• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DESA (SUATU STUDI DI DESA KAMANGA KECAMATAN TOMPASO) | MOMONGAN | JURNAL EKSEKUTIF 2492 4550 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DESA (SUATU STUDI DI DESA KAMANGA KECAMATAN TOMPASO) | MOMONGAN | JURNAL EKSEKUTIF 2492 4550 1 SM"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM

PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DESA

(SUATU STUDI DI DESA KAMANGA KECAMATAN TOMPASO)

Oleh :

LIANDY MOMONGAN

Abstrak

Peranan kelembagaan desa (Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Dan Lembaga Kemasyarakatan Desa) di Indonesia dalam rangka penyusunan dan implementasi kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan, pemerintahan, pengembangan kemasyarakatan, pada era reformasi ini semakin menguat dibandingkan era orde baru. Perubahan ini sejalan tuntutan dan kebutuhan perubahan paradigma pembangunan dan pemerintahan abad 21, baik dalam lingkungan intra dan ekstra sosial. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) adalah peraturan desa yang memuat sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran desa dalam kurun waktu satu tahun. APB Desa terdiri atas bagian pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan. Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.

Penelitian ini mengkaji mengenai peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam Menyusun Anggaran Pendapatan belanja desa, di desa Kamanga masih dibutuhkan pengetahuan aparat desa maupun anggota BPD mengenai tugas pokok dan fungsi dari BPD itu sendiri.

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Peranan kelembagaan desa (Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Dan Lembaga Kemasyarakatan Desa) di Indonesia dalam rangka penyusunan dan implementasi kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan, pemerintahan, pengembangan kemasyarakatan, pada era reformasi ini semakin menguat dibandingkan era orde baru. Perubahan ini sejalan tuntutan dan kebutuhan perubahan paradigma pembangunan dan pemerintahan abad 21, baik dalam lingkungan intra dan ekstra sosial.

Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. Lembaga kemasyarakatan ini misalnya Rukun Tetangga, Rukun Warga, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Karang Taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat, Risma, dll. Lembaga kemasyarakatan mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. Tugas Lembaga Kemasyarakatan meliputi : (a) menyusun rencana pembangunan secara partisipatif; (b) melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan pembangunan secara partisipatif; (c) menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong dan swadaya masyarakat; (d) menumbuhkembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas, lembaga kemasyarakatan mempunyai fungsi : (a) penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan; (b) penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia; (c) peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat; (d) penyusunan rencana, pelaksanaan, pelestarian, dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif; (e) penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa, partisipasi, serta swadaya gotongroyong masyarakat; (f) pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga; dan (g) pemberdayaan hak politik masyarakat.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) adalah peraturan desa yang memuat sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran desa dalam kurun waktu satu tahun. APB Desa terdiri atas bagian pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan. Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.

Alokasi pengeluaran dalam APBDes meliputi belanja pembangunan dan pos pengeluaran rutin. Belanja pembangunan meliputi (1) pos sarana pemerintahan desa; (2) pos prasarana perhubungan; (3) pos prasarana pemasaran; (4) pos prasarana sosial. Belanja rutin meliputi (1) pos belanja pegawai; (2) pos belanja barang; (3) pos biaya pemeliharaan; (4) pos biaya perjalanan dinas; (5) pos belanja lain-lain; (6) pos pengeluaran tak terduga.

Kelembagaan desa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lembaga, pihak, atau institusi yang berada di desa yang berasal dari unsur eksekutif, legislatif, dan masyakat yang terlibat dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan APBDes. Kelembagaan desa ini meliputi (1) pemerintah desa, (2) badan permusyawaratan desa (BPD), (3) lembaga kemasyarakatan; dan (4) tokoh masyarakat, aktor, shareholders, atau person.

Peran BPD dalam menyusun dan melaksanakan APBDes, berdasarkan PP 72/2005 adalah sebagai berikut: (a) mengevaluasi hasil pengawasan APBDes tahun lalu dengan melibatkan kelembagaan desa serta masyarakat; (b) menampung aspirasi, saran, dan masukan masyarakat berkaitan dengan peraturan desa khususnya rancangan APBDes; (c) membahas rancangan peraturan desa mengenai APB Desa yang disampaikan oleh kepala desa; dan (d) melaksanakan pengawasan terhadap jalannya APBDes.

(3)

sudah berjalan sesuai harapan, namun masih banyak hambatan dan kendala di lapangan. Peran dominan terlihat hanya kepada kepala desa atau hukum tua saja terutama dalam penyusunan APBDes. Beberapa tokoh masyarakat yang masuk dalam keanggotaan BPD masih merasa belum dilibatkan secara maksimal dalam penyusunan APBDes tersebut, padahal menurut mereka penyusunan APBDes sangatlah penting dalam pembangunan desa bagi kesejahteraan rakyat. Ditengarai, bisa terjadi kerjasama terselubung antara pimpinan BPD dengan Hukum Tua untuk membuat APBDes dengan proses yang tidak partisipatif. Persoalan lain di Desa Kamanga, sumber daya manusia (SDM) anggota BPD tidak merata dimana ada yang tergolong SDM yang minim, sulit untuk berperan secara baik dalam BPD. Penelitian ini ingin melihat kondisi kelembagan desa Kamanga khususnya BPD yang belum berjalan dengan baik tersebut.

Kajian penelitian diarahkan pada peranan BPD dalam menyusun dan APBDes di Era Otonomi Daerah. BPD melakukan kegiatan yang sama yakni melakukan evaluasi terhadap hasil pengawasan APBDes lalu (tahun berjalan) dan melakukan proyeksi untuk APBDes tahun mendatang. Forum BPD ini selain dihadiri oleh pimpinan dan anggota, dapat juga mengundang kehadiran lembaga kemasyarakatan desa yang terdiri dari minimal Rukun Tetangga, Rukun Warga, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Karang Taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM). Masyarakat secara personal, baik berasal dari tokoh bisnis, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh poltik desa dapat memberikan saran serta masukan pada tahap ini baik kepada pemerintah desa dan atau forum BPD berkaitan dengan rancanagan APBDes.

Masalahnya terkadang BPD tidak melaksanakan fungsinya secara optimal untuk mewujudkan APBDes yang partisipatif, forum BPD menjadi elit desa semata dimana saluran aspirasi masyarakat terhambat terutama dalam penyusuanan APBDes yang memerlukan pembahasan secara partisipatif begitu juga pengawasannya sebagaimana salah satu tugas BPD menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat B. Perumusan Masalah

Apa peranan BPD dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) di Desa Kamanga Kecamatan Tompaso Kabupaten Minahasa

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui peranan BPD dalam penyusunan APBDes di Desa Kamanga Kecamatan Tompaso Kabupaten Minahasa

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan kepada lembaga terkait agar lebih mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Peranan

Kata peranan ini sebenarnya menunjukan pada aktifitas yang dilakukan seseorang untuk melakukan sesuatu dalam kelompok masyarakat. Apabila seseorang tidak melakukan apa-apa dalam suatu kelompok tersebut maka ia tidak melakukan hak dan kewajibannya sebagai anggota kelompok dalam organisasi.

Secara etimologis kata peranan beradasar dari kata peran yang artinya : pemain sandiwara, tukang lawak. Kata peran ini diberi akhiran an maka menjadi peranan yang artinya sesuatu yang memegang pimpinan atau karena suatu hal atau peristiwa (Poerwadarmita 1985:735). Dengan demikian kata peran berarti sesuatu berupa orang, benda atau barang yang memegang pimpinan atau karena suatu hal atau peristiwa.

Peranan menurut Jack C. Plano, mengemukakan yaitu seperangkat pelaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam suatu kelompok social.

Dari beberpa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kata dalam peranan bukan hanya berarti sebagai kata benda tapi juga berarti suatu tingkah atau perilaku seseorang dalam menjalani tugas dan tanggung jawabnya sehari-hari.

B. Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya.

BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. BPD mempunyai wewenang:

a. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa;

b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa; c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa;

d. Membentuk panitia pemilihan kepala desa;

e. Menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan

f. Menyusun tata tertib BPD.

Peran BPD dalam pengelolaan APBDes, berdasarkan PP 72/2005 adalah sebagai berikut: (a) mengevaluasi hasil pengawasan APBDes tahun lalu dengan melibatkan kelembagaan desa serta masyarakat; (b) menampung aspirasi, saran, dan masukan masyarakat berkaitan dengan peraturan desa khususnya rancangan APBDes; (c) membahas rancangan peraturan desa mengenai APB Desa yang disampaikan oleh kepala desa; dan (d) melaksanakan pengawasan terhadap jalannya APBDes. C. APBDesa

(5)

dan kewajiban desa tersebut. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggung-jawaban dan pengawasan keuangan desa. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa.

Struktur APBDesa atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) terdiri dari: a. Pendapatan Desa; b. Belanja Desa; dan c. Pembiayaan Desa. Pendapatan Desa, terdiri dari:

a. Pendapatan Asli Desa (PADesa); b. Bagi Hasil Pajak Kabupaten/Kota; c. Bagian dari Retribusi Kabupaten/Kota; d. Alokasi Dana Desa (ADD);

e. Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Peerintah Kabupaten/Kota dan Desa lainnya;

f. Hibah;

g. Sumbangan Pihak Ketiga.

Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b di atas, meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 4 di atas, terdiri dari: Belanja Langsung, terdiri dari: Belanja Pegawai; Belanja Barang dan Jasa, Belanja Modal. Belanja Tidak Langsung, terdiri dari Belanja Pegawai/Penghasilan Tetap; Belanja Subsidi; Belanja Hibah (Pembatasan Hibah); Belanja Bantuan Sosial; Belanja Bantuan Keuangan; Belanja Tak Terduga;

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif menurut Masri Singarimbun (1982), bertujuan untuk mendeskripsikan secara terperinci tentang fenomena sosial tertentu. Dalam penelitian ini tim peneliti tidak melakukan kuantifikasi terhadap data yang diperoleh. Data yang diperoleh akan dianalisis serta dideskripsikan berdasarkan penemuan fakta-fakta penelitian di lapangan. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosial khususnya pendekatan ilmu pemerintahan. Pendekatan inilah yang akan dipergunakan dalam menjelaskan fenomena dan menganalisis peranan, kendala, solusi, dan strategi pengembangan peranan kelembagaan desa dalam rangka menyusun APBDes.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitiannya adalah studi peranan BPD dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) di Desa Kamanga Kecamatan Tompaso Kabupaten Minahasa

C. Sasaran Penelitian/ Pemilihan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Oleh karena itu seorang informan harus benar-benar tahu atau pelaku yang terlibat langsung dengan permasalahan penelitian. Memilih seorang informan harus dilihat kompetensinya bukan hanya sekedar untuk menghadirkannya (Moleong 2006:132).

(6)

penelitian. Berikut ini informan-informan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah Pemerintah Desa, BPD, Tokoh Agama, Tokoh Politik, dan Masyarakat umum

D. Instrumen Penelitian

Salah satu cirri utama penelitian kualitatif adalah manusia sangat berperan dalam keseluruhan proses penelitian, termasuk dalam pengumpulan data, bahkan peneliti itu sendirilah instrumennya (Moleong 2006:241). Menurut Moleong cirri-ciri umum manusia sebagai nsure ent mencakup segi responsive, dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses dan mengikhtisarkan, dan memanfaatkan kesemapatan mencari respons yang tidak lazim.

E. Pengumpulan Data a. Jenis Data

Data primer berasal dari informan. Informan yang dipilih adalah nsure Sangadi, Perangkat Desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), Perwakilan dari Masyarakat/stakeholders (LSM, Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh wanita/PKK) yang terlibat dalam proses perencanaan pembangunan. Data skunder diambil dari beberapa dokumen atau catatan yang berasal dari instansi yang terkait, hasil penelitian sejenis maupun publikasi buku-buku yang menunjang pembahasan penelitian.

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dilakukan melalui Diskusi Kelompok Terarah

(Focus Group Disscusion), Wawancara (Interview), dan Dokumentasi. Pengolahan data dilakukan melalui tahap Editing dan Interpretasi data, Sedangkan analisis data dilakukan melalui tahapan Reduksi Data, Penyajian Data, dan menarik kesimpulan.

Dokumentasi dan Literatur diperoleh melalui berbagai ketentuan hukum seperti UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa, beberapa Perda yang berkaitan dengan Desa serta beberapa Peraturan Desa. Sedangkan literatur diperoleh dari penelusuran beberapa buku yang relevan, seperti: demokratisasi, good governance, kybernology, dan pemerintahan serta pembangunan desa.

b. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagaimana dikemukakan Moleong (2006:198) adalah sebagai berikut:

1. Wawancara semi struktur 2. Observasi.

F. Analisa Data

Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Bikken dalam Moleong (2006:248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualittaif. Teknik analisa data ini menguraikan, menafsirkan dan mengganbarkan data yang terkumpul secara sistemik dan sistematik.

 Pengumpulandata  Penyajian Data  Reduksi Data

(7)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Legalitas Peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam Pemerintahan Desa 1. Kedudukan, Tugas, Kewajiban, dan Manfaat BPD

BPD dalam pemerintahan desa berkedudukan sebagai lembaga legislatif, yaitu sebagai badan untuk tempat berdiskusi bagi para wakil masyarakat desa. Dalam proses berdiskusinya itu, para anggota BPD berkedudukan sebagai wakil dari kelompok masyarakat yang memilihnya. Dengan demikian, BPD berada dalam posisi/kedudukan di pihak masyarakat, bukan di pihak lembaga eksekutif desa, yaitu bukan sebagai pelaksana pemerintahan desa sebagaimana kedudukan kepala desa beserta perangkatnya.

Berdasarkan kedudukannya itu, BPD pada dasarnya memiliki tugas- tugas pokok untuk: 1. Merumuskan peraturan-peraturan (legislating function) yang dibutuhkan oleh Desa,

yang nantinya disahkan oleh Surat Keputusan Kepala Desa;

2. Bersama-sama Kepala Desa membuat Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa (budgetting function);

3. Mengawasi eksekutif desa (Kepala Desa beserta Perangkatnya) dalam pelaksanaan pemerintahan sehari-hari (controlling function).

Dalam melakukan tugas pokok yang pertama dan kedua, yaitu fungsi perumusan peraturan dan fungsi penganggaran, BPD berkewajiban untuk:

1) menggali (mencari sendiri secara proaktif aspirasi masyarakat ke lapangan); 2) menampung (menerima aspirasi masyarakat yang datang ke kantor);

3) mempelajari (menguasai segala peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan program pembangunan/pemerintahan di desa;

4) mendiskusikan (membicarakan ketiga hal itu secara bersama-sama diluar musyawarah-resmi BPD);

5) merancang (merencanakan secara matang hal-hal pokok (secara berurutan berdasarkan skala prioritas) yang akan diputuskan dalam musyawarah BPD);

6) merumuskan (memutuskan rumusan-rumusan peraturan desa, program

7) pembangunan desa, anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa, dan yang lainnya untuk disahkan oleh Kepala Desa).

Dalam melakukan tugas pokok yang ketiga, yaitu fungsi pengawasan terhadap eksekutif desa, BPD berkewajiban untuk:

1) memantau (memperhatikan dan mengingatkan agar semua peraturan, program, dan anggaran benar-benar dilaksanakan dengan benar dan baik oleh Kepala Desa);

2) mengontrol (mempertanyakan, menegur, dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan peraturan, program, dan anggaran yang cenderung atau diduga-akan menyimpang);

3) mengevaluasi (menilai dan memutuskan atas terjadinya penyimpangan/ pelanggaran terhadap peraturan, program, dan anggaran oleh Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa); 4) menindaklanjuti (secara politik dapat digunakan dalam menanggapi berupa

diterima/tidaknya atau diterima/ditolaknya Laporan Pertanggungjawaban Tahunan Kepala Desa pada rapat pleno BPD).

Atas dasar kedudukan dan tugas pokok itu, BPD bermanfaat: 1) Bagi masyarakat desa dalam upaya:

(8)

3. Dengan manfaat ini, pembangunan desa menjadi lebih benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa;

4. Memberikan peluang dan tradisi untuk ikut berpartisipasi secara nyata dalam bentuk pemikiran, perencanaan, dan pengawasan pada proses pembangunan desa;

5. Mentradisikan masyarakat desa untuk ikutserta bertanggungjawab dan bertanggungkerja dalam membangunkan, memajukan, dan mengembangkan desanya sendiri.

2). Bagi pemerintah khususnya Pemerintah Desa dalam:

1. Mensinergikan dan memadukan kepentingan/program pembangunan dari Pemerintah tingkat atasnya dengan kepentingan/program pembangunan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat desanya kedalam program pembangunan Pemerintahan Desa untuk di desanya; 2. Menetapkan program pembangunan desa yang benar-benar diinginkan oleh masyarakat

desanya untuk dilaksanakan oleh Kepala Desa beserta Perangkatnya;

3. Hal demikian pada akhirnya masyarakat desalah yang dapat diminta bantuan untuk ikutserta membiayai rencana program pembangunan di desanya.

B. Proses Perencanaan APBDes

Perencanaan pembangunan desa disusun secara berjangka meliputi:

(1) Rencana pembangunan jangka menengah desa yang selanjutnya disebut RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

(2) Rencana kerja pembangunan desa, selanjutnya disebut RKP-Desa, merupakan penjabaran dari RPJMD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

RPJMD ditetapkan dengan peraturan desa dan RKP-Desa ditetapkan dalam keputusan kepala desa berpedoman pada peraturan daerah. Perencanaan pembangunan desa selayaknya didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Pada proyek-proyek pembangunan pedesaan yang dilakukan oleh pihak lain di luar pemerintah desa, maka dokumen-dokumen perencanaan pembangunan yang dihasilkan harus mengacu dan atau terintegrasi dengan RPJM Desa atau RKP-Desa.

Salah satu poin utama dalam pengawasan pembangunan adalah melihat pada sisi keuangan dari pembangunan desa. Azas pengelolaan keuangan desa adalah Keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintah Desa adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan. Kepala Desa mempunyai kewenangan:

(1) menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa (2) menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa (3) menetapkan bendahara desa

(4) menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa; dan (5) menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa.

Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD); Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) adalah Perangkat Desa, terdiri dari; Sekretaris Desa; dan Perangkat Desa lainnya. Dalam proses kesemuanya ini, akan melibatkan perencanaan dan pengawasan dari Badan Permusyawaratan Desa atau BPD.

1. APBDesa

STRUKTUR APBDesa dalam Pasal 4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) terdiri dari: a. Pendapatan Desa; b. Belanja Desa; dan c. Pembiayaan Desa. Pendapatan Desa, terdiri dari:

(9)

c. Bagian dari Retribusi Kabupaten/Kota; d. Alokasi Dana Desa (ADD);

e. Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Peerintah Kabupaten/Kota dan Desa lainnya;

f. Hibah;

g. Sumbangan Pihak Ketiga.

Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b di atas, meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 4 di atas, terdiri dari:

1. Belanja Langsung, terdiri dari: a. Belanja Pegawai;

b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Modal;

2. Belanja Tidak Langsung, terdiri dari: a. Belanja Pegawai/Penghasilan Tetap; b. Belanja Subsidi;

c. Belanja Hibah (Pembatasan Hibah); d. Belanja Bantuan Sosial;

e. Belanja Bantuan Keuangan; f. Belanja Tak Terduga;

Pembiayaan desa, meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

(1) Pembiayaan Desa, terdiri dari: a. Penerimaan Pembiayaan; dan b. Pengeluaran Pembiayaan.

(2) Penerimaan Pembiayaan, mencakup:

a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya. b. Pencairan Dana Cadangan.

c. Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan. d. Penerimaan Pinjaman

(3) Pengeluaran Pembiayaan, mencakup: a. Pembentukan Dana Cadangan. b. Penyertaan Modal Desa. c. Pembayaran Utang

C. BPD Terlibat dalam Segenap Proses Penyusunan APBDes

Dari hasil pencatatan dokumen dan wawancara dengan informan, beberapahal dapat dicatat antara lain sebagai berikut:

(10)

b. Pandangan lainnya bahwa proses perencanaan yang dilaksanakan sekarang dalam hal mekanismenya perlu disempurnakan: Mengingat ketersediaan dana pembangunan yang relatif terbatas dan kebutuhan pembiayaan usulan masyarakat yang jauh melebihi ketersediaan dana yang ada, maka sebaiknya ada kriteria yang jelas tentang skala prioritas pembangunan dan diinformasikan kepada masyarakat. Bila dilihat dari tahapan proses perencanaan pembangunan yang telah diselenggarakan di tingkat desa dan Kecamatan, diperoleh gambaran sebagai berikut:  Beberapa tahapan proses perencanaan pembangunan desa belum dilaksanakan, diantaranya

tahapan persiapan dan tahapan pembahasan kegiatan/penetapan prioritas rencana kegiatan.  Menetapkan prioritas kegiatan yang akan diajukan ke Kecamatan terpenuhi, meskipun

penetapan prioritas kegiatan dilakukan oleh Kepala Desa beserta aparat dan BPD tanpa melibatkan masyarakat.

c. Beberapa pendapat dari peserta Musrenbang terutama para tokoh masyarakat, dimana pandangan di atas menunjukan bahwa kehadiran peserta dalam musrenbang semata-mata hanya untuk memenuhi undangan Kepala Desa dan dalam musrenbang tersebut tidak menyampaikan pendapat dalam pengajuan usulan. Mereka terkesan menyerahkan sepenuhnya kepada Kepala Desa.

Usulan yang masuk dari setiap lingkungan di Desa Kamanga dibahas dalam musrenbang Informasi tentang masalah dan kebutuhan masyarakat yang diusulkan ke tingkat desa umumnya merupakan masalah dan kebutuhan masyarakat berdasarkan pandangan para kepala Dusun. Seperti yang diungkapkan oleh Allan (45 th) sebagai kepala dusun di Desa Kamanga sebagai berikut: Sebagai kepala dusun saya tahu persis apa masalah dan kebutuhan warga meskipun tidak dilakukan kegiatan pengusulan program masalah dan kebutuhan di tingkat lingkungan. Secara tidak langsung para ketua lingkungan mempunyai catatan mengenai masalah dan kebutuhan warganya.

Senada dengan pernyataan di atas, Jemmy (43 th) sebagai Sekretaris Desa Kamanga mengungkapkan bahwa Tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat yang beragam menyebabkan kemampuan dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhan beragam pula. Untuk sebagian warga yang tingkat pendidikannya tinggi, mereka dapat dengan mudah mengidentifikasi masalah dan kebutuhan, tapi bagi yang rendah itu merupakan kesulitan bagi mereka sehingga perlu dibantu oleh pihak desa untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dari dua informan di atas menunjukan bahwa masalah dan kebutuhan yang diusulkan di tingkat desa tidak seluruhnya berasal dari kegiatan pengusulan program yang dilakukan di tingkat lingkungan, bahkan untuk beberapa lingkungan ide usulan yang dirumuskan digali oleh elit desa seperti Kepala Desa dan perangkatnya.

Berdasarkan uraian di atas, tidak semua lingkungan dalam satu desa menyelenggarakan kegiatan pengusulan program. Bagi dusun yang tidak menyelenggarakan kegiatan pengusulan program mempunyai alasan tertentu, yakni sebelum masalah dan kebutuhan yang diusulkan tahun kemarin ditindaklanjuti maka pihak lingkungan tidak akan melakukan penggalian masalah dan kebutuhan di tahun berikutnya. Mengingat masalah dan kebutuhannya masih sama bila belum diupayakan pemecahannya.

D. BPD Berperan Dalam Proses Penyusunan APBDes Mewujudkan APBDes Akuntabel dan Partisipatif.

Melihat peranan BPD dalam perencanaan anggaran desa yang partisipatif dan akuntabel, akan dilihat pada tahapan-tahapannya. Pada proses perencanaan pembangunan di Desa Kamanga atas berlangsung, dihadiri para Kepala Dusun, Ketua BPD, Tokoh Masyarakat dengan mekanisme sebagai berikut:

(11)

musrenbang Desa yang bertugas menyusun jadwal, agenda, mengundang calon peserta dan menyiapkan peralatan, bahan dan materi.

2. Pelaksanaan Musyawarah 3. Keluaran

 Menetapkan delegasi untuk mengikuti musrenbang tingkat Kecamatan. Berdasarkan mekanisme di atas, belum ada agenda pembahasan kegiatan yang diusulkan oleh masing-masing lingkungan untuk ditetapkan menjadi daftar prioritas kegiatan yang akan disampaikan ke Kecamatan.

 Keluaran, dokumen Rencana Kerja Pemerintah Desa, Daftar prioritas kegiatan yang akan disampaikan dalam Proses perencanaan pembangunan tingkat Kecamatan (Musrenbang Kecamatan) dan masuk ke dalam APBDes. Tahapan proses perencanaan pembangunan di atas belum di laksanakan seutuhnya dalam proses perencanaan pembangunan Desa Kamanga atas.

Dari hasil pencatatan dokumen dan wawancara dengan informan, beberapahal dapat dicatat antara lain sebagai berikut:

d. Penjelasan informan, Sekretaris Desa Jemmy (43 th) mengatakan , SDM aparatur yang ditugaskan sebagai perencana perlu ditambah dan kualitasnya perlu ditingkatkan khususnya para kepala-kepala urusan harus betul-betul mempunyai kemampuan sebagai planner. Sampai saat ini kuantitas dan kualitasnya masih pas-pasan. Beberapa peserta Musrenbang diantarnya adalah perangkat desa, tokoh masyarakat . Dan diakui sendiri oleh sekretaris desa bahwa pada prinsipnya kemampuan apatur perencanaan masih sangat terbatas sehingga perencanaan yang dihasilkan belum optimal sesuai dengan kaidah-kaidah perencanaan. Dari gambaran di atas dapat diinterprestasikan bahwa guna mewujudkan perencanaan yang baik dibutuhkan kuantitas dan kualitas aparatur perencana yang memadai.

e. Pandangan lainnya bahwa proses perencanaan yang dilaksanakan sekarang dalam hal mekanismenya perlu disempurnakan: Mengingat ketersediaan dana pembangunan yang relatif terbatas dan kebutuhan pembiayaan usulan masyarakat yang jauh melebihi ketersediaan dana yang ada, maka sebaiknya ada kriteria yang jelas tentang skala prioritas pembangunan dan diinformasikan kepada masyarakat. Bila dilihat dari tahapan proses perencanaan pembangunan yang telah diselenggarakan di tingkat desa dan Kecamatan, diperoleh gambaran sebagai berikut:  Beberapa tahapan proses perencanaan pembangunan desa belum dilaksanakan, diantaranya

tahapan persiapan dan tahapan pembahasan kegiatan/penetapan prioritas rencana kegiatan.  Menetapkan prioritas kegiatan yang akan diajukan ke Kecamatan terpenuhi, meskipun

penetapan prioritas kegiatan dilakukan oleh Kepala Desa beserta aparat dan BPD tanpa melibatkan masyarakat.

f. Beberapa pendapat dari peserta Musrenbang terutama para tokoh masyarakat, dimana pandangan di atas menunjukan bahwa kehadiran peserta dalam musrenbang semata-mata hanya untuk memenuhi undangan Kepala Desa dan dalam musrenbang tersebut tidak menyampaikan pendapat dalam pengajuan usulan. Mereka terkesan menyerahkan sepenuhnya kepada Kepala Desa.

(12)

masyarakat secara keseluruhan tanpa memandang usia, jenis kelamin, kedudukan di masyarakat, dan jenjang pendidikan.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa pembahasan penelitian akan merujuk pada pendapat Wicaksono dan SugiaLingkungano, yaitu terdapat 4 ciri perencanaan partisipatif yang akan dikaji dalam penelitian ini. Keempat ciri tersebut yakni yang pertama, fokus perencanaan berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat serta memperhatikan aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka. Kedua, partisipatif masyarakat dimana setiap masyarakat memperoleh peluang yang sama dalam sumbangan pemikiran tanpa dihambat oleh kemampuan berbicara, waktu dan tempat. Ketiga, sinergitas perencanaan yaitu selalu menekankan kerja sama antar wilayah administrasi dan geografis serta memperhatikan interaksi diantara stakeholders. Keempat, legalitas perencanaan dimana perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan mengacu pada semua peraturan yang berlaku, dan menjungjung etika dan tata nilai masyarakat.

Keempat ciri ini akan dilihat keberadaan peran dan partisipasi tokoh masyarakat dalam penyusunan APBDes dan ADD dalam arti perencanaan pembangunan yang partisipatif. Bagaimana partisipasinya yang dikaitkan dengn cirri perencanaan partisipatif, ketika 4 ciri ini sangat kuat nilainya dalam perencanaan partisipatif terutama dalam penyusunan APBDes dan ADD, maka nilai yang tinggi peran dan keterlibatan tokoh masyarakat.

ADD merupakan salah satu sumber pendapatan desa yang penggunaannya terintegrasi dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Oleh karena itu perencanaan program dan kegiatannya disusun melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Musrenbangdes tersebut merupakan forum pembahasan usulan rencana kegiatan pembangunan di tingkat desa yang berpedoman pada prinsip-prinsip Perencanaan Pembangunan Partisipasi Masyarakat Desa (P3MD). Prinsip tersebut mengharuskan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan menentukan pembangunan yang akan dilaksanakan khususnya yang berlokasi di desa yang bersangkutan, sehingga benar-benar dapat merespon kebutuhan/aspirasi yang berkembang.

Proses partisipasi masyarakat dilakukan dalam rangka melaksanakan prinsip responsive terhadap kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat akan merasa lebih memiliki pembangunan. Dengan demikian secara bertahap akan terwujud suatu masyarakat yang tercukupi kebutuhannya selaku subyek pembangunan.

E. Tinjauan Lebih Lanjut BPD dalam Penyusunan APBDes 1. BPD berperan dalam Merumuskan Aspirasi Masyarakat

Dalam merumuskan aspirasi masyarakat desa, banyak pihak yang dapat dijadikan mitra-kerjasama oleh BPD. Antara desa yang satu dengan yang lainnya, terdapat perbedaan baik dalam jumlah, jenis, maupun bentuk aspirasinya. Desa-desa yang terpencil dengan desa-desa yang terdekat bahkan berada di wilayah pusat perkotaan/pemerintahan memiliki perbedaan hal tersebut.

(13)

pendidik, dan sebagainya. Begitu pula bagi desa-desa yang masyarakatnya beternak, berkebun, nelayan, dan sebagainya.

Di desa-desa yang dekat dengat pusat perkotaan/pemerintahan atau bahkan desa-desa yang berada di wilayah perkotaan, aspirasi masyarakatnya relatif lebih banyak dan beragam (kompleks). Pihak-pihak yang dapat dijadikan mitra-kerjasama dapat bertambah. Mereka di antaranya adalah para tokoh yang terdapat pada berbagai parpol, berbagai ormas kepemudaan, berbagai agama, berbagai berbagai aliran-pemahaman dalam seagama, berbagai pendidik, berbagai LSM, masyarakat usaha di pasar, masyarakat usaha di pertokoan, para petani, para buruh, para pelajar, para mahasiswa, para pegawai negeri sipil, para anggota TNI, perkumpulan masyarakat dari beberapa daerah/etnis, dan sebagainya. Ini semua akan berakibat pada banyak dan beragamnya aspirasi masyarakat masing-masing yang selain banyak persamaannya terdapat juga banyak perbedaannya.

Dalam merumuskan aspirasinya pun sudah jelas memerlukan teknik- teknik yang sesuai dengan karakteristik masing-masing kelompok masyarakat desa tersebut. Itu semua memerlukan kemampuan dan kemauan anggota BPD untuk secara proaktif merumuskannya.

Aspirasi masyarakat desa, dengan demikian, dapat dirumuskan dalam bentuk:

1. Peraturan-peraturan Desa yang sifatnya mengatur, membatasi, melarang, dan memberi sanksi atas pelanggaran aturan yang dilarang demi terwujudnya keamanan, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat desa;

2. Program-program pembangunan desa untuk jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek;

3. Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa;

4. Program-program/perjanjian-perjanjian kerjasama pembangunan antara pihak Desa dan pihak-pihak lain, baik dengan yang berasal dari dalam maupun dari luar desanya;

5. Prosedur pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Kepala Desa;

6. Program-program pembangunan desa yang diusulkan untuk disubsidi/dibiayai oleh Pemerintah tingkat atasnya;

7. Dan sebagainya.

2. BPD Dalam Mensinergitas Kelembagaan Untuk Perencanaan

Pada sisi lain yang di dapat dari penelitian bahwa kelembagaan desa di desa Kamanga dalam rangka menyusun APBDes terkadang tidak berperan. Pada tahap input, hanya kepala desa, sekdes, dan kaur-kaur, yang melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan APBDes dan melakukan proyeksi untuk penyusunan APBDes tahun berikutnya. Sedangkan BPD tidak melakukan kegiatan yang sama, karena BPD kurang mempercayai kepala desa dan dampak dari pembangunan desa yang dinilai kurang akuntabel dan buntut konflik dalam pemilihan kepala desa lalu. Tidak ada forum BPD yang dihadiri oleh pimpinan dan anggota, juga mengundang kehadiran lembaga kemasyarakatan desa yang terdiri dari Dusun/Lingkungan, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Karang Taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM). BPD juga tidak mengundang kehadiran masyarakat secara personal, yakni berasal dari tokoh masyarakat dan tokoh agama desa untuk mendapatkan saran serta masukan.

(14)

prasarana sosial dipimpin oleh kepala desa, perangkat desa, dan kepala lingkungan. BPD enggan melakukan pengawasan APBDes Desa Kamanga akibat konflik, dan sebagian masyarakat pun enggan melakukan pengawasan.

Kendala pelaksanaan peran kelembagaan desa di desa Kamanga dalam rangka menyusun dan melaksanakan APBDes;

(a) keterbatasan kewenangan desa, sehingga desa sulit untuk melakukan ekstensifikasi sumber pendapatan asli desa, takut bertentangan dengan retribusi yang sudah ditarik oleh kabupaten; (b) kekayaan desa yang minim, tidak ada balai desa, tidak ada tanah kas desa;

(c) Sumber daya manusia di level pemerintah desa dan BPD yang terbatas baik kemampuan dan keahlian;

(d) sarana dan pra sarana desa yang terbatas (tidak ada balai desa, kepala desa ngantor di rumah) sehingga tidak bisa mengakodomir saran dan partisipasi masyarakat lebih luas lagi;

(e) belum ada renstra desa yang berlaku 6 tahun, yang ada cuma rencana kerja tahunan, sehingg kegiatan yang dilakuan sifatnya parsial, namun ini uniknya tidak dianggap mereka sebagai kendala;

(f) adanya konflik sebagai buntut pemilihan kepala desa yang lalu dan krisis kepercayaan BPD kepada Kepala Desa terhadap pertanggungjawaban pembangunan desa tahun-tahun sebelumnya.;

(g) Lemahnya koordinasi, manajemen, administrasi, dokumentasi, dan pengawasan pembangunan di level pemerintah desa dan BPD.

(15)

7 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Kondisi BPD di desa dalam penelitian masih memerlukan penguatan kelembagaan, terutama dalam melakukan legislasi mulai dari penyusunan sampai ke pengawasan peraturan desa. Euphoria reformasi membuat pemaknaan sebagian anggota masyarakat terhadap tugas dan fungsi BPD semata-mata sebagai oposisi Pemerintah Desa daripada sebagai mitra Pemdes dalam melaksanakan proses pembangunan desa yang berkelanjutan.

2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai peluang yang besar untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sampai pada tingkat aparat, guna mempengaruhi

proses pembuatan kebijakan penyelengaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan public mengenai tatanan masyarakat dan pemerintahan yang baik (good society and good governance). Namun demikian pembangunan nasional harus tetap meliputi disegala bidang kehidupan baik materiil maupun spirituiil diupayakan dapat mengarah seluruh lapisan masyarakat mulai dari kelas atas hingga kelas bawah, baik yang di kota maupun yang di desa . 3. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kamanga secara umum mempunyai dua peran, yaitu peran perencanaan pembangunan di desa. Berdasarkan data yang telah diperoleh di lapangan, maka peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kamanga dalam kegiatan perencanaan pembangunan selama ini sudah dapat terlaksana dengan baik, hanya saja masih perlu untuk ditingkatkan lagi mengingat makin luas dan kompleknya permasalahan serta tuntutan

yang dihadapi oleh masyarakat khususnya masyarakat tingkat bawah.

4. Peranan kelembagaan desa di desa Kamanga dalam rangka menyusun dan melaksanakan APBDes sudah cukup baik. Meskipun memiliki kelemahan pada bagian lain seperti dalam hubungan antar kelembagaan desa seperti BPD dan Kepala Desa yang terkadang hubungannya tidak harmonis

5. Kendala pelaksanaan peran kelembagaan desa di desa Kamanga dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa seperti menyusun dan melaksanakan APBDes; (a) keterbatasan kewenangan desa, sehingga desa sulit untuk melakukan ekstensifikasi sumber pendapatan asli desa, takut bertentangan dengan retribusi yang sudah ditarik oleh kabupaten; (b) kekayaan desa yang minim, cuma ada balai desa, tidak ada tanah kas desa atau pasar desa; (c) sumber daya manusia di level pemerintah desa dan BPD yang terbatas baik kemampuan dan keahlian; (d) sarana dan pra sarana desa yang terbatas, sehingga tidak bisa mengakodomir saran dan partispasi masyarakat lebih luas lagi; (e) belum ada renstra desa yang berlaku 6 tahun, yang ada cuma rencana kerja tahunan, sehingg kegiatan yang dilakuan sifatnya parsial, namun ini uniknya tidak dianggap mereka sebagai kendala; (f) dana desa terbatas sehingga tidak bisa memberikan bantuan bagi kegiatan kelembagaan desa misalnya PKK, LPM, dan Risma. Sedangkan kendala pelaksanaan peran kelembagaan desa di desa Branti Raya dalam rangka menyusun dan melaksanakan APBDes, terutama adalah (a) adanya konflik sebagai buntut pemilihan kepala desa yang lalu dan krisis kepercayaan BPD kepada kades terhadap pertanggungjawaban pembangunan desa tahun-tahun sebelumnya.; (b) Lemahnya koordinasi, manajemen, administrasi, dokumentasi, dan pengawasan pembangunan di level pemerintah desa dan BPD. A. Saran

1. Bagi kepala desa dan BPD di Desa Kamanga, hendaknya menyadari peran, tugas, fungsi, dan posisi masing-masing. Bekerja sama, berkoordinasi, bermusyawarah, dan berkomunikasi yang baik dalam rangka penyusunan rencana pembangunan desa dan APBDes.Berorientasi kepada penyelesaian masalah dan tidak terjebak lama dalam konflik.

(16)

(a) Meningkatkan kapasitas kepemimpinan (tata kepemimpinan) kepala desa/BPD, dan kematangan pengikut/masyarakat, meningkatkan koordinasi, dan menyusun rencana pembangunan desa dalam visi dan misi yang jelas.

(b) Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintahan desa (tata pemerintahan) baik pemerintah desa, BPD, dan kelembagaan desa.

(c) Meningkatkan kapasitas sumber daya sosial (tata kemasyarakatan), baik sumber daya manusia, sumber daya sosial politik, sumber daya sosial ekonomi, sumber daya sosial budaya, dan sumber daya sosial agama.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Abe, Alexander,, 2001, Perencanaan daerah memperkuat prakarsa rakyat dalam otonomi daerah, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta.

Abe, Alexander, 2002,Perencanaan Daerah Partisipatif, Penerbit Pondok Edukasi, Solo. Adi, Isbandi Rukminto, 2001,Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi

Komunitas,Lembaga Penelitian FE-UI, Jakarta.

Ade Cahyat dan Sigit Wibowo , 2006, Masyarakat mengawasi pembangunan daerah, Bagaimana agar dapat efektif?. Penerbit Center for International Forestry Research, CIFOR Bogor, Indonesia. Budi Puspo,Bahan Ajar Metodologi Penelitian Kualitatif, Universitas Diponegoro, Semarang. Conyers, Diana, 1994,Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar,Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Kunarjo, 2002,Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan,Universitas Indonesia UI Press, Jakarta.

Kartasasmita, Ginanjar, 1997,Administrasi Pembangunan,LP3ES, Jakarta.

Moleong, Lexy, 2001,Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosada Karya, Bandung. Mubiyarto, 1984,Pembangunan Pedesaan,P3PK UGM, Yogyakarta.

Mikkelsen, Britha, 2006,Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan,

Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Muhadjir, H. Noeng, 2000,Metodologi Penelitian Kualitatif,Rakesarasin, Yogyakarta.

Milles, MB & Hubberman, AM, (1992)Analisis Data Kualitatif, Terjemahan leh Tjetjep Rohidi dan mulyarto, UI Percetakan, Jakarta.

Riyadi dan Bratakusumah, D.S, 2004,Perencanaan Pembangunan Daerah,PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

ReksoPutranto, Soemadi, 1992,Manajemen Proyek Pemberdayaan,Lembaga Penerbitan FE-UI, Jakarta.

Siagian, Sondang P, 1994,Administrasi Pembangunan,Gunung Agung, Jakarta.

Singarimbun, Masri dan sofyan Effendi, 1986,Metode Penelitian Survey,Suntingan LP3ES, Jakarta.

Sugiyono,Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta.

Tjokroamidjojo, Bintoro, 1995,manajemen Pembangunan,Gunung Agung, Jakarta. Daftar Bacaan

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan ItU, untuk menguJI keberkesanan proses Interpretasl makna uJaran antara penutur dengan pendengar, pendengar harus meruJuk kepada tltlk permulaan

Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 32621, sebagatmana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009

Dengan ini diumumkan Penyedia Jasa Konsultansi yang Lulus Prakualifikasi dan Masuk Daftar Pendek Konsultan , sehingga berhak diundang untuk memasukkan penawaran

Faktor kedua latar belakang pendidikan akan berpengaruh terhadap terbentuknya persepsi atau pemahaman nazhir, karena nazhir yang berpendidikan akan memiliki sikap

Usaha tani tanaman tahunan merupakan suatu model pendayagunaan lahan secara permanen dengan meman- faatkan lahan secara optimal melalui kombinasi tanaman tahunan dengan

Gambar 2.1 pemantulan teratur dan pemantulan baur Pada pemantulan baur dan pemantulan teratur, sudut pemantulan cahaya besarnya selalu sama dengan sudut datang cahaya

Dengan demikian dari data yang diperoleh diatas antara teori dengan implementasi pendekatan saintifik dalam mengembangkan kognitif anak kelompok A TK Nurul Ummah

Perlakuan penambahan BAP dan madu baik tunggal maupun kombinasi tidak mempercepat waktu muncul nodul pada eksplan biji manggis asal Bengkalis yang dipotong tiga secara