• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi behavior dengan tehnik reward dan punishment dalam meningkatkan disiplin diri pada anak usia prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Terapi behavior dengan tehnik reward dan punishment dalam meningkatkan disiplin diri pada anak usia prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya."

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Rizki Purnama

(B53213067),

Terapi Behavior dengan Tehnik Reward dan

Punishment dalam Meningkatkan Disiplin Diri Anak Usia Prasekolah

Kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya.

Fokus permasalahan pada penelitian ini adalah, 1) Bagaimana proses terapi

behavior

dengan tehnik

reward

dan

punishment

dalam meningkatkan disiplin

diri pada anak usia prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo

Surabaya? 2) Bagaimana hasil proses terapi

behavior

dengan pendekatan

reward

dan

punishment

dalam meningkatkan disiplin diri pada anak usia

prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya?

Metode penelitian ini adalah, peneliti menggunakan metode peneltian

kualitatif deskriptif. Instrumen pengumpulan data melalui observasi,

wawancara dan observasi. Sehingga hasil data dianalisis dengan

menggunakan observasi secara langsung. Data yang diperoleh melalui

observasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum diterapkan terapi

behavior

dengan tehnik

reward

dan

punishment

, kondisi disiplin diri anak

usia prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya berada

dalam keadaan yang rendah karena faktor tidak adanya dorongan dan

dukungan dari orangtua dan belum adanya pembiasaan dalam diri siswa

sendiri. Dampaknya para siswa memiliki kurangnya disiplin diri dalam hal

mematuhi tata tertib sekolah, kurangnya disiplin diri dalam hal waktu, suka

membuat keramaian di dalam kelas ketika pelajaran berlangsung, suka

berbicara dan bermain sendiri atau dengan temannya saat pelajaran dan tidak

mendengarkan arahan atau perintah dari wali kelas untuk duduk diam dan

kembali ke bangku.

Hasil penelitian menyatakan bahwa setelah diterapkannya terapi

behavior

dengan tehnik

reward

dan

punishment

, para siswa yang memiliki disiplin diri

yang rendah mulai berubah sedikit demi sedikit. Para siswa sudah banyak

yang tidak datang terlambat lagi, sudah tidak asyik bermain sendiri atau

dengan temannya, mulai mendengarkan dan memperhatikan apa yang

disampaikan oleh guru, sudah tidak banyak yang membuat keramaian saat

pembelajaran berlangsung meskipun harus sering diberikan hukuman berupa

teguran, ancaman maupun peringatan untuk mengingatkan mereka dan

membuat mereka diam.

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari tidak akan lepas dari kegiatan atau

aktivitas. Terkadang kegiatan itu dilakukan dengan tepat waktu tapi

kadang juga tidak. Kegiatan yang dilaksanakan secara tepat waktu dan

terus menerus akan menghasilkan kebiasaan. Kebiasaan dalam

melaksanakan kegiatan secara teratur dan tepat waktu biasanya disebut

dengan disiplin.

Secara garis besar, islam mewajibkan kepada penganutnya untuk

mematuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah

akan memberi ganjaran kepada hamba-Nya yang disiplin dalam mematuhi

perintah-Nya berupa ganjaran surga dan memberi hukuman kepada

hamba-Nya yang ingkar dengan azab neraka. Berita tentang ganjaran dan

hukuman ini banyak dikisahkan dalam Al-Quran agar menjadi motivasi

bagi setiap muslim supaya lebih semangat dalam mengerjakan ibadah dan

menjauhkan diri dari melakukan larangan-Nya. Sebagaimana dijelaskan

pada surah Yunus ayat 2:

(3)

perimgatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang yang

beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan

mereka”. Orang

-

orang kafir berkata : “Sesungguhnya orang ini

(Muhammad) benar-benar adalah seorang penyihir yang nyata.

2

Reward

dan

punishment

merupakan satu rangkaian yang

dihubungkan dengan pembahasan

reinforcement

(dorongan, dukungan)

yang diperkenalkan oleh Thorndike. Dengan adanya

reinforcement

,

perbuatan atau tingkah laku seorang individu akan dan semakin menguat,

sebaliknya dengan tidak adanya reinforcement maka tingkah laku

seseorang akan melemah.

3

Reward

digunakan sebagai bentuk motivasi

untuk hasil atau prestasi yang baik, sedangkan

punishment

adalah

pemberian sesuatu yang tidak menyenangkan karena seseorang tidak

melakukan apa yang diharapkan dan pemberian hukuman akan membuat

seseorang akan menjadi kapok dan tidak akan mengulangi lagi hal yang

serupa.

4

Kedisiplinan adalah kesadaran akan tugas dan tanggung jawab

serta kemampuan seseorang untuk patuh atau taat terhadap peraturan yang

berlaku. Jadi kedisiplinan amatlah penting sebagai upaya membentuk

sikap dan kepribadian anak agar dapat berperilaku bijak dalam

menghadapi semua tugas dan tanggung jawabnya.

Kata disiplin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan

sebagai cara pendekatan yang mengikuti ketentuan yang pasti dan

konsisten untuk memperoleh pengertian dasar yang menjadi sasaran studi.

2

Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya(Jakarta: J-Art, 2005), hal. 209.

3

Wasty Sumanto,Psikologi Pendidikan;Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hal. 117.

4

(4)

Disiplin biasanya dipahami dengan peraturan dan ketetapan, atau perilaku

yang diperoleh dari pelatih. Pada disiplin diri, pusat pengendalian diri

berada didalam diri pribadi individu itu sendiri.

5

Disiplin merupakan cara masyarakat mengajarkan kepada

anak-anak perilaku moral yang diterima kelompok. Tujuannya adalah

memberitahukan kepada anak-anak perilaku mana yang baik dan mana

yang buruk dan mendorongnya untuk berperilaku sesuai dengan

standar-standar ini. Piaget dan Kohlberg menyatakan bahwa ada tiga unsur penting

dalam displin, yaitu: 1) Peraturan dan hukum yang berfungsi sebagai

penilaian yang baik; 2) Hukuman (

punishment

) untuk pelanggaran

peraturan dan hukum; dan 3) Hadiah atau ganjaran (

reward

) untuk

perilaku yang baik dalam mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku.

6

Usia prasekolah adalah usia yang rentan bagi anak. Pada usia ini

anak mempunyai sifat imitasi atau meniru segala hal apapun yang telah

dilihatnya. Orang dewasa yang paling dekat dengan anak adalah orangtua.

Keluarga merupakan pendidik pertama dan paling utama dalam kehidupan

anak serta mempunyai pengaruh yang sangat besar. Dari orangtualah anak

akan mendapatkan pendidikan pertama kalinya serta menjadi dasar

perkembangan dan kehidupan anak dikemudian hari. Orang tua

mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembentukan perilaku,

kepribadian, watak, moral dan pendidikan anak.

5

Thomas Gordon,Mengajar Anak Disiplin Diri(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), hal. 8.

6

(5)

Anak usia prasekolah merupakan fase perkembangan individu

sekitar 2-6 tahun. Pada masa ini, tugas perkembangannya adalah sebagai

berikut:

1. Belajar berjalan,

2. Belajar makan makanan padat,

3. Belajar berbicara, belajar buang air kecil dan air besar sendiri,

4. Belajar mengenal perbedaan lawan jenis, membentuk konsep-konsep

(pengertian) sederhana kenyataan sosial dan alarm, dan

5. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua,

saudara/orang lain.

Setelah mengetahui tugas perkembangan di atas, maka peneliti

merasa bahwa perlunya mendisiplinkan diri dimulai pada usia ini.

Masa-masa ini adalah Masa-masa menentukan orang seperti apakah anak tersebut dan

tehnik apakah yang cocok dalam menghadapinya. Langkah yang dianggap

tepat oleh peneliti untuk melatih hal tersebut adalah melalui terapi

behavior

dengan pendekatan

reward

dan

punishment

.

Sehingga dari permasalahan yang ada, peneliti merasa tergugah

untuk mengadakan dan melakukan assesment yang mendalam. Untuk itu

peneliti mengambil judul “Terapi Behavior Melalui Pendekatan Reward

dan Punishment dalam Meningkatkan Disiplin Diri pada Anak Usia

(6)

B. Rumusan Masalah

Adapun penjelasan latar belakang diatas maka didapatkan

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses terapi

behavior

dengan tehnik

reward

dan

punishment

dalam meningkatkan disiplin diri pada anak usia

prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya?

2. Bagaimana hasil dari proses terapi

behavior

dengan tehnik

reward

dan

punishment

dalam meningkatkan disiplin diri pada anak usia

prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Berlandaskan pada penentuan rumusan masalah tersebut, maka

yang akan menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses terapi

behavior

dengan tehnik

reward

dan

punishment

dalam meningkatkan disiplin diri pada anak usia

prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya

2. Untuk Mengetahui hasil dari proses terapi

behavior

dengan tehnik

reward

dan

punishment

dalam meningkatkan disiplin diri pada anak

usia prasekolah kelas TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(7)

bidang bimbingan dan konseling islam dalam hal pemberian

pendidikan moral kepada anak sejak usia dini.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini bagi peneliti memberikan pengalaman

dan menambah khazanah keilmuan pribadi. Penelitian ini akan

bermanfaat dan digunakan peneliti sebagai pengaplikasian dari

teori-teori yang telah diperoleh dan bahan pengembangan dalam

penulisan karya ilmiyah, serta sebagai langkah awal untuk bisa

menjadi pendidik yang cerdas dan profesional.

b. Universitas

Hasil

penelitian

ini

sebagai

bahan

rujukan

dan

pengembangan bagi peneliti selanjutnya.

c. Lembaga Pendidikan

Memberikan kontribusi dalam meningkatkan mutu dan

mengembangkan lembaga melalui pelaksanaan pengembangan diri

yang tepat.

E. Definisi Konsep

Berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang terkait

dengan pengertian judul maka didapatkan definisi konsep sebagai berikut:

1. Terapi

Behavior

(8)

belajar pada pengubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih

adaptif. Pendekatan ini telah memberikan sumbangan-sumbangan yang

berarti, baik pada bidang-bidang klinis maupun pendidikan.

7

Terapi

behavior

berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian

dari Ivan Panvlov dan Skinnerian dari B. F. Skinner. Pada mulanya

terapi ini dikembangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neorosis.

Neorosis dapat dijelaskan dengan mempelajari perilaku yang tidak

adaptif melalui proses belajar. Dasar teori

behavior

adalah bahwa

perilaku dapat dapat dipahami sebagai hasil kombinasi: 1) belajar

waktu lalu dalam hubungannya dengan keadaan serupa, 2) keadaan

motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan lingkungan, dan

3) perbedaan-perbedaan biologik baik secara genetik atau karena

gangguan fisiologis.

8

Pendekatan tingkah laku atau

behavior

menekankan pada

dimensi kognitif individu dan menawarkan berbagai metode yang

berorientasi pada tindakan (

action-oriented

) untuk membantu

mengambil langkah yang jelas dalam mengubah perilaku. Terapi

behavior

memiliki asumsi dasar bahwa setiap tingkah laku dapat

dipelajari, tingkah laku lama dapat diganti dengan tingkah laku yang

baru, dan manusia memiliki potensi berperilaku baik atau buruk, tepat

atau salah. Selain itu, manusia dipandang sebagai individu yang

mampu melakukan refleksi atas tingkah lakunya sendiri, mengatur

7

Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling dan psikoterapi (Bandung: Refika Aditama, 2013), hal. 193.

8

(9)

serta dapat mengontrol perilakunya, dan dapat belajar tingkah laku

baru atau dapat mempengaruhi perilaku orang lain.

9

2.

Reward

dan

Punishment

a.

Reward

Dalam kamus bahasa inggris,

reward

diartikan dengan

ganjaran, hadiah atau perhargaan.

Reward

adalah alat untuk

mendidik anak-anak supaya anak-anak dapat merasa senang karena

perbuatan atau pekerjaanya mendapat penghargaan.

10

Suharsimi Arikunto menjelaskan bahwa penghargaan

merupakan sesuatu yang diberikan kepada seseorang karena sudah

mendapatkan prestasi dengan yang dikehendaki, yakni mengikuti

peraturan sekolah yang telah ditentukan. Penghargaan tidak selalu

bisa dijadikan sebagai motivasi, karena penghargaan untuk

pekerjaan tertentu, mungkin tidak akan menarik bagi orang yang

tidak menyukai pekerjaan tersebut.

11

Adapun

reward

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

berupa pujian, penghargaan, penghormatan, diberikan hadiah

berupa barang atas perbuatan baik yang telah dikerjakannya,

seperti permen, pensil, makanan, dan sebagainya.

b. Punishment

9

Gantina Komalasari, dkk,Teori dan Tehnik Konseling(Jakarta: PT Indeks, 2011), hal. 141.

10

Ngalim Purwanto,Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis(Bandung: Remaja Karya, 2006), hal. 182.

11

(10)

Punishment

adalah penderitaan yang diberikan dengan

sengaja oleh pendidik (guru) sesudah terjadi pelanggaran,

kejahatan atau kesalahan.

12

Kamus Besar Bahasa Indonesia, menjelaskan ada tiga

macam bentuk

punishment

, yaitu:

Siksa yang dikenakan kepada orang-orang yang melanggar

undang-undang.

Keputusan yang dijatuhkan oleh hakim.

Hasil atau akibat menghukum.

Punishment

dalam penelitian ini dapat berupa ancaman,

larangan, pengabaian dan pengisolasian, hukuman badan sebagai

bentuk hukuman yang diberikan

kepada seseorang karena

kesalahan, pelanggaran hukum dan peraturan dalam perbaikan dan

pembinaan umat manusia.

3. Disiplin Diri

Poerwadarminto dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia

menjelaskan bahwa displin adalah latihan batin atau watak dengan

maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati peraturan dan tata

tertib.

Elizabeth B. Hurlock menjelaskan bahwa disiplin berasal dari

kata “

disciple

” yaitu seorang yang belajar secara sukarela mengikuti

seorang pemimpin yakni orang tua dan guru, sedangkan anak sebagai

12

(11)

murid yang belajar dari mereka cara hidup yang bermanfaat terutama

bagi diri sendiri.

Menurut bahasa disiplin diri berasal dari dua kata yaitu

discipline

” yang berarti kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan,

dan “

self

” yang artinya kemampuan diri untuk mengendalikan segala

perbauatan yang bertentangan dengan akal, moral, dan norma yang

berlaku. Disiplin diri dapat menjauhkan diri dari kemalasan, karena

disiplin diri memiliki nilai-nilai penting dan universal sehingga

keberadaannya dapat menguntungkan diri sendiri dan orang lain.

13

Disiplin diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah:

a. Disiplin dalam mematuhi peraturan sekolah

b. Disiplin dalam waktu, seperti waktu makan, waktu tidur, dan waktu

bermain, waktu berangkat sekolah

c. Disiplin ketika didalam kelas saat perbelajaran sedang berlangsung

4. Anak Usia Prasekolah

Anak usia prasekolah merupakan fase perkembangan individu

sekitar 2-6 tahun, ketika anak mulai sadar tentang dirinya sebagai pria

dan wanita, dapat menagtur diri dalam buang air kecil (

toilet training

),

dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan

dirinya).

14

Perlu dicamkan bahwa masa prasekolah adalah masa

pertumbuhan. Masa-masa ini adalah masa menentukan orang seperti

13

Thomas Gordon,Mengajar Anak Disiplin Diri,hal. 3.

14

(12)

apakah anak kita tersebut, dan tehnik apakah yang cocok dalam

menghadapinya. Masa prasekolah adalah masa belajar, tetapi bukan

dalam dunia dimensi (pensil dan kertas) melainkan belajar pada dunia

nyata, yaitu dunia tiga dimensi. Dengan kata lain, masa prasekolah

merupakan

time for play

.

F. Metode Penelitian

Metode adalah cara tepat untuk melakukan sesuatu dengan

menggunakan pikiran secara seksama dalam mencapai suatu tujuan.

Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat,

merumuskan, dan menganalisa suatu yang diteliti sampai menyusun suatu

laporan. Jadi, metode penelitian merupakan suatu strategi yang dilakukan

untuk mengumpulkan data dan menganalisanya.

Adapun metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian

kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti

pada kondisi objek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai

instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi

(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif.

15

15

(13)

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah oleh peneliti

adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif

dapat didefinisikan sebagai peneltian yang diarahkan untuk

mengeksplorasi dana tau memotret sistuasi social yang akan diteliti

secara menyeluruh, luas dan mendalam.

16

Penelitian deskriptif

kualitatif digunakan untuk menggambarkan secara sistematik dan

akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau bidang tertentu.

Peneiltian ini berusaha menggambarkan situasi atau kejadian. Data

yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif.

17

2. Subjek dan Lokasi Penelitian

a. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, subjeknya adalah siswa kelas TK A

RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya yang berjumlah 12 orang.

b. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memilih tempat atau lokasi

adalah berada di RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya, tepatnya

kelas TK A.

3. Tahap-tahap Penelitian

Adapun tahapan penelitian ini sebagai berikut :

a. Tahap Pra Lapangan

16

Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, hal. 209.

17

(14)

Tahap ini digunakan untuk menyusun rancangan penelitian,

memilih lapangan penelitian, memilih dan memanfaatkan

informan, menyiapkan perlengkapan dan persoalan ketika

dilapangan.

18

Seperti halnya yang dilakukan oleh peneliti saat akan

melakukan penelitian, peneliti memilih RA Darul Hafidhin

Wonocolo Surabaya sebagai tempat penelitian, membuat surat izin

untuk diberikan kepada pihak RA Darul Hafidhin Wonocolo

Surabaya, dan menyiapkan perlengkapan untuk penelitian seperti

pedoman wawancara, alat tulis, map, buku dan semua yang

berhubungan dengan penelitian dan bertujuan untuk mendapatkan

deskripsi data lapangan.

b. Tahap Persiapan Lapangan

Tahap ini adalah tempat dimana peneliti memahami

penelitian dengan persiapan diri memasuki lapangan. Kemudian

masuk ke lapangan menjalin keakraban dengan klien serta

orang-orang terkait. Pada tahap ini berfokus pada pencarian dan

pengumpulan data di lapangan dan pemberian terapi

behavior

melalui pendekatan

reward

dan

punishment

dalam meningkatkan

disiplin diri anak usia prasekolah.

c. Tahap Analisis Data

Analisis data atau pengkajian data meliputi pengarahan

batas waktu penelitian, mencatat data, mengingat data, penyakian

18

(15)

latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan penelitian, metode

atau prosedur analisis dan pengumpulan data.analisis dan laporan

hal ini merupakan tugas terpenting dalam suatu proses penelitian.

4. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Penelitian akan kurang valid jika tidak ditemukan jenis data

dan sumber datanya. Adapun jenis data pada penelitian ini adalah:

1) Data Primer adalah adalah data yang langsung diambil dari

sumber pertama di lapangan. Dimana data-data yang diambil

adalah hasil dari observasi di lapangan, tingkah laku siswa,

kegiatan keseharian siswa, dan latar belakang siswa, serta

respon dari siswa yang telah diberikan proses konseling dengan

pendekatan

reward

dan

punishment

dalam terapi

behavior

.

2) Data Sekunder, adalah data yang diambil dari sumber kedua

sebagai kelengkapan data primer.

19

Diperoleh dari gambaran

lokasi penelitian dan keadaan lingkungan siswa.

b. Sumber Data

Untuk mendapat keterangan dan informasi, peneliti

mendapatkan informasi dari sumber data, yang dimaksud dengan

19

(16)

sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Adapun yang

dijadikan sumber data adalah:

1) Sumber Data Primer, yaitu sumber data yang diperoleh

langsung dari konseli yakni dua orang siswa TK Surabaya serta

didapat dari peneliti sebagai konselor.

2) Sumber Data Sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari

perpustakaan

yang digunakan untuk mendukung dan

melengkapi data primer dan dari informan, yakni Orang tua,

wali kelas, dan guru-guru.

5. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian membutuhkan data-data yang relevan

dengan tujuan penelitian. Sedangkan untuk mendapatkan data-data

tersebut perlu menggunakan metode yang sesuai.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode

untuk memperoleh data, di antaranya yaitu:

1) Observasi

Observasi adalah pengamatan perilaku klien secara terus

menerus dengan cara mendengar, melihat perilaku seseorang dalam

beberapa hal tanpa melakukan manipulasi dan mencatat semua

informasi untuk nantinya dijadikan analisis.

20

Peneliti melakukan observasi atau pengamatan tempat

dimana akan melakukan penelitian. Yaitu peneliti melakukan

20

(17)

observasi ke TK Surabaya dan memilih tempat tersebut untuk

penelitian.

Peneliti juga mengamati perilaku subyek penelitian.

sementara model observasi yang akan digunakan oleh peneliti

adalah observasi berperan serta (

participant observation

) dan

sekaligus terstruktur.

2) Wawancara

Wawancara adalah suatu cara memperoleh informasi

dengan cara tanya jawab serta bertatap muka dengan orang yang

diwawancarai.

21

Pada tehnik ini peneliti akan menggunakan wawancara

kualitatif, dalam artian peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan

dengan bebas dan leluasa tanpa terikat oleh suatu susunan

pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Peneliti melakukan wawancara secara langsung terhadap

sumber data sekunder yaitu orangtua, wali kelas dan guru-guru dan

juga sumber data primer. Dari hasil wawancara tersebut peneliti

mencatat semua hasil pembicaraan.

3) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan sebuah teknik pencarian data

mengenai objek penelitian, berupa catatan, buku, transkip atau

beberapa karya lainnya.

22

21

Burhan Bungin,Metode Penelitian Sosial : Format-format Kualitatif dan Kuantitatif,

(18)

Dokumentasi adalah mencari data-data atau informasi yang

berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah dokumen,

peraturan-peraturan, jurnal, transkip dan catatan harian lainnya.

6. Tehnik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis

data deskriptif komparatif, yakni dapat diartikan sebagai prosedur

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan

obyek penelitian pada saat sekarang fakta yang tampak atau

sebagaimana adanya.

23

Adapun yang dianalisis dalam penelitian ini

adalah:

a. Proses pendekatan

reward

dan

punishment

pada terapi

behavior

dalam meningkatkan disiplin diri anak usia prasekolah

b. Hasil akhir proses pendekatan

reward

dan

punishment

pada terapi

behavior

dalam meningkatkan disiplin diri anak usia prasekolah

7. Tehnik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data merupakan faktor yang menentukan

dalam penelitian kualitatif untuk mendapatkan data yang valid. Dalam

penelitian ini, peneliti memakai teknik keabsahan data sebagai berikut:

22

Suharmini Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik(Jakarta: Renika Cipta,2010), hal.274.

23

(19)

a. Perpanjangan Pengamatan

Yaitu lamanya waktu keikutsertaan peneliti dalam

pengumpulan data serta dalam meningkatkan derajat kepercayaan

data yang dilakukan dalam waktu yang relatif panjang.

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan keabsahan dalam

pengumpulan data.

Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu

singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada

penelitian.

Keikutsertaan

dimaksudkan

untuk

membangun

kepercayaan terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti

sendiri.

b. Ketekunan Pengamatan

Bermaksud menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam

situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang

dicari dan kemudian memusatkan pada hal-hal tersebut secara

rinci. Ketekunan pengamatan sangat diperlukan dalam sebuah

penelitian agar data yang diperoleh bisa dipertanggungjawabkan

dan dapat diuji kebenarannya.

(20)

Trianggulasi

adalah

penggunaan

beberapa

metode

dansumber data dalam pengumpulan data untuk menganalisa suatu

fenomena yang saling berkaitan dari perspektif yang berbeda.

24

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pemeriksaan atau

sebagai perbandingan terhadap data itu. Peneliti memeriksa

data-data yang diperoleh dengan subjek peneliti, baik melalui

wawancara maupun pengamatan, kemudian data tersebut peneliti

bandingkan dengan data yang ada di luar yaitu dari sumber lain,

sehingga keabsahan data bisa dipertanggung jawabkan.

G. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan peneltian ini adalah sebagai

berikut:

Bab I

: Pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep,

Metode penelitian yang meliputi Pendekatan dan Jenis Penelitian,

Subjek Penelitian, Jenis Data dan Sumber Data, Tahap-tahap

Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data,

Tehnik Pemeriksaan Keabsahan Data, serta dalam bab satu ini

berisi tentang, Sistematika Pembahasan

Bab II

: Berisi Tinjauan Pustaka yang meliputi: Kajian Teoritik tentang

pengetian Terapi

Behavior

, Tehnik

Reward

dan

Punishment

,

24

(21)

Pengertian Disiplin Diri, Pengertian Anak Usia Prasekolah, dan

juga Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Bab III

: Penyajian Data terdiri dari deskriptif umum objek penelitian.

Deskripsi umum objek penelitian membahas tentang: gambaran

lokasi penelitian, dekripsi subjek peneltian, deskripsi masalah dan

deskripsi konselor. Sedangkan deskripsi proses penelitian

membahas tentang data hasil observasi, hasil wawancara terhadap

klien, dan hasil dokumentasi.

Bab IV

: Analisis Data yang mana analisis data mengenai proses

penerapan terapi

behavior

dengan tehnik

reward

dan

punishment

dalam meningkatkan disiplin diri pada anak usia prasekolah kelas

TK A RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya dan hasil proses

terapi

behavior

dengan tehnik

reward

dan

punishment

dalam

meningkatkan disiplin diri pada anak usia prasekolah kelas TK A

RA Darul Hafidhin Wonocolo Surabaya.

Bab V

: Bab ini merupakanakir dari pembahasan yang berisi Kesimpulan

(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Terapi Behavior

Terapi behavior berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dai Ivan

Pavlov dan Skinnerian dari B. F. Skinner. Pada awalnya terapi ini

dikembangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis. Neurosis dapat

dijelaskan dengan mempelajari perilaku yang tidak adaptif melalui prose

belajar. Dengan kata lain bahwa perilaku yang menyimpang bersumber dari

hasil belajar di lingkungan.

Dasar teori terapi behavior adalah bahwa perilaku dapat dipahami

sebagai hasil kombinasi: 1) belajar waktu lalu dalam hubungannya dengan

keadaan yang serupa; 2) keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap

kepekaan lingkungan; 3) perbedaan-perbedaan biologik baik secara genetik

atau karena gangguan fisiologik.

24

1. Pengertian Terapi Behavior

Menurut Gerald Corey, terapi behavior adalah penerapan aneka

ragam dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar.

Terapi ini menyertakan penerapan yang sistematis dan prinsip-prinsip

belajar pada perubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang adaptif.

24

(23)

Pendekatan ini, telah memberikan sumbangan-sumbangan yang berarti,

baik padabidang-bidang klinis maupun pendidikan.

25

Pendekatan tingkah laku atau behavior menekankan pada dimensi

kognitif individu dan menawarkan berbagai metode yang berorientasi

pada tindakan (

action-oriented

) untuk membantu mengambil langkah

yang jelas dalam mengubah perilaku. Terapi behavior memiliki asumsi

dasar bahwa setiap tingkah laku dapat dipelajari, tingkah laku lama dapat

diganti dengan tingkah laku yang baru, dan manusia memiliki potensi

berperilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Selain itu, manusia

dipandang sebagai individu yang mampu melakukan refleksi atas tingkah

lakunya sendiri, mengatur serta dapat mengontrol perilakunya, dan dapat

belajar tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi perilaku orang lain.

26

Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami

perilaku individu yang memandang individu dari sisi fenomena fisik, dan

cenderung mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain,

beheviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minta dan

perasaan individu dalam suatu belajar. Behaviorisme menganggap

peristiwa belajar semata-mata melatiih refleks-refleks sedemikian rupa

sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh individu. Behaviorisme

25

Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, hal. 193.

26

(24)

lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia

adala proses belajar. Proses belajar artinya, proses perubahan perilaku

organisme sebagai pegaruh lingkungan.

27

2. Tujuan Terapi Behavior

Tujuan umum terapi behavior adalah menciptakan kondisi-kondisi

baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segala tingkah laku

dipelajari (

learned),

termasuk tingkah laku yang maladaptif.

Terapi behavior pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan

hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman

belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun

belum dipelajari. Misalnya, tujuan mengaktualisasi diri bisa dipecah ke

dalam beberapa subtujuan yang lebih kongkret sebagai berikut: 1)

membantu klien untuk menjadi lebih asertif dan mengekspresikan

pemikiran dan hasratnya dalam situasi-situasi yang membangkitkan

tingkah laku asertif; 2) membantu klien menghapus ketakutan-ketakutan

ynag tidak realistis yang menghambat dirinya dari keterlibatan dalam

peristiwa-peristiwa sosial; dan 3) konflik batin yang menghambat klien

dari pembuatan keputusan-keputusan yang penting bagi kehidupannya.

27

(25)

Ada beberapa kesalahpahaman yang menyangkut masalah tentang

tujuan-tujuan dalam terapi behavior. Salah satu kesalahpahaman yang

umum adalah tujuan terapi semata-mata menghilangkan gejala-gejala

suatu gangguan tingkah laku dan bahwa setelah gejala-gejala itu terhapus,

gejala-gejala

baru akan muncul karena penyebab-penyebab yang

mendasarinya tidak ditangani. Kesalahpahaman umum lainnya adalah

bahwa tujuan-tujuan klien ditentukan dan dipaksakan oleh terapis tingkah

laku.

28

Tujuan terapi behavior adalah untuk membantu klien membuang

respon-respon yang lama yang merusak diri, mempelajari respon-respon

baru yang lebih sehat, memperoleh perilaku baru, mengelemenasi perilaku

yang maladaptif dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang

diinginkan.

29

3. Tahap-tahap Terapi Behavior

a. Melakukan Asesmen (Assessment)

Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan oleh

konseli pada saat ini. Asesmen dilakukan adalah aktivitas nyata, perasaan

dan pikiran konseli.Kanfer dan Saslow mengatakan ada beberapa

informasi yang digali dalam asesmen, yaitu:

28

Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, hal. 199-201.

29

(26)

1) Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat

ini. Tingkah laku yang dianalisis adalah tingkah laku yang khusus.

2) Analisis situasi yang didalamnya masalah konseli terjadi. Analisis

ini mencoba untuk mengidentifikasi peristiwa yang mengawali

tingkah laku dan mengikutinya sehubungan dengan masalah

konseli.

3) Analisis motivasional.

4) Analisis

self control

, yaitu tingkatan kontrol diri konseli terhadap

tingkah laku bermsalah, dietelusuri atas dasar bagaimana kontrol

itu dilatih dan atas dasar kejadian-kejadian yang menentukan

keberhasilan kontrol diri.

5) Analisis hubungan sosial, yaitu orang lain yang dekat dengan

kehidupan konseli dan hubungannya orang tersebut dengan

konseli.

6) Analisis lingkungan fisik-sosial budaya, yaitu analisis yang

berdasar norma-norma dan keterbatasan lingkungan.

b. Menetapkan Tujuan (Goal Setting)

(27)

1) Membantu konseli untuk mamandang maslaahnya atas dasar

tujuan-tujuan yang diinginkan

2) Memperhatikan

tujan

konseli

berdasarkan

kemungkinan

hambatan-hambatan situasional tujuan belajaryang dapat diterima

dan diukur

3) Memecahkan tujuan kedalam sub-tujuan dan menyusun tujuan

menjadi susunan yang berurutan

c. Implemantasi Tehnik (Technique Implementation)

Pada tahap ini, konselor dan konseli mengimplementasikan

tehnik-tehnik konseling yang sesuai dengan masalah yang dialami oleh

konseli (tingkah laku

excessive

atau

deficit

). Dalam tahap ini juga

konselor membandingkan perubahan tingkah laku antara baseline data

dengan data intervensi.

d. Evaluasi dan Pengakhiran (Evaluation-Termination)

Evaluasi

terapi

behavior

merupakan

proses

yang

berkesinambungan. Evaluasi dibuat atas dasar apa yang konseli

perbuat. Tingkah laku konseli digunakan sebagai dasar untuk

menevaluasi efektivitas konselor dan tehnik yang digunakan.

(28)

1) Menguji apa yang konseli lakukan terakhir

2) Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan

3) Membantu konseli mentransfer apa yang dipelajari dalam

konseling ke tingkah laku konseli

4) Memberi jalan untuk memantau secara terus menerus tingkah laku

konseli.

30

4. Tehnik-tehnik Terapi Behavior

a. Desensitisasi Sistematik (

systematic desensititation

)

Tehnik ini dikembangkan oleh Wolpe, yang mengatakan

bahwa semua perilaku neurosis adalah ekspresi dari kecemasan dan

respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi dengan menemukan

respon yang antagonistik.

Tehnik desensititasi sistematik bermaksud mengajar klien

untuk memberi respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang

dialami klien. Adapun prosedur pelaksanaan tehnik ini adalah:

1) Analisis perilaku yang menimbulkan kecemasan

2) Menyusun jenjang-jenjang situasi yang menimbulkan kecemasan

dari yang kurang hingga yang paling mencemaskan klien

3) Memberi latihan relaksasi otot-otot yang dimulai dari lengan

hingga otot kaki. Kaki klien dapat diletakkan diatas bantal atau

30

(29)

kain wool. Secara terinci relaksasi otot dimulai dari lengan ,

kepala, kemudian leher dan bahu, bagaian belakang , perut dan

dada, dan kemudian anggota bagian bawah.

4) Klien diminta membayangkan situasi yang menyenangkanya

seperti di pantai, ditengah taman yang hijau dan lain-lain.

5) Klien

disuruh

memejamkan

mata,

kemudian

disuruh

membayangkan situasi yang kurang mencemaskan. Bila klien

sanggup tanpa cemas atau gelisah, berarti situasi tersebut dapat

diatasi klien. Demikian seterusnya hingga ke situasi yang paling

mencemaskan.

6) Bila pada suatu klien cemas dan gelisah, maka konselor

memerintahkan

klien

agar

membayangkan

situasi

yang

menyenangkan tadi untuk menghilangkan kecemasan yang baru

terjadi.

7) Menyusun hierarki atau jenjang kecemasan harus bersama klien,

dan konselor menuliskannya di kertas.

b. Assertive Training

(30)

playing

(bermain peran). Tehnik ini dapat digunakan untuk membantu

klien dalam hal-hal berikut:

1) Tidak dapat menyatakan kemarahannya atau kejengkelannya

2) Mereka yang berlebihan dalam sopan dan membiarkan orang lain

mengambil keuntungan darinya

3)

Mereka yang mengalami kesulitan dalam mengatakan kata “

tidak

4) Mereka yang sukar dalam menyatakan cinta dan respon positif

lainnya

5) Mereka yang merasakan tidak punya hal untuk menyatakan

pendapat dan pikirannya

c. Aversion Therapy

Tehnik ini bertujuan untuk menghukum perilaku yang negatif dan

memperkuat perilaku yang positif.

31

Pada kontrol diri aversi dilakukan oleh klien sendiri, tetapi

pada terapi pengaturan kondisi aversi dilakukan terapis. Misalnya

remaja yang senang berkelahi, ditunjukkan foto teman yang kesakitan,

saat yang sama diberi kejutan listrik yang menimbulkan rasa sakit.

Dengan terapi aversi diharapkan terajdi proses pembalikan

reinforcement dari perasaan senang atau bangga menyakiti orang lain,

31

(31)

menjadi reinforcement seperti iba, takut, rasa berdosa melihat orang

laiin terluka dan merasa sakit karena listrik.

Terapi aversi merupakan tehnik yang bertujuan untuk

meredakan gangguan-gangguan behavior yang spesifik, melibatkan

pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan stimulus yang

menyakitkansampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat

kemunculannya. Stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan

kejutan listrik atau ramuan yang membuat mual.

32

d.

Reward

(Ganjaran)

Reward

(gajaran) dan

punishment

(hukuman) merupakan suatu

bentuk teori penguatan positif yang bersumber dari teori behavioristik.

Menurut teori behavioristik balajar adalah perubahan tingkah laku

sebagai akibar dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.

Dengan kata lain, belajar merupakan perubahan yang dialami siswa

dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara baru

sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.

33

Substansi

reward

dan

punishment

sebenarnya adalah sebuah

bentuk respon seseorang karena perbuatannya. Pemberian

reward

merupakan respon positif, sedangkan pemberian

punishment

32

Gantina Komalasari, dkk,Teori dan Tehnik Konseling, hal. 191-192.

33

(32)

merupakan respon negatif, namun keduanya memiliki tujuan yang

sama yaitu ingin mengubah tingkah laku ke arah yang lebih baik lagi.

Dalam Al-Qur an diejalskan bahwa

reward

dan

punishment

menunjukkan balasan terhadap apa yang diperbuat oleh seseorang

dalam kehidupan ini atau di akherat kelak karena amal perbuatannya.

Allah berfirman dalam Al-Qur an QS Fushilat ayat 46:

Artinya

Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, maka

(pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan

perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan

sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.

34

1) Pengertian

Reward

(Ganjaran)

Ganjaran dalam bahasa, berasal dari bahasa Inggris

reward

yang berarti penghargaan atau hadiah.

35

Sedangkan

reward

(ganjaran) menurut istilah ada beberapa pendapat yang

dikemukakan, diantaranya:

Menurut Amir Dien Indrakusuma (1973),

reward

(ganjaran) adalah penilaian yang bersifat positif terhadap

belajarnya siswa. M. Ngalim Purwanto mengatakan bahwa

reward

(ganjaran) adalah alat untuk mendidik anak-anak supaya anak

34

Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 482.

35

(33)

dapat merasa senang karena perbuatan dan pekerjaannya mendapat

penghargaan.

36

Sementara

reward

(ganjaran) dalam bahasa Arab,

diistilahkan dengan kata

tsawab

yang berarti pahala, upah dan

balasan. Dalam Al-Quran, kata

tsawab

selalu diterjemahkan

kepada balasan atau ganjaran yang baik. Sebagaimana dapat dilihat

dari firman Allah SWT pada surat An-Nisa: 134.

Artinya “

Barangsiapa yang menghendaki pahala (ganjaran)

didunia saja (maka ia merugi), karena Allah ada pahala dunia

dan akhirat. Dan Allah M

aha Mendengar dan Maha Melihat”

37

Peranan

reward

(ganjaran) dalam proses pengajaran cukup

penting, terutama sebagai faktor eksternal dalam mempengaruhi

dan mengarahkan perilaku siswa. Hal ini berdasarkan atas berbagai

pertimbangan logis, diantaranya

reward

biasa dapat menimbulkan

motivasi belajar siswa dan memiliki pengaruh yang positif dalam

kehidupan siswa.

36

M. Ngalim Purwanto,Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, hal. 182.

37

(34)

2) Macam-macam

Reward

(Ganjaran)

Reward

(ganjaran) yang diberikan kepada siswa bentuknya

bemacam-macam, diantaranya:

a) Pujian

Pujian adalah satu bentuk

reward

yang paling mudah

dilakukan. Pujian dapat berupa kata-kata seperti: baik, bagus,

bagus sekali, kamu hebat sekali dan sebagainya. Dapat juga

berupa kata-kata yang bersifat sugesti, misalnya: “Nah, lain

kali akan lebih baik lagi.”

b) Penghormatan

Reward

yang berupa penghormatan ini dapat berbentuk

semacam

penobatan,

yaitu

anak

yang

mendapatkan

penghormatan diumumkan dan ditampilkan dihadapan

teman-temannya atau dihadapan orang banyak.

c) Hadiah

Yang dimaksud dengan hadiah disini adalah

reward

(35)

barang ini dapat terdiri dari alat-alat keperluan sekolah, seperti

pensil, penggaris, penghapus, buku, tas dan sebagainya.

d) Tanda Penghargaan

Tanda penghargaan tidak dinilai dari segi harga dan

kegunaan barang-barang, seperti halnya pada hadiah.

Melainkan, tanda penghargaan dinilai dari segi “kesan” atau

nilai “kenang”nya.

Reward

seperti ini disebut juga dengan

reward

simbolis. Rewad simbolis ini dapat berupa surat-surat

tanda sertifikats.

38

Dari keempat macam

reward

tersebut di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa dalam penerapannya seorang guru

dapat memilih bentuk macam-macam

reward

yang cocok

dengan siswa dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi

keuangan, bila hal itu menyangkut keuangan.

3) Syarat-syarat

Reward

(Ganjaran)

Memberi

reward

bukanlah perkara mudah. Ada beberapa

syarat yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam memberikan

reward

, yaitu:

38

(36)

a) Untuk pemberian

reward

pedagogis perlu kiranya guru

mengenal betul-betul para muridnya dan tahu menghargai

dengan tepat.

Reward

dan perhargaan yang salah dan tidak

tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan.

b)

Reward

yang diberikan janganlah sampai menimbulkan iri hati

atau rasa cemburu bagi anak anak lain yang merasa dirinya

lebih baik tetapi tidak mendapatkan ganjaran.

c) Memberi

reward

hendaklah hemat. Terlau sering memberikan

reward

akan menghilangkan arti

reward

sebagai alat

pendidikan.

d) Jangan memberikan

reward

dengan menjanjikan terlebih

dahulu sebelum anak-anak menunjukkan prestasi kerjanya,

apalagi bagi

reward

yang diberikan kepada seluruh anggota

kelas.

Reward

yang dijanjikan terlebih dahulu akan membuat

para anak terburu-buru dalam pekerjaan dan menimbulkan

kesukaran-kesukaran terhadap anak yang kurang pandai.

e) Pendidik harus berhati-hati dalam memberikan

reward

. Jangan

sampai

reward

yang diberikan berubah menjadi upah atas jerih

payah yang telah dilakukannya.

39

39

(37)

e.

Punishment

(Hukuman)

1) Pengertian

Punishment

(Hukuman)

Hukuman dalam Bahasa Inggris dikenal dengan kata

puinihment

” yang berarti hukuman, siksaan dan perlakuan yang

amat kasar.

40

Kartini Kartono mendeifinisikan hukuman sebagai berikut:

Suatu perbuatan yang dengan sadar dan sengaja diberikan serta

mengakibatkan nestapa pada anak atau sesama manusia yang

menjadi tanggungan kita, dan pada umumnya ada dalam kondisi

yang lebih lemah secara fisik maupun psikis dari pada kita, juga

memerlukan pelindungan kita.

41

Menurut Amir Dien,

punishment

adalah tindakan yang

dijatuhkan kepada anak secara sadar dan disengaja sehingga

menimbulkan nestapa. Dan dengan adanya nestapa itu anak akan

menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji untuk tidak

mengulanginya.

42

Punishment

sebagai

alat

pendidikan

meskipun

mengakibatkan penderitaan bagi siswa yang terhukum, namun

dapat juga menjadi alat motivasi, alat pendorong untuk

40

John M. Echols dan Hasan Shadily,Kamus Inggris Indonesia, hal. 456.

41

Kartini Kartono,Pengantar Ilmu Mendidik Teoritik (Apakah Pendidikan Masih diperlukan?)(Bandung: Mandar Maju, 1992) hal. 261.

42

(38)

mempergiat aktivitas belajar siswa (meningkatkan motivasi belajar

siswa). Siswa akan berusaha untuk selalu dapat memenuhi

tugas-tugas belajarnya, agar terhindar dari bahaya hukuman. Dengan

adanya

punishment

, diharapkan para siswa dapat menyadari

kesalahan yang diperbuatnya, sehingga siswa menjadi lebih

berhati-hati dalam mengambil tindakan.

Punishment

dalam islam juga dianjurkan, karena dengan

adanya

punishment

maka terpeliharanya kehidupan manusia, sebab

orang akan lebih berhati-hati dalam melakukan sesuatu agar tidak

mendapatkan

punishment

.

2) Macam-macam (

Punishment

) Hukuman

Adapun macam-macam

punishment

(hukuman) adalah

sebagai berikut:

a) Hukuman Preventif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan

maksud agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran. Hukuman

ini dilakukan dengan maksud untuk mencegah terjadinya

pelanggaran, oleh karena itu dilakukan sebelum pelanggaran

itu dilakukan.

(39)

William Stern membedakan tiga macam hukuman yang

disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak-anak yang menerima

hukuman, sebagai berikut:

a) Hukuman Asosiatif

Pada umumnya, orang akan mengasosiasikan antara

hukuman dan pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan

oleh hukuman dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukan.

Untuk menghindari hukuman tersebut, biasanya anak akan

menjauhi atau tidak melakukan perbuatan yang tidak baik atau

dilarang.

b) Hukuman Logis

Hukuman ini biasanya digunakan untuk anak-anak yang

agak besar. Dengan hukuman ini, anak akan mengerti bahwa

hukuman adalah akibat yang logis dari kesalahan atau perbuatan

yang tidak baik yang telah dilakukannya.

c) Hukuman Normatif

(40)

menipu dan mencuri. Hukuman ini sangat erat hubungannya

dengan pembentukan watak anak-anak.

43

3) Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Pemberian

Punishment

Dalam pemberian

punishment

terdapat beberapa prinsip

yang harus diperhatikan, yaitu:

a) Hukuman yang diberikan segera setelah perilaku yang tidak

diinginkan muncul pada satu situasi, agar individu sedikit

memiliki keinginan untuk mengulang kembali perilaku tersebut

bila beradapada siatuasi yang sama.

b) Penerapan

punishment

dalam pengubahan tingkah laku, lebih

kepada fungsi konsekuensi yang memberi efek penurunan

perilaku.

c) Pemberian hukuman bisa dilakukan sebagai tambahan atas

konsekuensi tingkah laku (tambahan tugas) atau penghilangan

sesuatu yang menyenangkan bagi siswa (mengikuti kegiatan

ekstrakulikuler diganti dengan tugas tambahan).

4) Efek Samping Emosional Pemberian

Punishment

a) Tingkah laku yang tidak diinginkannya ditekan saat ada

punishment

(hukuman)

43

(41)

b) Jika tingkah laku alternatif tidak muncul, konseli akan menarik

diri

c) Pengaruh hukuman bisa jadi digeneralisasi pada tingkah laku

lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum.

Misalnya: anak dihukum karena terlambat, jadi tidak suka

sekolah, semua pelajaran, semua guru, dan sebagainya.

44

Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua tehnik

dalam terapi behavior, yaitu tehnik

reward

dan

punishment

untuk

menumbuhkan disiplin diri pada anak usia prasekolah.

B. Disiplin Diri

1. Pengertian Disiplin Diri

Poerwadarminto dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia

menjelaskan bahwa displin adalah latihan batin atau watak dengan maksud

supaya segala perbuatannya selalu mentaati peraturan dan tata tertib.

45

Disiplin biasanya dipahami sebagai perilaku dan tata tertib yang sesuai

dengan peraturan dan ketetapan, tau perilaku yang diperoleh dari

pelatihan. Sebagaimana yang tercantum dalam surah An-Nisa’ ayat 59,

Allah berfirman:

44

Gantina Komalasari, dkk,Teori dan Tehnik Konseling, hal. 188.

45

(42)

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah

rosul-Nya, dan ahli amri diantara kamu”

46

Disiplin diri banyak maknanya: sanggup menggerakkan dan

mengatur diri serta waktu sendiri, sanggup mengendalikan emosi sendiri,

sanggup mengendalikan nafsu sendiri. Disiplin diri dapat menjauhkan

individu dari kemalasan atau berbuat terlalu sedikit.

47

Menurut Bahasa disiplin diri berasal dari dua kata yaitu

“discipline”

yang berarti kepatuhan atau ketaan terhadap perarturan dan

“self”

yang berarti kemampuan diri untuk mengendalikan segala

perbuatan yang bertentangan dengan akal dan moralserta norma yang

berlaku. Disiplin diri dapat menjauhkan kita dari kemalasan, Karena

disiplin diri memiliki nilai-nilai yang penting danuniversal sehingga

keberadaannya menguntungkan bagi diri sendiri maupun orang lain.

48

Dalam Qur’an diterangkan tentang disiplin dalam surah

Al-Ashr ayat 1-3

46

Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 88.

47

Linda dan Richard Eyre,Mengajarkan Nilai-nilai kepada Anak(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal. 64-65.

48

(43)

Artinya:

“Demi masa

. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam

kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan

amal sholeh dan nasehat menasehati supaya menetapi

kesabaran”

49

Surat ini menerangkan bahwa manusia yang tidak dapat

menggunakan masanya dengan sebaik-baiknya termasuk golongan yang

merugi. Surat tersebut telah jelas menunjukkan kepada kita bahwa Allah

telah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk selalu hidup disiplin.

Karena dengan disiplin, kita dapat hidup teratur. Sedangkan bila hidup

kita tidak mempunyai disiplin berarti kita tidak bias hidup teratur dan

hidup kita akan hancur berantakan.

2. Tujuan Disiplin Diri

Tujuan disiplin adalah mengarahkan anak agar mereka belajar

mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat

mereka sangat bergantung kepada disiplin diri. Diharapkan kelak disiplin

diri mereka akan membuat mereka bahagia, berhasil, dan penuh kasih

sayang.

50

Disiplin diri bertujuan untuk membantu anak usia dini mengenal

dan menemukan dirinya, serta mengatasi dan mencegah timbulnya

masalah-masalah disiplin. Disamping itu juga untuk menciptakan suasana

49

Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 602.

50

(44)

yang maan, nyaman, dan menyenangkan bagi kegiatan belajar dan

bermain, sehingga mereka menaati segala peraturan yang ditetapkan.

Berdasarkan hasil penelitian Reisman dan Payne (1987: 239-241),

dikemukakan sembilan cara untuk membina disiplin anak usia dini, adalah

sebagai berikut: 1). Konsep diri (

self-concept),

2). Keterampilan

berkomunikasi (

communication skills

), 3). Konsekuensi-konsekuensi logis

dan alami (

natural and logical consequences

), 4). Klarifikasi nilai (

values

clarification

), 5). Analisis transaksional (

transatsional analysis

), 6).

Terapi realitas (

reality therapy

), 7). Disiplin yang terintegrasi (

assretive

discipline

), 8). Modifikasi perilaku (

behavior modification

), 9). Tantangan

bagi disiplin (

dare to discipline

).

51

3. Faktor Pendorong Bersikap Disiplin

Kedisiplinan yang dilakukan peserta didik tidak akan muncul

begitu saja. Kedisiplinan itu tumbuhan didalam jiwa peserta didi dan

akhirnya diwujudkan dengan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari,

dimana didorong oleh beberapa faktor yang sanagt kuat dalam membentuk

kedisiplinan peserta didik, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Diri sendiri

Sikap, perilaku dan pola hidup yang baik dan berdisiplin tidak

terbentuk serta merta dalam waktu yang singkat. Namun, terbentuknya

melalui dorongan dari dalam diri sendiri dengan suatu proses yang

51

(45)

membutuhkan waktu lama. Salah satu untuk membentuk kepribadian

tersebut dilakukan melalui latihan.

Latihan adalah belajar dan berbuat serta membiasakan diri

melakukan sesuatu secara berulang-ulang. Dengan cara ini, orang

menjadi terbiasa terlatih terampil dan mampu melakukan selalu

dengan baik.

52

Disiplin dapat dicapai dan dibentuk memlaui proses latihan dan

kebiasaan.

Artinya

kedisplinan

secara

berulang-ulang

dan

membiasakannya dalam praktik sehari-hari. Dengan latihan dan

pembiasaan diri, disiplin akan terbentuk dalam diri seseorang.

b. Orang lain

Selain diri sendiri sebagai pendorong untuk terbentuknya

disiplin, orang lain juga dapat mendorong untuk sikap disiplin, yang

antara lain adalah keluarga, sekolah, teman dan masyarakat.

Seorang anak tumbuh dan berkembang dalam keluarga,

sehingga keluargalah yang pertama mendidik dan mengenalkan anak

tentang norma-norma yang baik, termasuk didalamnya penerapan

disiplin. Sehingga apabila anak memasuki dunia sekolah maka akan

terbiasa dengan sikap disiplin.

52

(46)

Disiplin sekolah berfungsi mendukung terlaksananya proses

dan kegiatan pendidikan akan berjalan lancar.

53

Hal itu dicapai dengan

merancang peraturan sekolah, yakni peraturan bagi para guru, para

peserta didik, serta peraturan yang dianggap perlu. Kemudian

diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen. Dengan demikian,

sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang aman, tenang, tentram,

tertib dan teratur.

Selanjutnya lingkungan yang sangat erat dengan anak adalah

masyarakat sekitar. Dalam hal ini pergaulan sehari-hari anak dengan

orang lain yakni keluarga, teman sekolah maupun teman bermain akan

menjadi pendorong bagi kediplinan anak.

4. Menanamkan Disiplin Diri

Menanamkan dispilin diri biasanya menjadi tujuan pokok dalam

mendidik anak. Menurut Schaefer, cara yang paling berkesan dan efektif

adalah cara pendekatan positif, misalnya dengan memberikan contoh,

bersikap ramah, memberi semangat, pujian dan hadiah. Cara ini lebih

berhasil daripada menggunakan pendekatan negatif, seperti

menakut-nakuti, memberi hukuman dan sebagainya.

54

53

Tulus Tu u,Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa,hal, 43.

54

(47)

Adapun cara penanaman disiplin diri yang dikemukakan oleh

Haimowits M.L dan Haimowits N. adalah sebagai berikut:

a. Tehnik yang berorientasi pada kasih sayang (

love oriented technique

)

Tehnik ini dikenal pula sebagai “menanamkan disiplin dengan

meyakinkan tanpa kekuasaan (

non power assertive discipline

).

Memberikan pujian dan menerangkan sebab-sebab suatu tingkah laku

yang boleh atau tidak boleh dilakukan melalui penalaran dengan dasar

kasih sayang yang dirasakan oleh anak, akan mempertimbangkan rasa

tanggung jawab dan disiplin diri yang baik.

Tanggung jawab dan disiplin diri anak bukanlah tugas yang

sederhana, karena tanggung jawab dan disiplin diri harus diajarkan

dengan sebuah rencana khusus, tetapi tugas itu dapat dipermudahkan

dengan memanfaatkan hukum penerapan (

law of reinforcement

),

seperti memberi pujian, dan perhatian yang tulus.

b. Tehnik yang bersifat material

(48)

(

power assertive discipline,

tingkah laku baru dari luar ditanam

dengan paksaan. Anak patuh karena takut dihukum.

55

Adapun beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menanamkan sikap

disiplin pada diri sendiri. Diantara berbagai cara tersebut antara lain adalah

sebagai berikut:

a. Contoh atau Suri Tauladan

Tauladan adalah contoh teladan dari perbuatan dan tindakan

sehari-hari dari seorang kepada orang lain seperti seorang guru kepada

peserta didik atau dari orangtua kepada peserta didik.

Pengaruh yang kuat dalam memberikan pendidikan terhadap

peserta didik adalah teladan dari orang yang memberikan perintah baik itu

orang tua dirumah maupun guru di sekalah. Contoh teladan dapat lebih

efektif dari kata-kata, karena itu menjadikan syarat-syarat non verbal yang

berarti menyediakan contoh yang jelas untuk ditirukan.

b. Hukuman

Hukuman biasanya dilakukan sebagai alternatif dari berbagai cara

untuk menanamkan sikap disiplin. Hukuman tidak harus bersifat

menyakiti badan atau jiwa peserta didik, akan tetapi lebih penting dapat

55

(49)

menyadarkan peserta didik akan kesalahanya. Dengan demikian peserta

didik belajar dari kesalahan yang timbul dalam kehidupan sikap manusia.

c. Hadiah dan Ganjaran

Dorongan atau pengembangan yang positif adalah hadiah-hadiah

yang diterima atau timbul sesudah tingkah laku tersebut. Hadiah dan

ganjaran sangat berarti bagi peserta didik karena pada hakikatnya pada diri

manusia ada dua tenaga pendorong yaitu kesenangan dan kesakitan, kita

cenderung untuk mengulangi tingkah laku yang membawa kepada

kesenangan atau hadiah dan menghindari tingkah laku atau perbuatan

yang menimbulkan ketidaksenangan.

56

d. Perintah dan Larangan

Perintah bukan hanya apa yang keluar dari mulut seseorang yang

harus dikerjakan oleh orang lain, melainkan juga termasuk peraturan.

Peraturan yang harus ditaati. Tiap-tiap perintah dan peraturan dalam

pendidikan mengandung norm-norma kesusilaan, jadi bersifat memberi

arahan atau mengandung tujuan kearah perbuatan susila.

Supaya perintah dapat ditaati sehingga dapat tercapai apa yang

dimaksud hendaknya perintah itu memenuhi syarat-syarat tertentu,

misalnya:

56

(50)

a) Perintah hendaknya disesuaikan dengan keadaan dan umur peserta

didik sehingga jagan sampai memberi perintah yang tidak mungkin

dikerjakan oleh peserta didik itu. Tiap-tiap perintah hendaknya

disesuaikan dengan kesanggupan peserta didik.

b) Kadang-kadang kita perlu merubah perintah itu menjadi suatu perintah

yang lebih bersifat permintaan sehingga tidak perlu keras

kedengarannya.

c) Janganlah terlau banyak dan berlebihan dalam memberikan perintah,

sebab dapat mengakibatkan peserta didik itu tidak patuh tetapi

menentang.

57

5. Indikator Disiplin Diri

Beberapa indikator yang dapat dikemukakan agar disiplin dapat

dibina dan dilaksanakan antaranya adalah sebagai berikut:

a. Melaksanakan tata tertib dengan baik, karena tata tertib yang berlaku

merupakan aturan dan ketentuan yang harus ditaati. Oleh siapapun

demi kelancaran proses pendidikan tersebut yang meliputi:

1) Patuh terhadap aturan sekolah atau lembaga pendidikan

2) Mengindahkan petunjuk-petunjuk yang berlaku di sekolah atau

suatu lembaga tertentu

3) Tidak membangkang pada peraturan yang berlaku

57

(51)

4) Tidak pernah keluar dalam belajar mengajar

5) Tidak pernah membolos dalam belajar mengajar

b. Taat terhadap kebijakan dan kebijaksanaan yang berlaku.

c. Berusaha menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi pendidikan

yang ada.

58

C. Anak Prasekolah

Masa prasekolah merupakan masa-masa bahagia dan amat memuaskan

dari seluruh masa kehidupan anak. Sangat perlu bagi kita untuk menjaga hal

tersebut agar berjalan sebagaimana adanya. Perlu dicamkan bahwa masa

prasekolah adalah masa pertumbuhan. Masa-masa ini adalah masa

menentukan orang seperti apakah anak kita tersebut, dan tehnik apakah yang

cocok dalam menghadapinya.

Masa prasekolah adalah masa belajar, tetapi bukan dalam dunia

dimensi (pensil dan kertas) melainkan belajar pada dunia nyata, yaitu dunia

tiga dimensi. Dengan kata lain, masa prasekolah merupakan

time for play

.

Frank dan Tresea Caplan menyebutkan bahwa pada masa prasekolah yang

ditekankan adalah bermain. Waktu bermain merupakan sarana pertumbuhan.

Pada tahun-tahun pertama kehidupannya, anak membutuhkan bermain sebagai

sarana untuk tumbuh dalam lingkungan budaya dan kesiapannya dalam

58

(52)

belajar formal. Dengan bermain, anak bebas beraksi dan juga mengkhayalkan

sebuah dunia lain, sehingga dengan bermain ada elemen pertualangan.

59

1. Tugas Perkembangan Anak Prasekolah

Adapun tugas-tgas perkembangan anak pada masa prasekolah

adalah sebagai berikut:

a. Belajar makan makanan yang padat

Setelah anak berumur satu tahun, maka ia harus belajar makan

makanan yang padat, seperti nasi biasa dengan lauknya yang

lunak-lunak (telur, tahu, tempe, dan lain-lain). Jadi anak-anak mulai belajar

makan seperti apa yang dimakan oleh orang dewasa.

b. Belajar berbicara

Anak

akan

mengeluarkan

suara

yang

berarti

dan

menyampaikan kepada oang lian dengan perantaraan suara itu. Untuk

itu, diperlukan kematangan otot-otot dan syaraf dari alat-alat bicara.

c. Belajar buang air kecil dan buang air besar

Sebelum umur 4 tahun, anak pada umumnya belum dapat

mengatasi (menahan)

ngompol

karena perkembangan syaraf yang

mengatur pembuangan belum sempurna. Untuk memberikan

pendidikan tentang kebersihan terhadap anak usia bawah 4 tahun,

cukup dengan pembiasaan saja, yaitu setiap kali anak mau buang air

59

(53)

kecil, maka bawalah anak ke WC, tanpa banyak memberikan

penerangan kepadanya.

d. Belajar mengenal lawan jenis

Melalaui pengamatan anak dapat melihat tingkah laku, bentuk

fisik dan pakaian yang berbeda antara jenis kelamin yang satu dengan

yang lainnya. Orang tua perlu memperlakuka

Gambar

Tabel 3. 2 Jadwal Kegiatan TK A
Tabel 3. 3 Jadwal Kegiatan TK B
Tabel 3. 5 Daftar Nama Siswa Kelas Kelas TK A

Referensi

Dokumen terkait