• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IPPM Bundo Kanduang didirikan di Malang pada tahun 1952, tetapi karena

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IPPM Bundo Kanduang didirikan di Malang pada tahun 1952, tetapi karena"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

54 A. Profil Subyek Penelitian

1. IPPM Bundo Kanduang Malang

Organisasi ini bernama Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Bundo Kanduang Malang yang disingkat dengan IPPM Bundo Kanduang Malang. IPPM Bundo Kanduang didirikan di Malang pada tahun 1952, tetapi karena ada kevakuman dalam beberapa jangka waktu maka dihidupkan lagi pada tanggal 4 Oktober 2009 di rumah Prof.Dr. Syafrion, MS. Sehingga waktu ini ditetapkan sebagai Hari Lahir (Harlah) IPPM Bundo Kanduang Malang. IPPM Bundo Kanduang Malang secara stuktural berada dalam pengawasan Ikatan Keluara Minang (IKM) Sehati Malang dan berkedudukan di kota malang. IPPM Bundo kanduang Malang berazazkan Pancasila dan UUD 1945. IPPM Bundo Kanduang Malang adalah bersifat kekeluargaan, kebersamaan, keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan. Tujuan Dari IPPM Bundo Kanduang adalah terbentuknya generasi muda minang yang percaya kepada Allah SWT, berakhlakul karimah, cerdas, kompetitif, bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya, berkomitmen melestarikan budaya daerah dan menjunjung tinggi nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika.

(2)

a. Sebagai wadah pemersatu untuk meningkatka rasa kebersamaan, persaudaraan, serta keakraban antar pemuda, pelajar dan mahasiswa Minangkabau di Malang,

b. Sebagai wadah meningkatkan kreativitas, intelektualitas, profesionalitas, spiritualitas, minat dan bakat baik bidang pendidikan, seni budaya, olah raga, organisasi maupun hal-hal yang lain agar pemuda, pelajar, dan mahasiswa Minangkabau di Malang bisa ikut untuk berkiprah dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

2. HPMIG Malang

HPMIG Malang adalah singkatan dari Himpunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Gorontalo yang berada di Malang. Sejak dahulu pelajar dan mahasiswa Gorontalo banyak yang menuntut ilmu di luar daerah terutama di kota-kota yang memiliki fasilitas pendidikan yang lebih baik dari Gorontalo seperti Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta. Di antara para pelajar dan mahasiswa yang berada di berbagai kota ini tumbuh kesadaran akan kebutuhan mengorganisir potensi dan sumber daya yang ada untuk digunakan bagi kepentingannya dan daerah. Pada tanggal 5 Maret 1955 di Balai Pertemuan Umum Masjid Besar Kauman Yogyakarta berdirilah organisasi yang bernama “Roekoen Peladjar Mahasiswa Gorontalo” (RPMG), organisasi non politis yang semata-mata bersifat kekeluargaan dengan Wahab Katili sebagai ketuanya yang pertama. Pada awalnya berdirinya RPMG bergerak pada usaha-usaha

(3)

untuk memecahkan persoalan yang dialami anggotanya terutama dibidang sosial dan ekonomi.

Selain RPMG di Yogyakarta, di daerah-daerah lain seperti Makassar juga berdiri organisasi-organisasi pelajar dan mahasiswa Gorontalo. Selama Sembilan tahun berdirinya RPMG, roda setiap organisasi pelajar dan mahasiswa Gorontalo di masing-masing daerah hanya bergerak di daerahnya sendiri-sendiri dan tidak memiliki komunikasi dengan organisasi serupa di daerah lain. Hal ini yang melandasi diselenggarakannya “Moesjawarah Pendidikan dan Kesedjahteraan Peladjar Mahasiswa Gorontalo” se-Indonesia pada tanggal 10-15 Agustus 1964 di Gorontalo yang diikuti utusan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia. Musyawarah tersebut menghasilkan rumusan-rumusan masalah budaya, ekonomi, sosial, dan politik Gorontalo juga memutuskan bahwa organisasi pelajar dan mahasiswa Gorontalo yang tersebar di seluruh Indonesia diseragamkan baik nama maupun anggaran dasarnya. Sejak saat itu disepakati pemakaian nama “Himpoenan Peladjar Mahasiswa Gorontalo” yang disingkat HPMIG.

3. Mahasiswa suku Jawa dan Suku Madura

Untuk subyek mahasiswa suku Jawa karena tempat penelitian yang berada di lingkungan masyarakat suku Jawa sehingga sampel yang digunakan tidak dilihat dari organisasi daerah asal. Untuk suku Madura juga seperti itu karena jumlah mahasiswa suku Madura banyak yang

(4)

kuliah di Malang selain itu banyak pula masyarakat suku Madura yang tinggal berbaur di daerah Malang sehingga kondisi lingkungannya serupa.

B. Uji Reliabilitas dan Validitas

Dari hasil uji reliabilitas Skala Preferensi Agresi menghasilkan nilai alpha sebesar 0,541. Dari perhitungan nilai koefisien reliabilitas alpha ini menunjukkan bahwa skala preferensi agresi reliabilitasnya cukup, karena sebuah skala dianggap reliabel jika koefisien reliabilitasnya semakin mendekati 1 maka dianggap sebuah skala semakin reliabel. Sehingga aitem yang nilai rbt dibawah 0,25 gugur, kemudian setelah dianalisis lagi nilai koefisien reliabilitasnya menjadi 0,772.

Dari hasil uji coba 20 (dua puluh) aitem dari Skala Preferensi Agresi menghasilkan nilai rbt (korelasi skor butir (item) dengan total skala) berkisar antara 0,286 – 0,668. Dari hasil uji coba tersebut ada 8 aitem yang gugur dengan menggunakan standar 0,25.

C. Analisis Aitem

Perhitungan indeks daya beda aitem dengan menggunakan SPSS 20.00 for Windows. Setelah dianalisis maka didapatkan hasil aitem yang dapat diterima dan yang gugur sebagai berikut:

(5)

Tabel 2

Aitem Valid dan Gugur Skala Preferensi Agresi

No Aspek Nomor Aitem

Valid Gugur

1 Bentuk Agresi (verbal & fisik) 16, 17 3, 4, 10 2

Arah pelampiasan Agresi (langsung &

dialihkan) 5, 7 13, 14, 19

3 Level kendali-diri (mengamuk & tenang) 1, 12, 18, 20 2 4 Arah Agresi (Intrapunitif & ekstrapunitif) 6, 8, 11, 15 9

Jumlah 12 8

D. Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian disajikan untuk mengetahui karakteristik data pokok yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Deskripsi data pokok yang disajikan adalah perbandingan rerata empiris dan rerata hipotesis penelitian dan distribusi skor perolehan berdasarkan kategori tertentu. Mean (rerata) empiris adalah mean yang diperoleh dari respon subjek, sedangkan mean hipotesis adalah mean yang diperoleh dari mean yang kemungkinan diperoleh subjek atas jawaban skala yang diberikan.

Langkah berikutnya yang harus ditempuh adalah membagi skor maksimum hipotetik menjadi dua dengan rumus sebagai berikut:

 Mean hipotetik =1/2 (nilai tertingi item + nilai terendah item) x jumlah item

Ditemukan mean hipotetik senilai 4 untuk aspek bentuk agresi dan arah pelalmpiasan agresi, sehingga untuk rentang jumlah skor 2-4 dikategorikan rendah dan rentang jumlah skor 5-6 dikategorikan tinggi. Sementara itu

(6)

ditemukan mean hipotetik senilai 8 untuk aspek level kendali-diri dan arah agresi, sehingga untuk rentang jumlah skor 4-8 dikategorikan rendah dan rentang jumlah skor 9-12 dikategorikan tinggi.

1. Gambaran bentuk agresi mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa.

Untuk kategori skor bentuk agresi mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa, skor kategori fisik adalah kisaran antara 2-4 dan skor kategori verbal berkisar antara 5–6. dengan kategori tersebut maka tergambar proposisi sample penelitian untuk bentuk agresi mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa adalah sebagai berikut.

Tabel. 3

Kategori Skor Bentuk Agresi Mahasiswa suku Madura

Kategori Skor Jumlah Presentase

Fisik 2-4 19 76%

Verbal 5-6 6 24%

Total 25 100%

Dari tabel. 3 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Madura yang dijadikan sampel menggunakan bentuk agresi fisik. Dimana mahasiswa suku Madura yang menggunakan bentuk agresi kategori fisik sebanyak 19 orang atau 76%. Dan sebanyak 6 orang atau 24% yang menggunakan bentuk agresi kategori verbal.

(7)

Tabel. 4

Kategori Skor Bentuk Agresi Mahasiswa suku Minang Kategori Skor Jumlah Presentase

Fisik 2-4 15 60%

Verbal 5-6 10 40%

Total 25 100%

Dari tabel. 4 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Minang yang dijadikan sampel menggunakan bentuk agresi fisik. Dimana mahasiswa suku Minang yang menggunakan bentuk agresi kategori fisik sebanyak 15 orang atau 60%. Dan sebanyak 10 orang atau 40% yang menggunakan bentuk agresi kategori verbal.

Tabel. 5

Kategori Skor Bentuk Agresi Mahasiswa suku Gorontalo Kategori Skor Jumlah Presentase

Fisik 2-4 23 92%

Verbal 5-6 2 8%

Total 25 100%

Dari tabel. 5 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Gorontalo yang dijadikan sampel menggunakan bentuk agresi fisik. Dimana mahasiswa suku Gorontalo yang menggunakan bentuk agresi kategori fisik sebanyak 23 orang atau 92%. Dan sebanyak 2 orang atau 8% yang menggunakan bentuk agresi kategori verbal.

(8)

Tabel. 6

Kategori Skor Bentuk Agresi Mahasiswa suku Jawa Kategori Skor Jumlah Presentase

Fisik 2-4 23 92%

Verbal 5-6 2 8%

Total 25 100%

Dari tabel. 6 menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Jawa yang dijadikan sampel menggunakan bentuk agresi fisik. Dimana mahasiswa suku Jawa yang menggunakan bentuk agresi kategori fisik sebanyak 23 orang atau 92%. Dan sebanyak 2 orang atau 8% yang menggunakan bentuk agresi kategori verbal.

Dari hasil yang telah dipaparkan diatas dapat dilihat bahwa mayoritas mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo dan Jawa lebih sering menggunakan bentuk agresi fisik untuk mengekspresikan agresinya.

2. Gambaran Arah Pelampiasan Agresi Mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa.

Untuk kategori skor arah pelampiasan agresi mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa, skor kategori langsung adalah kisaran antara 2-4 dan skor kategori dialihkan berkisar antara 5–6. dengan kategori tersebut maka tergambar proposisi sample penelitian untuk arah pelampiasan agresi mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa adalah sebagai berikut.

(9)

Tabel. 7

Kategori Skor Arah Pelampiasan Agresi Mahasiswa suku Madura Kategori Skor Jumlah Presentase

Langsung 2-4 12 48%

Dialihkan 5-6 13 52%

Total 25 100%

Dari tabel. 7 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Madura yang dijadikan sampel mengarahkan agresinya secara langsung. Dimana mahasiswa suku Madura yang memiliki arah pelampiasan agresi kategori langsung yaitu sebanyak 12 orang atau 48%. Dan sebanyak 13 orang atau 52% yang memiliki arah pelampiasan agresi kategori dialihkan.

Tabel. 8

Kategori Skor Arah Pelampiasan Agresi Mahasiswa suku Minang Kategori Skor Jumlah Presentase

Langsung 2-4 7 28%

Dialihkan 5-6 18 72%

Total 25 100%

Dari tabel. 8 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Minang yang dijadikan sampel melakukan pengalihan arah pelampiasan agresinya. Dimana mahasiswa suku Minang yang memiliki arah pelampiasan agresi kategori dialihkan yaitu sebanyak 18 orang atau 72%. Dan sebanyak 7 orang atau 28% yang memiliki arah pelampiasan agresi kategori langsung.

(10)

Tabel. 9

Kategori Skor Arah Pelampiasan Agresi Mahasiswa suku Gorontalo Kategori Skor Jumlah Presentase

Langsung 2-4 6 24%

Dialihkan 5-6 19 76%

Total 25 100%

Dari tabel. 9 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Gorontalo yang dijadikan sampel melakukan pengalihan arah pelampiasan agresinya. Dimana mahasiswa suku Gorontalo yang memiliki arah pelampiasan agresi kategori dialihkan yaitu sebanyak 19 orang atau 76%. Dan sebanyak 6 orang atau 24% yang memiliki arah pelampiasan agresi kategori langsung.

Tabel. 10

Kategori Skor Arah Pelampiasan Agresi Mahasiswa suku Jawa

Kategori Skor Jumlah Presentase

Langsung 2-4 3 12%

Dialihkan 5-6 22 88%

Total 25 100%

Dari tabel. 10 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Jawa yang dijadikan sampel melakukan pengalihan arah pelampiasan agresinya.Dimana mahasiswa suku Jawa yang memiliki arah pelampiasan

(11)

agresi kategori dialihkan yaitu sebanyak 22 orang atau 88%. Dan ada 3 orang atau 12% yang memiliki arah pelampiasan agresi kategori langsung.

Dari paparan hasil diatas dapat diketahui bahwa mayoritas mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa memiliki arah pelampiasan agresi yang dialihkan.

3. Gambaran Level Kendali-Diri Mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa.

Untuk kategori skor level kendali-diri mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa, skor kategori mengamuk adalah kisaran antara 4-8 dan skor kategori tenang berkisar antara 9–12. dengan kategori tersebut maka tergambar proposisi sample penelitian untuk level kendali-diri mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa adalah sebagai berikut.

Tabel. 11

Kategori Skor Level Kendali-Diri Mahasiswa suku Madura Kategori Skor Jumlah Presentase

Mengamuk 4-8 10 40%

Tenang 9-12 15 60%

Total 25 100%

Dari tabel. 11 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Madura yang dijadikan sampel memiliki tingkat ketenangan tinggi ketika sedang marah. Dimana mahasiswa suku Madura yang memiliki level

(12)

kendali-diri kategori tenang yaitu sebanyak 15 orang atau 60%. Dan sebanyak 10 orang atau 40% yang memiliki level kendali-diri kategori mengamuk.

Tabel. 12

Kategori Skor Level Kendali-Diri Mahasiswa suku Minang Kategori Skor Jumlah Presentase

Mengamuk 4-8 4 16%

Tenang 9-12 21 84%

Total 25 100%

Dari tabel. 12 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Minang yang dijadikan sampel memiliki tingkat ketenangan tinggi ketika sedang marah. Dimana mahasiswa suku Minang yang memiliki level kendali-diri kategori tenang yaitu sebanyak 21 orang atau 84%. Dan ada 4 orang atau 16% yang memiliki level kendali-diri kategori mengamuk.

Tabel. 13

Kategori Skor Level Kendali-Diri Mahasiswa suku Gorontalo Kategori Skor Jumlah Presentase

Mengamuk 4-8 7 28%

Tenang 9-12 18 72%

Total 25 100%

Dari tabel. 13 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Gorontalo yang dijadikan sampel memiliki tingkat ketenangan tinggi ketika sedang marah. Dimana mahasiswa suku Gorontalo yang memiliki level

(13)

kendali-diri kategori tenang yaitu sebanyak 18 orang atau 72%. Dan sebanyak 7 orang atau 28% yang memiliki level kendali-diri kategori mengamuk.

Tabel. 14

Kategori Skor Level Kendali-Diri Mahasiswa suku Jawa Kategori Skor Jumlah Presentase

Mengamuk 4-8 7 28%

Tenang 9-12 18 72%

Total 25 100%

Dari tabel. 14 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Jawa yang dijadikan sampel memiliki tingkat ketenangan tinggi ketika sedang marah. Dimana mahasiswa suku Jawa yang memiliki level kendali-diri kategori tenang yaitu sebanyak 18 orang atau 72%. Dan sebanyak 7 orang atau 28% yang memiliki level kendali-diri kategori mengamuk.

Dari paparan hasil diatas dapat diketahui bahwa mayoritas mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo dan Jawa memiliki level kendali-diri yang tenang meskipun dalam keadaan marah.

4. Gambaran Arah Agresi Mahasiswa Suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa

Untuk kategori skor arah agresi mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa, skor kategori ekstrapunitif adalah kisaran antara 4-8 dan skor kategori intrapunitif berkisar antara 9–12. dengan kategori tersebut maka

(14)

tergambar proposisi sample penelitian untuk arah agresi mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa adalah sebagai berikut.

Tabel. 15

Kategori Skor Arah Agresi Mahasiswa suku Madura Kategori Skor Jumlah Presentase

Ekstrapunitif 4-8 21 84%

Intrapunitif 9-12 4 16%

Total 25 100%

Dari tabel. 15 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Madura yang dijadikan sampel memiliki arah agresi yang bersifat ekstrapunitif yaitu pengalihan aresi ke luar diri atau terhadap obyek lain. Dimana mahasiswa suku Madura yang memiliki arah agresi kategori ekstrapunitif yaitu sebanyak 21 orang atau 84%. Dan ada 4 orang atau 16% yang memiliki arah agresi kategori intrapunitif.

Tabel. 16

Kategori Skor Arah Agresi Mahasiswa suku Minang Kategori Skor Jumlah Presentase

Ekstrapunitif 4-8 16 64%

Intrapunitif 9-12 9 36%

Total 25 100%

Dari tabel. 16 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Minang yang dijadikan sampel memiliki arah agresi yang bersifat

(15)

ekstrapunitif yaitu pengalihan aresi ke luar diri atau terhadap obyek lain. Dimana mahasiswa suku Minang yang memiliki arah agresi kategori ekstrapunitif yaitu sebanyak 16 orang atau 64%. Dan sebanyak 9 orang atau 36% yang memiliki arah agresi kategori intrapunitif.

Tabel. 17

Kategori Skor Arah Agresi Mahasiswa suku Gorontalo Kategori Skor Jumlah Presentase

Ekstrapunitif 4-8 14 56%

Intrapunitif 9-12 11 44%

Total 25 100%

Dari tabel. 17 di atas menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Gorontalo yang dijadikan sampel memiliki arah agresi yang bersifat ekstrapunitif yaitu pengalihan aresi ke luar atau terhadap obyek lain. Dimana mahasiswa suku Gorontalo yang memiliki arah agresi kategori ekstrapunitif yaitu sebanyak 14 orang atau 56%. Dan sebanyak 11 orang atau 44% yang memiliki arah agresi kategori intrapunitif.

Tabel. 18

Kategori Skor Arah Agresi Mahasiswa suku Jawa Kategori Skor Jumlah Presentase

Ekstrapunitif 4-8 10 40%

Intrapunitif 9-12 15 60%

(16)

Dari tabel. 18 menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa suku Jawa yang dijadikan sampel memiliki arah agresi yang bersifat ekstrapunitif yaitu pengalihan aresi ke dalam atau terhadap diri sendiri. Dimana mahasiswa suku Jawa yang memiliki arah agresi kategori intrapunitif yaitu sebanyak 15 orang atau 60%. Dan sebanyak 10 orang atau 30% yang memiliki arah agresi kategori ekstrapunitif.

Dari paparan hasil diatas dapat diketahui bahwa mayoritas mahasiswa suku Madura, Minang, dan Gorontalo memiliki arah agresi yang bersifat ekstrapunitif yaitu diarahkan keluar atau terhadap orang lain. Sementara mayoritas mahasiswa suku Jawa memiliki arah agresi yang bersifat intrapunitif yaitu diarahkan ke dalam diri sendiri.

Berikut ini merupakan rangkuman pola agresivitas dari masing-masing suku.

Tabel. 19

Rangkuman Pola Agresivitas antar Suku

Suku Level Kendali Diri Arah Pelampiasan Bentuk Arah Agresi Tenang Mengamuk Dialihkan Langsung Fisik Verbal Kedalam Kelua

r

Jawa X X X X

Madura X X X X

Gorontalo X X X X

(17)

Tabel diatas menunjukkan pola agresivitas mahasiswa dari suku Madura, Minang, Gorontalo dan Jawa. Mahasiswa suku Madura sering menggunakan bentuk agresi fisik, memiliki arah pelampiasan agresi secara dialihkan, level kendali-diri yang tenang, dan arah agresi yang bersifat ekstrapunitif. Adapun untuk mahasiswa suku Minang sering menggunakan bentuk agresi fisik, memiliki arah pelampiasan yang dialihkan, level kendali-diri yang tenang, dan arah agresi yang bersifat ekstrapunitif. Untuk mahasiswa suku Gorontalo sering menggunakan bentuk agresi fisik, memiliki arah pelampiasan agresi yang dialihkan, level kendali-diri yang tenang, dan arah agresi yang bersifat ekstrapunitif. Sementara untuk mahasiswa suku Jawa sering menggunakan bentuk agresi fisik, memiliki arah pelampiasan yang dialihkan, level kendali-diri yang tenang, dan arah agresi yang bersifat intrapunitif.

Dari paparan data diatas dapat diketahui bahwa mayoritas mahasiswa Madura, Minang dan Gorontalo memiliki sifat ekstrapunitif dalam mengarahkan agresinya. Sementara mayoritas mahasiswa Jawa memiliki sifat intrapunitif dalam mengarahkan agresinya.

A. Uji Hipotesa

1. Hasil Perbedaan Agresivitas Mahasiswa antar Suku Madura, Minang, Gorontalo, dan Jawa

Untuk melihat perbedaan seluruh kelompok maka di lakukan uji F dengan menggunakan Anova, hasilnya ditemukan nilai F=8.700 p=0.000 (p < 0.01 = Sangat Signifikan). Dengan demikian ditemukan bahwa ada perbedaan

(18)

agresivitas antara Mahasiswa dari Suku Madura, Minang, Gorontalo dan Jawa. Mahasiswa suku Jawa memiliki nilai Mean=27.56, mahasiswa suku Madura memiliki nilai Mean=23.68, mahasiswa suku Minang memiliki nilai Mean=26.76, dan mahasiswa suku Gorontalo memiliki nilai Mean=26,28. Jika dilihat dari perbedaan rerata antara suku Madura dan Minang ada perbedaan dengan nilai Mean= -3,080 dan p=0,001 (p < 0,05 = Signifikan). Antara suku Madura dan Gorontalo juga ada perbedaan dengan nilai Mean= -2,600 dan p=0,009. Antara mahasiswa suku Madura dan Jawa juga ada perbedaan dengan nilai Mean=-3,880 dan p=0,000. Antara mahasiswa suku Minang dan Gorontalo tidak ada perbedaan agresivitas dengan nilai Mean=-0,480 dan p=0,933 (p > 0,05 = Tidak Signifikan). Antara mahasiswa Minang dan Jawa juga tidak ada perbedaan dengan nilai Mean= -0,800 dan p= 0,753. Sementara antara mahasiswa suku Gorontalo dan Jawa juga tidak ada perbedaan dengan nilai Mean= -1,280 dan p= 0,389.

2. Hasil Perbedaan Pola Agresivitas Mahasiswa antar Suku Berdasarkan Aspek Bentuk Agresi

Dari pengolahan data yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan bentuk agresi mahasiswa antar suku maka ditemukan bahwa tidak ada perbedaan bentuk agresi dari mahasiswa antar semua suku. Antar mahasiswa suku Madura dengan suku Minang tidak ada perbedaan dengan Mean=-0.520 dan nilai p=0.124 (p> 0.05 = Tidak Signifikan), antara mahasiswa suku Madura dan Gorontalo juga tidak ada perbedaan dengan

(19)

Mean=-0.160 dan nilai p=0.903, antara mahasiswa suku Madura dan Jawa juga tidak ada perbedaan dengan Mean=0.120 dan nilai p=0.956, antara mahasiswa suku Minang dan Gorontalo juga tidak ada perbedaan dengan Mean=0.360 dan nilai p=0.419, antara mahasiswa suku Minang dan Jawa juga tidak ada perbedaan dengan Mean=0.400 dan nilai p=0.324, antara mahasiswa suku Gorontalo dan Jawa juga tidak ada perbedaan dengan Mean=0.040 dan nilai p=0.998.

3. Hasil Perbedaan Pola Agresivitas Mahasiswa antar Suku Berdasarkan Aspek Arah Pelampiasan Agresi

Dari pengolahan data yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan arah pelampiasan agresi pada mahasiswa antar semua suku maka ditemukan bahwa ada perbedaan arah pelampiasan agresi antara mahasiswa suku Madura dan Jawa dengan Mean= -1.040 dan nilai p=0.001 (p < 0.05 = Signifikan). Antar mahasiswa suku Madura dengan suku Minang juga ada perbedaan dengan Mean=-0.720 dan nilai p=0.040, antara mahasiswa suku Madura dan Gorontalo tidak ada perbedaan dengan Mean=-0.560 dan nilai p=0.161 (p > 0.05 = Tidak Signifikan), antara mahasiswa suku Minang dan Jawa juga tidak ada perbedaan dengan Mean=-0.320 dan nilai p=0.629, antara mahasiswa suku Minang dan Gorontalo juga tidak ada perbedaan dengan Mean=0.160 dan nilai p=0.932, antara mahasiswa suku Gorontalo dan Jawa juga tidak ada perbedaan dengan Mean=-0.480 dan nilai p=0.280.

(20)

B. Hasil Perbedaan Pola Agresivitas Mahasiswa antar Suku Berdasarkan Aspek Level Kendali-Diri

Dari pengolahan data yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan bentuk agresi mahasiswa antar suku maka ditemukan bahwa tidak ada perbedaan level kendali-diri dari mahasiswa antar semua suku. Antar mahasiswa suku Madura dengan suku Minang tidak ada perbedaan dengan Mean=-1.000 dan nilai p=0.122 (p > 0.05 = Tidak Signifikan), antara mahasiswa suku Madura dan Gorontalo juga tidak ada perbedaan dengan Mean=-0.520 dan nilai p=0.653, antara mahasiswa suku Madura dan Jawa juga tidak ada perbedaan dengan Mean=-0.800 dan nilai p=0.287, antara mahasiswa suku Minang dan Gorontalo juga tidak ada perbedaan dengan Mean=0.480 dan nilai p=0.708, antara mahasiswa suku Minang dan Jawa juga tidak ada perbedaan dengan Mean=0.200 dan nilai p=0.970, antara mahasiswa suku Gorontalo dan Jawa juga tidak ada perbedaan dengan Mean=-0.280 dan nilai p=0.924.

5. Hasil Perbedaan Pola Agresivitas Mahasiswa antar Suku Berdasarkan Aspek Arah Agresi

Dari pengolahan data yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan arah agresi pada mahasiswa antar semua suku maka ditemukan bahwa ada perbedaan arah agresi antara mahasiswa suku Madura dan Jawa dengan Mean= -1.920 dan nilai p=0.000 (p < 0.01 = Sangat Signifikan). Antar mahasiswa suku Madura dengan suku Minang tidak ada perbedaan dengan Mean=-0.840 dan nilai p=0.145 (p > 0.05 = Tidak Signifikan), antara

(21)

mahasiswa suku Madura dan Gorontalo ada perbedaan dengan Mean=-1.360 dan nilai p=0.004, antara mahasiswa suku Minang dan Jawa juga ada perbedaan dengan Mean=-1.080 dan nilai p=0.034, antara mahasiswa suku Minang dan Gorontalo tidak ada perbedaan dengan Mean=-0.520 dan nilai p=0.545, antara mahasiswa suku Gorontalo dan Jawa juga tidak ada perbedaan dengan Mean=-0.560 dan nilai p=0.481

A. Pembahasan

Hasil penelitian yang telah diuraikan di bab sebelumnya menunjukkan adanya perbedaan pola agresivitas mahasiswa dari suku Madura, Minang, Gorontalo dan Jawa. Mahasiswa suku Madura sering menggunakan bentuk agresi fisik, memiliki arah pelampiasan agresi secara dialihkan, level kendali-diri yang tenang, dan arah agresi yang bersifat ekstrapunitif. Adapun untuk mahasiswa suku Minang sering menggunakan bentuk agresi fisik, memiliki arah pelampiasan yang dialihkan, level kendali-diri yang tenang, dan arah agresi yang bersifat ekstrapunitif. Untuk mahasiswa suku Gorontalo sering menggunakan bentuk agresi fisik, memiliki arah pelampiasan agresi yang dialihkan, level kendali-diri yang tenang, dan arah agresi yang bersifat ekstrapunitif. Sementara untuk mahasiswa suku Jawa sering menggunakan bentuk agresi fisik, memiliki arah pelampiasan yang dialihkan, level kendali-diri yang tenang, dan arah agresi yang bersifat intrapunitif.

Dari ketiga aspek agresi yaitu bentuk agresi, arah pelampiasan agresi dan level kendali-diri ditemukan bahwa terdapat kesamaan antara ke-empat suku

(22)

tersebut. Mayoritas mahasiswa dari empat suku tersebut sering menggunakan bentuk agresi fisik, arah pelampiasan yang dialihkan, dan level kendali-diri kategori tenang walaupun terdapat perbedaan frekuensi dari masing-masing suku. Sementara itu untuk aspek arah agresi mayoritas mahasiswa suku Jawa memiliki sifat intrapunitif berbeda dengan mayoritas mahasiswa suku Madura, Minang dan Gorontalo yang memilki sifat ekstrapunitif.

Hasil analisis yang telah diuraikan sebelumnya, pada aspek bentuk agresi mahasiswa suku Minang memiliki rerata (mean) yakni 4.16, rerata mahasiswa suku Minang ini merupakan rerata tertinggi dibanding tiga kelompok lain. Aspek ini mencerminkan perbedaan yang nyata antara ekspresi kemarahan dalam kata-kata/verbal atau tindakan. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin sering ekspresi verbal yang digunakan untuk agresi.

Pada aspek arah pelampiasan agresi mahasiswa suku Jawa memiliki rerata (mean) yakni 5.40, rerata mahasiswa suku Jawa ini merupakan rerata tertinggi dibanding tiga kelompok lainnya. Aspek ini mewakili perbedaan yang kurang mencolok antara agresi yang diarahkan pada alasan kemarahan dan agresi yang dialihkan ke objek-objek lain. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula level pengalihan yang dilakukan.

Pada aspek level kendali-diri mahasiswa suku Minang memiliki rerata (mean) yakni 9.68, rerata mahasiswa suku Minang ini merupakan rerata tertinggi dibanding tiga kelompok lainnya. Aspek ini mencerminkan level kendali-diri yang dimiliki ketika sedang marah. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat ketenangan yang dimiliki.

(23)

Pada aspek arah agresi mahasiswa suku Jawa memiliki rerata (mean) yakni 8.92, rerata mahasiswa suku Jawa ini merupakan rerata tertinggi dibanding tiga kelompok lainnya. Aspek ini merujuk pada arah agresi. Respon-respon intrapunitif meliputi pengalihan agresi ke dalam diri sendiri, sedangkan ekstrapunitif meliputi pengalihan agresi ke luar. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin besar pula sifat intrapunitif yang dimiliki.

Ketika kita menyadari bahwa lingkungan juga berperan terhadap tingkah laku, maka tidak heran jika muncul ide bahwa salah satu penyebab agresi adalah faktor kebudayaan. Beberapa ahli dari berbagai ilmu pengetahuan seperti antropologi dan psikologi, seperti Segall, Dasen, Berry dan Portinga, (1999); Kottak (2006); Groos (1992) menengarai faktor kebudayaan terhadap agresi. Lingkungan geografis, seperti pantai/pesisir, menunjukkan karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di pedalaman. Nilai dan norma yang mendasari sikap dan tingkah laku masyarakat juga berpengaruh terhadap agresivitas satu kelompok.

Madura termasuk dalam jajaran pulau-pulau tropik yang suhu udaranya ketika musim hujan berkisar pada angka 28o C dan pada musim kemarau rata-rata 35o C (de Jonge 1989b:8; Kuntowijoyo 1988:28 dalam Wiyata 2002:33). Dengan suhu udara yang tinggi itu ketika musim kemarau tiba maka Madura menjadi sangat panas sehingga sumber-sumber air menjadi kering. Banyak orang-orang yang antri di sumber air yang masih memiliki debit air. Air menjadi barang yang sangat berharga sehingga menjadi barang rebutan yang dapat menimbulkan konflik dan akhirnya diselesaikan dengan carok.

(24)

Kegersangan dan ketandusan Madura selain karena faktor iklim yang panas, kondisi keadaan tanahnya yang berbatu kapur juga karena sempitnya areal hutan yaitu sekitar 6% dari luas pulau. Kasus carok juga terjadi karena perasaan malo atau terhina karena harga dirinya dilecehkan oleh orang lain (Wiyata 2002:170). Suku Madura sering distereotipkan dengan sifat yang mudah tersinggung, mudah curiga terhadap orang lain, temperamental atau mudah marah, pendendam serta suka melakukan kekerasan. Sifat masyarakat etnik ini memang ekspresif, spontan, dan terbuka.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa mahasiswa suku Madura sering menggunakan bentuk agresi fisik, memiliki arah pelampiasan agresi yang dialihkan, level kendali-diri yang tenang, dan arah agresi yang bersifat ekstrapunitif. Dilihat dari level kendali-dirinya yang tenang dan arah pelampiasan agresi yang dialihkan menunjukkan bahwa mahasiswa suku Madura akan bersikap diam jika sedang marah, akan tetapi jika kemarahannya tidak dapat ditahannya maka ia kemudian akan mengarahkan kemarahannya ke obyek lain. Karena bentuk agresi yang digunakan adalah bentuk agresi fisik dan sifatnya ekstrapunitif maka agresinya seperti perusakan benda milik orang yang membuatnya marah, memukul meja, menendang pintu, dan lain-lain.

Pada hasil penelitian aspek level kendali-diri yang tenang dan arah pelampiasan agresi yang dialihkan menunjukkan adanya sedikit perbedaan dengan gambaran tentang orang Madura yang ekspresif, terbuka dan suka kekerasan. Hal ini mungkin dikarenakan obyek penelitian yang diambil yaitu mahasiswa yang lingkungan sekitarnya yang berasal dari berbagai daerah

(25)

sehingga ada proses adaptasi terhadap lingkungan yang mungkin berpengaruh terhadap pembentukan kepribadiannya. Mungkin hasilnya akan berbeda jika penelitian dilakukan pada masyarakat yang tinggal di daerahnya sendiri.

Sebagian besar orang Minang hidup dari tanah. Di daerah yang subur dengan cukup air tersedia, kebanyakan orang mengolah sawah, sedangkan pada daerah subur yang tinggi banyak orang menanam sayur mayur untuk perdagangan. Pada daerah yang tidak begitu subur kebanyakan penduduknya hidup dari tanaman seperti pisang, ubi kayu dan sebagainya. Sementara untuk penduduk yang berdiam di pinggir laut atau di pinggir danau-danau juga dapat hidup dari hasil penangkapan ikan, tetapi itu hanya sebagai mata pencaharian saja.

Beberapa peperangan menimbulkan gelombang perpindahan masyarakat Minangkabau terutama dari daerah konflik. Setelah kemerdekaan muncul PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang juga menyebabkan timbulnya eksodus besar-besaran masyarakat Minangkabau ke daerah lain. Dari beberapa perlawanan dan peperangan ini, memperlihatkan karakter masyarakat Minang yang tidak menyukai penindasan. Mereka akan melakukan perlawanan dengan kekuatan fisik, namun jika tidak mampu mereka lebih memilih pergi meninggalkan kampung halaman (merantau).

Dari hasil penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa mahasiswa suku Minang sering menggunakan bentuk agresi fisik, memiliki arah pelampiasan yang dialihkan, level kendali-diri yang tenang, dan arah agresi yang bersifat

(26)

ekstrapunitif. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa suku Minang menunjukkan kemarahannya dengan diam, namun saat kemarahan itu tidak dapat ditahan lagi biasanya agresi yang dilakukan akan dialihkan ke obyek lain. Seperti pada mahasiswa suku Madura bentuk agresi yang digunakan mahasiswa suku Minang adalah bentuk agresi fisik dan sifatnya ekstrapunitif maka agresinya seperti perusakan benda milik orang yang membuatnya marah, memukul meja, menendang pintu, dan lain-lain.

Pada hasil penelitian aspek level kendali-diri yang tenang dan arah pelampiasan agresi yang dialihkan menunjukkan adanya sedikit perbedaan dengan gambaran tentang orang Minang yang tidak menyukai penindasan. Mereka akan melakukan perlawanan dengan kekuatan fisik, namun jika tidak mampu mereka lebih memilih pergi meninggalkan kampung halaman (merantau). walaupun dari hasil penelitian menunjukkan bentuk agresi yang sering digunakan yaitu bentuk agresi fisik dan arah agresinya bersifat ekstrapunitif yaitu keluar atau terhadap orang lain, namun hasil penelitian untuk aspek level kendali-diri yang tenang dan arah pelampiasan agresi yang dialihkan sehingga mahasiswa suku Minang menunjukkan kemarahannya dengan diam, saat kemarahan itu tidak dapat ditahan lagi biasanya agresi yang dilakukan akan dialihkan ke obyek lain.

Hal ini mungkin dikarenakan obyek penelitian yang diambil yaitu mahasiswa suku Minang yang sedang merantau ke negeri orang dan juga lingkungan sekitarnya yang berasal dari berbagai daerah sehingga ada proses

(27)

adaptasi terhadap lingkungan yang mungkin berpengaruh terhadap pembentukan kepribadiannya.

Masyarakat suku Gorontalo adalah masyarakat yang memiliki rasa sosial yang tinggi, sehingga hampir tidak pernah terjadi konflik di antara mereka sendiri. Sistem kekerabatan yang sangat erat tetap dipelihara oleh masyarakat Gorontalo. Tradisi gotong royong tetap terpelihara dalam kehidupan masyarakat ini, serta setiap ada masalah akan diselesaikan dengan cara musyawarah.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa mahasiswa suku Gorontalo sering menggunakan bentuk agresi fisik, memiliki arah pelampiasan agresi yang dialihkan, level kendali-diri yang tenang, dan arah agresi yang bersifat ekstrapunitif. Sama halnya dengan mahasiswa suku Minang dan Madura, hasil dari penelitian menunjukkan mahasiswa suku Gorontalo menunjukkan bahwa susah menunjukkan kemarahannya kepada orang lain atau memilih untuk diam, baru saat kemarahan itu tidak dapat ditahan lagi maka biasanya agresi yang dilakukan akan dialihkan ke obyek lain. Sementara itu gambaran tentang orang Gorontalo yaitu memiliki rasa sosial yang tinggi sehingga hampir tidak pernah terjadi konflik, dan jika ada masalah akan diselesaikan dengan cara musyawarah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan level kendali-diri yang tenang disaat sedang marah maka kemarahan itu dapat dengan mudah mereda jika masalah itu masih dapat ditoleransi. Jika masalah itu tidak dapat ditoleransi lagi sehingga kemarahan tidak dapat ditahan lagi maka agresinya akan dialihkan ke obyek lain.

(28)

Daerah kebudayaan Jawa meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari pulau Jawa. Suku Jawa merupakan suku terbesar yang ada di Indonesia sehingga hampir dapat dijumpai di setiap penjuru wilayah Indonesia. Masyarakat suku Jawa yang dikenal dengan sikapnya yang sopan, segan, menyembunyikan perasaan, menjaga etika berbicara baik secara konten isi dan bahasa perkataan maupun objek yang diajak berbicara.

Pada hasil penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa mahasiswa suku Jawa sering menggunakan bentuk agresi fisik, memiliki arah pelampiasan yang dialihkan, level kendali-diri yang tenang, dan arah agresi yang bersifat intrapunitif. Bentuk-bentuk intrapunitif antara lain yaitu menyalahkan diri sendiri, meragukan diri sendiri, malu, dan rasa bersalah. Untuk hal ini perlu berhati-hati karena perilaku yang bisa muncul salah satunya adalah bunuh diri. Dari level kendali-diri yang tenang dan arah pelampiasan agresi yang dialihkan dan arah agresinya yang bersifat intrapunitif dapat dilihat bahwa mahasiswa suku Jawa susah mengekspresikan kemarahannya akan tetapi ketika kemarahan itu tidak dapat ditahan lagi maka ia akan mengarahkan agresi ke dalam diri atau terhadap diri sendiri. Hal ini sesuai dengan karakter suku Jawa yang suka menyembunyikan perasaan.

Pada perilaku agresi yang dimediasi oleh penilaian kognif (Cognitive Appraisal) menjelaskan bahwa reaksi individu terhadap stimulus agresi sangat bergantung pada cara stimulus itu diinterpretasi oleh individu. Sebagai contoh, frustasi dapat cenderung menyebabkan perilaku agresi apabila frustasi itu oleh individu diinterpretasi sebagai gangguan terhadap aktivitas yang ingin dicapai

(29)

oleh dirinya. Zillmann menyatakan bahwa agresi dapat dipicu oleh rangsangan fisiologis (physiological arousal) yang berasal dari sumber-sumber yang netral atau sumber-sumber yang sama sekali tidak berhubungan dengan atribusi rangsangan agresi itu (Krahe, 1997; Hanurawan, 2010:85). Model ini mengemukakan bahwa individu yang membawa residu rangsang dari aktivitas fisik dalam situasi sosial yang tidak berhubungan, di mana mereka mengalami keadaan terprovokasi akan cenderung berperilaku agresi, dibanding individu yang tidak membawa residu semacam itu. Sebagai contoh saat seseorang sedang dalam keadaan letih setelah bekerja seharian ingin beristirahat dengan tenang tetapi kondisi di sekitarnya tidak memungkinkan baginya untuk tidur dengan tenang jika ada sedikit saja provokasi akan cenderung menghasilkan perilaku agresif.

Sementara untuk hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo dan Jawa sama-sama memiliki bentuk agresi fisik, arah pelampiasan yang dialihkan dan level kendali-diri yang tenang. Walaupun ada residu rangsangan yang memicu perilaku agresif pada ke empat suku ini maka agresi yang muncul tidak langsung ditunjukkan, adapun agresi yang muncul untuk mahasiswa suku Madura, Minang, dan Gorontalo akan dialihkan keluar atau pada obyek lain sementara untuk mahasiswa suku Jawa dialihkan ke dalam diri sendiri.

Gambar

Tabel diatas menunjukkan pola agresivitas mahasiswa dari suku Madura,  Minang,  Gorontalo  dan  Jawa

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu bagian dari face recognition yang telah dikembangkan saat ini adalah pengenalan jenis kelamin ( gender recognition ) Kemiripan antara gender recognition

(9) Unhas harus menjalankan proses pembelajaran yang mampu menghasilkan lulusan berkualitas dan relevan serta sesuai dengan Capaian Pembelajaran Lulusan masing-masing

Model time se- ries stasioner Auto Regressive - AR(1) memberikan nilai pendekatan nilai tukar yang baik bahkan memberikan nilai peramalan yang baik pula, na- mun demikian model

Hasil analisis lintas menunjukkan bahwa di Kabupaten Konawe Selatan unsur cuaca yang mempunyai pengaruh langsung positif besar terhadap peningkatan intensitas penyakit busuk

Namun perbedaan antara kedua suku bangsa pernah menimbulkan konflik besar, dan setelah konflik itu selesai sampai saat ini antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau

Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan pada latar belakang tujuan dari kegiatan PKM ini adalah untuk menambah wawasan dan ilmu baru kepada mitra dalam

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi keinginan peneliti untuk menemukan pola ritme yang terdapat dalam musik Jepin Lembut di Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas. Metode

Sedangkan lingkungan kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecelakaan kerja (R = 0,003), dan pada tingkat pendidikan mempengaruhi secara signifikan