ARTIKEL
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S1)
SUSI SOPIA
NPM: 12070035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2016
▸ Baca selengkapnya: sebutkan beberapa upaya dan tindakan yang dilakukan untuk mencegah munculnya berbagai masalah dalam keragaman suku bangsa
(2)(3)Safety Valve of Social Life of Ethnic Nias and Ethnic Minangkabau in Jorong Tanjung Pangka GMP, Nagari Lingkuang Aua,Village of Pasaman,
District of West Pasaman Region
Thesis Sociology of Education Studies Program, College of Teacher Training and Education (STKIP) PGRI West Sumatra, Padang 2016
Oleh:
Susi Sopia1, Drs. Nilda Elfemi, M.Si2,Adiyalmon S. Ag, M.Pd3 *The Sosiology Education Student of STKIP PGRI West Sumatera **The Sosiology Staff of Sosiology Education of STKIP PGRI West Sumatera
ABSTRACT
This study aims to determine the safety valve of social life of ethnic Nias and ethnic Minangkabau in Jorong Tanjung Pangka GMP Nagari Lingkuang Aua Village of Pasaman District of West Pasaman region, where communal conflict happened between ethnic group Nias and ethnic group Minangkabau in Jorong Tanjung Pangka GMP. Ethnic group Nias here is an immigrant communities and live in the midst of Minangkabau society, their arrival is to earn a living and continue survival, but the differences between the two tribes which ever lead to a major conflict and after the conflict finished until today ethnic Nias and ethnic Minangkabau are having latent conflict, the conflict that is hidden and it can cause major conflict when burried, therefore it must be required of safety valve so that this conflict does not overflow to the surface.
This type of research is qualitative research by using purposive sampling technique, starting with determining the criterias for a particular informant, the person who allows to answer research questions. As for informan in this research that is 12 tribe figure of Nias 3 people among others represent priest, and 14 tribe figure people of Minangkabau that is 3 people among others represent leader of barracks, 1 among others young man chief, and 1 its him again lead Jorong Tanjuang Pangka. The informants were interviewed by using in-depth interview in order to obtain more information and accurate and it does not depend on the research questions that have been determined.
Based on the findings and discussion of this research that: 1)The rescue factors that are required to comply with any community rules, rebuked, and hold meetings and specific activities. 2) the social activities of ethnic Nias and minangkabau which became the safety valve (katup penyelamat) are (a) the reference group, among others, they are the leaders of the barracks as a community system of nias and minangkabau address the issues or problems happened, (b) then the leaders of barracks give some rescue factors in order to prevent The intertribal conflicts.
1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat
2 Pembimbing I, staf Pengajar Program Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 3 Pembimbing II, staf Pengajar Program Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRAK
SUSI SOPIA (12070035), Safety Valve Kehidupan Sosial Antar Suku Bangsa Nias dan Minangkabau di Jorong Tanjuang Pangka GMP Nagari Lingkuang Aua Kecamatan Pasaman Kabupaten Pasaman Barat, Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang, 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Safety Valve Kehidupan Sosial Antar Suku Bangsa Nias dan Minangkabau di Jorong Tanjuang Pangka GMP Nagari Lingkuang Aua Kecamatan Pasaman Kabupaten Pasaman Barat, dimana pernah terjadi konflik antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau di Jorong Tanjuang Pangka GMP. Suku bangsa Nias di sini merupakan masyarakat pendatang dan tinggal di tengah-tengah masyarakat suku bangsa Minangkabau, kedatangan mereka yaitu untuk mencari nafkah dan meneruskan kelangsungan hidup. Namun perbedaan antara kedua suku bangsa pernah menimbulkan konflik besar, dan setelah konflik itu selesai sampai saat ini antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau mengalami konflik laten, yiatu konflik yang bersifat tersembunyi dan jika dipendam dapat menimbulkan konflik besar untuk itu dibutuhkan safety valve (katup penyelamat) agar konflik ini tidak meluap kepermukaan.
Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan teknik purposive sampling, dimulai dengan menentukan kriteria-kriteria informan tertentu yaitu orang yang memungkinkan bisa menjawab atas pertanyaan penelitian. Adapun informan dalam penelitian ini yaitu 12 tokoh suku bangsa Nias 3 orang diantaranya merupakan pendeta, dan 14 orang tokoh suku bangsa Minangkabau yaitu 3 orang diantaranya merupakan pemimpin barak, 1 diantaranya ketua pemuda, dan 1 dianyatanya lagi kepala Jorong Tanjuang Pangka. Informan tersebut diwawancarai dengan menggunakan wawancara mendalam agar informasi yang didapatkan lebih banyak dan akurat serta tidak tergantung pada pertanyaan penelitian yang sudah ditentukan.
Berdasarkan hasil penemuan dan pembahasan penelitian ini bahwa: 1) Faktor penyelamatnya yaitu diaharuskan setiap masyarakat mematuhi aturan yang ada, menegur, dan mengadakan pertemuan-pertemuan dan kegiatan tertentu. 2) Dalam kehidupan sosial antar suku bangsa Nias dan Minangkabau yang menjadi safety valve (katup penyelamat) adalah (a) kelompok referensi antara lain mereka adalah para pemimpin Barak yaitu tempat suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau menyampaikan persoalan atau masalah-masalah yang dialami, (b) kemudian para pemimpin Barak memberikan beberapa faktor penyelamat agar antar suku bangsa tersebut tidak mengalami konflik.
PENDAHULUAN
Fenomena migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, selain dari faktor lainnya yaitu kelahiran dan kematian. Migrasi itu sendiri adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administrasi (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain. Migrasi cenderung dilakukan orang dengan berbagai alasan, baik faktor ekonomi, sosial, dan budaya. Adapun faktor yang mempengaruhi migrasi tersebut antara lain adalah adanya daya dorong (push factor) suatu wilayah dan daya tarik (pull factor) wilayah lainnya (Siswono, 2015:116).
Daya dorong wilayah menyebabkan orang pergi ke tempat lain, misalnya karena di daerah itu tidak tersedia sumber daya yang memadai untuk memberikan jaminan kehidupan bagi penduduknya. Pada umumnya, hal ini tidak terlepas dari persoalan kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di wilayah tersebut. Sedangkan daya tarik wilayah adalah jika suatu wilayah mampu atau dianggap mampu menyediakan fasilitas-fasilitas dan sumber-sumber penghidupan bagi penduduk, baik penduduk di wilayah itu sendiri maupun penduduk di sekitarnya dan daerah-daerah lain. Penduduk wilayah sekitarnya dan daerah-daerah lain yang merasa tertarik kemudian berimigrasi dalam rangka meningkatkan taraf hidup. Kelompok suku bangsa yang banyak melakukan migrasi antara lain, suku bangsa Batak, Jawa, Bugis, Minangkabau dan Nias (Siswono, 2015:116).
Menurut Simanihuruk (dalam http://Sariasriesta.blog.com diakses 13 Februari 216), bahwa migrasi suku bangsa
Nias secara masif baru terjadi sejak tahun 80-an. Realitas ini sejalan dengan peningkatan penduduk perkotaan secara nasional di Indonesia, yakni 5,1 persen.
Di Sumatera Barat salah satu daerah yang didatangi oleh suku bangsa Nias adalah Jorong Tanjuang Pangka yang bertepatan di PT.GMP, Nagari Lingkuang Aua, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat.
Nias kedatangan mereka di GMP ini adalah untuk mencari pekerjaan dan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, perpindahan ini tanpa adanya transmigrasi dari pemerintah maupun dibawa pindah oleh perusahaan melainkan mereka datang sendiri dan menetap di GMP, berawal pada tahun 1997 yang pada masa itu PT.GMP baru didirikan setelah dirilis dari tahun 1991, pada saat itu belum banyak terdapat suku bangsa Nias, hanya ada beberapa orang saja dari suku bangsa Nias yang memang sudah lama berdomisili di Jorong Tanjung Pangka ini, namun setelah berdirinya PT.GMP, lahan perkebunanpun butuh orang-orang yang bisa menjadi buruh untuk mengelola perkebunan ini, oleh karena itu suku bangsa Nias yang sudah berdomisili di Jorong Tanjuang Pangka ini membawa kerabat-kerabatnya untuk datang ke GMP tersebut, akhirnya satu-persatu suku bangsa Nias datang dan menetap di GMP. Namun kedatangan suku bangsa Nias disini menimbulkan konflik dengan suku bangsa Minangkabau.
Istilah konflik berasal dari kata Latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Dari bahasa Latin diadopsi ke dalam bahasa Inggris yaitu conflict yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia (Wirawan, 2010:4). Konflik didefenisikan sebagai percekcokkan, perselisihan, pertentangan. Istilah konflik berarti perkelahian, peperangan atau perjuangan, yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak (Pruit & Rubin, 2004:9).
Namun, konflik yang terjadi disini konflik laten yaitu suatu keadaan yang di dalamnya terdapat banyak persoalan, sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat kepermukaan agar bisa ditangani. Kehidupan masyarakat yang tampak stabil dan harmonis belum merupakan jaminan bahwa di dalam masyarakat tidak terdapat permusuhan dan pertentangan (Susan, 2009:100). Adapun konflik laten yang dialami antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau adalah masing-masing suku bangsa ini memberikan anggapan negatif yang dapat menimbulkan konflik besar. Anggapan-anggapan negatif itu antara lain; menurut suku bangsa Nias bahwa suku bangsa Minangkabau merupakan suku bangsa yang berlaku sok jagoan, suka mendominasi dalam sektor ekonomi seperti
perdagangan, mata pencarian dimana suku Minangkabau suka mengambil kesempatan kerja yang sudah diberikan kepada suku bangsa Nias, suka mengambil keuntungan sendiri, dan kurang menghargai suku bangsa Nias. Namun sebaliknya anggapan negatif suku bangsa Minangkabau terhadap suku bangsa Nias adalah bahwa suku bangsa Nias juga tidak menghargai suku bangsa Minangkabau sebagai penduduk asli di GMP hal ini terlihat dari suku bangsa Nias yang dominasi beragama non-muslim mereka pernah membakar dan memasak babi dilingkungan tempat tinggal, kemudian menurut mereka suku bangsa Nias berwatak kasar, suka menggertak orang Minangkabau yang berjalan sendirian, tidak mematikan suara musik ketika adzan, dan kurang bisa bersosialisasi dengan suku bangsa Minangkabau.
Menurut Lewis A. Coser konflik tidak selamanya bersifat negatif melainkan juga bersifat membantu mewujudkan perasaan persatuan dan kesadaran akan hidup bermasyarakat. Coser juga memberikan sumbangan terhadap teori konflik ini yaitu tentang katup penyelamat
(safety valve) yang sangat diperlukan disini
sebagai salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat membiarkan luapan permusuhan tersalur tanpa menghancurkan seluruh struktur, konflik membantu membersihkan suasana dalam kelompok yang sedang kacau. Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan keluar yang meredakan permusuhan, tanpa itu hubungan-hubungan diantara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin tajam (Polama, 2010:108).
Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam dengan judul “Safety
Valve Kehidupan Sosial Antar Suku
Bangsa Nias dan Suku Bangsa Minangkabau (Studi: Jorong Tanjuang Pangka GMP, Nagari Lingkuang Aua, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat).
METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, tipe penelitian deskriptif. Sebagaimana diketahui pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku orang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan (Moleong, 2010:3).
Pada penelitian ini peneliti menggunakan mekanisme purposive
sampling yaitu sebelum melakukan
penelitian para peneliti menetapkan kriteria tertentu yang mesti dipenuhi oleh orang yang akan dijadikan sumber informan. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, peneliti telah mengetahui identitas orang-orang yang dijadikan informan penelitiannya sebelum penelitian dilakukan (Afrizal, 2008: 140). Orang yang menjadi informan penelitian ini adalah 1) tokoh suku bangsa Nias, yaitu terdapat 12 suku bangsa Nias tinggal di Barak GMP yaitu 3 diantaranya merupakan pendeta yang sudah peneliti wawancarai, 2) tokoh suku bangsa Minangkabau, yaitu 14 orang tokoh suku bangsa Minangkabau yang tinggal di Barak GMP, 3 orang di antaranya merupakan pemimpin Barak, dan kemudian 1 diantaranya merupakan ketua pemuda Jorong Tanjuang Pangka, 3) kepala Jorong Tanjuang Pangka yang peneliti temui dan melakukan wawancara dirumahnya. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan maka jumlah informan penelitian adalah sebanyak 27 orang.
Analisis data yang dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Penelitian dilakukan di GMP Jorong Tanjuang Pangka, Nagari Lingkuang Aua, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat. Alasan peneliti mengambil lokasi GMP ini adalah karena di GMP ini terdapat suku bangsa Nias pendatang yang hidup di tengah-tengah suku bangsa Minangkabau. Di GMP, suku bangsa yang paling mendominasi jumlahnya selain suku bangsa Minangkabau adalah suku bangsa Nias, dan konflik besar-besaranpun pernah terjadi antara ke dua suku bangsa tersebut. Meskipun kodisinya sudah damai namun antar suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau di GMP masih memiliki anggapan negatif antar masing-masing suku bangsa yang disebut konflik
laten yang dapat menimbulkan konflik terbuka.
LOKASI PENELITIAN
GMP merupakan sebuah PT perkebunan kelapa sawit yang ada di Jorong Tanjuang Pangka. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1997 setelah di rilis dari tahun 1991, GMP merupakan singkatan dari
Gersindo Minang Plantation. Perusahaan ini
dinamakan GMP karena merupakan kerjasama antara 3 negara yaitu German, Singapura dan Indonesia.
PT. GMP merupakan bagian dari Jorong Tanjuang Pangka yang berada pada suhu udara rata-rata 32° C. Luas wilayah Jorong Tanjuang Pangka adalah ± 32.500 Ha, namun ± 4000 Ha diantaranya merupakan luas perkebunan kelapa sawit PT. GMP.
PT. GMP terletak di Jorong Tanjuang Pangka Nagari Lingkuang Aua, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, yang berada pada provinsi Sumatera Barat, daerah ini merupakan dataran rendah yaitu ± 0->1000 M di atas permukaan laut.
TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Informan
Informan dalam penelitian ini adalah suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau yang tinggal di Jorong Tanjuang Pangka yang bertepatan di perkebunan PT. GMP (Gersindo Minang
Plantation). Suku bangsa Nias ini hidup di
tengah-tengah suku bangsa Minangkabau, dimana suku bangsa Minangkabau yang tinggal di perkebunan PT. GMP ini merupakan masyarakat asli Jorong Tanjuang Pangka, selain itu informan dalam penelitian ini adalah kelompok referensi atau disebut juga orang yang berperan penting dalam menenangkan konflik antara lain mereka adalah pemimpin Barak (pemimpin suku bangsa Nias sekaligus suku bangsa Minangkabau yang tinggal di Barak), ketua pemuda Jorong Tanjuang Pangka, kepala Jorong Tanjuang Pangka, beserta pendeta sebagai tokoh masyarakat Nias.
B. Gambaran Konflik
Dalam kehidupan sosial suku bangsa Nias dan Minangkabau terdapat banyaknya ketidaksesuaian yang dapat menimbulkan konflik, ketidaksesuaian tersebut antara lain adanya anggapan-anggapan negatif dari suku bangsa Nias
kepada suku bangsa Minangkabau dan juga anggapan negatif dari suku bangsa Minangkabau terhadap suku bangsa Nias yang disebut juga dengan konflik laten yaitu konflik yang belum nampak kepermukaan.
Anggapan negatif suku bangsa Nias terhadap suku bangsa Minangkabau yaitu menurut suku bangsa Nias bahwasannya suku bangsa Minangkabau ini berlaku sok jagoan seperti dalam pekerjaan suku bangsa Minangkabau suka mengambil kesempatan kerja yang sudah diberikan pihak perusaahan, suku bangsa Minangkabau tidak menghargai suku bangsa Nias seperti menghancurkan Gereja yang pernah dibangun oleh suku bangsa Nias. Begitu juga sebaliknya anggapan negatif suku Minangkabau terhadap suku bangsa Nias bahwasannya suku bangsa Nias cara berbicaranya kasar padahal sebenarnya menurut suku bangsa Nias logat bicaranya seperti memang seperti itu, namun masalahnya suku bangsa Nias tidak bisa merubah cara berbicaranya tersebut, hal demikian tidak disukai oleh suku bangsa Minangkabau, suku bangsa Minangkabau juga tidak suka dengan tradisi mengonsumsi babi maupun meminum minuman keras yang dilakukan suku bangsa Nias, suku bangsa Minangkabaupun tidak menyukai bahwa ketika adzan suku bangsa Nias tetap mengidupkan musik, menurut suku bangsa Minangkabau hal yang dilakukan suku bangsa Nias tersebut sangat tidak menghargai suku bangsa Minangkabau, akibat dari masalah-masalah seperti inilah hubungan ke dua suku bangsa ini tidak harmonis yang ditandai dalam kehidupan sehari-harinya terlihat bahwa ketika di warung-warung suku bangsa Nias hanya berkumpul dengan suku bangsa Nias saja, suku bangsa Minangkabau hanya berkumpul sesama suku bangsa Minangkabau saja, dan dalam bekerjapun suku bangsa Minangkabau hanya berinteraksi sesama suku bangsa Minangkabau saja, begitu juga suku bangsa Nias hanya berinteraksi sesama suku bangsa Nias saja, hal ini menggambarkan bahwa hubungan kedua suku bangsa tersebut kurang baik dan terdapat perasaan-perasaan benci satu sama lain yang sampai hari ini masih dipendam dan kemudian disalurkan kepada pemimpin-pemimpin Barak dan juga pendeta-pendeta dari suku bangsa Nias agar
konflik seperti ini tidak menjadi konflik yang besar.
C. Deskripsi Safety Valve Kehidupan Sosial Antar Suku Bangsa Nias dan Minangkabau
Safety valve dalam penelitian ini
adalah institusi yang menjadi tempat masyarakat menyampaikan keluhan, menyalurkan persoalan, atau masalah-masalah yang dialami oleh suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau, dan yang menjadi safety valve kehidupan sosial antar suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangabau dalam penelitian ini adalah pemimpin Barak yang memimpin kehidupan masyarakat yang tinggal di GMP baik itu suku bangsa Nias ataupun suku bangsa Minangkabau, namun pendeta juga berperan sebagai safety valve suku bangsa Nias, dan juga tidak terlepas dari kepala Jorong Tanjuang Pangka dan Ketua Pemuda setempat.
Pemimpin Barak ini ditetapkan oleh pihak perusahaan GMP untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, agar terhindar dari konflik karena masyarakat yang tinggal di Barak ini masing-masingnya memiliki banyak perbedaan, mulai dari kebudayaan, kebiasaan, perilaku, dll. Mereka yang ditunjuk menjadi calon pemimimpin Barak ini oleh pihak perusahaan yaitu ditunjuk sesuai kemampuan mereka dalam memimpin, atas kepercayaan pihak perusahaan dan yang menjadi calon tersebut dipilih oleh masyarakat yang tinggal di GMP, yang mendapatkan suara terbanyak itulah yang akan menjadi pemimpin Barak. Jadi safety valve kehidupan sosial antar suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau di GMP Jorong Tanjuang Pangka yaitu sebuah institusi yang anggotanya merupakan pemimpin-pemimpin Barak, Pendeta, ketua pemuda dan kepala Jorong Tanjuang Pangka yang ditentukan oleh perusahaan dan atas persetujuan masyarakat yang tinggal di GMP. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pemimpin Barak membuat beberapa peraturan untuk dipatuhi oleh semua masyarakat yang tinggal di Barak GMP: 1. Setiap masyarakat yang tinggal di GMP
harus mematuhi aturan yang sudah ditentukan atau mematuhi aturan yang sudah disepakati bersama. adapun yang menjadi aturan kehidupan sosial antar
suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau di Barak GMP ini adalah:
a. Masyarakat pendatang yang tinggal di GMP diharuskan memiliki kartu keluarga (KK) dari Tanjuang Pangka.
b. Setiap masyarakat melakukan perbuatan kejahatan akan diserahkan ke pihak yang berwajib dan jika itu masyarakat pendatang, maka ia juga harus pindah dari Jorong Tanjuang Pangka.
c. Aturan dalam pembagian pekerjaan, atau pengelolaan lahan yaitu masing-masing masyarakat melakukan pekerjaannya
masing-masing sesuai dengan yang ditempatkan oleh pihak perusahaan yaitu antara lain ada yang menjadi pemanen kelapa sawit, membersihkan lahan, membersihalan taman, sampai pada
karyawan perusahaan. Kemudian untuk pengelolaan lahan yang pernah diberikan izin oleh perusahaan untuk dikelola oleh suku bangsa Nias sekarang sudah dijadikan perkebunan sawit karena hal itu pernah menjadi pemicu konflik antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau.
d. Aturan dalam beribadah, adapun yang menjadi aturan dalam beribadah yaitu suku bangsa Nias yang beragama Kristen harus menghargai suku bangsa Minangkabau yang beragama Islam, begitu juga sebaliknya adapun aturan yang menyangkut dalam beribadah ini antara lain: o Suku bangsa Nias yang
beragama Kristen tidak dibenarkan untuk membangun Gereja di Lingkungan tempat tinggal.
o Jika suku bangsa Nias melakukan ibadah pada hari minggu mereka hanya dibolehkan membuat tenda sebagai tempat peribadahan. o Jika suku bangsa Nias
melakukan peribadahan suku bangsa Minangkabau tidak boleh melakukan keributan seperti membunyikan musik
dengan suara yang keras, begitu juga jika ada suara adzan suku bangsa Nias tidak boleh menghidupkan musik.
o Suku bangsa Minangkabau yang beragama Islam dibolehkan membangun mushola di Lingkungan tempat tinggal, karena daerah GMP ini penduduk aslinya merupakan masyarakat beragama Islam. e. Aturan dalam tradisi, untuk keteraturan
dalam tradisi juga dibuat beberapa peraturan yaitu:
o Suku bangsa Nias memiliki tradisi memasak babi dan mengonsumsinya, hal ini boleh dilakukan secara tersembunyi, dan kemudian tulang-tulang babi tersebut harus dikubur dan tidak boleh dibuang di lingkungan sekitar atau di sembarang tempat.
o Jika pada upacara pernikahan biasanya suku bangsa Nias begadang dengan memsak babi dan meminum minuman tuak, bir, anggur atau sejenis minuman keras lainnya. Hal ini boleh dilakukan ketika di tengah malam pada saat Minangkabau sudah tidur atau kira-kira jam 1 tengah malam dengan syarat tidak meninggalkan bekas minuman dan membuang botol minuman tersebut jauh-jauh atau disimpan dirumah masing-masing.
o Pesta seperti ini tidak dibenarkan menghidupkan musik agar suku bangsa Minangkabau tidak terganggu. o Suku bangsa Minangkabau
diperbolehkan melakukan tradisi Minangkabau sesuai dengan adat Minagkabau yang ada.
2. Pemimpin Barak menyusun kegiatan-kegiatan yang dapat menyatukan antara kelompok suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau, kegiatan tersebut antara lain adanya pertemuan-pertemuan yang dibuat oleh pemimpin Barak dan harus dihadiri oleh semua masyarakat yang ada di Barak GMP, pertemuan
tersebut membahas tentang kehidupan yang harus saling menghargai, aturan-aturan yang harus dipatuhi, cara bersikap antar masyarakat yang sama-sama tinggal di Barak GMP.
D. Faktor Mempersatukan antar Suku Bangsa Nias dan Suku Bangsa Minangkabau di GMP
Berikut merupakan kegiatan yang dibuat oleh pemimpin Barak untuk menyatukan kehidupan sosial antar suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau di Jorong Tanjuang Pangka GMP:
1. Semua Masyarakat di GMP Mematuhi Aturan
setiap masyarakat harus saling menghargai, tidak boleh mengganggu ketenangan orang lain seperti suku bangsa Nias tidak melakukan keributan saat suku bangsa Minangkabau melakukan pengajian, atau suku bangsa Minangkabau tidak melakukan keributan saat suku bangsa Nias sedang melakukan upacara atau ritual keagamaan, adanya aturan adalah pengelolaan lahan perkebunan sawit atau bekerja sesuai dengan yang ditentukan perusahaan, aturan dalam tradisi atau kebiasaan walaupun berbeda tradisi dan kebiasaan antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau tetapi tidak boleh saling mengganggu, begitu juga dalam ibadah yang pada kenyataanya suku bangsa Nias merupakan masyarakat yang beragama Kristen dan suku bangsa Minangkabau beragama Islam tetapi mereka harus saling menghargai dan menghormati. 2. Teguran Pemimpin Barak
Pemimpin Barak sangat berperan penting dalam mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau karena pemimpin Barak ini merupakan tempat suku bangsa Nias dan suku bangsa
Minangkabau menyalurkan permasalahan yang mereka alami. Ketika
ada salah seorang dari suku bangsa Nias yang melapor kepada salah satu pemimpin Barak tentang hal-hal yang tidak mereka sukai dari suku bangsa Minangkabau, maka pemimpin Barakpun memberi teguran terhadap suku bangsa Minangkabau. Begitu juga sebaliknya jika ada salah satu suku bangsa Minangkabau yang melaporkan tentang
hal-hal yang mereka tidak sukai dari suku Nias, maka pemimpin Barakpun juga memberikan teguran terhadap suku bangsa Nias. Teguran ini berbentuk peringatan atau denda, hal ini berlaku pada setiap suku bangsa yang tinggal di GMP.
3. Adanya Kegiatan Gotong-Royong Gotong-royong dapat mengembangkan atau menciptakan rasa kebersamaan yang dilakukan masyarakat secara sukarela tanpa adanya jaminan berupa upah atau pembayaran dalam bentuk lainnya. Gotong-royong dapat dibentuk hanya dengan pemberitahuan kepada warga setempat. Begitu juga yang dilakukan oleh pemimpin Barak GMP dalam waktu tertentu menghimbau suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau yang tinggal di Barak Dalam atau Barak Tangah untuk melakukan gotong-royong dilingkungan tempat tinggal. Hal ini bertujuan agar lingkungan tempat tinggal tertata dengan rapi dan bersih, selain itu gotong-royong sangat bermanfaat karena dapat mempelancar komunikasi antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau yang tinggal di GMP. Walaupun pada kenyataannya antara ke dua suku bangsa tersebut sangat minim sekali komunikasi tapi dengan adanya gotong-royong mereka bisa berkumpul, bekerja sama, berkomunikasi, dan mengenal lebih dekat lagi, agar anggapan-anggapan negatif dari masing-masing suku bangsa Nias terhadap suku bangsa Minangkabau dan anggapan negatif dari masing-masing suku bangsa Minangkabau terhadap suku bangsa Nias ini dapat berkurang.
4. Adanya Pasar Bulanan
Di GMP juga ada pasar yang disebut dengan pasar bulanan. Dimana pasar ini diadakan sekali dalam setiap bulan yaitu pada tanggal 8 atau 9 pada setiap bulannya. Pasar bulanan di GMP ini dimulai semenjak tahun 2012 atas izin dari kepala Jorong Tanjuang Pangka. Pasar ini diadakan atas ide dari pemimpin-pemimpin Barak dan bekerja sama dengan ketua pemuda Jorong Tanjuang Pangka. Jarak tempuh antara GMP dari pusat kota adalah ±45 menit dari pusat kabupaten namun pasar ini
diadakan sekali dalam sebulan karena karyawan PT. GMP menerima gajian satu kali dalam sebulan dan lokasi pasar ini adalah di barak GMP. Di pasar ini siapa saja boleh berdagang termasuk suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau. Tujuan diadakan pasar ini adalah untuk mempelancar komunikasi antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau, diharapkan hubungan mereka membaik karena di pasar ini suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau akan bertemu dalam kegiatan jual beli. Suku bangsa Nias akan membeli dagangan suku Minangkabau, dan begitu juga sebaliknya suku Minangkabau akan membeli dagangan suku bangsa Nias. Tapi pada umumnya di pasar ini yang menjadi pedagang adalah suku bangsa Minangkabau dan suku bangsa Nias pun membeli barang dagangannya. Dengan adanya kegiatan jual beli ini suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau lebih mempelancar interaksi dan bertatap muka lebih banyak, menurut pemimpin Barak walaupun cara ini memang kurang efektif, namun setidaknya mereka bisa berinteraksi dan diharapkan bisa menghilangkan anggapan-anggapan negatif yang ada pada masing-masing suku bangsa tersebut.
5. Kompetisi atau Perlombaan-perlombaan
Kompetisi atau perlombaan merupakan persaingan yang bersifat positif dalam masyarakat dan mempersatukan anggota masyarakat. pemimpin-pemimpin Barak pun mengadakan kompetisi di GMP yang melibatkan pesertanya adalah suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau, hal ini bertujuan untuk mempelancar hubungan sosial antara kedua suku bangsa tersebut diharapkan dapat mengurangi perasaan-perasaan permusuhan yang sudah lama dipendam.. Lomba-lomba tersebut antara lain adalah:
a. Lomba Memasak Kreatif
Lomba memasak kreatif ini merupakan, lomba yang diadakan pada 17 Agustus tersebut yang beranggotakan oleh ibu-ibu. Biasanya lomba ini ada 10 group yang masing-masing anggotanya terdiri dari 6 orang, yaitu 3 orang dari suku
bangsa Nias dan 3 orang dari suku bangsa Minangkabau. Hal ini dilakukan agar suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau bisa lebih kompak. b. Lomba memancing
Lomba memancing ini biasanya diadakan satu kali dalam setahun di GMP, pesertanya yaitu kaum bapak-bapak ada yang dari suku bangsa Nias dan ada juga dari suku bangsa Minangkabau. Lomba ini diadakan di taman Pondok Pisang GMP. Peserta yang menang akan mendapatkan hadiah. Lomba ini diadakan karena adanya perencanaan oleh pemimpin Barak dan kerja sama masyarakat setempat, biasanya lomba ini sehari setelah perayaan hari proklamasi RI yaitu pada tanggal 18 Agustus. Menurut pemimpin Barak lomba ini bertujuan untuk menyatukan suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau di GMP yang menyimpan perasaan permusuhan, meskipun antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau ini banyak memiliki perbedaan dan perasaan saling tidak suka itu ada tapi pemimpin Barak berusaha membuat keadaan selalu damai.
c. Lomba Sepak Bola
Lomba sepak bola diikuti oleh remaja dari suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau, tujuannya sama dengan perlombaan lainnya yaitu untuk mempersatukan antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau sehingga remaja dari suku bangsa Nias harus diikut sertakan. Hal ini agar anak-anak dari suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau bisa berteman lebih dekat.
KESIMPULAN
Setelah melakukan penelitian dan menganalisis masalah yang telah dituliskan pada bab-bab sebelumnya maka diambil kesimpulan bahwa yang menjadi safety
valve (katup penyelamat) kehidupan sosial
antar suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau adalah tokoh masyarakat yaitu pemimpin-pemimpin Barak sebagai institusi yang dijadikan tempat suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau menyalurkan segala permasalahannya, selain pemimpin Barak juga ada pendeta tempat suku bangsa
Nias menyampaikan keluhan-keluhannya, dan segala permasalahan yang mereka alami, dan kemudian pemimpin Barak ini membuat aturan-aturan untuk dipatuhi secara bersama upaya atau strategi dapat mempersatukan atau ke dua suku bangsa tersebut. Berikut merupakan faktor dalam mempersatukan suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau di GMP:
1. Tokoh suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau harus mengikuti aturan yang sudah ditentukan sebelumnya di Barak GMP Jorong Tanjuang Pangka. Adapun aturan-aturan tersebut antara lain yaitu:
a. Masyarakat pendatang yang tinggal di GMP diharuskan memiliki kartu keluarga (KK) dari Jorong Tanjuang Pangka.
b. Setiap masyarakat melakukan perbuatan kejahatan akan diserahkan ke pihak yang berwajib dan jika itu masyarakat pendatang, maka ia harus pindah dari Jorong Tanjuang Pangka.
c. Adanya aturan dalam pembagian kerja.
d. Adanya aturan dalam beribadah.Adanya aturan dalam tradisi.
2. Tokoh suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau yang mengalami
masalah, menyampaikan, permasalahannya kepada pemimpin
Barak.
3. Pemimpiin Barak memberikan teguran terhadap pihak yang bersalah.
4. Pemimpin Barak mengadakan kegiatan gotong-royong selain untuk kebersihan juga bermanfaat untuk mendekatkan antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau.
5. Adanya pasar bulanan yaitu sekali dalam satu bulan.
6. Pemimpin Barak, serta kerjasama masyarakat setempat mengadakan lomba sekali dalam setahun, yaitu lomba memasak kreatif oleh kaum ibu-ibu, lomba memancing oleh kaum bapak-bapak, dan lomba sepak bola oleh kaum remaja.
SARAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka saran penulis adalah:
1. Kepada pemerintah Jorong Tanjuang Pangka lebih memperhatikan lagi kehidupan sosial atau masalah-masalah yang dialami antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau dan pempertegas semua aturan yang sudah dibuat.
2. pemimpin Barak harus membuat kegiatan yang lebih efektif lagi untuk mempersatukan suku bangsa Nias dan Minangkabau.
3. Kepada suku bangsa Nias, jika pindah atau mencari kehidupan di lingkungan suku bangsa Minangkabau atau dilingkungan masyarakat lain lebih baik membawa/memilih kepala suku, ketua, atau orang yang dapat bisa dituakan dan dapat memimpin suku bangsa Nias juga.
4. Masyarakat Nias dan Minangkabau harus hidup saling menghargai, meskipun dari segi etnis itu berbeda, namun masyarakat Nias dan Minangkabau adalah bagian dari bangsa Indonesia, meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu. Untuk mengatur kehidupan sehari-hari harus dimulai dari diri sendiri, tidak meluahkan semua permasalahan terhadap pemimpin setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.
Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Paloma, Margaret M. 2010. Sosiologi
Kontemporer. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Pruit, G Deans dan Rubin Z Jeffry. 2004.
Teori Konflik Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Siswono, Eko.2015. Demografi. Yogyakarta: Penerit Ombak.
Susan, Novri.2009. Pengantar Sosiologi
Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana Predana Media Group
Internet:
http://Sariasriesta.blog.com diakses pada 13