3
II.
TELAAH PUSTAKA
Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman perdu dari Famili
Solanaceae atau terong-terongan. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah
Peru dan menyebar ke negara-negara lain di benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Cabai mengandung kapsaisin, dihidrokapsaisin, vitamin (A, C), damar, zat warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, clan lutein. Selain itu, mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin. Zat aktif kapsaisin berkhasiat sebagai stimulan. Dampak dari konsumsi kapsaisin terlalu banyak akan mengakibatkan rasa terbakar di mulut dan keluarnya air mata. Selain kapsaisin, cabai mengandung kapsisidin. Khasiat kapsidin yaitu memperlancar sekresi asam lambung dan mencegah infeksi sistem pencernaan. Unsur lain di dalam cabai adalah kapsikol yang dimanfaatkan untuk mengurangi pegal-pegal, sakit gigi, sesak nafas, dan gatal-gatal (Devi, 2010). Klasifikasi tanaman cabai merah menurut Tjitrosoepomo (2000) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Harpenas dan Dermawan (2010) melaporkan bahwa salah satu sifat tanaman cabai yang disukai oleh petani adalah tidak mengenal musim. Artinya, tanaman cabai dapat ditanam kapanpun tanpa tergantung musim. Tanaman cabai merah yang ditanam di sawah sebaiknya ditanam pada akhir musim hujan, sedangkan di tegalan ditanam pada musim hujan (Wardani, 2008). Akan tetapi akhir-akhir ini keadaan musim di wilayah Indonesia tak menentu, sehingga menjadi faktor pemicu munculnya beberapa patogen dapat menginfeksi tanaman cabai merah. Salah satu contohnya adalah Fusarium.
Pertumbuhan cabai merah dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti iklim yang terdiri dari komposisi sinar matahari, curah hujan, suhu, kelembapan dan angin. Untuk memaksimalkan jumlah produksi, ketinggian tempat dan kondisi tanah perlu diperhatikan. Ciri-ciri tanah yang baik untuk pertanaman cabai adalah teksturnya
4
yang remah atau gembur, subur, kandungan bahan organiknya masih banyak, pH tanah berkisar antara 6-7 (Wardani, 2008).
Rizosfer merupakan lapisan tanah yang menyelimuti permukaan akar tanaman yang masih dipengaruhi oleh aktivitas akar. Tebal tipisnya lapisan rhizosfer antara setiap tanaman berbeda. Rizosfer merupakan habitat yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba. Hal tersebut dikarenakan adanya sediaan bahan organik pada akar tanaman yang dapat menstimulir pertumbuhan mikroba (Fatmawaty et al., 2013).
Saragih dan Silalahi (2005) menyatakan bahwa genus Fusarium sebagian besar bersifat patogenik yang menyebabkan penyakit layu pada berbagai tanaman. Banyak diantaranya yang berada dalam tanah bertahan sebagai klamidospora atau sebagai hifa pada sisa tanaman dan bahan organik lain. Menurut Mardiyah (2013), terdapat jenis Fusarium yang diketahui bersifat non-patogen. Fusarium non-patogen merupakan jamur yang mampu menginduksi ketahanan terhadap beberapa patogen tanaman, terutama layu. Fusarium non-patogen biasanya berada pada bagian perakaran tanaman (rizosfer) dan melakukan simbiosis terhadap akar tanaman sehingga menyebabkan tanaman inang tumbuh subur. Sementara itu hasil penelitian dari Ishimoto (2004), menunjukkan bahwa golongan Fusarium non-patogen diketahui dapat dimanfaatkan untuk melindungi tanaman tertentu dari serangan cendawan lain. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi Fusarium adalah sebagai berikut:
Mekanisme perlindungan jamur non-patogen dengan dihasilkannya alkaloid dan mikotoksin sehingga memungkinkan digunakan untuk membantu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Brunner dan Petrini., 1992). Menurut Dahlan
et al. (1991), jamur endofit menghasilkan senyawa aktif biologis secara in-vitro
antara lain alkaloid, paxillin, lolitrems dan tetranone steroid. Menurut Petrini (1992), jamur endofit adalah jamur yang hidup di dalam jaringan tanaman sehat tanpa menyebabkan gejala atau kerusakan pada tanaman inang. Simbiosis dengan tanaman
5
dapat berupa mutualisme, netralisme dan parasitisme. Kolonisasi jamur endofit pada tanaman dimulai dari masuknya ke jaringan tanaman, perkecambahan spora, penetrasi epidermis dan kolonisasi jaringan.
Beberapa spesies sebagai contoh F. oxysporum dan F. equiseti memiliki
tingkat keragaman yang sangat tinggi dalam morfologi kultur dan karakteristik fisiologi. Keragaman ini memungkinkan beberapa spesies mengalami suatu perbedaan ekologi tempat (Burgess et al., 1994). Genus Fusarium mempunyai 20 spesies diantaranya meliputi Fusarium aquaeductuum, Fusarium angustum,
Fusarium bostrycoides, Fusarium bulbigenum, Fusarium verticilloides, Fusarium ventricosum, Fusarium tricincitum, Fusarium tracheiphilum, Fusarium tabacinum, Fusarium sporotrichoides, Fusarium solani, Fusarium oxysporum, Fusarium orthoceras dan Fusarium fujikuroi (Kavanagh, 2007). Fusarium dapat menyebabkan
penyakit pada manusia dan tanaman karena infeksi dan mikotoksin yang dihasilkannya (Anaissie et al., 2009).
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Didapatkan beragam jenis Fusarium sp. pada rizosfer tanaman cabai merah (C.
annum) di Desa Sumbang Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas.
2. Didapatkan Fusarium sp. yang bersifat patogenik dan non-patogenik pada tanaman cabai merah (C. annum).