• Tidak ada hasil yang ditemukan

BLTK HBH 230512 edit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BLTK HBH 230512 edit"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Pengelolaan keuangan negara membutuhkan interaksi dan kerjasama dengan pemerintah negara lain, organisasi internasional, perusahaan dan masyarakat. Kerjasama dan hubungan tersebut dapat berbentuk hubungan pemberian bantuan yang bersifat mengikat dan bantuan yang bersifat tidak mengikat atau hibah. Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk dan luas wilayah yang besar, menarik berbagai pihak terutama pihak internasional untuk memberikan bantuan, baik karena alasan ekonomi maupun sosial. Pemberian bantuan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pemberian bantuan yang harus dikembalikan dan tidak dikembalikan. Bantuan yang tidak dikembalikan disebut sebagai hibah atau dalam terminologi internasional sering disebut sebagai grant. Hibah merupakan bentuk bantuan yang tidak harus dikembalikan dan tidak mengikat pihak yang diberi untuk melakukan komitmen tertentu. Pemberian hibah harus tetap dilaksanakan secara berhati-hati, karena tidak jarang pemberian hibah tersebut memiliki motif ekonomi dan sosial yang lain. Pemberian uang, barang atau jasa harus tetap dilihat dampak jangka panjang dan tetap barus memperhatikan kemandirian bangsa dan independensi pemerintah.

Pemerintah juga dapat memberikan hibah kepada pemerintah negara lain, organisasi internasional, pemerintah daerah, perusahaan, lembaga atau masyarakat untuk tujuan solidaritas kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan serta tujuan ekonomi dan sosial lainnya. Pemberian hibah harus tetap dilakukan dengan memperhatikan aspek kebutuhan, keadilan dan fairness. Hibah diberikan dengan kriteria yang ketat dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga dirasakan adil untuk semua masyarakat.

Sebagai bentuk penerimaan dan belanja pemerintah, hibah harus dipertanggungjawabkan mengikuti mekanisme dan ketentuan dalam regulasi keuangan negara. Akuntabilitas tersebut tidak hanya terkait dari aspek akuntansi namun juga harus dimulai dari aspek penganggaran, mekanisme pengeluaran/penerimaan dana sampai dengan pelaporan kepada stakeholder. Kasus penerimaan hibah dari masyarakat yang tidak dipertanggungjawabkan, sering munculnya dana hibah yang tidak dilaporkan menunjukkan perlunya pengaturan lebih lanjut mengenai hibah. Buletin Teknis 10 tentang Bantuan Sosial memberikan batasan hanya dapat dilakukan untuk pengeluaran yang terkait risiko sosial. Bultek ini menyebabkan beberapa pengeluaran kepada masyarakat dan organisasi yang saat ini telah dilakukan pemerintah tidak dapat dianggarkan melalui belanja ini, hal ini membutuhkan alternatif jenis belanja yang dapat digunakan untuk menampung pengeluaran tersebut.

(2)

1.2. Penggunaan terminologi hibah dalam pengelolaan keuangan negara/daerah

1.2.1. Hibah sebagai salah satu sumber pendapatan dalam APBN/ APBD

Dalam hal ini, hibah merupakan salah satu komponen pendapatan baik di dalam APBN maupun APBD. Untuk pemerintah pusat, komponen pendapatan di dalam APBN adalah penerimaan perpajakan, PNBP dan hibah. Sedangkan untuk pemerintahan daerah, komponen pendapatan di dalam APBD adalah Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Transfer, dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah. Di dalam struktur pendapatan pemerintah daerah, pendapatan hibah termasuk ke dalam kelompok Lain-Lain Pendapatan yang Sah.

1.2.2. Hibah sebagai salah satu jenis sumber dana pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran

Dalam proses pelaksanaan anggaran, pada dokumen anggaran yang menjadi dasar bagi Kementerian Negara/Lembaga ataupun SKPD untuk menjalankan kegiatannya terdapat istilah sumber dana yang digunakan untuk membiayai kegiatannya. Ada beberapa jenis sumber dana yang umum yaitu Rupiah Murni, Rupiah Murni Pendamping, Pinjaman LN, Hibah LN, Pinjaman DN, Hibah DN. Jenis sumber dana ini umumnya dijabarkan dalam suatu kodefikasi di dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang mencerminkan dari mana asal sumber dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan

1.2.3. Hibah sebagai salah satu jenis belanja pemerinah

Baik di pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah, hibah merupakan salah satu jenis belanja di dalam APBN maupun APBD sebagaimana diatur di dalam peraturan perundangan yang mengatur jenis belanja pada pemerintah pusat maupun pada pemerintah daerah.

1.2.4. Hibah dalam konteks pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah Dalam konteks pengelolaan BMN/BMD, hibah merupakan pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah pusat/pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.

1.3. Permasalahan dalam pengelolaan hibah

1.3.1 Pengelolaan Hibah di luar mekanisme APBN/APBD

(3)

anggaran bersangkutan. Pada kenyataannya, kondisi ideal tersebut sering tidak dapat terpenuhi, di mana terdapat berbagai pendapatan hibah yang ternyata tidak diperkirakan sebelumnya namun terjadi realisasinya terutama setelah APBN/APBD atau APBN-P/APBD-P ditetapkan.

Penerimaan hibah yang Off Budget tersebut dapat dipastikan juga berada di luar pengelolaan BUN/BUD (Off Treasury). Dalam hal ini penerimaan hibah tersebut baik berupa uang/barang dan/atau jasa, mekanisme penerimaan dan pengelolaan hibahnya tidak melalui Kementerian Keuangan selaku BUN atau instansi pada pemerintah daerah yang mempunyai fungsi perbendaharaan (BUD), melainkan langsung diterima dan dikelola oleh Kementerian Negara/Lembaga atau instansi teknis di daerah. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa: Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai ketentuan UU tentang APBN. Penerimaan hibah langsung dari donor dalam bentuk uang yang off budget dan off Treasury di beberapa Kementerian Negara/Lembaga dan pemerintah daerah ini menyebabkan munculnya rekening-rekening pemerintah penampung dana hibah yang bertebaran di berbagai instansi pemerintah. Hal ini tidak sesuai dengan Pasal 8 ayat 1) dan 2) dan Pasal 9 ayat 2 UU No.1/2004 yang mengamanatkan Menteri Keuangan selaku BUN dan Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku BUD (PPKD selaku BUD) untuk melaksanakan tugas kebendaharaan antara lain menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang dan surat berharga dalam pengelolaannya serta Pasal 22 ayat (1) UU No.1/2004 yang menyatakan bahwa Menteri Keuangan selaku BUN berwenang mengatur dan menyelenggarakan rekening pemerintah. 1.3.2 Penerimaan hibah yang didorong oleh kepentingan donor

Para pemberi hibah (donor) sering menawarkan pemberian hibah kepada suatu entitas lain dengan berbagai persyaratan tertentu yang mengikat apabila si penerima ingin mendapatkan hibah. Hal ini bisa dalam bentuk persyaratan politis, ekonomi dan aspek lainnya. Sering dijumpai donor akan memberikan hibah untuk satu kegiatan tertentu saja yang terkait dengan kepentingan donor. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan semangat dari Pakta Jakarta Commitment yang merupakan bentuk kesepahaman antara Indonesia dan Negara-negara donor. Dalam Poin II.a) Pakta Jakarta Commitment dinyatakan bahwa mitra pembangunan Indonesia berkomitmen untuk menyediakan bantuan pembangunan mereka berdasarkan permintaan negara penerima. Selanjutnya lebih tegas lagi dalam Poin II.b) dinyatakan bahwa pemerintah dan mitra pembangunannya akan beralih dari pendekatan proyek menjadi pendekatan berdasarkan program yang mendukung program pemerintah dan berhubungan dengan prioritas dari Bappenas, Kementerian Keuangan dan Kementerian teknis terkait. Pemerintah dan mitranya akan bekerja sama untuk mendukung kesesuaiannya dengan sistem pemerintahan terutama dengan sistem pelaporan pemerintah. Hal ini mengamanatkan bahwa seharusnya negara donor dalam memberikan hibahnya harus menyelaraskan dengan program prioritas nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah ke dalam program prioritas masing-masing Kementerian Negara/Lembaga.

(4)

Secara umum pola pengelolaan penerimaan hibah yang dilakukan oleh Kementerian Negara/Lembaga dan daerah yang belum mengikuti mekanisme APBN/APBD saat ini antara lain adalah sebagai berikut:

a. Penerimaan hibah berupa uang dari Luar Negeri yang langsung diberikan kepada Kementerian Negara/Lembaga atau kepada Pemerintah Daerah tanpa melalui BUN/BUD. Contoh dalam hal ini, Bappenas mengkoordinasikan penerimaan hibah dari negara donor yang mekanisme transfer dananya langsung dari pemberi hibah ke rekening Bappeda Kabupaten/Kota. Selanjutnya Bappeda Kabupaten/Kota mentransfer langsung ke rekening Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait yang kemudian digunakan langsung untuk membiayai kegiatan-kegiatannya. Pada tingkat propinsi, negara pemberi hibah mentransfer langsung dana hibah ke SKPD terkait. Kesepakatan penerimaan hibah ini ditandatangani oleh pemberi hibah dengan Bappenas, Kementerian Dalam Negeri dan Gubernur. Contoh lain pada Kementerian Kesehatan c.q Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (selaku principal recipient) yaitu dana hibah masuk ke rekening Kementerian Kesehatan dan selanjutnya disalurkan ke Dinas Kesehatan Propinsi (selaku sub recipient). Rekening di Kementerian Kesehatan untuk menampung dana hibah dari donor tersebut dikelola secara terpisah dan bukan merupakan rekening Bendahara Penerimaan maupun rekening Bendahara Pengeluaran. Demikian juga Rekening di Pemerintah Daerah untuk menampung dana hibah, dikelola secara terpisah dan bukan merupakan bagian dari Kas Umum Daerah.

b. Hibah berupa barang yang dapat berupa aset tetap (bangunan, kendaraan, alat-alat kesehatan, komputer dan sebagainya) maupun aset lancar/barang habis pakai (vaksin, makanan, kelambu, obat-obatan dan sebagainya), yang langsung diterima oleh Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah tanpa dilaporkan kepada BUN/BUD. Hibah berupa barang tersebut tidak dicatat dengan alasan bahwa status kepemilikan yang belum jelas (tidak adanya Berita Acara Serah Terima) dan kesulitan untuk mencantumkan nilai hibah karena tidak didukung oleh dokumen yang lengkap atau tidak adanya kesepakatan atas nilai barang yang akan dihibahkan antara pemberi dan penerima hibah. Contoh untuk hal ini banyak terjadi pada Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias yang banyak menerima hibah dalam bentuk kendaraan, peralatan berat dan mesin-mesin untuk membantu pemulihan Aceh pasca tsunami serta penerusan hibah tersebut kepada pemerintah daerah, atau di Kementerian Kesehatan yang menerima hibah dari Red-Cross International berupa serum dan vaksin untuk digunakan dalam rangka kegiatan imunisasi.

c. Hibah berupa jasa yang diperoleh oleh satuan kerja instansi pusat maupun SKPD yang dapat berupa kegiatan pelatihan, sosialisasi, workshop dan seminar, serta technical assistance. Hal ini banyak yang tidak disajikan dan diungkapkan dengan alasan kesulitan untuk melakukan pencatatan karena tidak adanya dokumen pendukung untuk menilai berapa jumlah nominal penerimaan hibah berupa jasa dimaksud dan seringkali penerima manfaat langsungnya adalah masyarakat umum.

(5)

UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 22, 23 dan 24 menyebutkan bahwa pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah, pemerintah/lembaga asing, perusahaan negara/daerah dan/atau sebaliknya. Selanjutnya UU nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 33 menyatakan bahwa pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada pemerintah daerah/BUMN/BUMD sesuai dengan yang tercantum dalam UU APBN. Lampiran PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga mengelompokkan pengeluaran hibah ke dalam belanja hibah. Namun demikian masih ditemui praktik atas transaksi hibah yang belum sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti adanya belanja hibah yang dialokasikan dari jenis belanja lain (belanja lain-lain).

1.3.5 Pengaruh Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 10 tentang Akuntansi Belanja Bantuan Sosial terhadap pelaksanaan belanja hibah

Dengan terbitnya Buletin teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 10 tentang Akuntansi Belanja Bantuan Sosial telah memberikan definisi dan batasan yang sangat jelas dan berpengaruh terhadap tugas pemerintahan dalam melayani masyarakat terkait dengan pemberian bantuan sosial.

Pengaruh yang signifikan terjadi pada pelaksanaan tugas pemerintah dalam pemberian bantuan yang selama ini dikategorikan block grant dan disalurkan melalui belanja bantuan sosial. Block grant yang dapat disalurkan melalui belanja bantuan sosial harus memiliki kriteria sebagaimana diatur dalam buletin teknis di atas, sedangkan kenyataannya masih banyak bantuan yang wajib dipenuhi oleh pemerintah, namun tidak dapat dipenuhi karena tidak memenuhi kriteria belanja bantuan sosial.

1.4. Tujuan dan Ruang Lingkup Buletin Teknis Hibah

Buletin Teknis Hibah ini mengatur transaksi hibah untuk pemerintah pusat dan daerah, dimaksudkan sebagai petunjuk operasional bagi petugas pelaksana akuntansi pusat dan daerah untuk memahami dan mengimplementasikan proses akuntansi hibah secara tepat waktu, transparan, dan akurat sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Tujuan Buletin teknis Hibah adalah untuk memberikan panduan, menyelaraskan persepsi dan menghapus berbagai permasalahan pengelolaan dan pertanggungjawaban dana yang berhubungan dengan hibah baik berupa pendapatan hibah dan belanja hibah.

(6)

BAB II

REGULASI TERKAIT DENGAN HIBAH

2.1. Regulasi Terkait Hibah

2.1.1.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

a. Pasal 22 ayat (2) menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya;

b. Pasal 23 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah/pinjaman kepada atau menerima hibah/pinjaman dari pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR;

c. Pasal 23 ayat (2) menyatakan bahwa pinjaman dan/atau hibah yang diterima Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/Perusahaan Negara/Perusahaan Daerah;

d. Pasal 24 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah;

e. Pasal 24 ayat (2) menyatakan bahwa pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD;

2.1.2.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara a. Tentang Belanja Hibah:

(1) Pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam UU tentang APBN;

(2) Pasal 33 ayat (2) menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada lembaga asing sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam UU tentang APBN;

b.Tentang pendapatan hibah:

(1) Pasal 38 ayat (1) menyatakan Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang APBN.

(2) Pasal 38 ayat (2) menyatakan Utang/Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD.

(3) Pasal 38 ayat (3) menyatakan Biaya berkenaan dengan proses pengadaan utang atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada Anggaran Belanja Negara.

(7)

2.1.3.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

a. Pasal 1 poin (28) menyatakan bahwa hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.

b. Pasal 43 menyatakan bahwa lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat;

c. Pasal 44 ayat (1) menyatakan bahwa pendapatan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 merupakan bantuan yang tidak mengikat;

d. Pasal 44 ayat (2) menyatakan bahwa hibah kepada daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui pemerintah pusat.

2.1.4.Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pada Bab yang mengatur tentang Penyusunan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara (RDP-BUN) disebutkan dalam:

a. Pasal 16 ayat (1) menyatakan bahwa Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara menetapkan unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara.

b. Pasal 16 ayat (2) menyatakan bahwa Pada awal tahun, Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara dapat berkoordinasi dengan Menteri/Pimpinan Lembaga atau pihak lain terkait menyusun indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara untuk tahun anggaran yang direncanakan dengan memperhatikan prakiraan maju dan rencana strategis yang telah disusun.

c. Pasal 16 ayat (3) menyatakan bahwa Indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan indikasi dana dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah yang penganggarannya hanya ditampung pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Kementerian Keuangan.

d. Dalam penjelasan pasal 16 disebutkan bahwa Yang dimaksud “kebutuhan dana

(8)

2.1.5. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah

Peraturan Pemerintah ini memberikan pengaturan terkait dengan hibah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan hibah daerah sebagai salah satu jenis belanja daerah. Beberapa definisi dan pengaturan yang terkait dengan Buletin teknis ini adalah sebagai berikut:

a. Pasal 1 poin 9 menyatakan bahwa Hibah Daerah adalah pemberian dengan

pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah atau pihak lain kepada Pemerintah

Daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan

dilakukan melalui perjanjian.

b.

Dalam pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa hibah kepada Pemerintah Daerah berasal

dari Pemerintah, badan, lembaga, atau organisasi dalam negeri; dan/atau kelompok

masyarakat atau perorangan dalam negeri.

c. Dalam pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa Hibah dari Pemerintah Daerah dapat diberikan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah Lain, badan usaha milik negara

2.1.6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah

Peraturan Pemerintah ini memberikan pengaturan terkait dengan penerimaan hibah pemerintah sebagai berikut:

a. Pasal 2 menyatakan bahwa penerimaan hibah harus memenuhi prinsip: 1) Transparan;

2) Akuntabel;

3) Efisien dan efektif; 4) Kehati-hatian;

5) Tidak disertai ikatan politik; dan

6) Tidak memiliki muatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara.

b. Pasal 42 memberikan uraian tentang hibah yang diterima pemerintah dapat berbentuk 4 hal yaitu uang tunai; uang untuk membiayai kegiatan; barang/jasa; dan/atau surat berharga.

c. Pasal 43 :Hibah yang diterima Pemerintah dalam bentuk uang tunai disetorkan langsung ke Rekening Kas Umum Negara atau rekening yang ditentukan oleh Menteri sebagai bagian dari penerimaan APBN.

d. Pasal 44 :Hibah yang diterima Pemerintah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b dicantumkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.)

e. Pasal 48 memberikan gambaran tentang penerimaan hibah menurut jenisnya yaitu hibah yang direncanakan dan/atau hibah langsung.

f. Pasal 48 memberikan gambaran tentang sumber dana hibah yang dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

g. Dalam pasal 50 ayat (1) disebutkan bahwa penerimaan hibah dalam negeri berasal dari lembaga keuangan dalam negeri; lembaga non keuangan dalam negeri; Pemerintah Daerah; perusahaan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan di wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia; lembaga lainnya; dan perorangan.

(9)

lembaga keuangan asing; lembaga non keuangan asing; lembaga keuangan nasional yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia; dan perorangan.

i. Pasal 57 ayat (1) menyebutkan bahwa sepanjang diatur dalam Perjanjian Hibah, Hibah yang bersumber dari luar negeri dapat: diterushibahkan atau dipinjamkan kepada Pemerintah Daerah; atau dipinjamkan kepada BUMN.

j. Pasal 56 : Menteri/Pimpinan Lembaga dapat menerima Hibah langsung dari Pemberi Hibah dengan memperhatikan prinsip dalam penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

2.1.7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

a. Dari sisi hibah sebagai pendapatan daerah, PP 58 Tahun 2005 mengatur hal-hal sebagai berikut:

i. Pasal 24 menyatakan bahwa Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah;

ii. Pasal 25 menyatakan bahwa Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat;

b. Sementara dari sisi hibah sebagai pengeluaran daerah, PP No.58 Tahun 2005 mengatur dalam Penjelasan Pasal 27 ayat (7) huruf f yang menyatakan bahwa hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian uang/barang atau jasa kepada pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak secara terus menerus.

2.1.8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

a. Pasal 1 poin 18 menyatakan bahwa Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah pusat/pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.

b. Pasal 58 ayat (1) menyebutkan bahwa Hibah barang milik negara/daerah dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah.

(10)

2.2. Definisi Hibah dalam Beberapa Regulasi Definisi Pendapatan Hibah dapat dilihat dari:

1.

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi definisi hibah sebagai pemberian dengan sukarela dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain

2.

Pasal 1666 KUH Perdata menyatakan Hibah/penghibahan (schenking) adalah suatu persetujuan/perjanjian (overeenkomst) dengan/dalam mana pihak yang menghibahkan (schenker), pada waktu ia masih hidup, secara cuma-cuma (om niet) dan tak dapat ditarik kembali, menyerahkan/melepaskan sesuatu benda kepada/demi keperluan penerima hibah (begiftigde) yang menerima penyerahan/penghibahan itu.

3.

Pasal 1 angka 2 PP 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah menyatakan bahwa Hibah adalah setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri

4.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, Daerah menyatakan bahwa

Hibah merupakan bantuan berupa uang,

barang,

dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha

dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat;

6.

GFS Manual 2001 menyatakan bahwa hibah (grants) “are noncompulsory transfers received from other governments or from international organizations. They supplement the revenue from a government’s own resources. They may be received in cash or in kind1.

7.

Menurut Bultek 4, Belanja hibah didefinisikan adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak penerimaan/pemberian hibah kepada organisasi internasional dan pemerintah negara lain. Sedangkan pemerintah daerah, memberikan pengaturan hibah kepada perusahaan. UU tidak memberikan pengaturan apakah boleh diterima/dikeluarkan hibah kepada masyarakat, organisasi kemasyarakatan, masyarakat.

(11)

UU Perbendaharaan menberikan tambahan, bahwa belanja hibah pemerintah pusat dapat diberikan kepada pemerintah daerah, BUMN/BUMD lembaga asing. Sedangkan untuk penerimaan hibah, UU Perbendaharaan hanya mengatur penerimaan hibah dari negara lain atau lembaga internasional dan tidak menyinggung sedikitpun mengenai hibah dari masyarakat atau perusahaan yang dalam praktik banyak dijumpai.

2.3.2. Klasifikasi Hibah

Hibah menurut Bultek ini diklasifkan menjadi dua yaitu hibah murni dan khusus. Klasifikasi tersebut dimaksudkan untuk mengakomodasi dua ketentuan yang saat ini berlaku.

a. Hibah murni adalah hibah yang dimaksudkan dalam ketentuan UU no 17 tahun 2013 b. Hibah khusus adalah hibah selain yang dimaksudkan dalam UU 17 tahun 2013.

(12)

BAB III

PENDAPATAN DAN BELANJA HIBAH MURNI

3.1.Pendapatan Hibah Murni

A.

Definisi Pendapatan Hibah Murni

Pendapatan hibah murni adalah penerimaan negara/daerah dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/ lembaga internasional, dan pemerintah yang tidak perlu dibayar kembali yang diterima oleh entitas pelaporan yang mempunyai fungsi perbendaharaan.

B.

Kriteria Pendapatan Hibah

Murni

Untuk membatasi apa saja yang dapat dikategorikan sebagai pendapatan hibah murni, pendapatan hibah memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Tidak dimaksudkan untuk dibayarkan kembali;

2. Tidak ada timbal balik/balasan secara langsung dari penerima hibah kepada pemberi hibah;

3. Dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat bagi penerima hibah;

4. Dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemberi dan penerima hibah apabila berasal dari suatu lembaga/institusi, sedangkan yang berasal dari individu/masyarakat dapat dibuat dalam suatu akad untuk kepentingan akuntabilitas dan transparansi;

5. Digunakan sesuai dengan naskah perjanjian bila dituangkan di dalamnya; dan

6. Diterima dan dilaporkan oleh entitas pelaporan yang mempunyai fungsi perbendaharaan.

C. Jenis dan Klasifikasi Pendapatan Hibah Murni

1. Pendapatan Hibah Murni menurut bentuknya

a. Dalam bentuk rupiah atau devisa yang dirupiahkan yang berasal dari luar negeri;

b. Dalam bentuk rupiah yang berasal dari dalam negeri;

c. Dalam bentuk surat berharga;

d. Dalam bentuk barang; dan

e. Dalam bentuk jasa termasuk asistensi, tenaga ahli, beasiswa dan pelatihan yang tidak mengikat dan tidak perlu dibayar kembali kepada pemberi hibah; 2. Pendapatan Hibah Murni menurut sumbernya

a. Pendapatan hibah dalam negeri yang berasal dari: 1) Pemerintah pusat; dan

2) Pemerintah daerah;

b. Pendapatan hibah Murni luar negeri yang berasal dari: 1) Negara asing;

(13)

D.

Mekanisme Pendapatan Hibah Murni

Meknisme pendapatan hibah murni adalah sebagai berikut:

1. Dimasukkan dalam dokumen anggaran entitas pelaporan yang mempunyai fungsi perbendaharaan.

2.

Hibah diterima dalam bentuk tunai disetor langsung ke Rekening Kas Umum

Negara/Daerah atau rekening lain yang ditentukan Bendahara Umum Negara/Daerah.

. 3. Mekanisme pendapatan hibah luar negeri pada Pemerintah Pusat terbagi menjadi

beberapa metode cara penarikan sebagai berikut:

1) Hibah luar negeri yang cara penarikannya dilakukan dengan pembukaan LC diakui pada saat donor melakukan disbursement kepada bank koresponden untuk membayar LC tersebut. Realisasi disbursement diberitahukan oleh donor dengan dokumen Notice of Disbursement (NOD).

2) Hibah luar negeri yang penarikannya dilakukan dengan pembayaran langsung diakui pada saat donor melakukan disbursement kepada pihak ketiga (rekanan). Realisasi disbursement diberitahukan oleh donor dengan dokumen Notice of Disbursement (NOD).

3) Hibah luar negeri yang penarikannya dilakukan dengan pembukaan rekening khusus, diakui pada saat donor telah mentransfer dana ke rekening khusus. Dokumen transfer dari pihak donor dalam bentuk Notice of Disbursement (NOD).

E. Akuntansi Pendapatan Hibah Murni

1. Pengakuan Pendapatan Hibah Berbasis Kas Menuju Akrual

Pengakuan merupakan penentuan saat pendapatan hibah harus dicatat di Laporan Keuangan. Pengakuan pendapatan hibah dilakukan bila kriteria pencatatan atas pendapatan hibah tersebut telah terpenuhi. PP 71 tahun 2010 mengatur 2 basis akuntansi, yaitu basis akuntansi Kas Menuju Akrual yang diatur di Lampiran II, serta basis Akrual yang diatur di Lampiran I. Buletin teknis ini akan menjelaskan pengakuan pendapatan hibah untuk masing-masing basis tersebut. Pengakuan pendapatan hibah berdasarkan basis kas menuju akrual dilakukan pada saat pendapatan hibah diterima pada rekening Kas Umum Negara/Daerah. Pendapatan hibah berupa kas dicatat sebesar nilai nominal hibah yang diterima. Pendapatan hibah berdasarkan basis kas menuju akrual disajikan di Laporan Realisasi Anggaran.

Ilustrasi:

1) Pemerintah Pusat

(14)

a) Jurnal standar untuk mencatat pendapatan hibah oleh Entitas Pelaporan Pengelola Hibah (DJPU) melalui Sistem Akuntansi Hibah dengan jurnal:

DR Utang kepada KUN xxx

CR Pendapatan hibah xxx

b) Pada saat yang sama Kas Umum Negara juga mencatat pendapatan hibah tersebut dengan jurnal:

DR Kas di Kas Umum Negara xxx

CR Pendapatan hibah xxx

2) Pemerintah Daerah

Pendapatan Hibah pada Pemerintah Daerah diterima langsung oleh Bendaharawan Umum Daerah, dan dicatat dengan jurnal:

DR Kas di Kas Umum Daerah xxx

CR Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (Hibah) xxx

2. Pengakuan Pendapatan Hibah Berbasis Akrual

Paragraf 42 KK PP 71 tahun 2010 Lampiran I menyatakan bahwa pendapatan berbasis akrual diakui pada saat timbulnya hak untuk memperoleh pendapatan tersebut walaupun kas belum diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan.

Pendapatan hibah berbasis akrual diakui pada saat:

‒ Pendapatan tersebut dapat diidentifikasi secara spesifik;

‒ Besar kemungkinan bahwa sumber daya tersebut dapat ditagih; dan ‒ Jumlahnya dapat diestimasi secara andal

Pendapatan hibah pada akuntansi berbasis akrual disajikan di Laporan Operasional.

Selain disajikan di Laporan Operasional, pendapatan hibah juga tetap harus disajikan di Laporan Realisasi Anggaran dengan menggunakan basis kas, hal tersebut karena Laporan Realisasi Anggaran merupakan statutary report.

Ilustrasi:

1) Pencatatan di LRA

a) Pemerintah Pusat  (berdasarkan draf SPAN)

DR Utang Ke Kas Umum Negara/Due From xxx

CR Pendapatan hibah LRA xxx

b) Pemerintah Daerah

DR Estimasi Pendapatan yang Direalisasi xxx CR Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

(Hibah)LRA xxx

(15)

Pengakuan pendapatan hibah pada Laporan Operasional diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan hibah tersebut atau terdapat aliran masuk sumber daya ekonomi. Berdasarkan pengakuan tersebut, jurnal yang dilakukan untuk mencatat pendapatan hibah pada Laporan Operasional adalah:

a) Pemerintah Pusat (berdasarkan draf SPAN) DR Utang Ke Kas Umum Negara/Due

From xxx

CR Pendapatan hibah-LO xxx

b) Pemerintah Daerah

DR Kas di Kas Daerah xxx

CR Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

(Hibah)-LO xxx

3. Pengukuran

Pendapatan hibah murni dalam bentuk kas dicatat sebesar nilai nominal hibah diterima atau menjadi hak. Sedangkan pendapatan hibah dalam bentuk barang/jasa dicatat sebesar nilai barang yang diserahkan berdasarkan data pemberi hibah, dan jika tidak diperoleh berdasarkan nilai wajar.

4. Penyajian

Realisasi pendapatan hibah murni disajikan dalam mata uang rupiah. Apabila Realisasi pendapatan dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs transaksi Bank Sentral pada tanggal transaksi.

Entitas akuntansi dan entitas pelaporan (BUN/BUD) menyajikan klasifikasi pendapatan menurut jenis pendapatan dalam Laporan Realisasi Anggaran. Pendapatan Hibah dan rincian lebih lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan.

Pada penerapan akuntansi berbasis akrual, pendapatan hibah juga disajikan pada Laporan Operasional.

5. Pengungkapan

Di samping disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Operasional, transaksi hibah juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan dan belanja hibah yang diterima/dikeluarkan.

Jenis informasi atas transaksi hibah yang dapat dijelaskan pada Catatan atas Laporan Keuangan, antara lain:

a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian, pengakuan, dan pengukuran atas transaksi hibah;

(16)

c. Informasi lebih rinci tentang sumber-sumber atau jenis-jenis hibah;

d. Informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan pada lembar muka laporan keuangan.

e. Jenis hibah, apakah berupa uang, barang ataupun jasa.

3.2. Belanja Hibah Murni

A. Definisi Belanja Hibah Murni

Belanja hibah murni adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh entitas pelaporan yang mempunyai fungsi perbendaharaan.

B. Kriteria Belanja Hibah Murni

Untuk membatasi apa saja yang dapat dikategorikan sebagai belanja hibah murni, pengeluaran belanja hibah harus memiliki kriteria berikut ini:

1. Penerima hibah adalah negara lain, organisasi internasional, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan perusahaan negara/daerah

2. Tidak dimaksudkan untuk diminta kembali;

3. Tidak bersifat wajib atau tidak mengikat bagi pemberi hibah;

4. Dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemberi dan penerima hibah;

5. Tidak ada timbal balik/balasan secara langsung yang harus dilakukan oleh penerima hibah;

6. Digunakan sesuai dengan naskah perjanjian; dan

7. Bersifat satu kali dan/atau dapat ditetapkan kembali.

C. Jenis dan Klasifikasi Belanja Hibah Murni Jenis belanja hibah terdiri dari:

a. Dalam bentuk devisa (luar negeri); b. Dalam bentuk rupiah (dalam negeri);

Belanja hibah diklasifikasikan menurut pihak yang menerima hibah, yaitu: a. Belanja hibah kepada pemerintah atau pemerintah lainnya

Misalnya hibah dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah Daerah atau sebaliknya. Hibah kepada Pemda dapat bersumber dari pendapatan pada APBN, pinjaman luar negeri, dan hibah luar negeri, dan merupakan bagian dari hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Belanja hibah juga dapat diberikan kepada pemerintah negara lain.

b. Belanja hibah kepada perusahaan negara/daerah; c. Belanja hibah kepada organisasi internasional. D. Mekanisme Belanja Hibah Murni

(17)

a. Dimasukkan dalam dokumen anggaran entitas pelaporan yang mempunyai fungsi perbendaharaan.

b. Belanja Hibah masuk dalam pengelolaan Bendaharawan Umum Negara/Daerah.

E. Akuntansi Belanja Hibah Murni

1. Pengakuan Belanja Hibah Basis Kas Menuju Akrual

Sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II.03 PSAP 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran Paragraf 31, pencatatan belanja hibah dengan basis kas menuju akrual diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah.

Belanja hibah pada basis kas menuju akrual disajikan di LRA. Ilustrasi

a.

Pemerintah Pusat

Jurnal untuk mencatat realisasi belanja hibah pada Pemerintah Pusat Sistem Akuntansi Hibah (Pengelola Hibah) adalah sebagai berikut:

DR Belanja Hibah xxx

CR Piutang dari Kas Umum Negara xxx

Pada saat yang sama Kas Umum Negara juga mencatat belanja hibah tersebut dengan jurnal:

DR Belanja Hibah xxx

CR Kas di Kas Umum Negara xxx

b.

Pemerintah Daerah

Belanja Hibah pada Pemerintah Daerah dikeluarkan langsung oleh Bendaharawan Umum Daerah, dan dicatat dengan jurnal:

DR Belanja Hibah xxx

CR Kas di Kas Umum Daerah xxx

2. Pengakuan Belanja Hibah Basis Akrual

Pengakuan beban pada akuntansi berbasis akrual terjadi pada saat timbulnya kewajiban, terjadinya konsumsi aset, atau terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.

Beban hibah berbasis akrual diakui pada saat timbunya kewajiban hibah:

Beban hibah pada akuntansi berbasis akrual disajikan di Laporan Operasional. Selain disajikan di Laporan Operasional, belanja hibah juga tetap harus disajikan di Laporan Realisasi Anggaran dengan menggunakan basis kas, hal tersebut karena Laporan Realisasi Anggaran merupakan statutary report.

(18)

a. Pencatatan di LRA

1) Pemerintah Pusat  (berdasarkan draf SPAN)

DR Belanja Hibah xxx

CR Piutang dari Kas Umum Negara/Due To xxx

2) Pemerintah Daerah D

R

Belanja Hibah

xxx

CR Anggaran Belanja yang Direalisasi xxx

b. Pencatatan di Laporan Operasional

3) Pemerintah Pusat  (berdasarkan draf SPAN)

DR Beban Hibah xxx

CR Piutang dari Kas Umum Negara/Due To xxx

a) Pemerintah Daerah

DR Beban Hibah xxx

CR Kas di Kas Umum Daerah xxx

3. Pengukuran

Belanja hibah dicatat sebesar nilai nominal yang dikeluarkan atau menjadi kewajiban hibah.

4. Penyajian

Realisasi belanja dan beban hibah disajikan dalam mata uang rupiah. Entitas akuntansi dan entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja hibah menurut jenis belanja, organisasi dan. menurut fungsi dalam Laporan Realisasi Anggaran Belanja.

Pada penerapan akuntansi berbasis akrual beban hibah juga disajikan pada Laporan Operasional.

5. Pengungkapan

Di samping disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Operasional, transaksi hibah juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan dan belanja hibah yang diterima/dikeluarkan. Jenis informasi atas transaksi hibah yang dapat dijelaskan pada Catatan atas Laporan Keuangan, antara lain:

(19)

b. Penjelasan pencapaian transaksi hibah terhadap target yang ditetapkan dalam undang-undang APBN, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target selama tahun pelaporan;

c. Informasi lebih rinci tentang sumber-sumber atau jenis-jenis hibah;

(20)

BAB IV

AKUNTANSI PENDAPATAN DAN BELANJA HIBAH KHUSUS

4.1.Pendapatan Hibah Khusus

A. Definisi Pendapatan Hibah Khusus

Pendapatan hibah khusus adalah penerimaan negara/daerah dalam bentuk rupiah, barang dan jasa yang berasal dari badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan yang tidak perlu dibayar kembali yang diterima oleh entitas pelaporan

B. Kriteria Pendapatan Hibah Khusus

Untuk membatasi apa saja yang dapat dikategorikan sebagai pendapatan hibah khusus, pendapatan hibah memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Tidak dimaksudkan untuk dibayarkan kembali;

2. Tidak ada timbal balik/balasan secara langsung dari penerima hibah kepada pemberi hibah;

3. Dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat bagi penerima hibah;

4. Dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemberi dan penerima hibah apabila berasal dari suatu lembaga/institusi, sedangkan yang berasal dari individu/masyarakat dapat dibuat dalam suatu akad untuk kepentingan akuntabilitas dan transparansi;

5. Digunakan sesuai dengan naskah perjanjian bila dituangkan di dalamnya; dan

6. Diterima oleh entitas pelaporan

C. Mekanisme Pendapatan Hibah Khusus

1) Pendapatan Hibah Khusus diterima langsung oleh Kementerian/Lembaga/SKPD 2) Kementerian/Lembaga/SKPD langsung menggunakan hibah yang diterima

tersebut sesuai dengan tujuan pemberi hibah.

3) Penyajian Pendapatan Hibah Khusus adalah sebagai berikut (alternatif):

a. Seluruh pendapatan hibah yang diterima KL disajikan sebagai pendapatan BUN, Kementerian/Lembaga/SKPD hanya melaporkan ke BUN/BUD atas seluruh pendapatan hibah yang diterima tetapi tidak menyajikan di LRA atau LO KL

b. Seluruh pendapatan hibah langsung yang diterima disajikan sebagai pendapatan di LRA dan LO KL

c. Menetapkan batasan jumlah tertentu pendapatan hibah yang disajikan di Laporan Keuangan BUN/BUD atau di KL.

(21)

5) Kementerian/Lembaga /SKPD wajib menyajikan realisasi pengeluaran yang berasal dari pendapatan hibah khusus dalam bentuk uang, sebagai belanja di LRA K/L

6) Sisa penerimaan hibah khusus berbentuk uang/kas, apabila masih terdapat sisa pada akhir kegiatan, maka hibah harus disetor ke Kas Negara/Daerah.

D. Akuntansi Pendapatan Hibah Khusus

1.

Hibah dalam Bentuk Uang/Kas

a. Pengakuan Basis Kas Menuju Akrual 1) Pemerintah Pusat

a) Pada saat Kas diterima oleh KL akan dijurnal:

‒ Pengakuan Pendapatan di LRA BUN atau LRA KL (ditentukan oleh Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat):

DR Utang kepada KUN xxx

CR Pendapatan hibah xxx

‒ Pengakuan Kas yang diterima di Neraca KL:

DR Kas Lainnya (dari hibah) xxx

CR Ekuitas Dana Lancar xxx

b) Pada saat dana tersebut dibelanjakan ‒ Pengakuan Belanja di LRA KL:

DR Belanja Barang/Modal xxx

CR Piutang dari KUN xxx

‒ Pengakuan Pengeluaran Kas di Neraca KL:

DR Ekuitas Dana Lancar xxx

CR Kas Lainnya (dari hibah) xxx

‒ Apabila pengeluaran tersebut menghasilkan aset tetap, maka dijurnal:

DR Aset Tetap xxx

CR Diinvestasikan pada aset Tetap xxx

2) Pemerintah Daerah

(22)

1) Pemerintah Pusat

a) Pada saat dana diterima

‒ Pengakuan Pendapatan di LRA KL atau BUN

DR Utang kepada KUN/Due From xxx

CR Pendapatan Hibah LRA xxx

‒ Pengakuan Kas yang diterima di Neraca dan di Laporan Operasional KL

DR Kas Lainnya xxx

CR Pendapatan Hibah -LO xxx

b) Pada saat dana tersebut dibelanjakan ‒ Pengakuan Belanja di LRA KL:

DR Belanja Barang/Modal xxx

CR Piutang kepada KUN/Due To xxx

‒ Pengakuan Pengeluaran Kas di Neraca dan LO KL DR Beban Barang-LO/Aset Tetap xxx

CR Kas Lainnya (dari hibah) xxx

2) Pemerintah Daerah

Akuntansi Hibah Khusus pada Pemerintah Daerah sama dengan akuntansi Hibah Murni, karena diterima di Bendaharawan Umum Daerah

2.

Hibah Langsung dalam Bentuk Non Kas

Dalam praktek, sering terjadi suatu entitas akuntansi/pelaporan menerima hibah secara langsung dalam bentuk barang/jasa. Hibah berupa barang dan jasa diakui pada saat barang/jasa diterima (hak kepemilikan berpindah).

Transaksi ini dicatat di Neraca Satker KL/SKPD dengan jurnal untuk mengakui pendapatan hibah non kas tersebut adalah:

a.

Basis Kas Menuju Akrual

DR Aset Tetap xxx

CR Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx

b.

Basis Akrual:

DR Aset Tetap xxx

CR Pendapatan hibah-LO xxx

3.

Pengukuran

(23)

b) Perolehan hibah dari entitas lain dapat berbentuk barang seperti pemberian mobil ambulan, maupun berbentuk jasa seperti pemberian fasilitas pendidikan (short course dan lain-lain). Apabila pihak donor tidak menyertakan nilai/harga barang dan/atau jasa tersebut, dilakukan penilaian dengan berdasarkan: menggunakan perkiraan/taksiran. Apabila kesulitan ini terjadi maka penerimaan hibah dalam bentuk jasa cukup diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

4.

Penyajian

Realisasi pendapatan hibah disajikan dalam mata uang rupiah di LRA. Apabila Realisasi pendapatan dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs transaksi Bank Sentral pada tanggal transaksi. Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan dan belanja hibah yang diterima/dikeluarkan.

Jenis informasi atas transaksi hibah yang dapat dijelaskan pada Catatan atas Laporan Keuangan, antara lain:

a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian, pengakuan, dan pengukuran atas transaksi hibah;

b. Penjelasan pencapaian transaksi hibah terhadap target yang ditetapkan dalam undang-undang APBN, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target selama tahun pelaporan;

c. Informasi lebih rinci tentang sumber-sumber atau jenis-jenis hibah;

d. Informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan pada lembar muka laporan keuangan.

e. Jenis hibah, apakah berupa uang, barang ataupun jasa.

4.2.Belanja Hibah Khusus

(24)

Belanja hibah adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh entitas pelaporan.

B. Kriteria Belanja Hibah Khusus

Untuk membatasi apa saja yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran hibah khusus, maka pengeluaran hibah khusus tersebut harus memiliki kriteria berikut ini:

1. Tidak dimaksudkan untuk diminta kembali;

2. Tidak bersifat wajib atau tidak mengikat bagi pemberi hibah;

3. Dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemberi dan penerima hibah;

4. Tidak ada timbal balik/balasan secara langsung yang harus dilakukan oleh penerima hibah;

5. Digunakan sesuai dengan naskah perjanjian; dan

6. Tidak secara terus menerus kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

7. Selain kriteria tersebut di atas, Pemerintah dapat menetapkan kriteria yang lebih rinci untuk mengatur pengeluaran hibah khusus.

C. Mekanisme Belanja Hibah Khusus 1. Pemerintah Pusat:

Mekanisme pengeluaran hibah khusus pada Pemerintah Pusat adalah sebagai berikut:

a. Dimasukkan dalam dokumen anggaran entitas pelaporan.

b. Pemerintah menetapkan entitas pelaporan yang diberi kewenangan untuk menerima alokasi belanja hibah khusus, antara lain:

1) Seluruh belanja hibah dialokasikan pada anggaran entitas pelaporan yang mempunyai fungsi bendaharawan

2) Sebagian belanja hibah dapat dialokasikan pada anggaran KL berdasarkan tupoksi KL dengan menetapkan kriteria tertentu.

2. Pemerintah Daerah:

Mekanisme pengeluaran hibah khusus pada Pemerintah Daerah, sama dengan mekanisme pengeluaran hibah murni karena seluruhnya langsung melalui BUD.

D. Akuntansi Belanja Hibah Khusus

1.Pengakuan Belanja Hibah Basis Kas Menuju Akrual

a.

Pemerintah Pusat

Jurnal untuk mencatat realisasi belanja hibah baik yang dikeluarkan oleh entias BUN Pengelola Hibah atau oleh KL adalah sebagai berikut:

DR Belanja Hibah xxx

(25)

Pada saat yang sama Kas Umum Negara juga mencatat belanja hibah tersebut dengan jurnal:

DR Belanja Hibah xxx

CR Kas di Kas Umum Negara xxx

b.

Pemerintah Daerah

Belanja Hibah pada Pemerintah Daerah dikeluarkan langsung oleh Bendaharawan Umum Daerah, dan dicatat dengan jurnal:

DR Belanja Hibah xxx

CR Kas di Kas Umum Daerah xxx

2.Pengakuan Belanja Hibah Basis Akrual a. Pencatatan di LRA

1) Pemerintah Pusat baik di entitas BUN Pengelola Hibah atau di KL (berdasarkan draf SPAN)

DR Belanja Hibah xxx

CR Piutang dari Kas Umum Negara/Due To xxx

2) Pemerintah Daerah D

R

Belanja Hibah

xxx

CR Anggaran Belanja yang Direalisasi xxx

b. Pencatatan di Laporan Operasional

1) Pemerintah Pusat  (berdasarkan draf SPAN)

DR Beban Hibah xxx

CR Piutang dari Kas Umum Negara/Due To xxx

2) Pemerintah Daerah

DR Beban Hibah xxx

CR Kas di Kas Umum Daerah xxx

3. Pengukuran

Belanja hibah dicatat sebesar nilai nominal yang dikeluarkan atau menjadi kewajiban hibah.

4. Penyajian

(26)

belanja, organisasi dan. menurut fungsi dalam Laporan Realisasi Anggaran Belanja.

Pada penerapan akuntansi berbasis akrual beban hibah juga disajikan pada Laporan Operasional.

5. Pengungkapan

Di samping disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Operasional, transaksi hibah juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan dan belanja hibah yang diterima/dikeluarkan. Jenis informasi atas transaksi hibah yang dapat dijelaskan pada Catatan atas Laporan Keuangan, antara lain:

a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian, pengakuan, dan pengukuran atas transaksi hibah;

b. Penjelasan pencapaian transaksi hibah terhadap target yang ditetapkan dalam undang-undang APBN, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target selama tahun pelaporan;

c. Informasi lebih rinci tentang sumber-sumber atau jenis-jenis hibah;

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kebutuhan modal kerja tergantung dari jangka waktu yang diperlukan untuk menagih piutang. Makin sedikit waktu yang diperlukan untuk menagih piutang, makin sedikit

Pelaksanaan tindakan pada pertemuan kedua siklus 1 adalah konselor mengungkapkan kembali hasil dari pemberian layanan bimbingan konseling dengan pendekatan bimbingan kelompok

The SMD series of side mount dipoles are a range of broadband unity gain dipoles which can be used as a single antenna for short range applications or, if desired, phased

a. Deret geometri tak hingga suku pertamanya 3. Tentukan suku ketiga dan rasio deret tersebut. Tentukan suku pertama deret tersebut. Jumlah suku-suku nomor ganjil dari suatu

Titik balik tersebut, melingkupi rasa menyesal, rasa bersalah, permintaan maaf dan penyadaran kedua yang menganggap ingatan masa kecil penulis bukan lagi sebuah pengaruh

Hotel Transit Ambassador Transit Lounge Ambassador A B C B Lantai 3 Lantai 2 Lantai 2 Ruang Transit Keberangkatan (Daerah Transit) Ruang Transit Keberangkatan (Daerah

Teknologi merupakan sebuah pusat yang sangat vital di dalam perusahaan dan menjadikan itu sebagai kekuatan di dalam dunia bisnis, termasuk perkembangan kebutuhan

Umumnya pembuatan biogas dilakukan dalam alat yang disebut digester yang kedap udara, sehingga proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme dapat