• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DALAM PONDOK PESANTREN “PENANGANAN MASALAH KEMALASAN TERHADAP PENGURUS DI PONDOK PESANTREN MAMBA’UL MA’ARIF DENANYAR JOMBANG”.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DALAM PONDOK PESANTREN “PENANGANAN MASALAH KEMALASAN TERHADAP PENGURUS DI PONDOK PESANTREN MAMBA’UL MA’ARIF DENANYAR JOMBANG”."

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PESANTREN

“PENANGANAN MASALAH KEMALASAN TERHADAP PENGURUS DI PONDOK PESANTREN MAMBA’UL MA’ARIF DENANYAR

JOMBANG”

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

AKHMAD SYAHRONI AMANULLAH B53212068

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Akhmad Syahroni Amanullah (B53212068), Bimbingan dan Konseling Islam Dalam Pondok Pesantren (Penanganan Masalah Kemalasan Terhadap Pengurus di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang).

Fokus penelitian adalah (1) Apa faktor yang menjadikan salah seorang pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang bermalas malasan? (2) Bagaimana proses pemberian bantuan konseling terhadap seorang pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif itu berjalan?

Berdasarkan fokus penelitian tersebut maka penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang menyebabkan pengurus pondok pesantren bermalas-malasan dalam menjalankan amanah kepengurusan, serta mengetahui dan memahami bagaimana proses bimbingan dan konseling Islam dalam memberikan bantuan terhadap pengurus yang bermalas-malasan itu berjalan. Sesuai dengan fokus penelitian, maka dalam penelitian ini peneliti hanya memaparkan faktor-faktor yang menjadikan pengurus pondok pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang bermalas-malasan dan mendeskripsikan bagaimana praktik bimbingan dan konseling Islam dalam menangani masalah kemalasan yang sedang dialami oleh pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang berjalan. Ternyata, setelah peneliti melakukan penelitian faktor-faktor yang menyebabkan pengurus pondok pesantren bermalas-malasan adalah: 1. Faktor pengurus di pondok pesantren yang kurang kondusif dan produktif, 2. Kebiasaan klien yang sering begadang 3. Klien yang tertutup dan tertekan dengan lingkungan pesantren. 4. Pengasuh yang jarang di pondok pesantren. Sedangkan untuk proses konseling alhamdulillah klien sudah dapat berubah menjadi pribadi yang rasional dan mulai menjalankan amanah kepengurusan beserta anggota yang lainnya.

Dari hasil penelitian yang diadakan oleh peneliti, maka penelitian ini cukup berhasil hal tersebut dapat diketahui dari perubahan pola berfikir serta tindakan klien yang awalnya irrasional menjadi pola fikir dan tindakan yang rasional serta dapat menjalankan tugas pengurusan dengan baik.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Persetujuan Pembimbing Skripsi ... ii

Pengesahan Tim Penguji Ahli ... iii

Motto.. ... iv

Persembahan ... v

Pernyataan Otentisitas Skripsi ... vi

Abstrak ... vii

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Definisi Konsep... 5

F. Metode Penelitian... 8

G. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 17

A. Kajian Teoritik... 17

1. Bimbingan dan Konseling Islam... 17

a. Pengertian Bimbingan... 17

b. Pengertian Konseling... 18

c. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam... 19

d. Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling Islam... 21

e. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam... 25

f. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam ... 29

g. Jenis Jenis Masalah Individu ... 29

h. Jenis Jenis Bimbingan ... 30

i. Pendekatan dan Teknik TRE ... 30

(8)

2. Pesantren ... 36

a. Pengertian Pesantren ... 36

b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Pondok Pesantren 36 c. Karakteristik Pondok Pesantren ... 38

d. Tipologi Pondok Pesantren ... 41

e. Prinsip Prinsip Sistem Pendidikan Pondok Pesantren ... 42

3. Masalah ... 44

a. Pengertian Masalah ... 44

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 44

BAB III PENYAJIAN DATA... 49

A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian ... 49

1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 49

2. Deskripsi Pengurus Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif ... 52

3. Tugas Pengurus Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif ... 55

4. Deskripsi Santri dan Rutinitas Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif ... 61

5. Visi, Misi dan Tujuan Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif ... 63

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 65

1. Identitas Klien dan Keluarganya ... 65

2. Deskripsi Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam Terhadap Masalah Kemalasan yang Dialami Oleh Pengurus Pesantren Mamba’ul Ma’arif ... 68

3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Klien Malas ... 84

4. Tahapan-Tahapan Konseling Dalam Menangani Klien ... 85

BAB IV ANALISIS DATA... 90

A. Analisis Tentang Bimbingan dan Konseling Islam Dalam Pondok Pesantren; Penanganan Masalah Kemalasan Terhadap Pengurus di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang ... 90

(9)

2. AnalisisProses Bimbingan dan Konseling

Islam Dalam Menangani Pengurus yang Mengalami Masalah Kemalasan di Pondok Pesantren

Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang ... 94

BAB V PENUTUP... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran-Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Asal usul pesantren tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh Walisongo abad XV-XVI. Seperti yang telah dikemukakan oleh

Abdurrahman Mas’ud dia berpendapat bahwa Pesantren merupakan

lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang dikembangkan secara

indigenous oleh masyarakat Indonesia. Karena pada dasarnya pesantren

merupakan sebuah produk budaya masyarakat Indonesia yang menyadari

akan arti penting pendidikan bagi warga pribumi yang tumbuh secara

natural.3 Sebagai tempat pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan budayanya yang kental akan khazanah Islam, maka pendidikan

ala pesantren ini sangat cocok untuk diterapkan bagi warga Indonesia itu

sendiri.

Ditambah dengan tujuan pendidikan pesantren menurut Mastuhu

yaitu “menciptakan kepribadian muslim, kepribadian yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat,

berhikmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi abdi masyarakat.”4

3 Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi (Yogyakarta: LkiS, 2004), hal. 49.

(11)

Kemudian secara spesifik Mastuhu menyatakan bahwa “beberapa

pondok pesantren merumuskan beragam tujuan pendidikannya kedalam

tiga kelompok, yaitu pembentukan akhlak/kepribadian yang baik,

penguatan kompetensi santri, dan penyebaran ilmu.”5 Tidak terkecuali tujuan atau visi misi yang dimiliki oleh pondok pesantren Mamba’ul

Ma’arif Denanyar Jombang yaitu membina kepribadian santri yang

beriman, berilmu dan beramal sholeh.6

Diantara lembaga dan pola pendidikan agama yang ada, dapat

diketahui bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang menjunjung

tinggi dan mengejahwantakan nilai Islam didalamnya, terutama

nilai-nilai Islam yang dibawah oleh Wali Songo dan ulama salaf baik dalam

model pembelajarannya, budaya dalam berinteraksinya dan pola didik

serta pola asuh yang diterapkan kepada para santrinya.

Begitu pula budaya dan pola didik yang ada di pondok pesantren

Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang, sebagai sebuah pondok pesantren

yang telah berdiri sejak tahun 1917 di bumi Indonesia ini pesantren

Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang juga memiliki budaya dan pola

asuh yang sarat akan nilai-nilai Islam dan ajaran-ajaran Ulama salaf di

dalamnya.7 Seperti pengajian kitab kuning, pemberian hukuman dengan

3 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS,1994), hal.45-46.

4 Hasil wawancara dengan ketua pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Asrama Induk Putra, 09 April 2016, pukul.21.00 Wib.

(12)

cara menghafal nadhoman dan surat-surat pendek serta pemberian nasehat

terhadap santri santri yang malas dan melakukan pelanggaran oleh

pengurus dan pengasuh pondok pesantren.

Selain memiliki tujuan, visi dan misi yang jelas pondok pesantren

Mamba’ul Ma’arif juga memiliki sarana dan prasarana yang cukup

memadai untuk perlengkapan para santri dan pengurusnya, baik

perlengkapan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun untuk

keperluan belajar mengajar. Tidak hanya itu pondok pesantren Mamba’ul

Ma’arif juga memiliki sumberdaya pengurus dan guru pengajar yang

cukup memadai, hal tersebut dapat diketahui dari jumlah pengurus yang

ada yaitu 36 pengurus dan 29 guru pengajar.8 Sebagai pondok pesantren yang bertipologi salaf maka kitab yang digunakan sebagai bahan ajar juga

kitab-kitab klasik yang biasa disebut dengan kitab kuning.

Namun, dari segala kelebihan sumberdaya pengurus, guru dan

sarana prasarana yang dimiliki oleh pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif

Denanyar Jombang, terdapat masalah yang dialami oleh seorang pengurus

pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif. Masalah yang dialami oleh seorang

pengurus tersebut yaitu sikap bermalas malasan yang dialami oleh seorang

pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang dalam

menjalankan tugas kepengurusannya. Sebagaimana yang telah dijelaskan

dalam agama Islam bahwa malas atau bermalas malasan adalah salah satu

(13)

dari sifat tercela (mazmumah) yang harus dihindari oleh seorang muslim.

Karena sifat malas dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

Berdasarkan kasus inilah peneliti sebagai mahasiswa bimbingan

dan Konseling Islam tertarik untuk mengadakan penelitian sekaligus

berusaha menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh salah satu

pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.

Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan penelitian serta usaha

untuk melakukan praktik konseling dalam menangani pengurus yang

bermalas-malasan, sehingga dari hasil penelitian tersebut peneliti dapat

mengetahui berbagai faktor yang menyebabkan orang tersebut bermalas

malasan dan peneliti dapat membantu klien dalam menangani masalahnya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah sebagaimana diatas maka agar pembahasan

dalam penelitian ini dapat fokus dibuatlah rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Apa faktor yang menjadikan salah seorang pengurus pondok pesantren

Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang bermalas malasan?

2. Bagaimana proses pemberian bantuan konseling terhadap seorang

pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif itu berjalan?

C. Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan dari diadakannya penelitian sebagaimana judul dan latar

(14)

1. Untuk mengetahui faktor faktor yang menyebabkan seorang pengurus

pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang bermalas

malasan.

2. Untuk mengetahui proses pemberian konseling terhadap seorang

pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang

yang sedang mengalami sifat bermalas malasan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis penelitian ini akan memberikan manfaat dengan

bertambahnya khazanah keilmuan dalam bidang ilmu Bimbingan dan

Konseling Islam pada aspek penanganan masalah terhadap orang yang

memiliki sifat bermalas malasan.

2. Manfaat praktis

Secara praktis hasil dari penelitian ini akan bermanfaat bagi para guru,

konselor maupun praktisi dalam menangani kliennya, hal ini

dikarenakan penelitian ini berisikan praktik penanganan masalah

terhadap klien yang bermasalah.

E. Definisi Konsep

1. Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan dan konseling Islam menurut Samsul Munir Amin

yaitu proses pemberian bantuan terarah, kontinu dan sistematis kepada

(15)

fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara

menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung didalam Al-Qur’an

dan hadith Rasulullah Saw kedalam dirinya, sehingga ia dapat hidup

selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadith.9

Isep Zainal Arifin menjelaskan bahwa Bimbingan dan

Konseling Islam adalah “proses pemberian bantuan terhadap individu

atau kelompok dengan menggunakan metode-metode psikologis agar

yang bersangkutan dapat keluar dari masalahnya dengan kekuatan

sendiri,baik bersifat preventif, kuratif, korektif maupun

development.”10 Sedangkan Achmad Mubarok mengartikan bahwa

Bimbingan dan Konseling Islam yaitu usaha memberikan bantuan

kepada seseorang atau kelompok yang sedang mengalami kesulitan

lahir batin dalam menjalankan tugas-tugas hidupnya dengan

menggunakan pendekatan agama, yakni dengan membangkitkan

kekuatan getaran batin di dalam dirinya untuk mendorongnya

mengatasi masalah yang dihadapi.11

Berdasarkan berbagai pengertian tentang Bimbingan dan

Konseling Islam sebagaimana diatas, dapat diketahui bahwa

bimbingan dan konseling Islam yaitu proses membantu individu

7 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam (Jakarta: Amzah, 2010),hal.23. 10 Isep Zainal Arifin, Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah Melalui Psikoterapi Islam (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada),hal. 50.

(16)

maupun kelompok dalam mengatasi masalah yang dialaminya agar

menjadi pribadi yang baik menurut Allah Swt.

2. Pesantren

Pesantren menurut Mastuhu adalah “lembaga pendidikan

tradisional Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan

ajaran agama Islam (tafaqquh fiddin) dengan menekankan pentingnya

moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat

sehari-hari”.12 Ridlwan Nasir dalam bukunya mengatakan bahwa “pondok pesantren adalah lembaga keagamaan, yang memberikan pendidikan

dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama

Islam”.13

Nurcholish Madjid menyatakan bahwa “pondok pesantren

berasal dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti seseorang yang selalu

mengikuti seorang guru kemana guru ini pergi dan menetap”.14

Dalam hal ini pesantren yang dimaksud adalah Pesantren

Mamba’ul Ma’arif asrama putra atau yang dikenal dengan sebutan

12Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan PesantrenSuatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS,1994), hal.6.

13Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005), hal

(17)

asrama Induk Putra yang merupakan asrama putra pusat yang berada

dalam yayasan Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.

3. Masalah

Masalah Menurut Suryabrata merupakan “kesenjangan antara

harapan (das sollen) dengan kenyataan (das sein), antara kebutuhan

dengan yang tersedia, antara yang seharusnya (what should be)

dengan yang ada (what it is), dan dapat pula didefinisikan sebagai

sesuatu yang menghalangi tercapainya tujuan”. Dalam kamus

konseling, Sudarsono memberikan pengertian bahwa masalah yaitu

“suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang atau kelompok

mengalami kerugian atau sakit”.15

Dalam hal ini masalah yang dimaksud adalah sikap bermalas

malasan yang dialami oleh seorang pengurus pondok pesantren

Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang dalam menjalankan

kewajibannya.

4. Pengurus

Pengurus adalah seseorang yang diberikan amanah untuk

menjalankan tugas kepengurusan sesuai dengan ketentuan yang

diberikan kepadanya, atau dengan kata lain pengurus adalah orang

yang mengurus.16 Dalam hal ini pengurus yang dimaksud adalah

(18)

pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang

yang mengalami masalah sikap bermalas malasan.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini penulis akan menggunakan

metode penelitian kualitatif deskriptif. Hal ini dikarenakan peneliti

melakukan penelitian dan praktik memberikan layanan konseling

kepada seorang pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif

Denanyar Jombang yang memiliki sikap bermalas malasan. Kemudian

hasil penelitian tersebut akan penulis deskripsikan dengan bentuk

narasi dan tabel sesuai dengan hasil penelitian yang sesungguhnya.17 Dengan demikian, maka dalam laporan penelitiannya nanti

peneliti akan lebih banyak menyajikan kutipan-kutipan data dari hasil

penelitian di lapangan sebagai instrumen sekaligus bukti penggalian

data yang dilakukan oleh peneliti. Kutipan-kutipan data tersebut

nantinya dapat berupa naskah wawancara, hasil observasi, data pribadi

dan informasi dari orang terdekat klien.

Alasan peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif

deskriptif yang bersifat studi kasus dikarenakan dalam penelitian ini

selain melakukan penelitian peneliti juga melakukan pemberian

bantuan konseling terhadap klien yang merupakan seorang pengurus

pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.

(19)

2. Subyek Penelitian

Subyek utama dalam penelitian adalah seorang pengurus

pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang yang gemar

bermalas malasan, pengurus tersebut bernama exsan (nama samaran),

Exsan merupakan salah seorang pengurus yang berada dalam bidang

pengembangan sumberdaya santri (PSDS) yaitu salah satu bidang yang

bertugas mengurusi kegiatan-kegiatan santri dalam pembelajaran dan

pengembangan serta potensi para santri di pondok pesantren Mamba’ul

Ma’arif Denanyar Jombang.

3. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam hal ini peneliti menggunakan 3 tahapan yaitu :

a. Tahap Pra Lapangan

Tahap ini merupakan satu langkah awal sebelum memasuki

lapangan, yaitu sebagai berikut : mendesain penelitian, artinya

penelitian terlebih dahulu membuat suatu bahan dan mendesain apa

yang akan dilakukan dalam penelitian, kemudian mensurvei lapangan,

membuat proposal penelitian, dan mengurus surat perizinan untuk

melakukan penelitian langsung di lapangan.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Pada tahap ini, peneliti melakukan hal-hal yang bersifat

(20)

dan pemberian bantuan konseling terhadap klien. Kemudian

mengumpulkan dan menyusun data-data dari hasil dilapangan.

c. Tahap Penyimpulan

Pada tahap ini peneliti menyusun hasil penelitian yang telah

dilakukan sesuai dengan hasil dilapangan, kemudian hasil dari

penelitian tersebut peneliti susun dengan sistematis dan rapi.

4. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Karena penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif studi

kasus yang bersifat deskritif, maka jenis data yang digunakan adalah

data yang bersifat non statistik dimana data yang diperoleh adalah

dalam bentuk kata verbal, catatan-catatan dan sedikit dalam bentuk

angka. Jenis data dalam penelitian ini adalah:

1. Menurut Burhan Bungin data primer adalah “data yang

diambil dari sumber data primer atau sumber pertama di

lapangan.”18 Disini peneliti akan menggali data tentang hal-hal yang berkaitan dengan diri klien seperti: kebiasaan

sehari-hari klien dan siapa teman terdekatnya, data ini akan

peneliti ambil dengan cara observasi, wawancara dan

pengumpulan dokumentasi terkait.

Selanjutnya data-data yang telah terkumpul akan di filtrasi

dan dianalisis lebih lanjut.

(21)

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber data

kedua, yang diperoleh dari teman terdekat klien, ketua

bidang PSDS dan ketua pondok pesantren Mamba’ul

Ma’arif Denanyar Jombang. Kemudian data sekunder ini

akan peneliti gunakan sebagai pelengkap bahkan

pembanding dari data primer yang telah ada.

b. Sumber data

Sumber data adalah salah satu aspek yang paling penting

dalam penelitian. Kesalahan dalam menggunakan atau memahami

sumber data, maka data yang diperoleh juga akan meleset dari yang

diharapan. Ada dua jenis sumber data yang biasanya digunakan dalam

penelitian, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Sumber data primer adalah sumber pertama dimana sebuah

data dihasilkan. Sumber pertama ini berasal dari klien yang

merupakan salah seorang pengurus bidang pengembangan

sumberdaya santri (PSDS) yang sedang mengalami masalah

di pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar

Jombang.

2. Sumber data sekunder adalah sumber data kedua sesudah

sumber data primer. Merupakan data yang tidak langsung

(22)

adalah orang-orang terdekat klien yang dipandang paham

dengan kondisi klien dan kesehariannya. Sumber data

sekunder ini dapat diperoleh dari ketua bidang PSDS dan

ketua pondok.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian

manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat

bantu utamanya. Maka dari itu observasi yakni kemampuan

seorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil

kerja pacaindra mata serta dibantu dengan pacaindra lainnya.

Peneliti menggunakan observasi nonpartisipan dan

kuasi partisipasi, dan bersifat terstruktur. dimana peneliti terjun

secara langsung mengamati subjek penelitian yang sedang

diteliti dan peneliti juga melakukan pengamatan tanpa

sepengetahuan subjek penelitian. Pengamatan dilakukan secara

langsung pada objek yang diobservasi, dengan bentuk

observasi terstruktur dimana peneliti telah mengetahui aspek

atau aktivitas apa yang akan diamati.19 b. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil

(23)

bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau

orang yang diwawancarai.20

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan

data apabila peneliti ingin mengetahui hal – hal dari responden

yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sekidit/kecil.

Peneliti akan mewawancarai Exsan (nama samaran) pengurus

yang sedang mengalami masalah bermalas malasan serta

beberapa pihak yang dirasa dapat membantu peneliti dalam

menyelesaikan tugasnya.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu. Dukumen ini bisa berupa tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan

misalnya dapat berupa catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera

dan biografi. Dokumen yang berbentuk gambar dapat berupa foto,

gambar hidup dan karya seni.21 6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara

sistematis traskrip-transkrip wawancara, observasi dan bahan-bahan

lainnya agar peneliti dapat menyajikan temuannya dengan baik dan

18 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hal. 133.

(24)

benar. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan pelacakan

data yang telah didapatkan untuk dilihat keabsahannya, kemudian

data-data yang terkumpul dianalisa serta kemudian hasil dari analisis

tersebut disusun secara sistematis agar hasil dari temuannya dapat

disajikan dengan baik dan benar.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian

dilakukan secara kualitatif, data berupa observasi dan wawancara.

Adapun data yang akan dianalisis adalah data-data yang berkaitan

dengan aktivitas keseharian klien serta pola interaksi klien dengan

teman terdekatnya.22 7. Teknik Keabsahan Data

Guna mendapatkan pengakuan dan kredibilitas yang tinggi

serta data yang terkumpulkan dapat dipertanggungjawabkan maka

peneliti akan melakukan:

a. Perpanjangan pengamatan dengan cara mendatangi dan

diskusi dengan subjek penelitian, para informan terpercaya

dan pihak pihak yang dirasa mampu memberikan

keterangan lebih dalam terkait penelitian ini seperti ketua

pondok dan ketua bidang PSDS.

(25)

b. Melakukan pengamatan secara lebih cermat, mendalam dan

berkesinambungan.

c. Menggunakan bahan referensi yaitu berupa alat-alat

pendukung untuk membuktikan data yang telah dihimpun

oleh peneliti benar benar data yang objektif. Bisa berupa

kamera, foto bahkan dokumen hasil penelitian.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam penelitian ini agar menjadi bahan kajian yang mudah maka

peneliti menyusun sistematika pembahasannya sebagai berikut :

BAB I : Merupakan pendahuluan, yang menguraikan tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

definisi konsep, metode penelitian yang terdiri dari a) pendekatan dan jenis

penelitian, b) sasaran dan lokasi penelitian c) jenis dan sumber data d)

tahap-tahap penelitian e) teknik pengumpulan data, f) teknik analisis data

g) teknik keabsahan data. Kemudian pembahasan tentang sistematika

pembahasan

BAB II : merupakan tinjauan pustaka yang berisi kajian teoritik

yang membahas tentang teori yang digunakan untuk menganalisis masalah

yang peneliti angkat dan mengkaji serta memaparkan hasil penelitian

terdahulu yang relevan dengan judul penelitian yang diangkat oleh

(26)

BAB III: Merupakan penyajian data yang membahas tentang

deskripsi umum objek penelitian dan deskripsi hasil penelitian

“Bimbingan dan Konseling Islam dalam Pondok Pesantren (Penanganan

Masalah Terhadap Pengurus Yang Bermalas Malasan Di Pondok

Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang)”.

BAB IV: Merupakan analisis data yang mana analisis data yang

penulis buat merupakan analisis data yang relevan dan berupa pemaparan

pembahasan hasil penelitian.

BAB V :Merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

Pada bab ini memberikan gambaran secara jelas tentang kesimpulan dari

(27)

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORITIK

1. Bimbingan dan Konseling Islam

a. Pengertian Bimbingan

Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari

istilah Inggris guidance dan counseling. Dalam kamus bahasa

Inggris “guidance” dikaitkan dengan kata asal guide, yang

diartikan sebagai berikut: menunjukkan jalan (Showing the way),

memimpin (leading), menuntun (conducting), memberikan

petunjuk (giving instruction), mengatur (regulating), mengarahkan

(governing), memberikan nasehat (giving advice).

Bimo Walgito menyatakan bahwa “Bimbingan adalah

bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau

kelompok dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan

yang dialami oleh individu atau kelompok tersebut agar dapat

mencapai kesejahteraan dalam hidupnya”.22

Bimbingan dapat diberikan kepada siapa saja yang

membutuhkan pertolongan terhadap kesulitan-kesulitan yang

dihadapi oleh seseorang, pemberian bimbingan ini dapat dilakukan

(28)

dalam bentuk individu maupun kelompok terhadap

kesulitan-kesulitan yang sedang dialami oleh seseorang.

Adapun syarat-syarat bagi seorang pembimbing menurut

Achmad Juntika Nurihsan adalah sebagai berikut:

1). Seorang pembimbing harus bertaqwa kepada Allah Swt.

2). Menunjukkan keteladanan dalam hal yang baik.

3). Memiliki rasa kasih sayang dan kepedulian yang tinggi.

4). Dapat dipercaya, jujur dan ikhlas.

5). Senantiasa melengkapi diri dengan pengetahuan dan

informasi yang berkaitan dengan keperluan bimbingan.23

b. Pengertian Konseling

Dalam kamus bahasa Inggris, counseling dikaitkan dengan

kata counsel, yang diartikan sebagai berikut: nasehat (to abtain

counsel), anjuran (to give counsel), pembicaraan (to take counsel).

dengan demikian, counseling akan diartikan sebagai pemberian

nasehat, pemberian anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar

pikiran.

Dulu istilah konseling di Indonesia menjadi penyuluhan

(nasehat), akan tetapi istilah penyuluhan banyak digunakan pada

bimbingan lain, misalnya dalam penyuluhan pertanian, dan

penyuluhan keluarga berencana, yang sama sekali berbeda isinya

(29)

dengan yang dimaksud konseling sehingga agar tidak

menimbulkan salah paham istilah couselling tersebut langsung

diserap menjadi konseling.24

Mengenai kedudukan dan hubungan antara bimbingan dan

konseling terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang

bahwa konseling sebagai teknik bimbingan, dengan kata lain

konseling berada dalam bimbingan.

Djumhur menyatakan bahwa bimbingan merupakan

pencegahan munculnya masalah yang dialami oleh individu dengan

kata lain bimbingan sifat atau fungsinya preventif (pencegahan),

sedangkan konseling sifatnya kuratif dan korektif. Namun

bimbingan dan konseling dihadapkan pada obyek yang sama yaitu

problem sedangkan perbedaannya terletak pada perhatian dan

perlakuan dari masalah.25

c. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Samsul Munir Amin berpendapat bahwa Bimbingan dan

Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu

dan sistematis kepada setiap individu/kelompok agar dapat

mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya

secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang

24Isep Zainal Arifin, Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah Melalui Psikoterapi Islam (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada),hal. 49.

(30)

terkandung didalam Al-Qur’an dan hadith Rasulullah Saw kedalam

dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan

Al-Qur’an dan hadith.26

H.M. Arifin berpendapat bahwa bimbingan dan penyuluhan

agama adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang

dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang

mengalami kesulitan-kesulitan rohani dalam lingkungan

hidupnya.27 Sedangkan Achmad Mubarok berpendapat bahwa

bimbingan dan konseling Islam adalah usaha memberikan bantuan

kepada seseorang atau kelompok yang sedang mengalami kesulitan

lahir batin dalam menjalankan tugas-tugas hidupnya dengan

menggunakan pendekatan agama, yakni dengan membangkitkan

kekuatan getaran batin di dalam dirinya untuk mendorongnya

mengatasi masalah yang dihadapi.28

Dari berbagai pengertian tentang Bimbingan dan Konseling

Islam sebagaimana diatas, dapat dipahami bersama bahwa yang

membuat pembeda antara Bimbingan dan Konseling dengan

Bimbingan dan Konseling Islam adalah dalam Bimbingan dan

Konseling Islam terdapat nilai-nilai Islam yang diinternalisasikan

dan digunakan dalam melakukan proses bimbingan dan konseling,

25 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam (Jakarta: Amzah, 2010), hal.23. 27H.M. Arifin, Pokok Pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta: Bulan Bintang),hal.25.

(31)

sedangkan dalam Bimbingan dan Konseling tanpa Islam bersifat

umum dan tidak beracuan terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam

Islam (Al-Qur’an dan Sunnah). Dari beberapa definisi sebagaimana

diatas dapat diketahui bahwa bimbingan dan konseling Islam

adalah segala upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk

membantu orang lain dalam mengatasi masalahnya.

d. Unsur-unsur dalam Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan dan Konseling Islam mempunyai beberapa

unsur, antara yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan.

Unsur unsur tersebut yaitu konselor, masalah dan klien.

1. Konselor

Konselor adalah orang yang mempunyai potensi untuk

melakukan Bimbingan dan Konseling Islam. Sedangkan

menurut Aswadi konselor adalah “orang yang sangat bermakna

bagi konseli, konselor menerima apa adanya, bersedia sepenuh

hati membantu konseli dalam mengatasi masalahnya, agar

konseli dapat hidup sejahtera baik kesejahteraan dalam jangka

pendek maupun jangka panjang.”29

Dari dua pendapat sebagaimana diatas dapat diketahui

bahwa konselor adalah orang yang memiliki pengetahuan yang

luas serta memiliki kewenangan untuk melakukan Bimbingan

(32)

dan Konseling Islam dalam rangka membantu konseli

mengatasi masalah yang sedang di hadapinya supaya konseli

dapat hidup sejahtera baik dunia maupun akhirat.

Dalam melakukan Bimbingan dan Konseling Islam,

keahlian konselor merupakan faktor utama dalam melakukan

proses konseling dengan konseli. Oleh karena itu konselor

seyogyanya memiliki karakteristik sebagaimana berikut:

a. Empati, artinya konselor dapat merasakan apa yang

dirasakan oleh konselinya.

b. Jujur, artinya konselor berbicara dan bertinda sesuai dengan

yang seharusnya.

c. Menghargai konseli dengan baik

d. Menerima konseli dengan apa adanya.

e. Memahami ekonomi dan budaya dari konseli.30

f. Sabar

g. Amanah, yaitu dapat dipercaya dan mampu menjaga

rahasia konseli, sebagaimana yang terdapat dalam asas asas

dalam Bimbingan dan Konseling.

h. Fatonah, artinya yaitu cerdas, berpegetahuan luas, cepat

tanggap, kreatif dan pintar.

i. Tabligh, yaitu menyampaikan apa yang semestinya harus

disampaikan.

(33)

j. Ramah, tidak mudah putus asa dan tidak mudah marah.

k. Adil, yakni mampu mendudukkan masalah konseli sesuai

dengan situasi dan kondisinya secara profesional.

l. Mampu mengendalikan diri sendiri, yakni menjaga

kehormatan diri sendiri dan kehormatan konseli nya.31

Dalam Bimbingan dan Konseling Islam seyogyanya

dilakukan oleh:

a. Ahli bimbingan dan konseling.

b. Ahli dalam psikologi.

c. Ahli dalam pendidikan.

d. Ahli dalam agama.

e. Ahli dalam medis.

f. Pekerja sosial.32

2. Klien/konseli

Klien adalah orang yang menghadapi masalah karena dia

sendiri tidak mampu menyelesaikan masalah yang sedang di

hadapinya.33 Sedangkan menurut Roger yang dikutip oleh

Latipun menyatakan bahwa klien adalah orang yang datang

30 Thohari Musnawar, Dasar Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam (Yogyakarta: UII Press, 1992), hal.43.

31Imam Sayuti Farit, Pokok-Pokok Bahasan Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah, tt, hal.14.

(34)

kepada konselor dan kondisinya sedang dalam keadaan cemas

atau tidak kongruen.34

Sehingga dapat diketahui bahwa klien adalah seseorang

yang mempunyai masalah dan membutuhkan seorang konselor

bertujuan untuk menyelesaikan masalahnya dikarenakan klien

tidak mampu menangani masalahnya sendiri.

Dalam penelitian ini maka yang menjadi klien adalah

seorang pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif yang

sedang mengalami masalah kemalasan dalam menunaikan

kewajibannya.

Adapun syarat-syarat klien adalah sebagai berikut:

a) Konseli harus mempunyai motivasi untuk menyelesaikan

masalahnya dan bersedia untuk dibicarakan dengan

konselor.

b) Keinsafan menjadi tanggungjawab yang di emban oleh

konseli guna untuk mencari penyelesaian terhadap masalah

yang dihadapinya.

c) Keberanian dan kemampuan untuk mengungkapkan semua

permasalahan yang telah terjadi kepadanya.35

3. Masalah

33 Latipun, Psikoliogi Konseling (Malang:Press 2001), hal.52.

(35)

Masalah Menurut Suryabrata merupakan kesenjangan

antara harapan (das sollen) dengan kenyataan (das sein), antara

kebutuhan dengan yang tersedia, antara yang seharusnya (what

should be) dengan yang ada (what it is), dan dapat pula

didefinisikan sebagai sesuatu yang menghalangi tercapainya

tujuan.

Dalam kamus konseling Sudarsono memberikan

pengertian bahwa masalah adalah “suatu keadaan yang

mengakibatkan seseorang atau kelompok mengalami kerugian

atau sakit.”36

Masalah-masalah yang dihadapi oleh seseorang/klien

berasumber dari berbagai faktor mulai dari faktor perkawinan

dan keluarga, ekonomi dan pekerjaan, masalah sosial,

pendidikan dan politik serta masalah keagamaan.

Dalam penelitian ini maka masalahnya adalah sikap

malas dalam menunaikan kewajiban yang dialami oleh seorang

pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar

Jombang dan permasalahan inilah yang akan diteliti dan

diusahakan solusinya oleh peneliti.

e. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam

Pada dasarnya tujuan dari bimbingan dan konseling Islam

adalah untuk membantu seseorang dalam menyelesaikan masalah

(36)

yang dialami oleh seseorang dan dia tidak mampu untuk

menyelesaikan masalahnya sendiri, bantuan tersebut diberikan

dengan menggunakan nilai-nilai Islam dalam penanganannya

sehingga klien dapat merasakan kebahagiaan di dunia dan akhirat

nanti.37

Aunur Raqim Faqih membagi tujuan bimbingan dan

konseling Islam menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun

tujuan umum dari bimbingan dan konseling Islam adalah

membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia

seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di

akhirat.

Tujuan khusus bimbingan dan konseling Islam adalah:

1. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah

2. Membantu individu mengatasi masalah yang dihadapi

3. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi

dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau

menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber

masalah bagi dirinya dan orang lain.38

(37)

Tujuan konseling Islam menurut Hamdani Bakran Adz-Dzuki,

adalah :

1. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan,

dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak

dan damai (muthmainah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan

mendapatkan pencerahan taufik serta hidayah Tuhannya

(mardhiyah)

2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan

kesopanan, tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik

pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja,

maupun lingkungan sosial dan alam sekitarnya.

3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu

sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi,

kesetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih sayang.

4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu

sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat

taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala

perintah-Nya, serta ketabahan untuk menerima ujian-Nya.

5. Untuk menghasilkan potensi ilahiyyah, sehingga dengan

potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah

(38)

dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi

lingkungan pada berbagai aspek kehidupan.

Sedangkan untuk fungsi bimbingan dan konseling Islam

Achmad Mubarok menyebutkan fungsi bimbingan dan konseling

Islam adalah sebagai berikut:

1. Fungsi preventif, yakni membantu individu menjaga atau

mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.

2. Fungsi kuratif atau korektif, membantu individu memecahkan

masalah yang sedang di hadapi atau di alami.

3. Fungsi preservatif, yaitu membantu klien yang sudah sembuh

agar tetap sehat dan tidak mengalami problem yang pernah

dihadapi.

4. Fungsi developmental atau pengembangan, yakni membantu

individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi

yang telah baik agar tetap baik dan menjadi lebih baik,

sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab munculnya

masalah baginya.39

Berdasarkan fungsi bimbingan dan konseling Islam diatas,

terlihat bahwa substansi layanan tersebut adalah untuk

(39)

memecahkan setiap persoalan yang dihadapi oleh peserta

didik/klien dalam kehidupan sehari-hari serta mengusahakan

sedapat mungkin agar masalah yang sama tidak terulang lagi dan

agar klien dapat berkembang dengan optimal.

Menurut Prayitno dan Erman Amti Fungsi bimbingan dan

konseling yaitu “fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi

pengentasan, fungsi pemeliharaan dan fungsi pengembangan.”40

f. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam

Prayitno dan Erman Amni menegaskan bahwa asas

bimbingan dan konseling Islam adalah kaidah kaidah yang harus

diterapkan dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan

konseling. Menurut prayitno dan Erman Amni “bimbingan dan

konseling memiliki asas asas sebagai berikut: asas kerahasiaan,

Asas kesukarelaan, Keterbukaan, Kekinian, kemandirian, kegiatan,

kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, ahli tangan, dan

tutwuri handayani.”41

g. Jenis Jenis Masalah Individu

Pada sub bab ini peneliti akan memaparkan jenis-jenis

masalah yang dialami oleh seseorang. Djumhur berpendapat bahwa

40Prayitno,Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling(Jakarta:Rineka Cipta),hal.197.

(40)

dalam bimbingan dan konseling Islam terdapat beberapa jenis

masalah yang dialami oleh individu, masalah-masalah individu

tersebut yaitu: 1). masalah pekerjaan, 2). Masalah pengajaran atau

belajar, 3). Masalah pendidikan, 4). Masalah penggunaan waktu

senggang, 5). Masalah sosial dan 6). Masalah pribadi.42 Pada

penelitian ini jenis masalah yang diteliti oleh penulis adalah

masalah yang berkaitan dengan individu dan sosial, dimana

seorang klien mengalami masalah kemalasan yang berasal dari

dalam dirinya dan dari pengaruh lingkungan sekitarnya.

h. Jenis-jenis Bimbingan

Djumhur menjelaskan bahwa bimbingan memiliki beragam

jenis, jenis jenis bimbingan tersebut yaitu: 1). Bimbingan

pengajaran, 2). Bimbingan pendidikan 3). Bimbingan pekerjaan 4).

Bimbingan sosial dan 5). Bimbingan menggunakan waktu

senggang.43

i. Pendekatan dan Teknik TRE

Pendekatan terapi rasional emotif sebagaimana yang

dijelaskan oleh Agus Santoso merupakan “model terapi dedaktik,

berorientasi kognitif-psikomotorik, menekankan peran pikiran,

(41)

sistem kepercayaan sebagai akar masalah pribadi.”44 Pandangan

tersebut juga diperkuat oleh Gerald Corey yang menyatakan bahwa

“pendekatan rasional emotif adalah aliran psikoterapi yang

berlandaskan asusmsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi,

baik untuk berfikir rasional dan jujur maupun untuk berfikir

irasional dan jahat”45

Terapi ini memiliki konsep dasar bahwa manusia sehat

adalah manusia yang dapat menggunakan akal fikirannya dengan

sempurna dan sebaliknya manusia yang sakit adalah mereka yang

berfikir, bersikap dan berperilaku irrasional, hal ini dikarenakan

manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan buruk.

Terapi ini didirikan oleh Albert Ellis. Dalam praktik penelitiannya

nanti peneliti akan menggunakan pendekatan TRE dengan teknik

dialog dan diskusi pengembangan berfikir analitik. Terapi ini

secara tersirat terdapat pada Al-Quran QS. Al-Maidah:100

ﻲِﻟوُأ ﺎَﻳ َﻪﱠﻠﻟا اﻮُﻘﱠـﺗﺎَﻓ ِﺚﻴِﺒَﺨْﻟا ُةَﺮْـﺜَﻛ َﻚَﺒَﺠْﻋَأ ْﻮَﻟَو ُﺐﱢﻴﱠﻄﻟاَو ُﺚﻴِﺒَﺨْﻟا يِﻮَﺘْﺴَﻳ ﻻ ْﻞُﻗ

ﻮُﺤِﻠْﻔُـﺗ ْﻢُﻜﱠﻠَﻌَﻟ ِبﺎَﺒْﻟﻷا

َن

)

١٠٠

(

46

Artinya: katakanlah (Muhammad), “tidaklah sama yang

buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu

44 Agus Santoso, Konseling Spiritual (Surabaya:Prodi Bimbingan dan Konseling Islam,tt), hal.85.

45Gerald Corey, Teori & Pratek Konseling & Psikoterapi (Bandung:PT.Eresco,1997),hal.241.

(42)

menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah wahai

orang-orang yang mempunyai akal sehat, agar kamu beruntung.”

Dalam praktinya nanti peneliti juga akan melakukan

tahapan-tahapan dalam terapi ini sebagaimana yang ditegaskan

oleh Agus Santoso tahapan terapi TRE yaitu: “1. Kenali karakter

pikiran, 2. Tunjukan pada klien bahwa pikiran, perasaan dan

perilakunya irrasional,3. Hapuskan pikiran, perasaan dan perilaku

irasional, 4. Isikan dengan pembiasaan berfikir, berperasaan dan

berperilaku rasional,5. Pemantapan.”47

j. Tahap-Tahap dalam Proses Bimbingan dan Konseling Islam

Dalam proses bimbingan dan konseling Islam terdapat

beberapa proses yang sebaiknya, bahkan seharusnya dijalankan

oleh seorang konselor dalam menjalankan tugasnya, agar proses

bimbingan dan konseling dapat berjalan dengan baik dan hasil

yang diperoleh oleh kedua belah pihak terutama bagi konseli dapat

maksimal, maka ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh

seorang konselor dalam menjalankan proses bimbingan dan

konseling, tahapan-tahapan menurut Tohirin yaitu:

1. Menentukan Masalah

(43)

Yaitu langkah untuk mengetahui kasus, tanda-tanda

atau gejala yang nampak. Pada langkah ini peneliti

mengidentifikasi masalah yang dialami oleh kliennya seperti:

kebiasaan sehari-hari klien, siapa teman terdekat klien dan hal

lain yang sekiranya diperlukan klien dalam proses penyelesaian

masalahnya. Langkah ini dapat ditempuh dengan wawancara

baik secara langsung kepada klien maupun orang terdekatnya.

2. Pengumpulan data

Yaitu proses mengumpulkan data data yang berkaitan

dengan permasalahan yang dialami oleh konseli, data yang

dikumpulkan haruslah data yang memiliki kaitan dengan

konseli, menyeluruh dan akurat. Data data ini seperti data diri,

data pendidikan, kesehatan dan data lingkungan.

3. Analisis data

Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya yaitu

melakukan analisa terhadap data data yang terkumpul sehingga

didapat sebuah analisa data sementara yang valid dan sesuai

dengan sebenarnya yang terjadi pada klien.

(44)

Merupakan usaha konselor menetapkan latar belakang

masalah atau faktor faktor sesungguhnya yang menjadi

penyebab timbulnya masalah pada klien.

5. Prognosis

Setelah diketahui faktor-faktor penyebab timbulnya

masalah pada diri klien selanjutnya konselor menetapkan

langkah-langkah bantuan yang akan diambil dan enis bantuan

yang relevan dengan permasalahan klien. Berdasarkan

ketetapan dalam diagnosa dan analisa berbagai informasi yang

telah dikumpulkan, langkah berikutnya adalah merencanakan

bantuan yang akan diberikan sesuai dengan hasil dari proses

identifikasi masalah dan diagnosa. Dalam perencanaan

pemberian bantuan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:

1). Perlu merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan

bantuan yang akan diberikan. Penetapan tujuan ini hendaknya

yang jelas, sederhana, operasional, bertahap, ada jangka

panjang dan jangka pendek sehingga mudah dievaluasi.

2). Harus bertitik tolak dari permasalahan, kenyataan,

kekuatan, dan keterbatasan yang ada pada diri klien.

3). Harus memperhatikan faktor-faktor penunjang dan

(45)

digunakan b) siapa yang efektif dan tepat untuk memberikan

bantuan dan siapa yang perlu dilibatkan dalam proses

bimbingan c) dimana dan kapan bantuan tersebut tepat

diberikan d) apa strategi pendekatan yang tepat, metode yang

tepat serta materi bimbingan yang tepat. Perencanaan

pemberian bantuan hendaknya yang realistis, dapat dilakukan

dan tersedia fasilitas yang mendukung.

6. Terapi

Merupakan langkah penerapan perencanaan (prognosa),

menerapkan berbagai alternatif pemecahan masalah sesuai

dengan hasil prognosa yang telah diperoleh.

7. Evaluasi atau Follow Up

Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui sejauh mana

perkembangan, keberhasilan dan tercapainya tujuan bimbingan

yang telah dirumuskan setelah diberikan layanan bimbingan.

Apakah strategi yang telah dilaksanakan tepat atau tidak,

hambatan apa yang ada dan sebagainya.

Dari hasil evaluasi, selanjutnya perlu diadakan tindak

(46)

disempurnakan, dapatkah proses bimbingan diakhiri ataukah

perlu adanya pelimpahan (referral) kepada petugas lain.48

Sehingga dari langkah-langkah sistematis tersebut besar

kemungkinan layanan bimbingan dan konseling Islam dapat

menuai hasil yang maksimal.

2. Pesantren

a. Pengertian Pesantren

Menurut Zamakhsyari Dhofier “Pesantren merupakan

gabungan dari kata pe-santri-an yang berarti tempat santri,

sehingga dapat dipahami bahwa pondok pesantren adalah tempat

atau asrama bagi santri yang mempelajari agama dari seorang Kyai

atau Syaikh.”49 Ridlwan Nasir dalam bukunya mengatakan bahwa

pondok pesantren adalah “lembaga keagamaan, yang memberikan

pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan

menyebarkan ilmu agama Islam.”50

47 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal.301-305.

48 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren,Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta:LP3ES,1994),hal.18.

(47)

Nurcholish Madjid menegaskan bahwa pondok pesantren

adalah “artefak peradaban Indonesia yang dibangun sebagai

institusi pendidikan keagamaan bercorak tradisional, unik, dan

indigenous (asli).”51

b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Pondok Pesantren

Tujuan pendidikan pesantren menurut Mastuhu adalah

menciptakan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi

masyarakat atau berhikmat kepada masyarakat dengan jalan

menjadi kawula atau menjadi abdi masyarakat, mampu berdiri

sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama

atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah

masyarakat, serta mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan

kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang

ingin dituju ialah kepribadian mukhsin, bukan sekedar muslim.52

Sedangkan menurut M.Arifin bahwa tujuan didirikannnya

pendidikan pesantren pada dasarnya terbagi pada dua yaitu:

1. Tujuan Khusus

50 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), hal. 10.

(48)

Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi

orang ‘alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh Kyai

yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam

masyarakat.

2. Tujuan Umum

Yakni membimbing anak didik agar menjadi

manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan

ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat

sekitar dan melalui ilmu dan amalnya.

Sedangkan fungsi pendidikan pondok pesantren secara

umum adalah untuk transmisi dan tranfer ilmu ilmu keIslaman,

pemeliharaan tradisi Islam dan reproduksi ulama.53

c. Karakteristik Pondok Pesantren

Segala sesuatu termasuk sebuah instansi pemerintahan

maupun pendidikan pasti memiliki karakteristik sebagai ciri khas

yang dimiliki lembaga tersebut, begitu pula dengan pesantren,

karakteristik atau ciri-ciri umum pondok pesantren adalah

sebagaimana yang dikemukakan oleh Mastuhu sebagai berikut:

1. Adanya kiai/pengasuh dan pengajar

(49)

2. Adanaya pengurus

3. Adanya santri

4. Adanya masjid

5. Adanya pondok atau asrama

Sedangkan ciri-ciri khusus pondok pesantren adalah isi

kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya

ilmu sintaksis Arab, morfologi arab, hukum islam, tafsir Hadis,

tafsir Al-Qur’an dan lain-lain.54

Dalam penjelasan yang lain sebagaimana yang telah

diungkapkan oleh Muhktar Maksum bahwa ciri-ciri pesantren dan

juga pendidikan yang ada didalamnya:

1. Adanya hubungan akrab antar santri dengan kiainya.

2. Adanya kepatuhan santri kepada kiai.

3. Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan

dalam lingkungan pesantren.

4. Kemandirian sangat terasa dipesantren.

5. Jiwa tolong-menolong dan suasana persaudaraan sangat

mewarnai pergaulan di pesantren.

(50)

6. Disiplin sangat dianjurkan.

7. Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia. Hal ini

sebagai akibat kebiasaan puasa sunat, zikir, dan i’tikaf,

shalat tahajud dan lain-lain.

8. Pemberian ijazah, yaitu pencantuman nama dalam satu

daftar rantai pengalihan pengetahuan yang diberikan

kepada santri-santri yang berprestasi.55

Ciri-ciri diatas menggambarkan pendidikan pesantren

dalam bentuknya yang masih murni (tradisional). Adapun

penampilan pendidikan pesantren sekarang yang lebih beragam

merupakan akibat dinamika dan kemajuan zaman telah mendorong

terjadinya perubahan terus-menerus, sehingga lembaga tersebut

melakukan berbagai adopsi dan adaptasi sedemikian rupa. Tetapi

pada masa sekarang ini, pondok pesantren kini mulai menampakan

eksistensinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang mumpuni,

yaitu didalamnya didirikan sekolah, baik formal maupun

nonformal begitu pula yang terdapat di pondok pesantren

Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.

Dengan adanya tranformasi, baik kultur, sistem dan nilai

yang ada di pondok pesantren, maka kini pondok pesantren yang

(51)

dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi

khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas

kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi

ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan

yang drastis, misalnya: 1. Perubahan sistem pengajaran dari

perseorangan atau sorogan menjadi sistem klasikal yang kemudian

sering dikenal dengan istilah madrasah (sekolah). 2. Pemberian

pengetahuan umum disamping masih mempertahankan

pengetahuan agama dan bahasa arab. 3. Bertambahnya komponen

pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai

dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat, kesenian yang

Islami. 4. Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah)

sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian

syahadah tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.

d. Tipologi Pondok Pesantren

Seiring dengan laju perkembangan masyarakat maka

pendidikan pesantren baik tempat, bentuk, hingga substansi telah

jauh mengalami perubahan. Pesantren tidak lagi sesederhana

seperti apa yang digambarkan seseorang, akan tetapi pesantren

dapat mengalami perubahan sesuai dengan pertumbuhan dan

(52)

Menurut Nurcholis Madjid ada beberapa pembagian

tipologi pondok pesantren yaitu :

1. Pesantren Salafi

Merupakan pesantren yang tetap mempertahankan

pelajaran dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan

pengetahuan umum. Model pengajarannya pun

sebagaimana yang lazim diterapkan dalam pesantren salaf

yaitu dengan metode sorogan dan weton.

2. Pesantren Khalafi

Yaitu pesantren yang menerapkan sistem

pengajaran klasikal (madrasi) memberikan ilmu umum

dan ilmu agama serta juga memberikan pendidikan

keterampilan.

3. Pesantren Kilat

Yaitu pesantren yang berbentuk semacam training

dalam waktu relatif singkat dan biasa dilaksanakan pada

waktu libur sekolah. Pesantren ini menitik beratkan pada

keterampilan ibadah dan kepemimpinan. Sedangkan santri

terdiri dari siswa sekolah yang dipandang perlu mengikuti

(53)

4. Pesantren terintegrasi

Yaitu pesantren yang lebih menekankan pada

pendidikan vocasional atau kejuruan sebagaimana balai

latihan kerja di Departemen Tenaga Kerja dengan program

yang terintegrasi. Sedangkan santri mayoritas berasal dari

kalangan anak putus sekolah atau para pencari kerja.56

e. Prinsip-Prinsip Sistem Pendidikan Pondok Pesantren

Mastuhu menyatakan bahwa sistem yang ditampilkan

dalam pondok pesantren mempunyai keunikan dibandingkan

dengan sistem yang diterapkan dalam lembaga pendidikan pada

umumnya, yaitu:

1. Theocentric, yaitu sistem pendidikan pesantren

mendasarkan filsafat pendidikannya pada filsafat

theocentric, sebuah pandangan yang menyatakan bahwa

semua kejadian berasal, berproses dan kembali pada

kebenaran Tuhan.

2. Sukarela dan mengabdi, artinya terdapat jiwa

keikhlasan yang tinggi yang terdapat pada kyai dan para

guru-gurunya.

(54)

3. Kearifan, kearifan yang dimaksud disini adalah

bersikap dan berperilaku sabar, rendah hati, patuh pada

ketentuan hukum agama, mampu mencapai tujuan tanpa

merugikan orang lain dan mendatangkan manfaat bagi

kepentingan bersama.

4. Kesederhanaan, artinya pesantren menitikberatkan akan

pentingnya penampilan sederhana sebagai salah satu

nilai luhur pesantren dan menjadi pedoman perilaku

sehari-hari bagi warga pesantren.

5. Kolektifitas yang menkankan pentingnya kebersamaan

dalam segala hal..57

3. Masalah

a. Pengertian Masalah

Masalah Menurut Suryabrata merupakan kesenjangan

antara harapan (das sollen) dengan kenyataan (das sein), antara

kebutuhan dengan yang tersedia, antara yang seharusnya (what

should be) dengan yang ada (what it is), dan dapat pula

didefinisikan sebagai sesuatu yang menghalangi tercapainya

tujuan. Dalam kamus konseling Sudarsono memberikan pengertian

(55)

bahwa masalah adalah suatu keadaan yang mengakibatkan

seseorang atau kelompok mengalami kerugian atau sakit.58

B. Penelitian Dahulu Yang Relevan

Setelah penulis mengadakan penelusuran dari berbagai literatur

ilmiah, maka dibawah ini penulis sampaikan hasil dari beberapa penelitian

terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan oleh

penulis.

1. “Bimbingan dan Konseling Islam dengan fungsi perseverative

(pengembangan) dalam meningkatkan protean career pada

seorang guru di sekolah menengah pertama (SMP) Dharma

Wanita Surabaya.”59

Dalam penelitian ini terdapat kesamaan dan perbedaan dengan

penelitian yang dilakukan oleh penulis, diantara persamaan dan

perbedaan adalah sebagai berikut:

a. Persamaan

Dalam penelitian tersebut terdapat kesamaan dengan penelitian

yang diadakan oleh penulis diantarannya yaitu sama-sama

menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dan

memiliki kesamaan dalam hal masalah yang dialami oleh

seorang guru yang memiliki sikap mudah goyah dan tidak

57 Sudarsono, Kamus Konseling (Jakarta:PT. Rineka Cipta,1997), hal.138.

59A’isyah Lya Areta, “Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Fungsi Perseverative (Pengembangan) Dalam Meningkatkan Protean Career Pada Seorang Guru Di Sekolah

(56)

teguh dalam menjalankan tugasnya sehingga muncullah sikap

bermalas-malasan dikarenakan hati yang mudah goyah dengan

beberapa penawaran, hobi dan peluang karir atau pekerjaan

yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, sehingga

berakibat terhadap kegelisahan dan kebingungan individu

dalam menjalani karir yang telah dipilihnya.

b. Perbedaan

Perbedaannya terdapat dalam subyeknya jika dalam penelitian

diatas yang mengalami permasalahan kegoyahan dan

ketidakpastian dikarenakan banyaknya peluang dan keinginan

adalah seorang guru, maka dalam penelitian yang diadakan

oleh penulis, subyek yang mengalami masalah adalah pada

seorang pengurus pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif dalam

hal naik turunnya semangat dan sikap malas yang berlebihan.

2. “Bimbingan dan Konseling Islam dengan pendekatan reward

dan punisment dalam mengatasi perilaku santri yang

melanggar peraturan di pondok pesantren modern Al-Islam

Nganjuk.”60

Dalam penelitian tersebut terdapat beberapa kesamaan dan

perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis,

diantara persamaan dan perbedaannya adalah sebagai berikut:

(57)

a. Persamaan

Dalam penelitian tersebut memiliki persamaan dalam hal

subyek yang mengalami permasalahan yaitu seorang

pengurus yang terdapat di pondok pesantren modern

Al-Islam, dan sama sama menggunakan pendekatan kualitatif

deskriptif.

b. Perbedaan

Dalam penelitian tersebut hal yang membedakan dengan

penelitian yang telah dilakukan oleh penulis adalah dalam

hal permasalahan yang dihadapi oleh pengurus, jika dalam

penelitian diatas masalah yang dialami oleh pengurus

adalah sikap tidak peduli dan apatis, maka permasalahan

yang dialami oleh pengurus yang terdapat di lembaga

pesantren yang menjadi obyek penelitian penulis adalah

sikap ketidakkedisiplinan dan bermalas-malasan dalam

menjalankan kegiatan, keseriusan dalam proses belajar

mengajar.

3. Bimbingan dan Konseling Islam dengan teknik Tatsqif untuk

mengatasi sikap enggan dalam sholat berjamaah pada

santriwan asrama mahasiswa Islam Darr-Najah Wonocolo

Surabaya,61

(58)

Darr-Dari penelitian tersebut didapat beberapa persamaan dan

perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis,

beberapa kesamaan dan perbedaan tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Persamaan

Persamaan yang terdapat dalam penelitian tersebut yaitu

penelitian dilakukan di pondok pesantren dan yang

mengalami permasalahan adalah pengurus, sama seperti

penelitian yang dilakukan oleh penulis yang dilakukan di

pesantren dan obyek penelitiannya adalah pengurus,

penelitian diatas juga menggunakan pendekatan kualitatif

sama halnya dengan yang dilakukan oleh penulis.

b. Perbedaan

Jika dalam penelitian diatas permasalahannya adalah santri

yang enggan melaksanakan shalat berjamaah dan teknik

penyelesaiannya adalah dengan teknik tatsqif, maka dalam

penelitian yang dilakukan oleh penulis masalah yang

dialami oleh pengurus adalah perihal semangat dalam

menjalankan amanah kepengurusan, dan kedisiplinan, serta

peneliti hanya bersifat eksploratif deskriptif studi kasus

dalam melakukan penelitiannya.

(59)
(60)

49

BAB III

PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Setelah penulis melakukan penelitian di pondok pesantren

Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang asrama Induk Putra, maka

dalam bab ini peneliti akan memaparkan terlebih dahulu deskripsi

lokasi penelitian sebagai bagian dari isi skripsi ini.

Pondok pesantren Mamba’ul Maarif Denanyar Jombang berada

di pintu barat kota Jombang. Berlokasi di tepi jalan raya Jombang –

Megaluh, sekitar 3 km arah barat kota. Sebagai pintu masuk dari

wilayah pesisir barat sungai Brantas (Megaluh, Perak,

Bandarkedungmulyo, Kertosono, Nganjuk), pondok pesantren

Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang juga cukup terkenal karena

didirikan oleh KH Bisri Syansuri (Mbah Bisri), salah satu dari tiga

tokoh pendiri NU. Di pesantren ini pula tempat lahirnya Gus Dur (KH

Abdurrahman Wahid) tokoh besar NU yang merupakan cucu dari

Mbah Bisri itu sendiri.

Pondok pesantren Denanyar dirintis oleh KH Bisri Syansuri

Gambar

gambar hidup dan karya seni.21
Tabel 3.1
Tabel 3.2 Kitab-kitab Pelajaran di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif
Tabel 3.3 Rutinitas Keseharian Santri Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebanyak lima kecamatan memiliki rata-rata anggota rumah tangga lebih besar dari rata-rata kabupaten, yaitu Kecamatan Selemadeg Timur, Kerambitan, Kediri, Marga, dan

Maksud yang ingin di capai dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses pemindahan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari instansi lain ke Badan Litbang ESDM,

Berdasarkan uraian latarbelakang yang telah di dikemukakan diatas, maka tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah: ingin mengetahui korelasi antara kelincahan,

Adapun berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 4.2 maka dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada presentase layak pakai 80% responden berpendapat bahwa sabun yang

Dalam Sudut Temp. Sehingga perbedaan kuat impak untuk material SS304 dengan pengelasan TIG dan MIG sebesar 42.54%.Pada Berdasarkan Gambar 4.2 nilai kuat impak terbesar

parsial terhadap kepuasan konsumen Puri Saron Hotel Seminyak Kuta. e) Berdasarkan hasil analisis nilai t hitung variabel empati berpengaruh secara. parsial terhadap

Konsep awal yang muncul berdasarkan hasil analisa data yaitu membuat video motion graphic dengan beberapa video klip pendek, yaitu mengangkat tentang isu anonimitas pada tindakan,