ABSTRAK
Rizki Purnama
(B53213067),
Terapi Behavior dengan Tehnik Reward dan
Punishment dalam Meningkatkan Disiplin Diri Anak Usia Prasekolah
Kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya.
Fokus permasalahan pada penelitian ini adalah, 1) Bagaimana proses terapi
behavior
dengan tehnik
reward
dan
punishment
dalam meningkatkan disiplin
diri pada anak usia prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo
Surabaya? 2) Bagaimana hasil proses terapi
behavior
dengan pendekatan
reward
dan
punishment
dalam meningkatkan disiplin diri pada anak usia
prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya?
Metode penelitian ini adalah, peneliti menggunakan metode peneltian
kualitatif deskriptif. Instrumen pengumpulan data melalui observasi,
wawancara dan observasi. Sehingga hasil data dianalisis dengan
menggunakan observasi secara langsung. Data yang diperoleh melalui
observasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum diterapkan terapi
behavior
dengan tehnik
reward
dan
punishment
, kondisi disiplin diri anak
usia prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya berada
dalam keadaan yang rendah karena faktor tidak adanya dorongan dan
dukungan dari orangtua dan belum adanya pembiasaan dalam diri siswa
sendiri. Dampaknya para siswa memiliki kurangnya disiplin diri dalam hal
mematuhi tata tertib sekolah, kurangnya disiplin diri dalam hal waktu, suka
membuat keramaian di dalam kelas ketika pelajaran berlangsung, suka
berbicara dan bermain sendiri atau dengan temannya saat pelajaran dan tidak
mendengarkan arahan atau perintah dari wali kelas untuk duduk diam dan
kembali ke bangku.
Hasil penelitian menyatakan bahwa setelah diterapkannya terapi
behavior
dengan tehnik
reward
dan
punishment
, para siswa yang memiliki disiplin diri
yang rendah mulai berubah sedikit demi sedikit. Para siswa sudah banyak
yang tidak datang terlambat lagi, sudah tidak asyik bermain sendiri atau
dengan temannya, mulai mendengarkan dan memperhatikan apa yang
disampaikan oleh guru, sudah tidak banyak yang membuat keramaian saat
pembelajaran berlangsung meskipun harus sering diberikan hukuman berupa
teguran, ancaman maupun peringatan untuk mengingatkan mereka dan
membuat mereka diam.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari tidak akan lepas dari kegiatan atau
aktivitas. Terkadang kegiatan itu dilakukan dengan tepat waktu tapi
kadang juga tidak. Kegiatan yang dilaksanakan secara tepat waktu dan
terus menerus akan menghasilkan kebiasaan. Kebiasaan dalam
melaksanakan kegiatan secara teratur dan tepat waktu biasanya disebut
dengan disiplin.
Secara garis besar, islam mewajibkan kepada penganutnya untuk
mematuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah
akan memberi ganjaran kepada hamba-Nya yang disiplin dalam mematuhi
perintah-Nya berupa ganjaran surga dan memberi hukuman kepada
hamba-Nya yang ingkar dengan azab neraka. Berita tentang ganjaran dan
hukuman ini banyak dikisahkan dalam Al-Quran agar menjadi motivasi
bagi setiap muslim supaya lebih semangat dalam mengerjakan ibadah dan
menjauhkan diri dari melakukan larangan-Nya. Sebagaimana dijelaskan
pada surah Yunus ayat 2:
perimgatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang yang
beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan
mereka”. Orang
-
orang kafir berkata : “Sesungguhnya orang ini
(Muhammad) benar-benar adalah seorang penyihir yang nyata.
2Reward
dan
punishment
merupakan satu rangkaian yang
dihubungkan dengan pembahasan
reinforcement
(dorongan, dukungan)
yang diperkenalkan oleh Thorndike. Dengan adanya
reinforcement
,
perbuatan atau tingkah laku seorang individu akan dan semakin menguat,
sebaliknya dengan tidak adanya reinforcement maka tingkah laku
seseorang akan melemah.
3Reward
digunakan sebagai bentuk motivasi
untuk hasil atau prestasi yang baik, sedangkan
punishment
adalah
pemberian sesuatu yang tidak menyenangkan karena seseorang tidak
melakukan apa yang diharapkan dan pemberian hukuman akan membuat
seseorang akan menjadi kapok dan tidak akan mengulangi lagi hal yang
serupa.
4Kedisiplinan adalah kesadaran akan tugas dan tanggung jawab
serta kemampuan seseorang untuk patuh atau taat terhadap peraturan yang
berlaku. Jadi kedisiplinan amatlah penting sebagai upaya membentuk
sikap dan kepribadian anak agar dapat berperilaku bijak dalam
menghadapi semua tugas dan tanggung jawabnya.
Kata disiplin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan
sebagai cara pendekatan yang mengikuti ketentuan yang pasti dan
konsisten untuk memperoleh pengertian dasar yang menjadi sasaran studi.
2
Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya(Jakarta: J-Art, 2005), hal. 209.
3
Wasty Sumanto,Psikologi Pendidikan;Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hal. 117.
4
Disiplin biasanya dipahami dengan peraturan dan ketetapan, atau perilaku
yang diperoleh dari pelatih. Pada disiplin diri, pusat pengendalian diri
berada didalam diri pribadi individu itu sendiri.
5Disiplin merupakan cara masyarakat mengajarkan kepada
anak-anak perilaku moral yang diterima kelompok. Tujuannya adalah
memberitahukan kepada anak-anak perilaku mana yang baik dan mana
yang buruk dan mendorongnya untuk berperilaku sesuai dengan
standar-standar ini. Piaget dan Kohlberg menyatakan bahwa ada tiga unsur penting
dalam displin, yaitu: 1) Peraturan dan hukum yang berfungsi sebagai
penilaian yang baik; 2) Hukuman (
punishment
) untuk pelanggaran
peraturan dan hukum; dan 3) Hadiah atau ganjaran (
reward
) untuk
perilaku yang baik dalam mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku.
6Usia prasekolah adalah usia yang rentan bagi anak. Pada usia ini
anak mempunyai sifat imitasi atau meniru segala hal apapun yang telah
dilihatnya. Orang dewasa yang paling dekat dengan anak adalah orangtua.
Keluarga merupakan pendidik pertama dan paling utama dalam kehidupan
anak serta mempunyai pengaruh yang sangat besar. Dari orangtualah anak
akan mendapatkan pendidikan pertama kalinya serta menjadi dasar
perkembangan dan kehidupan anak dikemudian hari. Orang tua
mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembentukan perilaku,
kepribadian, watak, moral dan pendidikan anak.
5
Thomas Gordon,Mengajar Anak Disiplin Diri(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), hal. 8.
6
Anak usia prasekolah merupakan fase perkembangan individu
sekitar 2-6 tahun. Pada masa ini, tugas perkembangannya adalah sebagai
berikut:
1. Belajar berjalan,
2. Belajar makan makanan padat,
3. Belajar berbicara, belajar buang air kecil dan air besar sendiri,
4. Belajar mengenal perbedaan lawan jenis, membentuk konsep-konsep
(pengertian) sederhana kenyataan sosial dan alarm, dan
5. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua,
saudara/orang lain.
Setelah mengetahui tugas perkembangan di atas, maka peneliti
merasa bahwa perlunya mendisiplinkan diri dimulai pada usia ini.
Masa-masa ini adalah Masa-masa menentukan orang seperti apakah anak tersebut dan
tehnik apakah yang cocok dalam menghadapinya. Langkah yang dianggap
tepat oleh peneliti untuk melatih hal tersebut adalah melalui terapi
behavior
dengan pendekatan
reward
dan
punishment
.
Sehingga dari permasalahan yang ada, peneliti merasa tergugah
untuk mengadakan dan melakukan assesment yang mendalam. Untuk itu
peneliti mengambil judul “Terapi Behavior Melalui Pendekatan Reward
dan Punishment dalam Meningkatkan Disiplin Diri pada Anak Usia
B. Rumusan Masalah
Adapun penjelasan latar belakang diatas maka didapatkan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses terapi
behavior
dengan tehnik
reward
dan
punishment
dalam meningkatkan disiplin diri pada anak usia
prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya?
2. Bagaimana hasil dari proses terapi
behavior
dengan tehnik
reward
dan
punishment
dalam meningkatkan disiplin diri pada anak usia
prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Berlandaskan pada penentuan rumusan masalah tersebut, maka
yang akan menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui proses terapi
behavior
dengan tehnik
reward
dan
punishment
dalam meningkatkan disiplin diri pada anak usia
prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya
2. Untuk Mengetahui hasil dari proses terapi
behavior
dengan tehnik
reward
dan
punishment
dalam meningkatkan disiplin diri pada anak
usia prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
bidang bimbingan dan konseling islam dalam hal pemberian
pendidikan moral kepada anak sejak usia dini.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini bagi peneliti memberikan pengalaman
dan menambah khazanah keilmuan pribadi. Penelitian ini akan
bermanfaat dan digunakan peneliti sebagai pengaplikasian dari
teori-teori yang telah diperoleh dan bahan pengembangan dalam
penulisan karya ilmiyah, serta sebagai langkah awal untuk bisa
menjadi pendidik yang cerdas dan profesional.
b. Universitas
Hasil
penelitian
ini
sebagai
bahan
rujukan
dan
pengembangan bagi peneliti selanjutnya.
c. Lembaga Pendidikan
Memberikan kontribusi dalam meningkatkan mutu dan
mengembangkan lembaga melalui pelaksanaan pengembangan diri
yang tepat.
E. Definisi Konsep
Berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang terkait
dengan pengertian judul maka didapatkan definisi konsep sebagai berikut:
1. Terapi
Behavior
belajar pada pengubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih
adaptif. Pendekatan ini telah memberikan sumbangan-sumbangan yang
berarti, baik pada bidang-bidang klinis maupun pendidikan.
7Terapi
behavior
berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian
dari Ivan Panvlov dan Skinnerian dari B. F. Skinner. Pada mulanya
terapi ini dikembangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neorosis.
Neorosis dapat dijelaskan dengan mempelajari perilaku yang tidak
adaptif melalui proses belajar. Dasar teori
behavior
adalah bahwa
perilaku dapat dapat dipahami sebagai hasil kombinasi: 1) belajar
waktu lalu dalam hubungannya dengan keadaan serupa, 2) keadaan
motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan lingkungan, dan
3) perbedaan-perbedaan biologik baik secara genetik atau karena
gangguan fisiologis.
8Pendekatan tingkah laku atau
behavior
menekankan pada
dimensi kognitif individu dan menawarkan berbagai metode yang
berorientasi pada tindakan (
action-oriented
) untuk membantu
mengambil langkah yang jelas dalam mengubah perilaku. Terapi
behavior
memiliki asumsi dasar bahwa setiap tingkah laku dapat
dipelajari, tingkah laku lama dapat diganti dengan tingkah laku yang
baru, dan manusia memiliki potensi berperilaku baik atau buruk, tepat
atau salah. Selain itu, manusia dipandang sebagai individu yang
mampu melakukan refleksi atas tingkah lakunya sendiri, mengatur
7
Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling dan psikoterapi (Bandung: Refika Aditama, 2013), hal. 193.
8
serta dapat mengontrol perilakunya, dan dapat belajar tingkah laku
baru atau dapat mempengaruhi perilaku orang lain.
92.
Reward
dan
Punishment
a.
Reward
Dalam kamus bahasa inggris,
reward
diartikan dengan
ganjaran, hadiah atau perhargaan.
Reward
adalah alat untuk
mendidik anak-anak supaya anak-anak dapat merasa senang karena
perbuatan atau pekerjaanya mendapat penghargaan.
10Suharsimi Arikunto menjelaskan bahwa penghargaan
merupakan sesuatu yang diberikan kepada seseorang karena sudah
mendapatkan prestasi dengan yang dikehendaki, yakni mengikuti
peraturan sekolah yang telah ditentukan. Penghargaan tidak selalu
bisa dijadikan sebagai motivasi, karena penghargaan untuk
pekerjaan tertentu, mungkin tidak akan menarik bagi orang yang
tidak menyukai pekerjaan tersebut.
11Adapun
reward
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
berupa pujian, penghargaan, penghormatan, diberikan hadiah
berupa barang atas perbuatan baik yang telah dikerjakannya,
seperti permen, pensil, makanan, dan sebagainya.
b. Punishment
9
Gantina Komalasari, dkk,Teori dan Tehnik Konseling(Jakarta: PT Indeks, 2011), hal. 141.
10
Ngalim Purwanto,Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis(Bandung: Remaja Karya, 2006), hal. 182.
11
Punishment
adalah penderitaan yang diberikan dengan
sengaja oleh pendidik (guru) sesudah terjadi pelanggaran,
kejahatan atau kesalahan.
12Kamus Besar Bahasa Indonesia, menjelaskan ada tiga
macam bentuk
punishment
, yaitu:
•
Siksa yang dikenakan kepada orang-orang yang melanggar
undang-undang.
•
Keputusan yang dijatuhkan oleh hakim.
•
Hasil atau akibat menghukum.
Punishment
dalam penelitian ini dapat berupa ancaman,
larangan, pengabaian dan pengisolasian, hukuman badan sebagai
bentuk hukuman yang diberikan
kepada seseorang karena
kesalahan, pelanggaran hukum dan peraturan dalam perbaikan dan
pembinaan umat manusia.
3. Disiplin Diri
Poerwadarminto dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
menjelaskan bahwa displin adalah latihan batin atau watak dengan
maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati peraturan dan tata
tertib.
Elizabeth B. Hurlock menjelaskan bahwa disiplin berasal dari
kata “
disciple
” yaitu seorang yang belajar secara sukarela mengikuti
seorang pemimpin yakni orang tua dan guru, sedangkan anak sebagai
12
murid yang belajar dari mereka cara hidup yang bermanfaat terutama
bagi diri sendiri.
Menurut bahasa disiplin diri berasal dari dua kata yaitu
“
discipline
” yang berarti kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan,
dan “
self
” yang artinya kemampuan diri untuk mengendalikan segala
perbauatan yang bertentangan dengan akal, moral, dan norma yang
berlaku. Disiplin diri dapat menjauhkan diri dari kemalasan, karena
disiplin diri memiliki nilai-nilai penting dan universal sehingga
keberadaannya dapat menguntungkan diri sendiri dan orang lain.
13Disiplin diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah:
a. Disiplin dalam mematuhi peraturan sekolah
b. Disiplin dalam waktu, seperti waktu makan, waktu tidur, dan waktu
bermain, waktu berangkat sekolah
c. Disiplin ketika didalam kelas saat perbelajaran sedang berlangsung
4. Anak Usia Prasekolah
Anak usia prasekolah merupakan fase perkembangan individu
sekitar 2-6 tahun, ketika anak mulai sadar tentang dirinya sebagai pria
dan wanita, dapat menagtur diri dalam buang air kecil (
toilet training
),
dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan
dirinya).
14Perlu dicamkan bahwa masa prasekolah adalah masa
pertumbuhan. Masa-masa ini adalah masa menentukan orang seperti
13
Thomas Gordon,Mengajar Anak Disiplin Diri,hal. 3.
14
apakah anak kita tersebut, dan tehnik apakah yang cocok dalam
menghadapinya. Masa prasekolah adalah masa belajar, tetapi bukan
dalam dunia dimensi (pensil dan kertas) melainkan belajar pada dunia
nyata, yaitu dunia tiga dimensi. Dengan kata lain, masa prasekolah
merupakan
time for play
.
F. Metode Penelitian
Metode adalah cara tepat untuk melakukan sesuatu dengan
menggunakan pikiran secara seksama dalam mencapai suatu tujuan.
Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat,
merumuskan, dan menganalisa suatu yang diteliti sampai menyusun suatu
laporan. Jadi, metode penelitian merupakan suatu strategi yang dilakukan
untuk mengumpulkan data dan menganalisanya.
Adapun metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian
kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif.
1515
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah oleh peneliti
adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif
dapat didefinisikan sebagai peneltian yang diarahkan untuk
mengeksplorasi dana tau memotret sistuasi social yang akan diteliti
secara menyeluruh, luas dan mendalam.
16Penelitian deskriptif
kualitatif digunakan untuk menggambarkan secara sistematik dan
akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau bidang tertentu.
Peneiltian ini berusaha menggambarkan situasi atau kejadian. Data
yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif.
172. Subjek dan Lokasi Penelitian
a. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, subjeknya adalah siswa kelas TK A
RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya yang berjumlah 12 orang.
b. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memilih tempat atau lokasi
adalah berada di RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya, tepatnya
kelas TK A.
3. Tahap-tahap Penelitian
Adapun tahapan penelitian ini sebagai berikut :
a. Tahap Pra Lapangan
16
Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, hal. 209.
17
Tahap ini digunakan untuk menyusun rancangan penelitian,
memilih lapangan penelitian, memilih dan memanfaatkan
informan, menyiapkan perlengkapan dan persoalan ketika
dilapangan.
18Seperti halnya yang dilakukan oleh peneliti saat akan
melakukan penelitian, peneliti memilih RA Darul Hafidhin
Wonocolo Surabaya sebagai tempat penelitian, membuat surat izin
untuk diberikan kepada pihak RA Darul Hafidhin Wonocolo
Surabaya, dan menyiapkan perlengkapan untuk penelitian seperti
pedoman wawancara, alat tulis, map, buku dan semua yang
berhubungan dengan penelitian dan bertujuan untuk mendapatkan
deskripsi data lapangan.
b. Tahap Persiapan Lapangan
Tahap ini adalah tempat dimana peneliti memahami
penelitian dengan persiapan diri memasuki lapangan. Kemudian
masuk ke lapangan menjalin keakraban dengan klien serta
orang-orang terkait. Pada tahap ini berfokus pada pencarian dan
pengumpulan data di lapangan dan pemberian terapi
behavior
melalui pendekatan
reward
dan
punishment
dalam meningkatkan
disiplin diri anak usia prasekolah.
c. Tahap Analisis Data
Analisis data atau pengkajian data meliputi pengarahan
batas waktu penelitian, mencatat data, mengingat data, penyakian
18
latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan penelitian, metode
atau prosedur analisis dan pengumpulan data.analisis dan laporan
hal ini merupakan tugas terpenting dalam suatu proses penelitian.
4. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Penelitian akan kurang valid jika tidak ditemukan jenis data
dan sumber datanya. Adapun jenis data pada penelitian ini adalah:
1) Data Primer adalah adalah data yang langsung diambil dari
sumber pertama di lapangan. Dimana data-data yang diambil
adalah hasil dari observasi di lapangan, tingkah laku siswa,
kegiatan keseharian siswa, dan latar belakang siswa, serta
respon dari siswa yang telah diberikan proses konseling dengan
pendekatan
reward
dan
punishment
dalam terapi
behavior
.
2) Data Sekunder, adalah data yang diambil dari sumber kedua
sebagai kelengkapan data primer.
19Diperoleh dari gambaran
lokasi penelitian dan keadaan lingkungan siswa.
b. Sumber Data
Untuk mendapat keterangan dan informasi, peneliti
mendapatkan informasi dari sumber data, yang dimaksud dengan
19
sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Adapun yang
dijadikan sumber data adalah:
1) Sumber Data Primer, yaitu sumber data yang diperoleh
langsung dari konseli yakni dua orang siswa TK Surabaya serta
didapat dari peneliti sebagai konselor.
2) Sumber Data Sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari
perpustakaan
yang digunakan untuk mendukung dan
melengkapi data primer dan dari informan, yakni Orang tua,
wali kelas, dan guru-guru.
5. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian membutuhkan data-data yang relevan
dengan tujuan penelitian. Sedangkan untuk mendapatkan data-data
tersebut perlu menggunakan metode yang sesuai.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode
untuk memperoleh data, di antaranya yaitu:
1) Observasi
Observasi adalah pengamatan perilaku klien secara terus
menerus dengan cara mendengar, melihat perilaku seseorang dalam
beberapa hal tanpa melakukan manipulasi dan mencatat semua
informasi untuk nantinya dijadikan analisis.
20Peneliti melakukan observasi atau pengamatan tempat
dimana akan melakukan penelitian. Yaitu peneliti melakukan
20
observasi ke TK Surabaya dan memilih tempat tersebut untuk
penelitian.
Peneliti juga mengamati perilaku subyek penelitian.
sementara model observasi yang akan digunakan oleh peneliti
adalah observasi berperan serta (
participant observation
) dan
sekaligus terstruktur.
2) Wawancara
Wawancara adalah suatu cara memperoleh informasi
dengan cara tanya jawab serta bertatap muka dengan orang yang
diwawancarai.
21Pada tehnik ini peneliti akan menggunakan wawancara
kualitatif, dalam artian peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan
dengan bebas dan leluasa tanpa terikat oleh suatu susunan
pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Peneliti melakukan wawancara secara langsung terhadap
sumber data sekunder yaitu orangtua, wali kelas dan guru-guru dan
juga sumber data primer. Dari hasil wawancara tersebut peneliti
mencatat semua hasil pembicaraan.
3) Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sebuah teknik pencarian data
mengenai objek penelitian, berupa catatan, buku, transkip atau
beberapa karya lainnya.
2221
Burhan Bungin,Metode Penelitian Sosial : Format-format Kualitatif dan Kuantitatif,
Dokumentasi adalah mencari data-data atau informasi yang
berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah dokumen,
peraturan-peraturan, jurnal, transkip dan catatan harian lainnya.
6. Tehnik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
data deskriptif komparatif, yakni dapat diartikan sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan
obyek penelitian pada saat sekarang fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya.
23Adapun yang dianalisis dalam penelitian ini
adalah:
a. Proses pendekatan
reward
dan
punishment
pada terapi
behavior
dalam meningkatkan disiplin diri anak usia prasekolah
b. Hasil akhir proses pendekatan
reward
dan
punishment
pada terapi
behavior
dalam meningkatkan disiplin diri anak usia prasekolah
7. Tehnik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data merupakan faktor yang menentukan
dalam penelitian kualitatif untuk mendapatkan data yang valid. Dalam
penelitian ini, peneliti memakai teknik keabsahan data sebagai berikut:
22
Suharmini Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik(Jakarta: Renika Cipta,2010), hal.274.
23
a. Perpanjangan Pengamatan
Yaitu lamanya waktu keikutsertaan peneliti dalam
pengumpulan data serta dalam meningkatkan derajat kepercayaan
data yang dilakukan dalam waktu yang relatif panjang.
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan keabsahan dalam
pengumpulan data.
Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu
singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada
penelitian.
Keikutsertaan
dimaksudkan
untuk
membangun
kepercayaan terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti
sendiri.
b. Ketekunan Pengamatan
Bermaksud menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang
dicari dan kemudian memusatkan pada hal-hal tersebut secara
rinci. Ketekunan pengamatan sangat diperlukan dalam sebuah
penelitian agar data yang diperoleh bisa dipertanggungjawabkan
dan dapat diuji kebenarannya.
Trianggulasi
adalah
penggunaan
beberapa
metode
dansumber data dalam pengumpulan data untuk menganalisa suatu
fenomena yang saling berkaitan dari perspektif yang berbeda.
24Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pemeriksaan atau
sebagai perbandingan terhadap data itu. Peneliti memeriksa
data-data yang diperoleh dengan subjek peneliti, baik melalui
wawancara maupun pengamatan, kemudian data tersebut peneliti
bandingkan dengan data yang ada di luar yaitu dari sumber lain,
sehingga keabsahan data bisa dipertanggung jawabkan.
G. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan peneltian ini adalah sebagai
berikut:
Bab I
: Pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep,
Metode penelitian yang meliputi Pendekatan dan Jenis Penelitian,
Subjek Penelitian, Jenis Data dan Sumber Data, Tahap-tahap
Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data,
Tehnik Pemeriksaan Keabsahan Data, serta dalam bab satu ini
berisi tentang, Sistematika Pembahasan
Bab II
: Berisi Tinjauan Pustaka yang meliputi: Kajian Teoritik tentang
pengetian Terapi
Behavior
, Tehnik
Reward
dan
Punishment
,
24
Pengertian Disiplin Diri, Pengertian Anak Usia Prasekolah, dan
juga Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Bab III
: Penyajian Data terdiri dari deskriptif umum objek penelitian.
Deskripsi umum objek penelitian membahas tentang: gambaran
lokasi penelitian, dekripsi subjek peneltian, deskripsi masalah dan
deskripsi konselor. Sedangkan deskripsi proses penelitian
membahas tentang data hasil observasi, hasil wawancara terhadap
klien, dan hasil dokumentasi.
Bab IV
: Analisis Data yang mana analisis data mengenai proses
penerapan terapi
behavior
dengan tehnik
reward
dan
punishment
dalam meningkatkan disiplin diri pada anak usia prasekolah kelas
TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya dan hasil proses
terapi
behavior
dengan tehnik
reward
dan
punishment
dalam
meningkatkan disiplin diri pada anak usia prasekolah kelas TK A
RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya.
Bab V
: Bab ini merupakanakir dari pembahasan yang berisi Kesimpulan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Terapi Behavior
Terapi behavior berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dai Ivan
Pavlov dan Skinnerian dari B. F. Skinner. Pada awalnya terapi ini
dikembangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis. Neurosis dapat
dijelaskan dengan mempelajari perilaku yang tidak adaptif melalui prose
belajar. Dengan kata lain bahwa perilaku yang menyimpang bersumber dari
hasil belajar di lingkungan.
Dasar teori terapi behavior adalah bahwa perilaku dapat dipahami
sebagai hasil kombinasi: 1) belajar waktu lalu dalam hubungannya dengan
keadaan yang serupa; 2) keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap
kepekaan lingkungan; 3) perbedaan-perbedaan biologik baik secara genetik
atau karena gangguan fisiologik.
241. Pengertian Terapi Behavior
Menurut Gerald Corey, terapi behavior adalah penerapan aneka
ragam dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar.
Terapi ini menyertakan penerapan yang sistematis dan prinsip-prinsip
belajar pada perubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang adaptif.
24
Pendekatan ini, telah memberikan sumbangan-sumbangan yang berarti,
baik padabidang-bidang klinis maupun pendidikan.
25Pendekatan tingkah laku atau behavior menekankan pada dimensi
kognitif individu dan menawarkan berbagai metode yang berorientasi
pada tindakan (
action-oriented
) untuk membantu mengambil langkah
yang jelas dalam mengubah perilaku. Terapi behavior memiliki asumsi
dasar bahwa setiap tingkah laku dapat dipelajari, tingkah laku lama dapat
diganti dengan tingkah laku yang baru, dan manusia memiliki potensi
berperilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Selain itu, manusia
dipandang sebagai individu yang mampu melakukan refleksi atas tingkah
lakunya sendiri, mengatur serta dapat mengontrol perilakunya, dan dapat
belajar tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi perilaku orang lain.
26Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami
perilaku individu yang memandang individu dari sisi fenomena fisik, dan
cenderung mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain,
beheviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minta dan
perasaan individu dalam suatu belajar. Behaviorisme menganggap
peristiwa belajar semata-mata melatiih refleks-refleks sedemikian rupa
sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh individu. Behaviorisme
25
Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, hal. 193.
26
lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia
adala proses belajar. Proses belajar artinya, proses perubahan perilaku
organisme sebagai pegaruh lingkungan.
272. Tujuan Terapi Behavior
Tujuan umum terapi behavior adalah menciptakan kondisi-kondisi
baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segala tingkah laku
dipelajari (
learned),
termasuk tingkah laku yang maladaptif.
Terapi behavior pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan
hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman
belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun
belum dipelajari. Misalnya, tujuan mengaktualisasi diri bisa dipecah ke
dalam beberapa subtujuan yang lebih kongkret sebagai berikut: 1)
membantu klien untuk menjadi lebih asertif dan mengekspresikan
pemikiran dan hasratnya dalam situasi-situasi yang membangkitkan
tingkah laku asertif; 2) membantu klien menghapus ketakutan-ketakutan
ynag tidak realistis yang menghambat dirinya dari keterlibatan dalam
peristiwa-peristiwa sosial; dan 3) konflik batin yang menghambat klien
dari pembuatan keputusan-keputusan yang penting bagi kehidupannya.
27
Ada beberapa kesalahpahaman yang menyangkut masalah tentang
tujuan-tujuan dalam terapi behavior. Salah satu kesalahpahaman yang
umum adalah tujuan terapi semata-mata menghilangkan gejala-gejala
suatu gangguan tingkah laku dan bahwa setelah gejala-gejala itu terhapus,
gejala-gejala
baru akan muncul karena penyebab-penyebab yang
mendasarinya tidak ditangani. Kesalahpahaman umum lainnya adalah
bahwa tujuan-tujuan klien ditentukan dan dipaksakan oleh terapis tingkah
laku.
28Tujuan terapi behavior adalah untuk membantu klien membuang
respon-respon yang lama yang merusak diri, mempelajari respon-respon
baru yang lebih sehat, memperoleh perilaku baru, mengelemenasi perilaku
yang maladaptif dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang
diinginkan.
293. Tahap-tahap Terapi Behavior
a. Melakukan Asesmen (Assessment)
Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan oleh
konseli pada saat ini. Asesmen dilakukan adalah aktivitas nyata, perasaan
dan pikiran konseli.Kanfer dan Saslow mengatakan ada beberapa
informasi yang digali dalam asesmen, yaitu:
28
Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, hal. 199-201.
29
1) Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat
ini. Tingkah laku yang dianalisis adalah tingkah laku yang khusus.
2) Analisis situasi yang didalamnya masalah konseli terjadi. Analisis
ini mencoba untuk mengidentifikasi peristiwa yang mengawali
tingkah laku dan mengikutinya sehubungan dengan masalah
konseli.
3) Analisis motivasional.
4) Analisis
self control
, yaitu tingkatan kontrol diri konseli terhadap
tingkah laku bermsalah, dietelusuri atas dasar bagaimana kontrol
itu dilatih dan atas dasar kejadian-kejadian yang menentukan
keberhasilan kontrol diri.
5) Analisis hubungan sosial, yaitu orang lain yang dekat dengan
kehidupan konseli dan hubungannya orang tersebut dengan
konseli.
6) Analisis lingkungan fisik-sosial budaya, yaitu analisis yang
berdasar norma-norma dan keterbatasan lingkungan.
b. Menetapkan Tujuan (Goal Setting)
1) Membantu konseli untuk mamandang maslaahnya atas dasar
tujuan-tujuan yang diinginkan
2) Memperhatikan
tujan
konseli
berdasarkan
kemungkinan
hambatan-hambatan situasional tujuan belajaryang dapat diterima
dan diukur
3) Memecahkan tujuan kedalam sub-tujuan dan menyusun tujuan
menjadi susunan yang berurutan
c. Implemantasi Tehnik (Technique Implementation)
Pada tahap ini, konselor dan konseli mengimplementasikan
tehnik-tehnik konseling yang sesuai dengan masalah yang dialami oleh
konseli (tingkah laku
excessive
atau
deficit
). Dalam tahap ini juga
konselor membandingkan perubahan tingkah laku antara baseline data
dengan data intervensi.
d. Evaluasi dan Pengakhiran (Evaluation-Termination)
Evaluasi
terapi
behavior
merupakan
proses
yang
berkesinambungan. Evaluasi dibuat atas dasar apa yang konseli
perbuat. Tingkah laku konseli digunakan sebagai dasar untuk
menevaluasi efektivitas konselor dan tehnik yang digunakan.
1) Menguji apa yang konseli lakukan terakhir
2) Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan
3) Membantu konseli mentransfer apa yang dipelajari dalam
konseling ke tingkah laku konseli
4) Memberi jalan untuk memantau secara terus menerus tingkah laku
konseli.
304. Tehnik-tehnik Terapi Behavior
a. Desensitisasi Sistematik (
systematic desensititation
)
Tehnik ini dikembangkan oleh Wolpe, yang mengatakan
bahwa semua perilaku neurosis adalah ekspresi dari kecemasan dan
respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi dengan menemukan
respon yang antagonistik.
Tehnik desensititasi sistematik bermaksud mengajar klien
untuk memberi respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang
dialami klien. Adapun prosedur pelaksanaan tehnik ini adalah:
1) Analisis perilaku yang menimbulkan kecemasan
2) Menyusun jenjang-jenjang situasi yang menimbulkan kecemasan
dari yang kurang hingga yang paling mencemaskan klien
3) Memberi latihan relaksasi otot-otot yang dimulai dari lengan
hingga otot kaki. Kaki klien dapat diletakkan diatas bantal atau
30
kain wool. Secara terinci relaksasi otot dimulai dari lengan ,
kepala, kemudian leher dan bahu, bagaian belakang , perut dan
dada, dan kemudian anggota bagian bawah.
4) Klien diminta membayangkan situasi yang menyenangkanya
seperti di pantai, ditengah taman yang hijau dan lain-lain.
5) Klien
disuruh
memejamkan
mata,
kemudian
disuruh
membayangkan situasi yang kurang mencemaskan. Bila klien
sanggup tanpa cemas atau gelisah, berarti situasi tersebut dapat
diatasi klien. Demikian seterusnya hingga ke situasi yang paling
mencemaskan.
6) Bila pada suatu klien cemas dan gelisah, maka konselor
memerintahkan
klien
agar
membayangkan
situasi
yang
menyenangkan tadi untuk menghilangkan kecemasan yang baru
terjadi.
7) Menyusun hierarki atau jenjang kecemasan harus bersama klien,
dan konselor menuliskannya di kertas.
b. Assertive Training
playing
(bermain peran). Tehnik ini dapat digunakan untuk membantu
klien dalam hal-hal berikut:
1) Tidak dapat menyatakan kemarahannya atau kejengkelannya
2) Mereka yang berlebihan dalam sopan dan membiarkan orang lain
mengambil keuntungan darinya
3)
Mereka yang mengalami kesulitan dalam mengatakan kata “
tidak
”
4) Mereka yang sukar dalam menyatakan cinta dan respon positif
lainnya
5) Mereka yang merasakan tidak punya hal untuk menyatakan
pendapat dan pikirannya
c. Aversion Therapy
Tehnik ini bertujuan untuk menghukum perilaku yang negatif dan
memperkuat perilaku yang positif.
31Pada kontrol diri aversi dilakukan oleh klien sendiri, tetapi
pada terapi pengaturan kondisi aversi dilakukan terapis. Misalnya
remaja yang senang berkelahi, ditunjukkan foto teman yang kesakitan,
saat yang sama diberi kejutan listrik yang menimbulkan rasa sakit.
Dengan terapi aversi diharapkan terajdi proses pembalikan
reinforcement dari perasaan senang atau bangga menyakiti orang lain,
31
menjadi reinforcement seperti iba, takut, rasa berdosa melihat orang
laiin terluka dan merasa sakit karena listrik.
Terapi aversi merupakan tehnik yang bertujuan untuk
meredakan gangguan-gangguan behavior yang spesifik, melibatkan
pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan stimulus yang
menyakitkansampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat
kemunculannya. Stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan
kejutan listrik atau ramuan yang membuat mual.
32d.
Reward
(Ganjaran)
Reward
(gajaran) dan
punishment
(hukuman) merupakan suatu
bentuk teori penguatan positif yang bersumber dari teori behavioristik.
Menurut teori behavioristik balajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibar dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Dengan kata lain, belajar merupakan perubahan yang dialami siswa
dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara baru
sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
33Substansi
reward
dan
punishment
sebenarnya adalah sebuah
bentuk respon seseorang karena perbuatannya. Pemberian
reward
merupakan respon positif, sedangkan pemberian
punishment
32
Gantina Komalasari, dkk,Teori dan Tehnik Konseling, hal. 191-192.
33
merupakan respon negatif, namun keduanya memiliki tujuan yang
sama yaitu ingin mengubah tingkah laku ke arah yang lebih baik lagi.
Dalam Al-Qur an diejalskan bahwa
reward
dan
punishment
menunjukkan balasan terhadap apa yang diperbuat oleh seseorang
dalam kehidupan ini atau di akherat kelak karena amal perbuatannya.
Allah berfirman dalam Al-Qur an QS Fushilat ayat 46:
Artinya
“
Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, maka
(pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan
perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan
sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.
”
341) Pengertian
Reward
(Ganjaran)
Ganjaran dalam bahasa, berasal dari bahasa Inggris
reward
yang berarti penghargaan atau hadiah.
35Sedangkan
reward
(ganjaran) menurut istilah ada beberapa pendapat yang
dikemukakan, diantaranya:
Menurut Amir Dien Indrakusuma (1973),
reward
(ganjaran) adalah penilaian yang bersifat positif terhadap
belajarnya siswa. M. Ngalim Purwanto mengatakan bahwa
reward
(ganjaran) adalah alat untuk mendidik anak-anak supaya anak
34
Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 482.
35
dapat merasa senang karena perbuatan dan pekerjaannya mendapat
penghargaan.
36Sementara
reward
(ganjaran) dalam bahasa Arab,
diistilahkan dengan kata
tsawab
yang berarti pahala, upah dan
balasan. Dalam Al-Quran, kata
tsawab
selalu diterjemahkan
kepada balasan atau ganjaran yang baik. Sebagaimana dapat dilihat
dari firman Allah SWT pada surat An-Nisa: 134.
Artinya “
Barangsiapa yang menghendaki pahala (ganjaran)
didunia saja (maka ia merugi), karena Allah ada pahala dunia
dan akhirat. Dan Allah M
aha Mendengar dan Maha Melihat”
37Peranan
reward
(ganjaran) dalam proses pengajaran cukup
penting, terutama sebagai faktor eksternal dalam mempengaruhi
dan mengarahkan perilaku siswa. Hal ini berdasarkan atas berbagai
pertimbangan logis, diantaranya
reward
biasa dapat menimbulkan
motivasi belajar siswa dan memiliki pengaruh yang positif dalam
kehidupan siswa.
36
M. Ngalim Purwanto,Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, hal. 182.
37
2) Macam-macam
Reward
(Ganjaran)
Reward
(ganjaran) yang diberikan kepada siswa bentuknya
bemacam-macam, diantaranya:
a) Pujian
Pujian adalah satu bentuk
reward
yang paling mudah
dilakukan. Pujian dapat berupa kata-kata seperti: baik, bagus,
bagus sekali, kamu hebat sekali dan sebagainya. Dapat juga
berupa kata-kata yang bersifat sugesti, misalnya: “Nah, lain
kali akan lebih baik lagi.”
b) Penghormatan
Reward
yang berupa penghormatan ini dapat berbentuk
semacam
penobatan,
yaitu
anak
yang
mendapatkan
penghormatan diumumkan dan ditampilkan dihadapan
teman-temannya atau dihadapan orang banyak.
c) Hadiah
Yang dimaksud dengan hadiah disini adalah
reward
barang ini dapat terdiri dari alat-alat keperluan sekolah, seperti
pensil, penggaris, penghapus, buku, tas dan sebagainya.
d) Tanda Penghargaan
Tanda penghargaan tidak dinilai dari segi harga dan
kegunaan barang-barang, seperti halnya pada hadiah.
Melainkan, tanda penghargaan dinilai dari segi “kesan” atau
nilai “kenang”nya.
Reward
seperti ini disebut juga dengan
reward
simbolis. Rewad simbolis ini dapat berupa surat-surat
tanda sertifikats.
38Dari keempat macam
reward
tersebut di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa dalam penerapannya seorang guru
dapat memilih bentuk macam-macam
reward
yang cocok
dengan siswa dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi
keuangan, bila hal itu menyangkut keuangan.
3) Syarat-syarat
Reward
(Ganjaran)
Memberi
reward
bukanlah perkara mudah. Ada beberapa
syarat yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam memberikan
reward
, yaitu:
38
a) Untuk pemberian
reward
pedagogis perlu kiranya guru
mengenal betul-betul para muridnya dan tahu menghargai
dengan tepat.
Reward
dan perhargaan yang salah dan tidak
tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan.
b)
Reward
yang diberikan janganlah sampai menimbulkan iri hati
atau rasa cemburu bagi anak anak lain yang merasa dirinya
lebih baik tetapi tidak mendapatkan ganjaran.
c) Memberi
reward
hendaklah hemat. Terlau sering memberikan
reward
akan menghilangkan arti
reward
sebagai alat
pendidikan.
d) Jangan memberikan
reward
dengan menjanjikan terlebih
dahulu sebelum anak-anak menunjukkan prestasi kerjanya,
apalagi bagi
reward
yang diberikan kepada seluruh anggota
kelas.
Reward
yang dijanjikan terlebih dahulu akan membuat
para anak terburu-buru dalam pekerjaan dan menimbulkan
kesukaran-kesukaran terhadap anak yang kurang pandai.
e) Pendidik harus berhati-hati dalam memberikan
reward
. Jangan
sampai
reward
yang diberikan berubah menjadi upah atas jerih
payah yang telah dilakukannya.
3939
e.
Punishment
(Hukuman)
1) Pengertian
Punishment
(Hukuman)
Hukuman dalam Bahasa Inggris dikenal dengan kata
“
puinihment
” yang berarti hukuman, siksaan dan perlakuan yang
amat kasar.
40Kartini Kartono mendeifinisikan hukuman sebagai berikut:
Suatu perbuatan yang dengan sadar dan sengaja diberikan serta
mengakibatkan nestapa pada anak atau sesama manusia yang
menjadi tanggungan kita, dan pada umumnya ada dalam kondisi
yang lebih lemah secara fisik maupun psikis dari pada kita, juga
memerlukan pelindungan kita.
41Menurut Amir Dien,
punishment
adalah tindakan yang
dijatuhkan kepada anak secara sadar dan disengaja sehingga
menimbulkan nestapa. Dan dengan adanya nestapa itu anak akan
menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji untuk tidak
mengulanginya.
42Punishment
sebagai
alat
pendidikan
meskipun
mengakibatkan penderitaan bagi siswa yang terhukum, namun
dapat juga menjadi alat motivasi, alat pendorong untuk
40
John M. Echols dan Hasan Shadily,Kamus Inggris Indonesia, hal. 456.
41
Kartini Kartono,Pengantar Ilmu Mendidik Teoritik (Apakah Pendidikan Masih diperlukan?)(Bandung: Mandar Maju, 1992) hal. 261.
42
mempergiat aktivitas belajar siswa (meningkatkan motivasi belajar
siswa). Siswa akan berusaha untuk selalu dapat memenuhi
tugas-tugas belajarnya, agar terhindar dari bahaya hukuman. Dengan
adanya
punishment
, diharapkan para siswa dapat menyadari
kesalahan yang diperbuatnya, sehingga siswa menjadi lebih
berhati-hati dalam mengambil tindakan.
Punishment
dalam islam juga dianjurkan, karena dengan
adanya
punishment
maka terpeliharanya kehidupan manusia, sebab
orang akan lebih berhati-hati dalam melakukan sesuatu agar tidak
mendapatkan
punishment
.
2) Macam-macam (
Punishment
) Hukuman
Adapun macam-macam
punishment
(hukuman) adalah
sebagai berikut:
a) Hukuman Preventif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan
maksud agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran. Hukuman
ini dilakukan dengan maksud untuk mencegah terjadinya
pelanggaran, oleh karena itu dilakukan sebelum pelanggaran
itu dilakukan.
William Stern membedakan tiga macam hukuman yang
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak-anak yang menerima
hukuman, sebagai berikut:
a) Hukuman Asosiatif
Pada umumnya, orang akan mengasosiasikan antara
hukuman dan pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan
oleh hukuman dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukan.
Untuk menghindari hukuman tersebut, biasanya anak akan
menjauhi atau tidak melakukan perbuatan yang tidak baik atau
dilarang.
b) Hukuman Logis
Hukuman ini biasanya digunakan untuk anak-anak yang
agak besar. Dengan hukuman ini, anak akan mengerti bahwa
hukuman adalah akibat yang logis dari kesalahan atau perbuatan
yang tidak baik yang telah dilakukannya.
c) Hukuman Normatif
menipu dan mencuri. Hukuman ini sangat erat hubungannya
dengan pembentukan watak anak-anak.
433) Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Pemberian
Punishment
Dalam pemberian
punishment
terdapat beberapa prinsip
yang harus diperhatikan, yaitu:
a) Hukuman yang diberikan segera setelah perilaku yang tidak
diinginkan muncul pada satu situasi, agar individu sedikit
memiliki keinginan untuk mengulang kembali perilaku tersebut
bila beradapada siatuasi yang sama.
b) Penerapan
punishment
dalam pengubahan tingkah laku, lebih
kepada fungsi konsekuensi yang memberi efek penurunan
perilaku.
c) Pemberian hukuman bisa dilakukan sebagai tambahan atas
konsekuensi tingkah laku (tambahan tugas) atau penghilangan
sesuatu yang menyenangkan bagi siswa (mengikuti kegiatan
ekstrakulikuler diganti dengan tugas tambahan).
4) Efek Samping Emosional Pemberian
Punishment
a) Tingkah laku yang tidak diinginkannya ditekan saat ada
punishment
(hukuman)
43
b) Jika tingkah laku alternatif tidak muncul, konseli akan menarik
diri
c) Pengaruh hukuman bisa jadi digeneralisasi pada tingkah laku
lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum.
Misalnya: anak dihukum karena terlambat, jadi tidak suka
sekolah, semua pelajaran, semua guru, dan sebagainya.
44Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua tehnik
dalam terapi behavior, yaitu tehnik
reward
dan
punishment
untuk
menumbuhkan disiplin diri pada anak usia prasekolah.
B. Disiplin Diri
1. Pengertian Disiplin Diri
Poerwadarminto dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
menjelaskan bahwa displin adalah latihan batin atau watak dengan maksud
supaya segala perbuatannya selalu mentaati peraturan dan tata tertib.
45Disiplin biasanya dipahami sebagai perilaku dan tata tertib yang sesuai
dengan peraturan dan ketetapan, tau perilaku yang diperoleh dari
pelatihan. Sebagaimana yang tercantum dalam surah An-Nisa’ ayat 59,
Allah berfirman:
44
Gantina Komalasari, dkk,Teori dan Tehnik Konseling, hal. 188.
45
Artinya:
“
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
rosul-Nya, dan ahli amri diantara kamu”
46Disiplin diri banyak maknanya: sanggup menggerakkan dan
mengatur diri serta waktu sendiri, sanggup mengendalikan emosi sendiri,
sanggup mengendalikan nafsu sendiri. Disiplin diri dapat menjauhkan
individu dari kemalasan atau berbuat terlalu sedikit.
47Menurut Bahasa disiplin diri berasal dari dua kata yaitu
“discipline”
yang berarti kepatuhan atau ketaan terhadap perarturan dan
“self”
yang berarti kemampuan diri untuk mengendalikan segala
perbuatan yang bertentangan dengan akal dan moralserta norma yang
berlaku. Disiplin diri dapat menjauhkan kita dari kemalasan, Karena
disiplin diri memiliki nilai-nilai yang penting danuniversal sehingga
keberadaannya menguntungkan bagi diri sendiri maupun orang lain.
48Dalam Qur’an diterangkan tentang disiplin dalam surah
Al-Ashr ayat 1-3
46
Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 88.
47
Linda dan Richard Eyre,Mengajarkan Nilai-nilai kepada Anak(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal. 64-65.
48
Artinya:
“Demi masa
. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal sholeh dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran”
49Surat ini menerangkan bahwa manusia yang tidak dapat
menggunakan masanya dengan sebaik-baiknya termasuk golongan yang
merugi. Surat tersebut telah jelas menunjukkan kepada kita bahwa Allah
telah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk selalu hidup disiplin.
Karena dengan disiplin, kita dapat hidup teratur. Sedangkan bila hidup
kita tidak mempunyai disiplin berarti kita tidak bias hidup teratur dan
hidup kita akan hancur berantakan.
2. Tujuan Disiplin Diri
Tujuan disiplin adalah mengarahkan anak agar mereka belajar
mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat
mereka sangat bergantung kepada disiplin diri. Diharapkan kelak disiplin
diri mereka akan membuat mereka bahagia, berhasil, dan penuh kasih
sayang.
50Disiplin diri bertujuan untuk membantu anak usia dini mengenal
dan menemukan dirinya, serta mengatasi dan mencegah timbulnya
masalah-masalah disiplin. Disamping itu juga untuk menciptakan suasana
49
Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 602.
50
yang maan, nyaman, dan menyenangkan bagi kegiatan belajar dan
bermain, sehingga mereka menaati segala peraturan yang ditetapkan.
Berdasarkan hasil penelitian Reisman dan Payne (1987: 239-241),
dikemukakan sembilan cara untuk membina disiplin anak usia dini, adalah
sebagai berikut: 1). Konsep diri (
self-concept),
2). Keterampilan
berkomunikasi (
communication skills
), 3). Konsekuensi-konsekuensi logis
dan alami (
natural and logical consequences
), 4). Klarifikasi nilai (
values
clarification
), 5). Analisis transaksional (
transatsional analysis
), 6).
Terapi realitas (
reality therapy
), 7). Disiplin yang terintegrasi (
assretive
discipline
), 8). Modifikasi perilaku (
behavior modification
), 9). Tantangan
bagi disiplin (
dare to discipline
).
513. Faktor Pendorong Bersikap Disiplin
Kedisiplinan yang dilakukan peserta didik tidak akan muncul
begitu saja. Kedisiplinan itu tumbuhan didalam jiwa peserta didi dan
akhirnya diwujudkan dengan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari,
dimana didorong oleh beberapa faktor yang sanagt kuat dalam membentuk
kedisiplinan peserta didik, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Diri sendiri
Sikap, perilaku dan pola hidup yang baik dan berdisiplin tidak
terbentuk serta merta dalam waktu yang singkat. Namun, terbentuknya
melalui dorongan dari dalam diri sendiri dengan suatu proses yang
51
membutuhkan waktu lama. Salah satu untuk membentuk kepribadian
tersebut dilakukan melalui latihan.
Latihan adalah belajar dan berbuat serta membiasakan diri
melakukan sesuatu secara berulang-ulang. Dengan cara ini, orang
menjadi terbiasa terlatih terampil dan mampu melakukan selalu
dengan baik.
52Disiplin dapat dicapai dan dibentuk memlaui proses latihan dan
kebiasaan.
Artinya
kedisplinan
secara
berulang-ulang
dan
membiasakannya dalam praktik sehari-hari. Dengan latihan dan
pembiasaan diri, disiplin akan terbentuk dalam diri seseorang.
b. Orang lain
Selain diri sendiri sebagai pendorong untuk terbentuknya
disiplin, orang lain juga dapat mendorong untuk sikap disiplin, yang
antara lain adalah keluarga, sekolah, teman dan masyarakat.
Seorang anak tumbuh dan berkembang dalam keluarga,
sehingga keluargalah yang pertama mendidik dan mengenalkan anak
tentang norma-norma yang baik, termasuk didalamnya penerapan
disiplin. Sehingga apabila anak memasuki dunia sekolah maka akan
terbiasa dengan sikap disiplin.
52
Disiplin sekolah berfungsi mendukung terlaksananya proses
dan kegiatan pendidikan akan berjalan lancar.
53Hal itu dicapai dengan
merancang peraturan sekolah, yakni peraturan bagi para guru, para
peserta didik, serta peraturan yang dianggap perlu. Kemudian
diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen. Dengan demikian,
sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang aman, tenang, tentram,
tertib dan teratur.
Selanjutnya lingkungan yang sangat erat dengan anak adalah
masyarakat sekitar. Dalam hal ini pergaulan sehari-hari anak dengan
orang lain yakni keluarga, teman sekolah maupun teman bermain akan
menjadi pendorong bagi kediplinan anak.
4. Menanamkan Disiplin Diri
Menanamkan dispilin diri biasanya menjadi tujuan pokok dalam
mendidik anak. Menurut Schaefer, cara yang paling berkesan dan efektif
adalah cara pendekatan positif, misalnya dengan memberikan contoh,
bersikap ramah, memberi semangat, pujian dan hadiah. Cara ini lebih
berhasil daripada menggunakan pendekatan negatif, seperti
menakut-nakuti, memberi hukuman dan sebagainya.
5453
Tulus Tu u,Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa,hal, 43.
54
Adapun cara penanaman disiplin diri yang dikemukakan oleh
Haimowits M.L dan Haimowits N. adalah sebagai berikut:
a. Tehnik yang berorientasi pada kasih sayang (
love oriented technique
)
Tehnik ini dikenal pula sebagai “menanamkan disiplin dengan
meyakinkan tanpa kekuasaan (
non power assertive discipline
).
Memberikan pujian dan menerangkan sebab-sebab suatu tingkah laku
yang boleh atau tidak boleh dilakukan melalui penalaran dengan dasar
kasih sayang yang dirasakan oleh anak, akan mempertimbangkan rasa
tanggung jawab dan disiplin diri yang baik.
Tanggung jawab dan disiplin diri anak bukanlah tugas yang
sederhana, karena tanggung jawab dan disiplin diri harus diajarkan
dengan sebuah rencana khusus, tetapi tugas itu dapat dipermudahkan
dengan memanfaatkan hukum penerapan (
law of reinforcement
),
seperti memberi pujian, dan perhatian yang tulus.
b. Tehnik yang bersifat material
(
power assertive discipline,
tingkah laku baru dari luar ditanam
dengan paksaan. Anak patuh karena takut dihukum.
55Adapun beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menanamkan sikap
disiplin pada diri sendiri. Diantara berbagai cara tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Contoh atau Suri Tauladan
Tauladan adalah contoh teladan dari perbuatan dan tindakan
sehari-hari dari seorang kepada orang lain seperti seorang guru kepada
peserta didik atau dari orangtua kepada peserta didik.
Pengaruh yang kuat dalam memberikan pendidikan terhadap
peserta didik adalah teladan dari orang yang memberikan perintah baik itu
orang tua dirumah maupun guru di sekalah. Contoh teladan dapat lebih
efektif dari kata-kata, karena itu menjadikan syarat-syarat non verbal yang
berarti menyediakan contoh yang jelas untuk ditirukan.
b. Hukuman
Hukuman biasanya dilakukan sebagai alternatif dari berbagai cara
untuk menanamkan sikap disiplin. Hukuman tidak harus bersifat
menyakiti badan atau jiwa peserta didik, akan tetapi lebih penting dapat
55
menyadarkan peserta didik akan kesalahanya. Dengan demikian peserta
didik belajar dari kesalahan yang timbul dalam kehidupan sikap manusia.
c. Hadiah dan Ganjaran
Dorongan atau pengembangan yang positif adalah hadiah-hadiah
yang diterima atau timbul sesudah tingkah laku tersebut. Hadiah dan
ganjaran sangat berarti bagi peserta didik karena pada hakikatnya pada diri
manusia ada dua tenaga pendorong yaitu kesenangan dan kesakitan, kita
cenderung untuk mengulangi tingkah laku yang membawa kepada
kesenangan atau hadiah dan menghindari tingkah laku atau perbuatan
yang menimbulkan ketidaksenangan.
56d. Perintah dan Larangan
Perintah bukan hanya apa yang keluar dari mulut seseorang yang
harus dikerjakan oleh orang lain, melainkan juga termasuk peraturan.
Peraturan yang harus ditaati. Tiap-tiap perintah dan peraturan dalam
pendidikan mengandung norm-norma kesusilaan, jadi bersifat memberi
arahan atau mengandung tujuan kearah perbuatan susila.
Supaya perintah dapat ditaati sehingga dapat tercapai apa yang
dimaksud hendaknya perintah itu memenuhi syarat-syarat tertentu,
misalnya:
56
a) Perintah hendaknya disesuaikan dengan keadaan dan umur peserta
didik sehingga jagan sampai memberi perintah yang tidak mungkin
dikerjakan oleh peserta didik itu. Tiap-tiap perintah hendaknya
disesuaikan dengan kesanggupan peserta didik.
b) Kadang-kadang kita perlu merubah perintah itu menjadi suatu perintah
yang lebih bersifat permintaan sehingga tidak perlu keras
kedengarannya.
c) Janganlah terlau banyak dan berlebihan dalam memberikan perintah,
sebab dapat mengakibatkan peserta didik itu tidak patuh tetapi
menentang.
575. Indikator Disiplin Diri
Beberapa indikator yang dapat dikemukakan agar disiplin dapat
dibina dan dilaksanakan antaranya adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan tata tertib dengan baik, karena tata tertib yang berlaku
merupakan aturan dan ketentuan yang harus ditaati. Oleh siapapun
demi kelancaran proses pendidikan tersebut yang meliputi:
1) Patuh terhadap aturan sekolah atau lembaga pendidikan
2) Mengindahkan petunjuk-petunjuk yang berlaku di sekolah atau
suatu lembaga tertentu
3) Tidak membangkang pada peraturan yang berlaku
57
4) Tidak pernah keluar dalam belajar mengajar
5) Tidak pernah membolos dalam belajar mengajar
b. Taat terhadap kebijakan dan kebijaksanaan yang berlaku.
c. Berusaha menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi pendidikan
yang ada.
58C. Anak Prasekolah
Masa prasekolah merupakan masa-masa bahagia dan amat memuaskan
dari seluruh masa kehidupan anak. Sangat perlu bagi kita untuk menjaga hal
tersebut agar berjalan sebagaimana adanya. Perlu dicamkan bahwa masa
prasekolah adalah masa pertumbuhan. Masa-masa ini adalah masa
menentukan orang seperti apakah anak kita tersebut, dan tehnik apakah yang
cocok dalam menghadapinya.
Masa prasekolah adalah masa belajar, tetapi bukan dalam dunia
dimensi (pensil dan kertas) melainkan belajar pada dunia nyata, yaitu dunia
tiga dimensi. Dengan kata lain, masa prasekolah merupakan
time for play
.
Frank dan Tresea Caplan menyebutkan bahwa pada masa prasekolah yang
ditekankan adalah bermain. Waktu bermain merupakan sarana pertumbuhan.
Pada tahun-tahun pertama kehidupannya, anak membutuhkan bermain sebagai
sarana untuk tumbuh dalam lingkungan budaya dan kesiapannya dalam
58
belajar formal. Dengan bermain, anak bebas beraksi dan juga mengkhayalkan
sebuah dunia lain, sehingga dengan bermain ada elemen pertualangan.
591. Tugas Perkembangan Anak Prasekolah
Adapun tugas-tgas perkembangan anak pada masa prasekolah
adalah sebagai berikut:
a. Belajar makan makanan yang padat
Setelah anak berumur satu tahun, maka ia harus belajar makan
makanan yang padat, seperti nasi biasa dengan lauknya yang
lunak-lunak (telur, tahu, tempe, dan lain-lain). Jadi anak-anak mulai belajar
makan seperti apa yang dimakan oleh orang dewasa.
b. Belajar berbicara
Anak
akan
mengeluarkan
suara
yang
berarti
dan
menyampaikan kepada oang lian dengan perantaraan suara itu. Untuk
itu, diperlukan kematangan otot-otot dan syaraf dari alat-alat bicara.
c. Belajar buang air kecil dan buang air besar
Sebelum umur 4 tahun, anak pada umumnya belum dapat
mengatasi (menahan)
ngompol
karena perkembangan syaraf yang
mengatur pembuangan belum sempurna. Untuk memberikan
pendidikan tentang kebersihan terhadap anak usia bawah 4 tahun,
cukup dengan pembiasaan saja, yaitu setiap kali anak mau buang air
59
kecil, maka bawalah anak ke WC, tanpa banyak memberikan
penerangan kepadanya.
d. Belajar mengenal lawan jenis
Melalaui pengamatan anak dapat melihat tingkah laku, bentuk
fisik dan pakaian yang berbeda antara jenis kelamin yang satu dengan