• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Kasus Cg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Contoh Kasus Cg"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KASUS BANK CENTURY KASUS BANK CENTURY 1.

1. Profil Bank CenturyProfil Bank Century

Bank Century (sebelumnya dikenal dengan Bank CIC) didirikan pada Mei 1989. Pada 6 Bank Century (sebelumnya dikenal dengan Bank CIC) didirikan pada Mei 1989. Pada 6 Desember 2004 Bank Pikko dan Bank Danpac menggabungkan diri ke Bank CIC. Pada 28 Desember 2004 Bank Pikko dan Bank Danpac menggabungkan diri ke Bank CIC. Pada 28 Desember 2004, Bank CIC berganti nama menjadi Bank Century. Sejak 21 November 2008 Desember 2004, Bank CIC berganti nama menjadi Bank Century. Sejak 21 November 2008 diambil alih

diambil alih oleh Lembaga Penjamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Simpanan (LPS) dan berubah nama menjadi dan berubah nama menjadi PT BankPT Bank Mutiara Tbk. Hasil merger tiga bank yaitu Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC menjadi Mutiara Tbk. Hasil merger tiga bank yaitu Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC menjadi Bank Century yang sebelum merger ketiga bank tersebut didahului dengan adanya akuisisi Bank Century yang sebelum merger ketiga bank tersebut didahului dengan adanya akuisisi Chinkara Capital Ltd yang berdomisili hukum di Kepulauan Bahama dengan pemegang saham Chinkara Capital Ltd yang berdomisili hukum di Kepulauan Bahama dengan pemegang saham mayoritas adalah Rafat Ali Rizvi.

mayoritas adalah Rafat Ali Rizvi. 2.

2. Kronologi PermasalahanKronologi Permasalahan

Bank Century merupakan bank publik yang tercatat di BEI yang mulai beroperasi tanggal Bank Century merupakan bank publik yang tercatat di BEI yang mulai beroperasi tanggal 15 Desember 2004, merupakan hasil marger antara Bank CIC (

15 Desember 2004, merupakan hasil marger antara Bank CIC (Surviving EntitySurviving Entity), Bank Danpac), Bank Danpac dan Bank Pikko.Kasus Bank Century merupakan kasus yang terhangat di Indonesia yang banyak dan Bank Pikko.Kasus Bank Century merupakan kasus yang terhangat di Indonesia yang banyak menyeret para pejabat. Awal mulai terjadinya kasus Bank Century adalah Bank Century menyeret para pejabat. Awal mulai terjadinya kasus Bank Century adalah Bank Century mengalami kalah kliring pada tanggal18 November 2008.

mengalami kalah kliring pada tanggal18 November 2008.

Masalah yang terjadi di Bank Century merupakan masalah internal yang dilakukan oleh Masalah yang terjadi di Bank Century merupakan masalah internal yang dilakukan oleh  pihak manajemen bank yang berhubungan den

 pihak manajemen bank yang berhubungan dengan klien mereka, meliputi:gan klien mereka, meliputi: a.

a. Penyimpangan dana untuk peminjam $2,8 milyar (Rp 1,4 triliun Bank CenturyPenyimpangan dana untuk peminjam $2,8 milyar (Rp 1,4 triliun Bank Century  pelanggan dan pelanggan Delta Antaboga Securities Indonesia adalahRp 1,4 triliun).  pelanggan dan pelanggan Delta Antaboga Securities Indonesia adalahRp 1,4 triliun).  b.

 b. Penjualan produk-produk investasifiktif Antaboga Delta Securities Indonesia. JikaPenjualan produk-produk investasifiktif Antaboga Delta Securities Indonesia. Jika  produk tidak perlu mendaftar BI dan Bapepam-LK.

 produk tidak perlu mendaftar BI dan Bapepam-LK. c.

c. Kedua point tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi Nasabah BankKedua point tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi Nasabah Bank Century dan uang para nasabah pun yang ada di Bank Century tidak bisa dicairkan Century dan uang para nasabah pun yang ada di Bank Century tidak bisa dicairkan dan tidak ada uang tidak dibayar oleh pelanggan.

dan tidak ada uang tidak dibayar oleh pelanggan.

Setelah tanggal 13 November 2008, pelanggan Bank Century tidak dapat melakukan Setelah tanggal 13 November 2008, pelanggan Bank Century tidak dapat melakukan transaksi dalam bentuk devisa, kliring dan tidak dapat mentransfer juga tidak bisa karena Bank transaksi dalam bentuk devisa, kliring dan tidak dapat mentransfer juga tidak bisa karena Bank Century tidak mampu untuk melakukannya. Bank hanya dapat mentransfer uang ketabungan. Century tidak mampu untuk melakukannya. Bank hanya dapat mentransfer uang ketabungan. Jadi uang itu tidak bisa keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua pelanggan Bank Century. Jadi uang itu tidak bisa keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua pelanggan Bank Century.

(2)

 Nasabah bank yang merasa dirugikan karena banyak menyimpan uang di Bank Century, tapi sekarang bank tersebut tidak bisa dilikuidasi. Pelanggan mengasumsikan bahwa Bank Century Memperjual belikan produk investasi ilegal. Alasannya adalah investasi dipasarkan Antaboga Century Bank tidak terdaftar di Bapepam-LK. Dan benar manajemen Bank Century tahu bahwa produk adalah ilegal. Kasus ini dapat mempengaruhi bank lain, di mana orang tidak  percaya bahwa mereka lebih terhadap sistem perbankan nasional.

Berdasarkan kasus Bank Century tersebut menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia sendiri. Sebab, menyeret banyakpejabat-pejabat penting dan masalah pergerakan harga saham yang terus mengalami penurunan akibat dari dampak sistemik kasus Bank Century ini.Pemilik Bank Century adalah Robert Tantular juga yang melakukan tindak kriminal karena melakukan perampokan terhadap banknya sendiri. Oknum-oknum yang terlibat diantaranya: ada yang menduga oknum POLRI terlibat “menjaga” oknum-oknum yang terkait Bank Century karena dianggap “proyek kelas kakap”. Beberapa pihak juga mengaitkan ini dengan ditangkapnya dua petinggi KPK, Bibit dan Chandra beberapa waktu lalu tanpa ada  bukti yang jelas, demi menghambat pengusutan kasus Century.Banyak yang sekarang sudah menempatkan Sri Mulyanidan Boediono sebagai tersangka tetapi sebenarnya masih ada kemungkinan bahwa Sri Mulyani dan Boediono adalah bagian dari konspirasi besar semata-mata demi menyelamatkan dana pihak Century dan orang-orang yang terkait Century.

Sri Mulyani dan Boediono-lah yang telah menyelamatkan ekonomi Indonesia sehingga saat ini Indonesia tidak terjerumus krisis yang lebih hebat. Yang melakukan tindak  penyelewengan hanyalah segelintir orang, yaitu Robert Tantular, pemilik Bank Century yang

menggondol dana Bank Century, dan beberapa oknum di BI.Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam kemelut Bank tersebut diantaranya adalah delapan orang yakni Komisaris Utama Sulaiman AB, Komisaris Poerwanto Kamajadi, Komisaris Rusli Prakasa, Direktur Utama Hermanus Hasan Muslim. Kemudian Wakil Direktur Utama Hamidy, Direktur Pemasaran Lila K. Gondokusumo, Direktur Kepatuhan Edward M. Situmorang, dan Pemegang Saham Robert Tantular.

Hancurnya Bank Century sehingga harus diselamatkan oleh pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui suntikan dana Rp 6,7 triliun terjadi karena perpaduan  pengurusan bank yang mengarah pada tindak kriminal serta krisis ekonomi global yang terjadi. Surat-surat berharga bodong yang ada di Century menjadi salah satu pemicu bobroknya kondisi

(3)

 bank tersebut. Belakangan dilihat ada pengaruh Antaboga, masalah surat bodong itu pasti ada  pengaruhnya dari Bank Century. Tetapi diperburuk karena kondisi krisis global, kalau keadaan seperti itu tidak dalam krisis global, maka tidak akan meletus seperti itu. PT Bank Century Tbk (BCIC) pada awalnya ternyata agen penjual produk investasi yang diterbitkan PT Antaboga Delta Sekuritas. Hal itu diketahui berdasarkan pemeriksaan awal Bank Indonesia (BI) pada 2005. Menurut Deputi Gubernur BI, Siti Ch Fadjrijah dalam pertemuan dengan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan bahwa dari penelusuran BI diketahui produk yang dijual tidak mempunyai izin dari Bapepam.

3. Analisis Kasus: Penyebab Bangkrutnya Bank Century

Kebangkrutan PT Bank Century, Tbk. tidak mungkin terjadi begitu saja, ada beberapa hal yang menyebabkan kebangkrutan Bank Century antara lain penyimpangan manajemen dan  pengawasan BI yang tidak efektif yang diduga menjadi penyebab utama bank itu akhirnya

mengalami kebangkrutan.

a. Penyimpangan Manajemen

Modus kejahatan perbankan yang diduga dilakukan manajemen Bank Century adalah  penempatan dana yang sembrono di pasar uang (money market ). Hal ini terlihat dari  penyimpangan yang dilakukan manajemen Bank Century yang memiliki kewajiban surat  berharga valas sebesar US$ 210 juta. Kasus itu menunjukkan manajemen Bank Century

tidak mengindahkan prinsip kehati-hatian perbankan.  b. Pengawasan BI yang Lemah

BI ternyata pernah memberikan kelonggaran aturan kepada Bank Century, yakni dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang macet ke kategori lancar. Hal itu dilakukan agar Bank Century tidak perlu menyisihkan provisi (pencadangan) atas SSB yang macet itu, sehingga tidak menggerus modalnya. Yang harus dipertanyakan sejauhmana keefektifan Direktorat Pengawasan Perbankan BI karena selama ini manajemen Bank Century memberikan laporan harian dan mingguan sehingga kesehatan  perbankan pasti terpantau. Di samping itu, Bapepam selaku otoritas pasar modal harusnya  juga bertanggungjawab karena Bank Century merupakan perusahaan publik.

Kasus Bank Century ini menunjukkan ada praktik-praktik yang menyimpang di bank sentral menyangkut tes kelayakan dan kepatutan ( fit and proper test ) yang tidak akurat.BI

(4)

 juga dinilai gagal dalam menciptakan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance). Kesehatan merupakan hal yang paling penting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik  bagi manusia maupun perusahaan.

c. Kesehatan Bank

Kesehatan bank dapatdiartikan sebagaikemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku, untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya kegiatan tersebut meliputi:

a) Kemampuan menghimpun dana masyarakat dari lembaga lain dan dari modal sendiri

 b) Kemampuan mengolah dana

c) Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat

d) Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal dan pihak lain

e) Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku 4. Pelanggaran GCG Yang Dilakukan Oleh Bank Century

Prinsip Good Corporate Governance (GCG) merupakan dasar yang penting dalam praktek  pengelolaan perusahaan di Indonesia. Prinsip tersebut dapat dijadikan pedoman oleh perusahaan- perusahaan di Indonesia guna meningkatkan performa kerja perusahaan pada setiap sisinya. Dalam hal ini Dewan Direksi dan Dewan Komisaris merupakan penanggungjawab atas apapun kesalahan yang terjadi dalam sebuah perusahaan sesuai dengan tata kelola perusahaan dalam Good Corporate Governance. Karena tugas dari Dewan Direksi itu sendiri mempunyai tugas yaitu memilih sumber daya dengan efektif dan efisien serta mengelola perusahaan. Sedangkan Dewan Komisaris itu sendiri bertugas mengawasi tugas-tugas yang dilakukan oleh para anggota Dewan Direksi.

Pada kasus Bank Century inikesalahan terjadi akibat permasalahan internal bank dimana hal tersebut dilakukan oleh pihak manajemen bank tersebut yang menipu para nasabah. Penipuan tersebut berupa penyelewengan dana nasabah hingga Rp 2,8 Trilliun dimana dana dari nasabah Bank Century sebesar Rp 1,4 Triliun dan nasabah Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia sebesar Rp 1,4 Triliiun. Selain itu juga adanya penjualan reksa dana fiktif produk Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia, dimana produk tersebut tidak memiliki izin BI dan Bappepam LK. Dapat

(5)

dilihat bahwa dalam hal ini terjadi kelalaian dalam pengawasan internal Bank Century itu sendiri sehingga mengakibatkan kerugian yang dialami oleh para nasabah.

Modus kejahatan perbankan yang diduga dilakukan manajemen Bank Century adalah  penempatan dana yang sembrono di pasar uang (money market). Hal ini terlihat dari  penyimpangan yang dilakukan manajemen Bank Century yang memiliki kewajiban surat  berharga valas sebesar US$ 210 juta. Kasus itu menunjukkan manajemen Bank Century tidak

mengindahkan prinsip kehati-hatian perbankan.

BI ternyata pernah memberikan kelonggaran aturan kepada Bank Century, yakni dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang macet ke kategori lancar. Hal itu dilakukan agar Bank Century tidak perlu menyisihkan provisi (pencadangan) atas SSB yang macet itu, sehingga tidak menggerus modalnya. Kasus Bank Century ini menunjukkan ada praktik-praktik yang menyimpang di bank sentral menyangkut tes kelayakan dan kepatutan ( fit and proper test ) yang tidak akurat. BI juga dinilai gagal dalam menciptakan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance).

5. Kesimpulan

Kegagalan Bank Century diindikasikan terjadi karena tindak kriminal yang dilakukan oleh  pemilik Bank Century sendiri. Keadaan ekonomi juga sedang mengalami krisis global. Kesimpulan yang diperoleh dari masalah Bank Century ketika munculnya dana bailout yang mulai bergulir dan kejanggalan dalam neracanya mulai terungkap. Kelemahan manajemen mulai terlihat setelah kekacauan reksadana Antaboga Delta sekuritas yang dikeluarkan Bank Century. Disimpulkan bahwa sebenarnya bailout   untuk Century memang diperlukan namun dibalik itu ternyata banyak fakta bahwa kinerja dan tata kelola Century yang sangat buruk. Kasus buruknya  penerapan Good Corporate Governance (GCG) dalam industri perbankan Indonesia dapat kita

lihat pada kasus Bank Century yang dimana bank tersebut harus diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan ditetapkan sebagai bank gagal pada tahun 2008 akibat banyaknya kredit  bermasalah yang dimiliki bank tersebut.

6. Saran

Dari kasus diatas kesimpulan yang kami peroleh yaitu bahwa dalam menghadapi kasus Bank Century diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah, DPR-RI dan Bank Indonesia.

(6)

Pemerintah sendiri seharusnya bertanggung jawab kepada nasabah Bank Century agar uangnya  bisa dicairkan.

Pihak-pihak yang terbukti bersalah dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus Bank Century harus segera diproses, diadili, dan dijatuhi hukuman yang sepantasnya. Jika pihak tersebut masih aktif bekerja di pemerintahan, sebaiknya segera dinon-aktifkan.

(7)

KASUS PT KERETA API INDONESIA (PT KAI)

1. LATAR BELAKANG KASUS

PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005,  perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti

dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp63 Miliar.

Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan  publik.

Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:

1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa  pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar

Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.

2. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI

(8)

sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pad akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.

3. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.

4. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.

Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan  publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik.

Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi  berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.

Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.

Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor  perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang

mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.

(9)

masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika  profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui  prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus

mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.

2. PEMBAHASAN KASUS

Kasus di atas merupakan Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI yang dilakukan oleh Manajemen PT KAI dan ketidakmampuan KAP dalam mengindikasi terjadinya manipulasi. 2.1 Analisis 5 Question Approach

1) Profitable

a) Pihak yang diuntungkan adalah Manajemen PT KAI karena kinerja keuangan  perusahaan seolah-olah baik (laba Rp6.9 M), meskipun pada kenyataannya menderita kerugian Rp 63 M. Tidak tertutup kemungkinan, pihak manajemen memperoleh bonus dari “laba semu” tersebut.

 b) Pihak lain yang diuntungkan adalah KAP S. Manan & Rekan, dimana dimungkinkan memperoleh Fee khusus karena memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian.

2) Legal

a) PT KAI melanggar Pasal 90 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal “Dalam kegiatan perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung

 b) Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun

c) Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain dan

d) Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau

(10)

menjual Efek.”

PT KAI dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 107 UU No.8 Tahun 1995 yang menyatakan: “Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”

KAP S. Manan & Rekan melanggar Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP). 3) Fair

Perbuatan manajemen PT.KAI merugikan publik/masyarakat dan pemerintah.

a) Publik (investor); dirugikan karena memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah.

 b) Pemerintah; dirugikan karena dengan rekayasa keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil.

4) Right

a) Hak-hak Publik; dirugikan karena investor memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil menjadi salah/tidak akurat.

 b) Pemerintah; dirugikan karena pajak yang diterima pemerintah menjadi lebih kecil. 5) Suistainable Development

Rekayasa yang dilakukan manajemen PT KAI bersifat jangka pendek dan bukan  jangka panjang, karena hanya menginginkan keuntungan/laba untuk kepentingan  pribadi/manajemen (motivasi bonus).

2.2 Prinsip Etika yang Dilanggar

Selain akuntan eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal pencatatan laporan keuangan, akuntan internal di PT. KAI juga belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku  profesional, dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain :

(11)

1) Tanggung jawab profesi

Dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.

2) Kepentingan Publik

Dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang  berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin  besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian

tersebut. 3) Integritas

Dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.

4) Objektifitas

Dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.

5) Kompetensi dan kehati-hatian professional

Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan  pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan.

(12)

6) Perilaku profesional

Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan  profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.

7) Standar teknis

Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari  penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk  pendapatan atau asset.

2.3 Sikap yang Diambil 1. Manajemen PT KAI

a) Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian modal  perseroan.

 b) Meminta maaf kepada stakeholders melalui konferensi pers dan berjanji tidak mengulangi kembali di masa datang.

2. KAP S. Manan & Rekan & Rekan

a) Melakukan jasa profesional sesuai SPAP, dimana tiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesionalnya dengan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesioreksi

(13)

c) Melakukan konferensi pers dengan mengungkapkan bahwa oknum yang melakukan kesalahan sehingga menyebabkan opini atas Laporan Keuangan menjadi tidak seharusnya telah diberikan sanksi dari pihak otorisasi, dan berjanji tidak mengulang kembali kejadian yang sama di masa yang akan datang.

2.4 Rekomendasi Agar Kasus Serupa Tidak Terulang

a. Membangun kultur perusahaan yang baik; dengan mengutamakan integritas, etika  profesi dan kepatuhan pada seluruh aturan, baik internal maupun eksternal, khususnya

tentang otorisasi.

 b. Mendahulukan kepentingan publik daripada kepentingan publik.

c. Merekrut manajemen baru yang memiliki integritas dan moral yang baik, serta memberikan siraman rohani kepada karyawan akan pentingnya integritas yang baik  bagi kelangsungan usah perusahaan.

d. Memperbaiki sistem pengendalian internal perusahaan.

e. Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.

f. Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.

g. Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.

h. Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau penyalahgunaan asset.

i. Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan

(14)

implementasi (enforcement) tanpa ada pengecualian yang tidak masuk akal.

 j. Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk “terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan

k. Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi.

3. ANALISIS

Dari kasus studi diatas tentang pelanggaran Etika dalam berbisnis itu merupakan suatu  pelanggaran etika profesi perbankan pada PT KAI pada tahun tersebut yang terjadi karena

kesalahan manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan keuangan PT KAI. Pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti investor tersebut. Seharusnya PT KAI bertindak profesional dan jujur sesuai pada asas-asas etika profesi akuntansi.

4. KESIMPULAN

Di masa sekarang ini, keberadaan komite telah diterima sebagai suatu bagian dari tata kelola organisasi perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Selain itu kehadiran komite audit akhir-akhir ini telah mendapat respon yang positif dari berbagai pihak. Selain itu,  perusahaan yang telah go publik diharapkan agar memiliki komite audit untuk membantu

kegiatan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Perusahaan dan Komite Audit diharapkan telah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi dan standar audit yang ada demi kestabilan dan keefektifan kinerja perusahaan.

(15)

ANALISIS KASUS BANK MEGA 1. MASALAH

Terjadi kasus pembobolan dana PT Elnusa Tbk dan Pemkab Batubara di PT Bank Mega Tbk, yang merupakan tindak pidana pencucian uang. Dimana Wakil Ketua PPATK Gunadi mengatakan aliran dana Elnusa mengarah ke perorangan dan diinvestasikan di deposito. Sedangkan dana Pemkab Batubara mengarah ke rekening perseorangan dan diinvestasikan deposito. Dan juga di temukan adanya penyalahgunaan Jabatan di Bank Mega Cabang Bekasi-Jababeka. berdasarkan penelusuran PPATK sejak April 2011, dalam kasus Elnusa terdapat 33 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) dan 69 laporan transaksi keuangan tunai (LTKT). Untuk Dana Pemkab Batubara, terdapat 18 LTKM dan 34 LTKT. Saat ini, PPATK telah mengirim laporan tersebut kepada penyidik Polda dan Kejaksaan Agung.

Dalam kasus dana Pemkab Batubara, PPATK telah membekukan 10 rekening yang dicurigai menerima dana dari rekening Pemkab Batubara yang ada di Bank Mega Jababeka yang  jumlahnya senilai Rp4,4 miliar. Yang menurut Gunadi, uang Rp4,4 miliar itu bisa dapat

menjadikan asset recovery Bank Mega.

2. Pihak - pihak yang terlibat

· PT Bank Mega Tbk, sebagai sumber kasus · PT Elnusa Tbk, sebagai pihak yg di rugikan · Pemkab Batubara, sebagai pihak yg di rugikan · PPATK, sebagai auditor

· Polda dan Kejaksaan Agung, sebagai penyidik · BI (bank Indonesia), sebagai bank sentral

3. Siapa yang bertanggung jawab atas kasus itu ?

Yang bertanggung jawab dengan kasus itu adalah pemilik terutama khususnya pihak manajemen  pada PT Bank Mega Tbk yang telah memanipulasi transaksi keuangan, karena dalam kasus Elnusa terdapat 33 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) dan 69 laporan transaksi keuangan tunai (LTKT). Untuk Dana Pemkab Batubara, terdapat 18 LTKM dan 34 LTKT.

(16)

Yang tidak menjalankan perannya adalah internal auditor dan manajemen risiko, karena PPATK menemukan adanya penyalahgunaan jabatan pada PT Bank Mega Tbk yang menyebabkan terjadinya kasus pembobolan dana PT Elnusa Tbk dan Pemkab Batubara. Seharusnya pihak internal auditor dan manajemen risko mengetahui dan mengaudit sektor internal dengan benar  pada PT Bank Mega Tbk agar tidak terjadi penyalahgunaan jabatan.

5. Apa kesimpulan / solusi dari kasus ini ?

Solusinya agar Bank Mega untuk memperbaiki fungsi internal control  dan risk management , termasuk kecukupan jumlah auditor di setiap kantor, proses check and balance  baik melalui tahapan kewenangan maupun sistem, fungsi pengawasan kantor pusat terhadap kantor-kantor di  bawahnya dan prinsip know your employee.

6. Apakah ada sanksi ?

Ada, menurut Pasal 7 UU PPTPPU menyatakan, selain terkena sanksi denda, korporasi bisa terancam izin usahanya. Sanksi berat ini berlaku jika perusahaan ikut terlibat atau menikmati hasil kejahatan. Sanksi paling ringan berupa denda maksimal Rp1 miliar, bila bank sebagai  penyedia jasa keuangan sengaja tidak melaporkan keberadaan transaksi mencurigakan.

BI sendiri baru saja menjatuhkan sanksi kepada Bank Mega terkait kasus pembobolan dana Elnusa sebesar Rp111 miliar dan Pemkab Batubara Rp80 miliar. Namun, BI memutuskan tidak mencabut izin usaha bank milik taipan Chairul Tanjung tersebut. Akan tetapi mengenakan sanksi kepada Bank Mega dengan menghentikan penambahan nasabah DoC baru dan perpanjangan DoC lama, termasuk untuk produk sejenis seperti Negotiable Certificate of Deposit  (NCD), selama satu tahun, menghentikan pembukaan jaringan kantor baru selama satu tahun. Sanksi tersebut berlaku sejak 24 Mei 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Statistik deskriptif pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa rata-rata (Mean) kepuasan kerja untuk kisaran sesungguhnya sebesar 58,625 lebih tinggi dari rata-rata (Mean) kisaran teoritis,

bahwa selain produk-produk sebagaimana dimaksud pada huruf a, terdapat produk-produk yang merupakan barang dan bahan guna pembuatan bagian tertentu alat besar

Pendidikan terakhir, usia, IPK, dan kemampuan bahasa Inggris digunakan sebagai kriteria karena jika terdapat salah satu dari kriteria tersebut yang tidak memenuhi

Merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus) dan emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkiri

Pada pengujian yang dilakukan bahwa proses percepatan transfer pemain jika menggunakan sistem pendukung keputusan menentukan transfer pemain sepak bola bisa lebih

Group Investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi sebelum dan sesudah kenaikan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) pada KPP

Berdasarkan hasil analisis mengenai konsisi eksisting, baik kondisi fisik kawasan ( Strategi, produk, dan pengembangan pariwisata ) maupun pengunjung yang