PESANTREN
“PENANGANAN MASALAH KEMALASAN TERHADAP PENGURUS DI PONDOK PESANTREN MAMBA’UL MA’ARIF DENANYAR
JOMBANG”
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
AKHMAD SYAHRONI AMANULLAH B53212068
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
ABSTRAK
Akhmad Syahroni Amanullah (B53212068), Bimbingan dan Konseling Islam Dalam Pondok Pesantren (Penanganan Masalah Kemalasan Terhadap Pengurus di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang).
Fokus penelitian adalah (1) Apa faktor yang menjadikan salah seorang pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang bermalas malasan? (2) Bagaimana proses pemberian bantuan konseling terhadap seorang pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif itu berjalan?
Berdasarkan fokus penelitian tersebut maka penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang menyebabkan pengurus pondok pesantren bermalas-malasan dalam menjalankan amanah kepengurusan, serta mengetahui dan memahami bagaimana proses bimbingan dan konseling Islam dalam memberikan bantuan terhadap pengurus yang bermalas-malasan itu berjalan. Sesuai dengan fokus penelitian, maka dalam penelitian ini peneliti hanya memaparkan faktor-faktor yang menjadikan pengurus pondok pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang bermalas-malasan dan mendeskripsikan bagaimana praktik bimbingan dan konseling Islam dalam menangani masalah kemalasan yang sedang dialami oleh pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang berjalan. Ternyata, setelah peneliti melakukan penelitian faktor-faktor yang menyebabkan pengurus pondok pesantren bermalas-malasan adalah: 1. Faktor pengurus di pondok pesantren yang kurang kondusif dan produktif, 2. Kebiasaan klien yang sering begadang 3. Klien yang tertutup dan tertekan dengan lingkungan pesantren. 4. Pengasuh yang jarang di pondok pesantren. Sedangkan untuk proses konseling alhamdulillah klien sudah dapat berubah menjadi pribadi yang rasional dan mulai menjalankan amanah kepengurusan beserta anggota yang lainnya.
Dari hasil penelitian yang diadakan oleh peneliti, maka penelitian ini cukup berhasil hal tersebut dapat diketahui dari perubahan pola berfikir serta tindakan klien yang awalnya irrasional menjadi pola fikir dan tindakan yang rasional serta dapat menjalankan tugas pengurusan dengan baik.
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Persetujuan Pembimbing Skripsi ... ii
Pengesahan Tim Penguji Ahli ... iii
Motto.. ... iv
Persembahan ... v
Pernyataan Otentisitas Skripsi ... vi
Abstrak ... vii
D. Manfaat Penelitian... 5
E. Definisi Konsep... 5
F. Metode Penelitian... 8
G. Sistematika Pembahasan ... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 17
A. Kajian Teoritik... 17
1. Bimbingan dan Konseling Islam... 17
a. Pengertian Bimbingan... 17
b. Pengertian Konseling... 18
c. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam... 19
d. Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling Islam... 21
e. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam... 25
f. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam ... 29
g. Jenis Jenis Masalah Individu ... 29
h. Jenis Jenis Bimbingan ... 30
i. Pendekatan dan Teknik TRE ... 30
2. Pesantren ... 36
a. Pengertian Pesantren ... 36
b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Pondok Pesantren 36 c. Karakteristik Pondok Pesantren ... 38
d. Tipologi Pondok Pesantren ... 41
e. Prinsip Prinsip Sistem Pendidikan Pondok Pesantren ... 42
3. Masalah ... 44
a. Pengertian Masalah ... 44
B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 44
BAB III PENYAJIAN DATA... 49
A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian ... 49
1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 49
2. Deskripsi Pengurus Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif ... 52
3. Tugas Pengurus Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif ... 55
4. Deskripsi Santri dan Rutinitas Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif ... 61
5. Visi, Misi dan Tujuan Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif ... 63
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 65
1. Identitas Klien dan Keluarganya ... 65
2. Deskripsi Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam Terhadap Masalah Kemalasan yang Dialami Oleh Pengurus Pesantren Mamba’ul Ma’arif ... 68
3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Klien Malas ... 84
4. Tahapan-Tahapan Konseling Dalam Menangani Klien ... 85
BAB IV ANALISIS DATA... 90
A. Analisis Tentang Bimbingan dan Konseling Islam Dalam Pondok Pesantren; Penanganan Masalah Kemalasan Terhadap Pengurus di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang ... 90
2. AnalisisProses Bimbingan dan Konseling
Islam Dalam Menangani Pengurus yang Mengalami Masalah Kemalasan di Pondok Pesantren
Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang ... 94
BAB V PENUTUP... 96
A. Kesimpulan ... 96
B. Saran-Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA ... 101
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Asal usul pesantren tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh Walisongo abad XV-XVI. Seperti yang telah dikemukakan oleh
Abdurrahman Mas’ud dia berpendapat bahwa Pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang dikembangkan secara
indigenous oleh masyarakat Indonesia. Karena pada dasarnya pesantren
merupakan sebuah produk budaya masyarakat Indonesia yang menyadari
akan arti penting pendidikan bagi warga pribumi yang tumbuh secara
natural.3 Sebagai tempat pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan budayanya yang kental akan khazanah Islam, maka pendidikan
ala pesantren ini sangat cocok untuk diterapkan bagi warga Indonesia itu
sendiri.
Ditambah dengan tujuan pendidikan pesantren menurut Mastuhu
yaitu “menciptakan kepribadian muslim, kepribadian yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat,
berhikmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi abdi masyarakat.”4
3 Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi (Yogyakarta: LkiS, 2004), hal. 49.
Kemudian secara spesifik Mastuhu menyatakan bahwa “beberapa
pondok pesantren merumuskan beragam tujuan pendidikannya kedalam
tiga kelompok, yaitu pembentukan akhlak/kepribadian yang baik,
penguatan kompetensi santri, dan penyebaran ilmu.”5 Tidak terkecuali tujuan atau visi misi yang dimiliki oleh pondok pesantren Mamba’ul
Ma’arif Denanyar Jombang yaitu membina kepribadian santri yang
beriman, berilmu dan beramal sholeh.6
Diantara lembaga dan pola pendidikan agama yang ada, dapat
diketahui bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang menjunjung
tinggi dan mengejahwantakan nilai Islam didalamnya, terutama
nilai-nilai Islam yang dibawah oleh Wali Songo dan ulama salaf baik dalam
model pembelajarannya, budaya dalam berinteraksinya dan pola didik
serta pola asuh yang diterapkan kepada para santrinya.
Begitu pula budaya dan pola didik yang ada di pondok pesantren
Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang, sebagai sebuah pondok pesantren
yang telah berdiri sejak tahun 1917 di bumi Indonesia ini pesantren
Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang juga memiliki budaya dan pola
asuh yang sarat akan nilai-nilai Islam dan ajaran-ajaran Ulama salaf di
dalamnya.7 Seperti pengajian kitab kuning, pemberian hukuman dengan
3 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS,1994), hal.45-46.
4 Hasil wawancara dengan ketua pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Asrama Induk Putra, 09 April 2016, pukul.21.00 Wib.
cara menghafal nadhoman dan surat-surat pendek serta pemberian nasehat
terhadap santri santri yang malas dan melakukan pelanggaran oleh
pengurus dan pengasuh pondok pesantren.
Selain memiliki tujuan, visi dan misi yang jelas pondok pesantren
Mamba’ul Ma’arif juga memiliki sarana dan prasarana yang cukup
memadai untuk perlengkapan para santri dan pengurusnya, baik
perlengkapan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun untuk
keperluan belajar mengajar. Tidak hanya itu pondok pesantren Mamba’ul
Ma’arif juga memiliki sumberdaya pengurus dan guru pengajar yang
cukup memadai, hal tersebut dapat diketahui dari jumlah pengurus yang
ada yaitu 36 pengurus dan 29 guru pengajar.8 Sebagai pondok pesantren yang bertipologi salaf maka kitab yang digunakan sebagai bahan ajar juga
kitab-kitab klasik yang biasa disebut dengan kitab kuning.
Namun, dari segala kelebihan sumberdaya pengurus, guru dan
sarana prasarana yang dimiliki oleh pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif
Denanyar Jombang, terdapat masalah yang dialami oleh seorang pengurus
pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif. Masalah yang dialami oleh seorang
pengurus tersebut yaitu sikap bermalas malasan yang dialami oleh seorang
pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang dalam
menjalankan tugas kepengurusannya. Sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam agama Islam bahwa malas atau bermalas malasan adalah salah satu
dari sifat tercela (mazmumah) yang harus dihindari oleh seorang muslim.
Karena sifat malas dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Berdasarkan kasus inilah peneliti sebagai mahasiswa bimbingan
dan Konseling Islam tertarik untuk mengadakan penelitian sekaligus
berusaha menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh salah satu
pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan penelitian serta usaha
untuk melakukan praktik konseling dalam menangani pengurus yang
bermalas-malasan, sehingga dari hasil penelitian tersebut peneliti dapat
mengetahui berbagai faktor yang menyebabkan orang tersebut bermalas
malasan dan peneliti dapat membantu klien dalam menangani masalahnya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah sebagaimana diatas maka agar pembahasan
dalam penelitian ini dapat fokus dibuatlah rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa faktor yang menjadikan salah seorang pengurus pondok pesantren
Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang bermalas malasan?
2. Bagaimana proses pemberian bantuan konseling terhadap seorang
pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif itu berjalan?
C. Tujuan Penelitian
Beberapa tujuan dari diadakannya penelitian sebagaimana judul dan latar
1. Untuk mengetahui faktor faktor yang menyebabkan seorang pengurus
pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang bermalas
malasan.
2. Untuk mengetahui proses pemberian konseling terhadap seorang
pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang
yang sedang mengalami sifat bermalas malasan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini akan memberikan manfaat dengan
bertambahnya khazanah keilmuan dalam bidang ilmu Bimbingan dan
Konseling Islam pada aspek penanganan masalah terhadap orang yang
memiliki sifat bermalas malasan.
2. Manfaat praktis
Secara praktis hasil dari penelitian ini akan bermanfaat bagi para guru,
konselor maupun praktisi dalam menangani kliennya, hal ini
dikarenakan penelitian ini berisikan praktik penanganan masalah
terhadap klien yang bermasalah.
E. Definisi Konsep
1. Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan dan konseling Islam menurut Samsul Munir Amin
yaitu proses pemberian bantuan terarah, kontinu dan sistematis kepada
fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara
menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung didalam Al-Qur’an
dan hadith Rasulullah Saw kedalam dirinya, sehingga ia dapat hidup
selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadith.9
Isep Zainal Arifin menjelaskan bahwa Bimbingan dan
Konseling Islam adalah “proses pemberian bantuan terhadap individu
atau kelompok dengan menggunakan metode-metode psikologis agar
yang bersangkutan dapat keluar dari masalahnya dengan kekuatan
sendiri,baik bersifat preventif, kuratif, korektif maupun
development.”10 Sedangkan Achmad Mubarok mengartikan bahwa
Bimbingan dan Konseling Islam yaitu usaha memberikan bantuan
kepada seseorang atau kelompok yang sedang mengalami kesulitan
lahir batin dalam menjalankan tugas-tugas hidupnya dengan
menggunakan pendekatan agama, yakni dengan membangkitkan
kekuatan getaran batin di dalam dirinya untuk mendorongnya
mengatasi masalah yang dihadapi.11
Berdasarkan berbagai pengertian tentang Bimbingan dan
Konseling Islam sebagaimana diatas, dapat diketahui bahwa
bimbingan dan konseling Islam yaitu proses membantu individu
7 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam (Jakarta: Amzah, 2010),hal.23. 10 Isep Zainal Arifin, Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah Melalui Psikoterapi Islam (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada),hal. 50.
maupun kelompok dalam mengatasi masalah yang dialaminya agar
menjadi pribadi yang baik menurut Allah Swt.
2. Pesantren
Pesantren menurut Mastuhu adalah “lembaga pendidikan
tradisional Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran agama Islam (tafaqquh fiddin) dengan menekankan pentingnya
moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat
sehari-hari”.12 Ridlwan Nasir dalam bukunya mengatakan bahwa “pondok pesantren adalah lembaga keagamaan, yang memberikan pendidikan
dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama
Islam”.13
Nurcholish Madjid menyatakan bahwa “pondok pesantren
berasal dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti seseorang yang selalu
mengikuti seorang guru kemana guru ini pergi dan menetap”.14
Dalam hal ini pesantren yang dimaksud adalah Pesantren
Mamba’ul Ma’arif asrama putra atau yang dikenal dengan sebutan
12Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan PesantrenSuatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS,1994), hal.6.
13Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005), hal
asrama Induk Putra yang merupakan asrama putra pusat yang berada
dalam yayasan Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.
3. Masalah
Masalah Menurut Suryabrata merupakan “kesenjangan antara
harapan (das sollen) dengan kenyataan (das sein), antara kebutuhan
dengan yang tersedia, antara yang seharusnya (what should be)
dengan yang ada (what it is), dan dapat pula didefinisikan sebagai
sesuatu yang menghalangi tercapainya tujuan”. Dalam kamus
konseling, Sudarsono memberikan pengertian bahwa masalah yaitu
“suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang atau kelompok
mengalami kerugian atau sakit”.15
Dalam hal ini masalah yang dimaksud adalah sikap bermalas
malasan yang dialami oleh seorang pengurus pondok pesantren
Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang dalam menjalankan
kewajibannya.
4. Pengurus
Pengurus adalah seseorang yang diberikan amanah untuk
menjalankan tugas kepengurusan sesuai dengan ketentuan yang
diberikan kepadanya, atau dengan kata lain pengurus adalah orang
yang mengurus.16 Dalam hal ini pengurus yang dimaksud adalah
pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang
yang mengalami masalah sikap bermalas malasan.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini penulis akan menggunakan
metode penelitian kualitatif deskriptif. Hal ini dikarenakan peneliti
melakukan penelitian dan praktik memberikan layanan konseling
kepada seorang pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif
Denanyar Jombang yang memiliki sikap bermalas malasan. Kemudian
hasil penelitian tersebut akan penulis deskripsikan dengan bentuk
narasi dan tabel sesuai dengan hasil penelitian yang sesungguhnya.17 Dengan demikian, maka dalam laporan penelitiannya nanti
peneliti akan lebih banyak menyajikan kutipan-kutipan data dari hasil
penelitian di lapangan sebagai instrumen sekaligus bukti penggalian
data yang dilakukan oleh peneliti. Kutipan-kutipan data tersebut
nantinya dapat berupa naskah wawancara, hasil observasi, data pribadi
dan informasi dari orang terdekat klien.
Alasan peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
deskriptif yang bersifat studi kasus dikarenakan dalam penelitian ini
selain melakukan penelitian peneliti juga melakukan pemberian
bantuan konseling terhadap klien yang merupakan seorang pengurus
pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.
2. Subyek Penelitian
Subyek utama dalam penelitian adalah seorang pengurus
pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang yang gemar
bermalas malasan, pengurus tersebut bernama exsan (nama samaran),
Exsan merupakan salah seorang pengurus yang berada dalam bidang
pengembangan sumberdaya santri (PSDS) yaitu salah satu bidang yang
bertugas mengurusi kegiatan-kegiatan santri dalam pembelajaran dan
pengembangan serta potensi para santri di pondok pesantren Mamba’ul
Ma’arif Denanyar Jombang.
3. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam hal ini peneliti menggunakan 3 tahapan yaitu :
a. Tahap Pra Lapangan
Tahap ini merupakan satu langkah awal sebelum memasuki
lapangan, yaitu sebagai berikut : mendesain penelitian, artinya
penelitian terlebih dahulu membuat suatu bahan dan mendesain apa
yang akan dilakukan dalam penelitian, kemudian mensurvei lapangan,
membuat proposal penelitian, dan mengurus surat perizinan untuk
melakukan penelitian langsung di lapangan.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Pada tahap ini, peneliti melakukan hal-hal yang bersifat
dan pemberian bantuan konseling terhadap klien. Kemudian
mengumpulkan dan menyusun data-data dari hasil dilapangan.
c. Tahap Penyimpulan
Pada tahap ini peneliti menyusun hasil penelitian yang telah
dilakukan sesuai dengan hasil dilapangan, kemudian hasil dari
penelitian tersebut peneliti susun dengan sistematis dan rapi.
4. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Karena penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif studi
kasus yang bersifat deskritif, maka jenis data yang digunakan adalah
data yang bersifat non statistik dimana data yang diperoleh adalah
dalam bentuk kata verbal, catatan-catatan dan sedikit dalam bentuk
angka. Jenis data dalam penelitian ini adalah:
1. Menurut Burhan Bungin data primer adalah “data yang
diambil dari sumber data primer atau sumber pertama di
lapangan.”18 Disini peneliti akan menggali data tentang hal-hal yang berkaitan dengan diri klien seperti: kebiasaan
sehari-hari klien dan siapa teman terdekatnya, data ini akan
peneliti ambil dengan cara observasi, wawancara dan
pengumpulan dokumentasi terkait.
Selanjutnya data-data yang telah terkumpul akan di filtrasi
dan dianalisis lebih lanjut.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber data
kedua, yang diperoleh dari teman terdekat klien, ketua
bidang PSDS dan ketua pondok pesantren Mamba’ul
Ma’arif Denanyar Jombang. Kemudian data sekunder ini
akan peneliti gunakan sebagai pelengkap bahkan
pembanding dari data primer yang telah ada.
b. Sumber data
Sumber data adalah salah satu aspek yang paling penting
dalam penelitian. Kesalahan dalam menggunakan atau memahami
sumber data, maka data yang diperoleh juga akan meleset dari yang
diharapan. Ada dua jenis sumber data yang biasanya digunakan dalam
penelitian, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
1. Sumber data primer adalah sumber pertama dimana sebuah
data dihasilkan. Sumber pertama ini berasal dari klien yang
merupakan salah seorang pengurus bidang pengembangan
sumberdaya santri (PSDS) yang sedang mengalami masalah
di pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar
Jombang.
2. Sumber data sekunder adalah sumber data kedua sesudah
sumber data primer. Merupakan data yang tidak langsung
adalah orang-orang terdekat klien yang dipandang paham
dengan kondisi klien dan kesehariannya. Sumber data
sekunder ini dapat diperoleh dari ketua bidang PSDS dan
ketua pondok.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian
manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat
bantu utamanya. Maka dari itu observasi yakni kemampuan
seorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil
kerja pacaindra mata serta dibantu dengan pacaindra lainnya.
Peneliti menggunakan observasi nonpartisipan dan
kuasi partisipasi, dan bersifat terstruktur. dimana peneliti terjun
secara langsung mengamati subjek penelitian yang sedang
diteliti dan peneliti juga melakukan pengamatan tanpa
sepengetahuan subjek penelitian. Pengamatan dilakukan secara
langsung pada objek yang diobservasi, dengan bentuk
observasi terstruktur dimana peneliti telah mengetahui aspek
atau aktivitas apa yang akan diamati.19 b. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau
orang yang diwawancarai.20
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan
data apabila peneliti ingin mengetahui hal – hal dari responden
yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sekidit/kecil.
Peneliti akan mewawancarai Exsan (nama samaran) pengurus
yang sedang mengalami masalah bermalas malasan serta
beberapa pihak yang dirasa dapat membantu peneliti dalam
menyelesaikan tugasnya.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dukumen ini bisa berupa tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya dapat berupa catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera
dan biografi. Dokumen yang berbentuk gambar dapat berupa foto,
gambar hidup dan karya seni.21 6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara
sistematis traskrip-transkrip wawancara, observasi dan bahan-bahan
lainnya agar peneliti dapat menyajikan temuannya dengan baik dan
18 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hal. 133.
benar. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan pelacakan
data yang telah didapatkan untuk dilihat keabsahannya, kemudian
data-data yang terkumpul dianalisa serta kemudian hasil dari analisis
tersebut disusun secara sistematis agar hasil dari temuannya dapat
disajikan dengan baik dan benar.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
dilakukan secara kualitatif, data berupa observasi dan wawancara.
Adapun data yang akan dianalisis adalah data-data yang berkaitan
dengan aktivitas keseharian klien serta pola interaksi klien dengan
teman terdekatnya.22 7. Teknik Keabsahan Data
Guna mendapatkan pengakuan dan kredibilitas yang tinggi
serta data yang terkumpulkan dapat dipertanggungjawabkan maka
peneliti akan melakukan:
a. Perpanjangan pengamatan dengan cara mendatangi dan
diskusi dengan subjek penelitian, para informan terpercaya
dan pihak pihak yang dirasa mampu memberikan
keterangan lebih dalam terkait penelitian ini seperti ketua
pondok dan ketua bidang PSDS.
b. Melakukan pengamatan secara lebih cermat, mendalam dan
berkesinambungan.
c. Menggunakan bahan referensi yaitu berupa alat-alat
pendukung untuk membuktikan data yang telah dihimpun
oleh peneliti benar benar data yang objektif. Bisa berupa
kamera, foto bahkan dokumen hasil penelitian.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam penelitian ini agar menjadi bahan kajian yang mudah maka
peneliti menyusun sistematika pembahasannya sebagai berikut :
BAB I : Merupakan pendahuluan, yang menguraikan tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
definisi konsep, metode penelitian yang terdiri dari a) pendekatan dan jenis
penelitian, b) sasaran dan lokasi penelitian c) jenis dan sumber data d)
tahap-tahap penelitian e) teknik pengumpulan data, f) teknik analisis data
g) teknik keabsahan data. Kemudian pembahasan tentang sistematika
pembahasan
BAB II : merupakan tinjauan pustaka yang berisi kajian teoritik
yang membahas tentang teori yang digunakan untuk menganalisis masalah
yang peneliti angkat dan mengkaji serta memaparkan hasil penelitian
terdahulu yang relevan dengan judul penelitian yang diangkat oleh
BAB III: Merupakan penyajian data yang membahas tentang
deskripsi umum objek penelitian dan deskripsi hasil penelitian
“Bimbingan dan Konseling Islam dalam Pondok Pesantren (Penanganan
Masalah Terhadap Pengurus Yang Bermalas Malasan Di Pondok
Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang)”.
BAB IV: Merupakan analisis data yang mana analisis data yang
penulis buat merupakan analisis data yang relevan dan berupa pemaparan
pembahasan hasil penelitian.
BAB V :Merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
Pada bab ini memberikan gambaran secara jelas tentang kesimpulan dari
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORITIK
1. Bimbingan dan Konseling Islam
a. Pengertian Bimbingan
Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari
istilah Inggris guidance dan counseling. Dalam kamus bahasa
Inggris “guidance” dikaitkan dengan kata asal guide, yang
diartikan sebagai berikut: menunjukkan jalan (Showing the way),
memimpin (leading), menuntun (conducting), memberikan
petunjuk (giving instruction), mengatur (regulating), mengarahkan
(governing), memberikan nasehat (giving advice).
Bimo Walgito menyatakan bahwa “Bimbingan adalah
bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau
kelompok dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan
yang dialami oleh individu atau kelompok tersebut agar dapat
mencapai kesejahteraan dalam hidupnya”.22
Bimbingan dapat diberikan kepada siapa saja yang
membutuhkan pertolongan terhadap kesulitan-kesulitan yang
dihadapi oleh seseorang, pemberian bimbingan ini dapat dilakukan
dalam bentuk individu maupun kelompok terhadap
kesulitan-kesulitan yang sedang dialami oleh seseorang.
Adapun syarat-syarat bagi seorang pembimbing menurut
Achmad Juntika Nurihsan adalah sebagai berikut:
1). Seorang pembimbing harus bertaqwa kepada Allah Swt.
2). Menunjukkan keteladanan dalam hal yang baik.
3). Memiliki rasa kasih sayang dan kepedulian yang tinggi.
4). Dapat dipercaya, jujur dan ikhlas.
5). Senantiasa melengkapi diri dengan pengetahuan dan
informasi yang berkaitan dengan keperluan bimbingan.23
b. Pengertian Konseling
Dalam kamus bahasa Inggris, counseling dikaitkan dengan
kata counsel, yang diartikan sebagai berikut: nasehat (to abtain
counsel), anjuran (to give counsel), pembicaraan (to take counsel).
dengan demikian, counseling akan diartikan sebagai pemberian
nasehat, pemberian anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar
pikiran.
Dulu istilah konseling di Indonesia menjadi penyuluhan
(nasehat), akan tetapi istilah penyuluhan banyak digunakan pada
bimbingan lain, misalnya dalam penyuluhan pertanian, dan
penyuluhan keluarga berencana, yang sama sekali berbeda isinya
dengan yang dimaksud konseling sehingga agar tidak
menimbulkan salah paham istilah couselling tersebut langsung
diserap menjadi konseling.24
Mengenai kedudukan dan hubungan antara bimbingan dan
konseling terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang
bahwa konseling sebagai teknik bimbingan, dengan kata lain
konseling berada dalam bimbingan.
Djumhur menyatakan bahwa bimbingan merupakan
pencegahan munculnya masalah yang dialami oleh individu dengan
kata lain bimbingan sifat atau fungsinya preventif (pencegahan),
sedangkan konseling sifatnya kuratif dan korektif. Namun
bimbingan dan konseling dihadapkan pada obyek yang sama yaitu
problem sedangkan perbedaannya terletak pada perhatian dan
perlakuan dari masalah.25
c. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam
Samsul Munir Amin berpendapat bahwa Bimbingan dan
Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu
dan sistematis kepada setiap individu/kelompok agar dapat
mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya
secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang
24Isep Zainal Arifin, Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah Melalui Psikoterapi Islam (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada),hal. 49.
terkandung didalam Al-Qur’an dan hadith Rasulullah Saw kedalam
dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan
Al-Qur’an dan hadith.26
H.M. Arifin berpendapat bahwa bimbingan dan penyuluhan
agama adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang
mengalami kesulitan-kesulitan rohani dalam lingkungan
hidupnya.27 Sedangkan Achmad Mubarok berpendapat bahwa
bimbingan dan konseling Islam adalah usaha memberikan bantuan
kepada seseorang atau kelompok yang sedang mengalami kesulitan
lahir batin dalam menjalankan tugas-tugas hidupnya dengan
menggunakan pendekatan agama, yakni dengan membangkitkan
kekuatan getaran batin di dalam dirinya untuk mendorongnya
mengatasi masalah yang dihadapi.28
Dari berbagai pengertian tentang Bimbingan dan Konseling
Islam sebagaimana diatas, dapat dipahami bersama bahwa yang
membuat pembeda antara Bimbingan dan Konseling dengan
Bimbingan dan Konseling Islam adalah dalam Bimbingan dan
Konseling Islam terdapat nilai-nilai Islam yang diinternalisasikan
dan digunakan dalam melakukan proses bimbingan dan konseling,
25 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam (Jakarta: Amzah, 2010), hal.23. 27H.M. Arifin, Pokok Pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta: Bulan Bintang),hal.25.
sedangkan dalam Bimbingan dan Konseling tanpa Islam bersifat
umum dan tidak beracuan terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam
Islam (Al-Qur’an dan Sunnah). Dari beberapa definisi sebagaimana
diatas dapat diketahui bahwa bimbingan dan konseling Islam
adalah segala upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk
membantu orang lain dalam mengatasi masalahnya.
d. Unsur-unsur dalam Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan dan Konseling Islam mempunyai beberapa
unsur, antara yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan.
Unsur unsur tersebut yaitu konselor, masalah dan klien.
1. Konselor
Konselor adalah orang yang mempunyai potensi untuk
melakukan Bimbingan dan Konseling Islam. Sedangkan
menurut Aswadi konselor adalah “orang yang sangat bermakna
bagi konseli, konselor menerima apa adanya, bersedia sepenuh
hati membantu konseli dalam mengatasi masalahnya, agar
konseli dapat hidup sejahtera baik kesejahteraan dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.”29
Dari dua pendapat sebagaimana diatas dapat diketahui
bahwa konselor adalah orang yang memiliki pengetahuan yang
luas serta memiliki kewenangan untuk melakukan Bimbingan
dan Konseling Islam dalam rangka membantu konseli
mengatasi masalah yang sedang di hadapinya supaya konseli
dapat hidup sejahtera baik dunia maupun akhirat.
Dalam melakukan Bimbingan dan Konseling Islam,
keahlian konselor merupakan faktor utama dalam melakukan
proses konseling dengan konseli. Oleh karena itu konselor
seyogyanya memiliki karakteristik sebagaimana berikut:
a. Empati, artinya konselor dapat merasakan apa yang
dirasakan oleh konselinya.
b. Jujur, artinya konselor berbicara dan bertinda sesuai dengan
yang seharusnya.
c. Menghargai konseli dengan baik
d. Menerima konseli dengan apa adanya.
e. Memahami ekonomi dan budaya dari konseli.30
f. Sabar
g. Amanah, yaitu dapat dipercaya dan mampu menjaga
rahasia konseli, sebagaimana yang terdapat dalam asas asas
dalam Bimbingan dan Konseling.
h. Fatonah, artinya yaitu cerdas, berpegetahuan luas, cepat
tanggap, kreatif dan pintar.
i. Tabligh, yaitu menyampaikan apa yang semestinya harus
disampaikan.
j. Ramah, tidak mudah putus asa dan tidak mudah marah.
k. Adil, yakni mampu mendudukkan masalah konseli sesuai
dengan situasi dan kondisinya secara profesional.
l. Mampu mengendalikan diri sendiri, yakni menjaga
kehormatan diri sendiri dan kehormatan konseli nya.31
Dalam Bimbingan dan Konseling Islam seyogyanya
dilakukan oleh:
a. Ahli bimbingan dan konseling.
b. Ahli dalam psikologi.
c. Ahli dalam pendidikan.
d. Ahli dalam agama.
e. Ahli dalam medis.
f. Pekerja sosial.32
2. Klien/konseli
Klien adalah orang yang menghadapi masalah karena dia
sendiri tidak mampu menyelesaikan masalah yang sedang di
hadapinya.33 Sedangkan menurut Roger yang dikutip oleh
Latipun menyatakan bahwa klien adalah orang yang datang
30 Thohari Musnawar, Dasar Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam (Yogyakarta: UII Press, 1992), hal.43.
31Imam Sayuti Farit, Pokok-Pokok Bahasan Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah, tt, hal.14.
kepada konselor dan kondisinya sedang dalam keadaan cemas
atau tidak kongruen.34
Sehingga dapat diketahui bahwa klien adalah seseorang
yang mempunyai masalah dan membutuhkan seorang konselor
bertujuan untuk menyelesaikan masalahnya dikarenakan klien
tidak mampu menangani masalahnya sendiri.
Dalam penelitian ini maka yang menjadi klien adalah
seorang pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif yang
sedang mengalami masalah kemalasan dalam menunaikan
kewajibannya.
Adapun syarat-syarat klien adalah sebagai berikut:
a) Konseli harus mempunyai motivasi untuk menyelesaikan
masalahnya dan bersedia untuk dibicarakan dengan
konselor.
b) Keinsafan menjadi tanggungjawab yang di emban oleh
konseli guna untuk mencari penyelesaian terhadap masalah
yang dihadapinya.
c) Keberanian dan kemampuan untuk mengungkapkan semua
permasalahan yang telah terjadi kepadanya.35
3. Masalah
33 Latipun, Psikoliogi Konseling (Malang:Press 2001), hal.52.
Masalah Menurut Suryabrata merupakan kesenjangan
antara harapan (das sollen) dengan kenyataan (das sein), antara
kebutuhan dengan yang tersedia, antara yang seharusnya (what
should be) dengan yang ada (what it is), dan dapat pula
didefinisikan sebagai sesuatu yang menghalangi tercapainya
tujuan.
Dalam kamus konseling Sudarsono memberikan
pengertian bahwa masalah adalah “suatu keadaan yang
mengakibatkan seseorang atau kelompok mengalami kerugian
atau sakit.”36
Masalah-masalah yang dihadapi oleh seseorang/klien
berasumber dari berbagai faktor mulai dari faktor perkawinan
dan keluarga, ekonomi dan pekerjaan, masalah sosial,
pendidikan dan politik serta masalah keagamaan.
Dalam penelitian ini maka masalahnya adalah sikap
malas dalam menunaikan kewajiban yang dialami oleh seorang
pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar
Jombang dan permasalahan inilah yang akan diteliti dan
diusahakan solusinya oleh peneliti.
e. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam
Pada dasarnya tujuan dari bimbingan dan konseling Islam
adalah untuk membantu seseorang dalam menyelesaikan masalah
yang dialami oleh seseorang dan dia tidak mampu untuk
menyelesaikan masalahnya sendiri, bantuan tersebut diberikan
dengan menggunakan nilai-nilai Islam dalam penanganannya
sehingga klien dapat merasakan kebahagiaan di dunia dan akhirat
nanti.37
Aunur Raqim Faqih membagi tujuan bimbingan dan
konseling Islam menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun
tujuan umum dari bimbingan dan konseling Islam adalah
membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia
seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat.
Tujuan khusus bimbingan dan konseling Islam adalah:
1. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah
2. Membantu individu mengatasi masalah yang dihadapi
3. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi
dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau
menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber
masalah bagi dirinya dan orang lain.38
Tujuan konseling Islam menurut Hamdani Bakran Adz-Dzuki,
adalah :
1. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan,
dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak
dan damai (muthmainah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan
mendapatkan pencerahan taufik serta hidayah Tuhannya
(mardhiyah)
2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan
kesopanan, tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik
pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja,
maupun lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu
sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi,
kesetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih sayang.
4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu
sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat
taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala
perintah-Nya, serta ketabahan untuk menerima ujian-Nya.
5. Untuk menghasilkan potensi ilahiyyah, sehingga dengan
potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah
dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi
lingkungan pada berbagai aspek kehidupan.
Sedangkan untuk fungsi bimbingan dan konseling Islam
Achmad Mubarok menyebutkan fungsi bimbingan dan konseling
Islam adalah sebagai berikut:
1. Fungsi preventif, yakni membantu individu menjaga atau
mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.
2. Fungsi kuratif atau korektif, membantu individu memecahkan
masalah yang sedang di hadapi atau di alami.
3. Fungsi preservatif, yaitu membantu klien yang sudah sembuh
agar tetap sehat dan tidak mengalami problem yang pernah
dihadapi.
4. Fungsi developmental atau pengembangan, yakni membantu
individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi
yang telah baik agar tetap baik dan menjadi lebih baik,
sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab munculnya
masalah baginya.39
Berdasarkan fungsi bimbingan dan konseling Islam diatas,
terlihat bahwa substansi layanan tersebut adalah untuk
memecahkan setiap persoalan yang dihadapi oleh peserta
didik/klien dalam kehidupan sehari-hari serta mengusahakan
sedapat mungkin agar masalah yang sama tidak terulang lagi dan
agar klien dapat berkembang dengan optimal.
Menurut Prayitno dan Erman Amti Fungsi bimbingan dan
konseling yaitu “fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi
pengentasan, fungsi pemeliharaan dan fungsi pengembangan.”40
f. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam
Prayitno dan Erman Amni menegaskan bahwa asas
bimbingan dan konseling Islam adalah kaidah kaidah yang harus
diterapkan dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan
konseling. Menurut prayitno dan Erman Amni “bimbingan dan
konseling memiliki asas asas sebagai berikut: asas kerahasiaan,
Asas kesukarelaan, Keterbukaan, Kekinian, kemandirian, kegiatan,
kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, ahli tangan, dan
tutwuri handayani.”41
g. Jenis Jenis Masalah Individu
Pada sub bab ini peneliti akan memaparkan jenis-jenis
masalah yang dialami oleh seseorang. Djumhur berpendapat bahwa
40Prayitno,Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling(Jakarta:Rineka Cipta),hal.197.
dalam bimbingan dan konseling Islam terdapat beberapa jenis
masalah yang dialami oleh individu, masalah-masalah individu
tersebut yaitu: 1). masalah pekerjaan, 2). Masalah pengajaran atau
belajar, 3). Masalah pendidikan, 4). Masalah penggunaan waktu
senggang, 5). Masalah sosial dan 6). Masalah pribadi.42 Pada
penelitian ini jenis masalah yang diteliti oleh penulis adalah
masalah yang berkaitan dengan individu dan sosial, dimana
seorang klien mengalami masalah kemalasan yang berasal dari
dalam dirinya dan dari pengaruh lingkungan sekitarnya.
h. Jenis-jenis Bimbingan
Djumhur menjelaskan bahwa bimbingan memiliki beragam
jenis, jenis jenis bimbingan tersebut yaitu: 1). Bimbingan
pengajaran, 2). Bimbingan pendidikan 3). Bimbingan pekerjaan 4).
Bimbingan sosial dan 5). Bimbingan menggunakan waktu
senggang.43
i. Pendekatan dan Teknik TRE
Pendekatan terapi rasional emotif sebagaimana yang
dijelaskan oleh Agus Santoso merupakan “model terapi dedaktik,
berorientasi kognitif-psikomotorik, menekankan peran pikiran,
sistem kepercayaan sebagai akar masalah pribadi.”44 Pandangan
tersebut juga diperkuat oleh Gerald Corey yang menyatakan bahwa
“pendekatan rasional emotif adalah aliran psikoterapi yang
berlandaskan asusmsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi,
baik untuk berfikir rasional dan jujur maupun untuk berfikir
irasional dan jahat”45
Terapi ini memiliki konsep dasar bahwa manusia sehat
adalah manusia yang dapat menggunakan akal fikirannya dengan
sempurna dan sebaliknya manusia yang sakit adalah mereka yang
berfikir, bersikap dan berperilaku irrasional, hal ini dikarenakan
manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan buruk.
Terapi ini didirikan oleh Albert Ellis. Dalam praktik penelitiannya
nanti peneliti akan menggunakan pendekatan TRE dengan teknik
dialog dan diskusi pengembangan berfikir analitik. Terapi ini
secara tersirat terdapat pada Al-Quran QS. Al-Maidah:100
ﻲِﻟوُأ ﺎَﻳ َﻪﱠﻠﻟا اﻮُﻘﱠـﺗﺎَﻓ ِﺚﻴِﺒَﺨْﻟا ُةَﺮْـﺜَﻛ َﻚَﺒَﺠْﻋَأ ْﻮَﻟَو ُﺐﱢﻴﱠﻄﻟاَو ُﺚﻴِﺒَﺨْﻟا يِﻮَﺘْﺴَﻳ ﻻ ْﻞُﻗ
ﻮُﺤِﻠْﻔُـﺗ ْﻢُﻜﱠﻠَﻌَﻟ ِبﺎَﺒْﻟﻷا
َن
)
١٠٠
(
46
Artinya: katakanlah (Muhammad), “tidaklah sama yang
buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu
44 Agus Santoso, Konseling Spiritual (Surabaya:Prodi Bimbingan dan Konseling Islam,tt), hal.85.
45Gerald Corey, Teori & Pratek Konseling & Psikoterapi (Bandung:PT.Eresco,1997),hal.241.
menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah wahai
orang-orang yang mempunyai akal sehat, agar kamu beruntung.”
Dalam praktinya nanti peneliti juga akan melakukan
tahapan-tahapan dalam terapi ini sebagaimana yang ditegaskan
oleh Agus Santoso tahapan terapi TRE yaitu: “1. Kenali karakter
pikiran, 2. Tunjukan pada klien bahwa pikiran, perasaan dan
perilakunya irrasional,3. Hapuskan pikiran, perasaan dan perilaku
irasional, 4. Isikan dengan pembiasaan berfikir, berperasaan dan
berperilaku rasional,5. Pemantapan.”47
j. Tahap-Tahap dalam Proses Bimbingan dan Konseling Islam
Dalam proses bimbingan dan konseling Islam terdapat
beberapa proses yang sebaiknya, bahkan seharusnya dijalankan
oleh seorang konselor dalam menjalankan tugasnya, agar proses
bimbingan dan konseling dapat berjalan dengan baik dan hasil
yang diperoleh oleh kedua belah pihak terutama bagi konseli dapat
maksimal, maka ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh
seorang konselor dalam menjalankan proses bimbingan dan
konseling, tahapan-tahapan menurut Tohirin yaitu:
1. Menentukan Masalah
Yaitu langkah untuk mengetahui kasus, tanda-tanda
atau gejala yang nampak. Pada langkah ini peneliti
mengidentifikasi masalah yang dialami oleh kliennya seperti:
kebiasaan sehari-hari klien, siapa teman terdekat klien dan hal
lain yang sekiranya diperlukan klien dalam proses penyelesaian
masalahnya. Langkah ini dapat ditempuh dengan wawancara
baik secara langsung kepada klien maupun orang terdekatnya.
2. Pengumpulan data
Yaitu proses mengumpulkan data data yang berkaitan
dengan permasalahan yang dialami oleh konseli, data yang
dikumpulkan haruslah data yang memiliki kaitan dengan
konseli, menyeluruh dan akurat. Data data ini seperti data diri,
data pendidikan, kesehatan dan data lingkungan.
3. Analisis data
Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya yaitu
melakukan analisa terhadap data data yang terkumpul sehingga
didapat sebuah analisa data sementara yang valid dan sesuai
dengan sebenarnya yang terjadi pada klien.
Merupakan usaha konselor menetapkan latar belakang
masalah atau faktor faktor sesungguhnya yang menjadi
penyebab timbulnya masalah pada klien.
5. Prognosis
Setelah diketahui faktor-faktor penyebab timbulnya
masalah pada diri klien selanjutnya konselor menetapkan
langkah-langkah bantuan yang akan diambil dan enis bantuan
yang relevan dengan permasalahan klien. Berdasarkan
ketetapan dalam diagnosa dan analisa berbagai informasi yang
telah dikumpulkan, langkah berikutnya adalah merencanakan
bantuan yang akan diberikan sesuai dengan hasil dari proses
identifikasi masalah dan diagnosa. Dalam perencanaan
pemberian bantuan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:
1). Perlu merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan
bantuan yang akan diberikan. Penetapan tujuan ini hendaknya
yang jelas, sederhana, operasional, bertahap, ada jangka
panjang dan jangka pendek sehingga mudah dievaluasi.
2). Harus bertitik tolak dari permasalahan, kenyataan,
kekuatan, dan keterbatasan yang ada pada diri klien.
3). Harus memperhatikan faktor-faktor penunjang dan
digunakan b) siapa yang efektif dan tepat untuk memberikan
bantuan dan siapa yang perlu dilibatkan dalam proses
bimbingan c) dimana dan kapan bantuan tersebut tepat
diberikan d) apa strategi pendekatan yang tepat, metode yang
tepat serta materi bimbingan yang tepat. Perencanaan
pemberian bantuan hendaknya yang realistis, dapat dilakukan
dan tersedia fasilitas yang mendukung.
6. Terapi
Merupakan langkah penerapan perencanaan (prognosa),
menerapkan berbagai alternatif pemecahan masalah sesuai
dengan hasil prognosa yang telah diperoleh.
7. Evaluasi atau Follow Up
Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan, keberhasilan dan tercapainya tujuan bimbingan
yang telah dirumuskan setelah diberikan layanan bimbingan.
Apakah strategi yang telah dilaksanakan tepat atau tidak,
hambatan apa yang ada dan sebagainya.
Dari hasil evaluasi, selanjutnya perlu diadakan tindak
disempurnakan, dapatkah proses bimbingan diakhiri ataukah
perlu adanya pelimpahan (referral) kepada petugas lain.48
Sehingga dari langkah-langkah sistematis tersebut besar
kemungkinan layanan bimbingan dan konseling Islam dapat
menuai hasil yang maksimal.
2. Pesantren
a. Pengertian Pesantren
Menurut Zamakhsyari Dhofier “Pesantren merupakan
gabungan dari kata pe-santri-an yang berarti tempat santri,
sehingga dapat dipahami bahwa pondok pesantren adalah tempat
atau asrama bagi santri yang mempelajari agama dari seorang Kyai
atau Syaikh.”49 Ridlwan Nasir dalam bukunya mengatakan bahwa
pondok pesantren adalah “lembaga keagamaan, yang memberikan
pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan
menyebarkan ilmu agama Islam.”50
47 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal.301-305.
48 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren,Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta:LP3ES,1994),hal.18.
Nurcholish Madjid menegaskan bahwa pondok pesantren
adalah “artefak peradaban Indonesia yang dibangun sebagai
institusi pendidikan keagamaan bercorak tradisional, unik, dan
indigenous (asli).”51
b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Pondok Pesantren
Tujuan pendidikan pesantren menurut Mastuhu adalah
menciptakan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi
masyarakat atau berhikmat kepada masyarakat dengan jalan
menjadi kawula atau menjadi abdi masyarakat, mampu berdiri
sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama
atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah
masyarakat, serta mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan
kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang
ingin dituju ialah kepribadian mukhsin, bukan sekedar muslim.52
Sedangkan menurut M.Arifin bahwa tujuan didirikannnya
pendidikan pesantren pada dasarnya terbagi pada dua yaitu:
1. Tujuan Khusus
50 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), hal. 10.
Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi
orang ‘alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh Kyai
yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam
masyarakat.
2. Tujuan Umum
Yakni membimbing anak didik agar menjadi
manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan
ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat
sekitar dan melalui ilmu dan amalnya.
Sedangkan fungsi pendidikan pondok pesantren secara
umum adalah untuk transmisi dan tranfer ilmu ilmu keIslaman,
pemeliharaan tradisi Islam dan reproduksi ulama.53
c. Karakteristik Pondok Pesantren
Segala sesuatu termasuk sebuah instansi pemerintahan
maupun pendidikan pasti memiliki karakteristik sebagai ciri khas
yang dimiliki lembaga tersebut, begitu pula dengan pesantren,
karakteristik atau ciri-ciri umum pondok pesantren adalah
sebagaimana yang dikemukakan oleh Mastuhu sebagai berikut:
1. Adanya kiai/pengasuh dan pengajar
2. Adanaya pengurus
3. Adanya santri
4. Adanya masjid
5. Adanya pondok atau asrama
Sedangkan ciri-ciri khusus pondok pesantren adalah isi
kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya
ilmu sintaksis Arab, morfologi arab, hukum islam, tafsir Hadis,
tafsir Al-Qur’an dan lain-lain.54
Dalam penjelasan yang lain sebagaimana yang telah
diungkapkan oleh Muhktar Maksum bahwa ciri-ciri pesantren dan
juga pendidikan yang ada didalamnya:
1. Adanya hubungan akrab antar santri dengan kiainya.
2. Adanya kepatuhan santri kepada kiai.
3. Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan
dalam lingkungan pesantren.
4. Kemandirian sangat terasa dipesantren.
5. Jiwa tolong-menolong dan suasana persaudaraan sangat
mewarnai pergaulan di pesantren.
6. Disiplin sangat dianjurkan.
7. Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia. Hal ini
sebagai akibat kebiasaan puasa sunat, zikir, dan i’tikaf,
shalat tahajud dan lain-lain.
8. Pemberian ijazah, yaitu pencantuman nama dalam satu
daftar rantai pengalihan pengetahuan yang diberikan
kepada santri-santri yang berprestasi.55
Ciri-ciri diatas menggambarkan pendidikan pesantren
dalam bentuknya yang masih murni (tradisional). Adapun
penampilan pendidikan pesantren sekarang yang lebih beragam
merupakan akibat dinamika dan kemajuan zaman telah mendorong
terjadinya perubahan terus-menerus, sehingga lembaga tersebut
melakukan berbagai adopsi dan adaptasi sedemikian rupa. Tetapi
pada masa sekarang ini, pondok pesantren kini mulai menampakan
eksistensinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang mumpuni,
yaitu didalamnya didirikan sekolah, baik formal maupun
nonformal begitu pula yang terdapat di pondok pesantren
Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.
Dengan adanya tranformasi, baik kultur, sistem dan nilai
yang ada di pondok pesantren, maka kini pondok pesantren yang
dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi
khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas
kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi
ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan
yang drastis, misalnya: 1. Perubahan sistem pengajaran dari
perseorangan atau sorogan menjadi sistem klasikal yang kemudian
sering dikenal dengan istilah madrasah (sekolah). 2. Pemberian
pengetahuan umum disamping masih mempertahankan
pengetahuan agama dan bahasa arab. 3. Bertambahnya komponen
pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat, kesenian yang
Islami. 4. Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah)
sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian
syahadah tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.
d. Tipologi Pondok Pesantren
Seiring dengan laju perkembangan masyarakat maka
pendidikan pesantren baik tempat, bentuk, hingga substansi telah
jauh mengalami perubahan. Pesantren tidak lagi sesederhana
seperti apa yang digambarkan seseorang, akan tetapi pesantren
dapat mengalami perubahan sesuai dengan pertumbuhan dan
Menurut Nurcholis Madjid ada beberapa pembagian
tipologi pondok pesantren yaitu :
1. Pesantren Salafi
Merupakan pesantren yang tetap mempertahankan
pelajaran dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan
pengetahuan umum. Model pengajarannya pun
sebagaimana yang lazim diterapkan dalam pesantren salaf
yaitu dengan metode sorogan dan weton.
2. Pesantren Khalafi
Yaitu pesantren yang menerapkan sistem
pengajaran klasikal (madrasi) memberikan ilmu umum
dan ilmu agama serta juga memberikan pendidikan
keterampilan.
3. Pesantren Kilat
Yaitu pesantren yang berbentuk semacam training
dalam waktu relatif singkat dan biasa dilaksanakan pada
waktu libur sekolah. Pesantren ini menitik beratkan pada
keterampilan ibadah dan kepemimpinan. Sedangkan santri
terdiri dari siswa sekolah yang dipandang perlu mengikuti
4. Pesantren terintegrasi
Yaitu pesantren yang lebih menekankan pada
pendidikan vocasional atau kejuruan sebagaimana balai
latihan kerja di Departemen Tenaga Kerja dengan program
yang terintegrasi. Sedangkan santri mayoritas berasal dari
kalangan anak putus sekolah atau para pencari kerja.56
e. Prinsip-Prinsip Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Mastuhu menyatakan bahwa sistem yang ditampilkan
dalam pondok pesantren mempunyai keunikan dibandingkan
dengan sistem yang diterapkan dalam lembaga pendidikan pada
umumnya, yaitu:
1. Theocentric, yaitu sistem pendidikan pesantren
mendasarkan filsafat pendidikannya pada filsafat
theocentric, sebuah pandangan yang menyatakan bahwa
semua kejadian berasal, berproses dan kembali pada
kebenaran Tuhan.
2. Sukarela dan mengabdi, artinya terdapat jiwa
keikhlasan yang tinggi yang terdapat pada kyai dan para
guru-gurunya.
3. Kearifan, kearifan yang dimaksud disini adalah
bersikap dan berperilaku sabar, rendah hati, patuh pada
ketentuan hukum agama, mampu mencapai tujuan tanpa
merugikan orang lain dan mendatangkan manfaat bagi
kepentingan bersama.
4. Kesederhanaan, artinya pesantren menitikberatkan akan
pentingnya penampilan sederhana sebagai salah satu
nilai luhur pesantren dan menjadi pedoman perilaku
sehari-hari bagi warga pesantren.
5. Kolektifitas yang menkankan pentingnya kebersamaan
dalam segala hal..57
3. Masalah
a. Pengertian Masalah
Masalah Menurut Suryabrata merupakan kesenjangan
antara harapan (das sollen) dengan kenyataan (das sein), antara
kebutuhan dengan yang tersedia, antara yang seharusnya (what
should be) dengan yang ada (what it is), dan dapat pula
didefinisikan sebagai sesuatu yang menghalangi tercapainya
tujuan. Dalam kamus konseling Sudarsono memberikan pengertian
bahwa masalah adalah suatu keadaan yang mengakibatkan
seseorang atau kelompok mengalami kerugian atau sakit.58
B. Penelitian Dahulu Yang Relevan
Setelah penulis mengadakan penelusuran dari berbagai literatur
ilmiah, maka dibawah ini penulis sampaikan hasil dari beberapa penelitian
terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan oleh
penulis.
1. “Bimbingan dan Konseling Islam dengan fungsi perseverative
(pengembangan) dalam meningkatkan protean career pada
seorang guru di sekolah menengah pertama (SMP) Dharma
Wanita Surabaya.”59
Dalam penelitian ini terdapat kesamaan dan perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis, diantara persamaan dan
perbedaan adalah sebagai berikut:
a. Persamaan
Dalam penelitian tersebut terdapat kesamaan dengan penelitian
yang diadakan oleh penulis diantarannya yaitu sama-sama
menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dan
memiliki kesamaan dalam hal masalah yang dialami oleh
seorang guru yang memiliki sikap mudah goyah dan tidak
57 Sudarsono, Kamus Konseling (Jakarta:PT. Rineka Cipta,1997), hal.138.
59A’isyah Lya Areta, “Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Fungsi Perseverative (Pengembangan) Dalam Meningkatkan Protean Career Pada Seorang Guru Di Sekolah
teguh dalam menjalankan tugasnya sehingga muncullah sikap
bermalas-malasan dikarenakan hati yang mudah goyah dengan
beberapa penawaran, hobi dan peluang karir atau pekerjaan
yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, sehingga
berakibat terhadap kegelisahan dan kebingungan individu
dalam menjalani karir yang telah dipilihnya.
b. Perbedaan
Perbedaannya terdapat dalam subyeknya jika dalam penelitian
diatas yang mengalami permasalahan kegoyahan dan
ketidakpastian dikarenakan banyaknya peluang dan keinginan
adalah seorang guru, maka dalam penelitian yang diadakan
oleh penulis, subyek yang mengalami masalah adalah pada
seorang pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif dalam
hal naik turunnya semangat dan sikap malas yang berlebihan.
2. “Bimbingan dan Konseling Islam dengan pendekatan reward
dan punisment dalam mengatasi perilaku santri yang
melanggar peraturan di pondok pesantren modern Al-Islam
Nganjuk.”60
Dalam penelitian tersebut terdapat beberapa kesamaan dan
perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis,
diantara persamaan dan perbedaannya adalah sebagai berikut:
a. Persamaan
Dalam penelitian tersebut memiliki persamaan dalam hal
subyek yang mengalami permasalahan yaitu seorang
pengurus yang terdapat di pondok pesantren modern
Al-Islam, dan sama sama menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif.
b. Perbedaan
Dalam penelitian tersebut hal yang membedakan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh penulis adalah dalam
hal permasalahan yang dihadapi oleh pengurus, jika dalam
penelitian diatas masalah yang dialami oleh pengurus
adalah sikap tidak peduli dan apatis, maka permasalahan
yang dialami oleh pengurus yang terdapat di lembaga
pesantren yang menjadi obyek penelitian penulis adalah
sikap ketidakkedisiplinan dan bermalas-malasan dalam
menjalankan kegiatan, keseriusan dalam proses belajar
mengajar.
3. Bimbingan dan Konseling Islam dengan teknik Tatsqif untuk
mengatasi sikap enggan dalam sholat berjamaah pada
santriwan asrama mahasiswa Islam Darr-Najah Wonocolo
Surabaya,61
Darr-Dari penelitian tersebut didapat beberapa persamaan dan
perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis,
beberapa kesamaan dan perbedaan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Persamaan
Persamaan yang terdapat dalam penelitian tersebut yaitu
penelitian dilakukan di pondok pesantren dan yang
mengalami permasalahan adalah pengurus, sama seperti
penelitian yang dilakukan oleh penulis yang dilakukan di
pesantren dan obyek penelitiannya adalah pengurus,
penelitian diatas juga menggunakan pendekatan kualitatif
sama halnya dengan yang dilakukan oleh penulis.
b. Perbedaan
Jika dalam penelitian diatas permasalahannya adalah santri
yang enggan melaksanakan shalat berjamaah dan teknik
penyelesaiannya adalah dengan teknik tatsqif, maka dalam
penelitian yang dilakukan oleh penulis masalah yang
dialami oleh pengurus adalah perihal semangat dalam
menjalankan amanah kepengurusan, dan kedisiplinan, serta
peneliti hanya bersifat eksploratif deskriptif studi kasus
dalam melakukan penelitiannya.
49
BAB III
PENYAJIAN DATA
A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Setelah penulis melakukan penelitian di pondok pesantren
Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang asrama Induk Putra, maka
dalam bab ini peneliti akan memaparkan terlebih dahulu deskripsi
lokasi penelitian sebagai bagian dari isi skripsi ini.
Pondok pesantren Mamba’ul Maarif Denanyar Jombang berada
di pintu barat kota Jombang. Berlokasi di tepi jalan raya Jombang –
Megaluh, sekitar 3 km arah barat kota. Sebagai pintu masuk dari
wilayah pesisir barat sungai Brantas (Megaluh, Perak,
Bandarkedungmulyo, Kertosono, Nganjuk), pondok pesantren
Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang juga cukup terkenal karena
didirikan oleh KH Bisri Syansuri (Mbah Bisri), salah satu dari tiga
tokoh pendiri NU. Di pesantren ini pula tempat lahirnya Gus Dur (KH
Abdurrahman Wahid) tokoh besar NU yang merupakan cucu dari
Mbah Bisri itu sendiri.
Pondok pesantren Denanyar dirintis oleh KH Bisri Syansuri