2.1
Visual Merchandising
2.1.1
Pengertian
Buku yang dijadikan referensi utama berjudul RETAIL
DESIRE: Design, Display and Visual Merchandising, ditulis oleh Johnny Tucker. Beliau adalah seorang jurnalis dan ahli sejarah yang mempelajari tentang desain. Selain itu juga seorang editor majalah RED (Retail, Equipment, and Design) yang sudah banyak bekerja sama dengan para brand-brand papan atas dalam hal marketing dan visual merchandising. Buku ini berisi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan visual merchandising. Mulai dari window display, desain interior, manekin, lighting, grafis, dan lainnya. Penjelasan dalam buku dipaparkan lewat studi kasus yang sudah ada, seperti window display Louis Vuitton,
lighting toko dari brand ‘undressme’, manekin H&M dan lain sebagainya.
the window, where you have to have ‘wow’ factor, the second is
just inside the door and then you have the back wall which is very
important to help draw people all the way through the
store.”.Seperti yang dikatakan Moss diatas bahwa visual merchandising merupakan keseluruhan yang ada dalam suatu toko.
Visual merchandising merupakan salah satu media promosi yang menggunakan display atau etalase yang menggunakan konsep penataan secara tepat dan sesuai dengan image yang diusung oleh brand yang menaunginya. Turner (2004) mengatakan bahwa apa yang dilakukan toko pada saat ini adalah menguatkan pesan yang ingin disampaikan oleh brand kepada lebih dari dua juta orang yang melewati toko setiap tahunnya.
2.1.2 Sejarah
Sejarah tentang visual merchandising dimulai pada masa kebesaran abad ke lima belas ketika pendirian perusahaan barang-barang seperti Marshall & Co. mengalihkan bisnis mereka dari grosir ke eceran. Pada saat itu pemajangan barang (visual display) menjadi sangat penting untuk menarik para konsumen.Etalase
toko (store window) menjadi sangat sering digunakan sebagai media untuk meletakkan barang dagangan para penjual untuk
window display lalu beralih ke bagian dalam toko dan pada akhirnya menjadi bagian dari semua desain interior toko.
2.1.3 Konten
Visual Merchandising
Konten-konten dari visual merchandisingberdasarkan buku RETAIL DESIRE adalah sebagai berikut:
1. Window Display
Window display itu menggambarkan brand dan bisnis, selain itu penarik konsumen dan mempromosikan produk. Window display adalah alat penjualan yang tidak bisa diacuhkan begitu saja (Dawes, 2008). Letaknya yang berada di bagian depan toko membuatnya menjadi perhatian orang yang melewati toko.
Window display merupakan hal yang sangat penting dalam visual merchandising karena fungsinya sebagai attraction, kesan dan pesan yang ingin disampaikan oleh toko harus dapat terlihat dan dapat dipahami konsumen sehingga konsumen dapat menilai sebuah toko dan tertarik masuk kedalamnya.
1. Manekin
Manekin adalah boneka replika tubuh manusia yang biasanya digunakan untuk memajang koleksi terbaru di sebuah toko.Menggunakan manekin adalah tentang menciptakan suasana yang menyenangkan, mengekspresikan sikap dari pusat perbelanjaan atau toko (Pucci, 2004).Manekin dipilih karena
dapat merepresentasikan sebuah baju ketika digunakan, hal itu jauh lebih meyakinkan kosumen daripada melihat sebuah baju digantung di sebuah rak. Iqbal (2011) dalam jurnalnya yang berjudul Visual Mechandising and Customer Appeal mengatakan bahwa dengan menggunakan manekin dengan bentuk yang pas dan bagus maka dapat menampilkan dan menyampaikan karakter, sebagai contoh manekin berbentuk anak kecil dengan ekspresi muka yang ceria dapat membawa suasana yang ceria pula pada baju yang dipakainya.
2. Desain Interior
Desain interior menjadi hal yang sama pentingnya dengan
window display. Bila fungsi dari window display adalah untuk menarik pengunjung maka fungsi dari desain interior berfungsi untuk membuat pengunjung terus tertarik untuk melihat satu rak baju ke rak lainnya dan nyaman untuk berlama-lama untuk
berbelanja. Desain interior meliputi warna, tata peletakan barang-barang seperti manekin, rak, meja kasir dan sebagainya.
Desain tersebut terdiri dari lima zona dan setiap zonanya memiliki fungsi masing-masing. Yang pertama attraction (penarik) yang merupakan penarik konsumen yang sedang lalu lalang didepan toko agar tertari untuk masuk. Yang kedua decompression (pengurangan) yaitu ketika klien atau konsumen masuk kedalam toko maka secara psikologis akan berkurang rasa tertekannya atau bebannya. Zona yang ketiga yaitu reception (penyambutan) yang berfungsi untuk mengenalkan servis dan produk kepada klien atau konsumen sehingga mereka tertarik. Zona yang keempat discovery (penemuan) yang berarti klien atau konsumen mempelajari sendiri tentang rencana finansialnya dan akan meminta informasi lebih jauh. Dan yang terakhir adalah
Gambar 2.3 Desain Interior
3. Tema
Tema yang dimaksud disini bisa berarti hari besar seperti natal, tahun baru, pergantian musim seperti autumn/winter,
spring/summer ataupun tema secara teatrikal (sandiwara) seperti display tersebut menceritakan dan menyampaikan sesuatu. Warna, tekstur, bentuk, penjajaran, manekin, irama, dan tentu saja pencahayaan yang tentu saja dan yang pasti digunakan sebagai senjata para visual merchandiser.Penggunaan lighting
Gambar 2.4Theatrical Manekin
4. Pencahayaan (Lighting)
Menurut Harry Barnitt yang merupakan lighting
manufacturer Zumtobel Staff, etalase harus berperan seperti magnet: menarik, memikat, membangkitkan minat dan menyeret orang untuk masuk. Pencahayaan adalah satu solusi, dimana akan terlihat menyenangkan apabila melihat etalase yang terisolasi dengan pencahayaan yang indah. Hal itu tidak sebanyak solusi
Gambar 2.5 Lighting
5. Grafis
Saat ini grafis telah memperindah dan menyerap setiap aspek dari penjualan. Dimulai dari bagian eksterior toko,
tumpukan, lembaran, visual merchandising yang terdapat di etalase, sampai ke interior toko, lebih banyak lagi visual merchandising, grafis informasi/signage, lantai, tembok dan semuanya mengarah ke pengemasan.
sebuah toko sedang mengadakan diskon, dengan adanya tulisan
‘SALE’ atau ‘DISKON’ di bagian depan toko yang pasti dapat dilihat konsumen yang sedang melintas didepan toko maka hal tersebut dapat menarik minat konsumen untuk masuk. Turner dalam bukunya RETAIL DESIRE mengatakan bahwa dalam segi kreatif, terdapat beberapa contoh dimana tidak ada tren yang spesifik kecuali penggunaan kata ‘diskon’. Membuat statement (pernyataan) yang kreatif tentang sebuah promosi diskon mungkin akan lebih efektif daripada poster. Sejak para penjual mendapat pengertian yang lebih baik tentang perbedaan di pasar dan lebih banyak berbicara tentang brand.
Grafis juga dapat diterapkan pada signage, hal itu mempermudah konsumen untuk mengetahui lokasi-lokasi yang terdapat pada toko, misalnya saja pada kasir, fitting room, letak barang-barang tertentu seperti new arrivals atau barang yang sedang di diskon.Hal itu sangat efektif untuk membantu konsumen dalam mencari barang ataupun menentukan kemana arah mereka berjalan.
digunakan di area selamat datang (welcome area).Kedua adalah ‘supergraphics’ yaitu perpaduan gambar dan tipografi untuk menceritakan sesuatu dan menimbulkan perasaan yang dikehendaki kepada konsumen. Ketiga adalah ‘offer
graphics’yaitu in-store grafis yang digunakaan saat point-of-sale dan mengontrol harga pada target tertentu.
Gambar 2.6Supergraphics
2.2
Company Profile
De Shalma
2.2.1 Sejarah
Butik De Shalma mulai dibuka pada tanggal 14 Februari tahun 2005 oleh Bapak David Kurniawan atau yang lebih dikenal dengan nama David Yan. Beliau adalah lulusan Fashion Design dari Institut Kesenian Jakarta. Nama De Shalma berasal dari kata
butik ini yaitu Maria Salome. De Shalma adalah tribute untuk ibu dari pendiri butik ini.
De Shalma memiki warna corporate yaitu jingga.Warna ini dipilih karena ingin merepresentasikan keberanian, percaya diri dan semangat. Pengerjaan sebuah gaun mulai dari desain, pemilihan materi, pembuatan pola (patternizing), cutting, making
hingga finishing dilakukan di workshop yang terletak persis di belakang butik.
De Shalma awalnya dibuka dengan nama De Shalma galeri pengantin, dengan tujuan menjadi one stop shopping untuk busana pengantin, namun hal itu tidak berjalan sesuai harapan sehingga De Shalma beralih fungsi menjadi menyewakan baju pengantin, menerima pesanan gaun dan baju pengantin.
Pada tahun 2012 De Shalma bergabung dengan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia, sejak saat itu De Shalma menjadi lebih produktif dengan banyak merancang gaun dengan tema yang sudah ditentukan untuk setiap tahunnya dipamerkan dalam pagelaran busana.
2.2.2 Perkembangan De Shalma
Berdiri pada tanggal 14 Februari 2005 dengan nama De Shalma Wedding Galery, namun karena larangan penggunaan
Gambar 2.7 Logo De Shalma
Tujuan De Shalma menjadi one stop shopping busana pengantin tidak berjalan sesuai dengan harapan namun logo yang sudah ada tetap dipakai De Shalma.Pada tahun 2012 lalu De Shalma bergabung dengan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APMMI).Sejak saat itu De Shalma dan desainernya menjadi terikat dengan APPMI.Banyak perubahan yang terjadi mulai darihal produksi, pagelaran busana, hingga logo.Logo yang sekarang digunakan De Shalma adalah sebagai berikut.
Gambar 2.8 Logo De Shalma Baru
2.2.3 Karakteristik Produk
Salome yang merupakan nama yang memiliki arti lembut, ringan dan melayang, tiga hal ini yang merupakan ciri dari desain baju yang selama ini dirancang. Busana yang lembut, yang
yang ringan atau melayang mampu menjadi wujud gaun yang mewah dan glamor.
Gambar 2.6 merupakan salah satu rancangan gaun seri tenun dari desainer David Kurniawan atau David Yan yang memiliki karakterisitik produk menggunakan material yang ringan dan melayang .
Gambar 2.7 Gaun Seri Tenun Karya Desainer David Yan
2.2.4 Target Konsumen
Target konsumen dari butik ini merupakan masyarakat dengan tingkat ekonomi dari kalangan menengah sampai dengan
sepuluh juta untuk gaun atau kebaya pengantin dan mulai dari tiga juta untuk gaun pesta.
Pengamatan yang dilakukan oleh pemilik butik ini mengenai konsumennya dapat disimpulkan bahwa konsumen kebanyakan datang dari luar kota bahkan luar pulau. Konsumen yang paling banyak menggunakan jasanya adalah konsumen yang