar, 100 = batas kedalaman yang dihitung, α = besar sudut kemiringan lapisan batubara ).

• Data berat jenis yang digunakan adalah data dari hasil analisis, atau dari data lokasi terdekat, atau data berat jenis batubara rata -rata.

• Rumus untuk menghitung sumber daya batubara yaitu,

• Sumber daya = Panjang (m) x Lebar (m) x Tebal (m) x BJ (ton/m3)

Berdasarkan perhitungan (tabel 3), sumber daya hipotetik batubara daerah Sungai Apan untuk Formasi Meliat yang terdiri dari lapisan batubara M1 dan M2 sebesar 621.984 ton, sedangkan untuk Formasi Naintopo dihitung dari lapisan batubara N1 sebesar 482.886 ton. Total sumber daya hipotetik batubara daerah Sungai Apan sebesar 1.104.870 ton.

4.3 Prospek Pemanfaatan dan

Pengem-bangan Batubara

(11)

kri-teria tersebut. Batubara di daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia ini dapat dikembang-kan untuk memenuhi pasodikembang-kan energi di daerah tersebut. Untuk pengembangan kedepannya, diperlukan penyelidikan ke tahap yang lebih lanjut, seperti pemboran guna mengetahui kepastian dalam penyebaran batubara secara lateral dan vertikal.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Daerah Sungai Apan merupakan bagian dari Cekungan Tarakan. Formasi pembawa batu-bara yang terdapat di wilayah penyelidikan terdiri dari Formasi Naintopo berumur Oli-gosen dan Formasi Meliat berumur Miosen. Jurus lapisan batuan sangat beragam, arah umumnya timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara. Kemiringan lapisan batuan berada diantara 10° - 50°.

Batubara pada Formasi Meliat memiliki dua lapisan batubara dengan ketebalannya berkisar 0,40 – 0,50 meter. Batubara pada Formasi Nain-topo memiliki tiga lapisan batubara dengan ketebalan berkisar antara 0,10 – 0,60 meter. Formasi Meliat mempunyai nilai kalori 7628 kal/ gr (adb), sedangkan Formasi Naintopo mempu-nyai nilai kalori 6421 kal/gr (adb). Penyebaran batubara pada Formasi Meliat secara lateral diinterpretasikan cukup baik, sedangkan untuk Formasi Naintopo kurang baik, akan tetapi hal ini perlu didukung oleh adanya pemboran untuk membuktikan keterdapatan batubara, baik secara lateral maupun vertikal.

Perhitungan sumber daya mengacu pada

Stan-dar Nasional Indonesia dengan klasifikasi hipotetik. Sumber daya hipotetik batubara dae-rah Sungai Apan untuk Formasi Meliat sebesar 621.984 ton, sedangkan untuk Formasi Nain-topo sebesar 482.886 ton. Total sumber daya hipotetik batubara daerah Sungai Apan sebesar 1.104.870 ton.

DAFTAR PUSTAKA

Brahmantyo, B. dan Bandono, 2006, Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform) untuk Pemetaan Geomorfologi pada Skala 1:25.000 dan Aplikas-inya untuk Penataan Ruang, Jurnal Geoaplika,

Vol.1 No.2, 71-78.

Heryanto, R., Supriatna, S., Abidin, H.Z., 1995,

Peta Geologi Lembar Lumbis, Kalimantan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Band-ung.

Hidayat, S., Amiruddin, Satrianas, D., 1995, Peta Geologi Lembar Tarakan dan Sebatik, Kalimantan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Lentini, M.R., dan Darman, H., 1996, Aspects Of The Neogen Tectonic History And Hydrocar-bon Geology Of The Tarakan Basin, Proceedings Indonesian Petroleum Association, 25th Annual Convention, 241-251.

(12)

Purnomo, W.S., dan Tim Penyelidikan, 2010,

Penyelidikan Batubara Daerah Nunukan Timur, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur,

Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.

Triono, U., dan Tim Inventarisasi, 2005, Inventa-risasi Batubara Marginal di Daerah Simenggaris, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, Direktorat Inventarisaasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

Pustaka dari Situs Internet:

(13)
(14)
(15)

Gambar 3 Paleogeografi Cekungan Tarakan Oligosen-Miosen

(16)

Gambar 4 Morfologi perbukitan dan dataran yang terlihat di daerah penyelidikan. Diambil di sekitar singkapan AP-4 menunjukkan kondisi arah baratlaut.

(17)

Gambar 6 Singkapan BL-1 yang merupakan bagian dari Formasi Sembakung.

(18)

Gambar 8 Batubara pada singkapan AP-8 dengan ketebalan sekitar 0,60 m.

Gambar 9 Batubara pada singkapan AP-2 dengan ketebalan sekitar 0,10 m.

Tabel 1 Data singkapan batuan yang ditemukan di Daerah Sungai Apan.

Kode Koordinat Kedudukan Lapisan

Tebal

(m) Keterangan

LS BT

AP-1 4°14’56,6” 117°02’38,0” 285°/17° 0,20

Batubara, berwarna hitam, mengkilap (bright), berlapis, terlihat rekahan (cleat), kompak

AP-2 4°15’05,5” 117°02’27,2” 280°/15° 0,10

(19)

AP-3 4°14’53,1” 117°00’03,3” 282°/26°

-Batulempung sisipan batupasir, batulempung berwarna abu-abu kehitaman, menyerpih, getas, batupasir terdapat nodul kuarsa

AP-4 4°12’30,0” 116°59’25,9” 193°/45° - Batupasir perselingan batulempung,

berwarna abu-abu

AP-5 4°19’32,9” 116°58’24,1” 85°/25° 0,40

Batubara, berwarna hitam, mengkilap (bright), berlapis, kompak

AP-6 4°19’15,3” 116°58’20,3” 60°/15° 0,40

Batubara, berwarna hitam, agak kusam (bright banded dull), berlapis, kompak

AP-7 4°19’37,9” 116°59’07,0” 80°/35° 0,50

Batubara, berwarna hitam, mengkilap (bright), berlapis, kompak

AP-8 4°15’47,4” 116°59’31,3” 285°/15° 0,60

Batubara, berwarna hitam, mengkilap (bright), berlapis, terlihat rekahan (cleat), kompak

BL-1 4°08’40,0” 116°58’09,6” 90°/52° - Batupasir sisipan batulempung

BL-2 4°08’34,9” 116°58’57,3” 130°/27°

-Batulempung sisipan batupasir, batulempung berwarna abu-abu kehitaman

Tabel 2 Hasil rata-rata analisis proksimat daerah Sungai Apan.

Formasi

FM TM M VM FC Ash ST RD /

SG CV

(%, ar) (%, adb) (adb) (cal/gr,

adb)

Meliat 4,50 7,09 2,71 51,83 40,62 4,84 1,03 1,24 7628

Naintopo 7,26 10,78 3,84 40,30 44,00 11,85 2,30 1,39 6421

Tabel 3 Perhitungan sumber daya batubara daerah Sungai Apan.

Formasi Seam Panjang Lebar Berat

Jenis

Tebal Rata-Rata

Sumber Daya (ton)

Meliat M1 3.000 200 1,24 0,45 334.800 M2 1.500 386 1,24 0,40 287.184

Naintopo N1 1.500 386 1,39 0,60 482.886

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi daerah penyelidikan.
Gambar 2 Peta geologi regional Cekungan Tarakan (Pertamina-BPPKA, 1996).
Gambar 3 Paleogeografi Cekungan Tarakan Oligosen-Miosen
Gambar 4 Morfologi perbukitan dan dataran yang terlihat di daerah penyelidikan. Diambil di sekitar singkapan AP-4 menunjukkan kondisi arah baratlaut.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada fasa ini terjadi proses pengendapan batubara yang berlangsung terus yaitu pada Anggota M2 dengan endapan batubara dimulai dari Lapisan Petai yang tipis dan tidak

Hasil dari identifikasi menunjukan batubara pada Coal Zone Y memliki ciri- ciri yang sama dengan seam – seam batubara yang termasuk kedalam anggota M2

Indikasi batubara di daerah penyelidikan ini di tunjukkan oleh adanya suatu lapisan yang mendukung pembentukan batubara, lapisan tersebut mengisi formasi Amasing, dengan

Didapatkan lima lapisan batubara pada Formasi Muara Enim dan Kasai dengan ketebalan mulai dari 0,2 m sampai 1,5 meter dan kualitas batubaranya merupakan batubara

Formasi yang terkaya akan lapisan batubara terendapkan pada daerah beriklim panas (termasuk juga untuk batubara yang penting pada Jaman Upper Cretaceous dan

Data yang dikumpulkan kemudian dirata-ratakan sebagai perkiraan nilai properti untuk lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8 dengan asumsi lapisan batubara tersebut berada pada

Pada sayap Selatan Sinklin Pinang, singkapan batubara di- temukan pada anggota M2, M3, dan M4, dengan arah umum jurus perlapisan batuan baratlaut – tenggara serta kemiringan

Inventarisasi dan perhitungan potensi gas metana dilakukan pada lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8 dengan formasi pembawa lapisan batubara adalah Formasi Balikpapan.. Lapisan