• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tapi memang benar aku selalu dihina

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tapi memang benar aku selalu dihina"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

arina mendengus setelah membaca sehelai kertas yang tiba-tiba meluncur ke atas meja tulisnya. Kertas putih berbentuk pesawat itu langsung mengganggu pikiran Karina.

“Kenapa Rin?” Tanya Shelly, teman sebangku Karina.

“Baca ini!” Ucap Karina seraya memberikan kertas tersebut pada sahabatnya. “Hah… Puisi lagi? Dari siapa sich?” Shelly meneliti kertas tersebut.

“Sepertinya berasal dari kelas kita…” Karina menarik kertas misterius itu dengan kasar. “Tiba-tiba saja kertas ini sudah berada di atas meja, padahal gue Cuma berpaling beberapa detik.” Karina mengingat-ingat.

Shelly langsung mengambil inisiatif untuk menanyakan kertas yang berisikan puisi itu kepada teman-temannya. Namun tak ada seorang pun yang mengakui kepemilikan kertas tersebut. Karina dan Shelly langsung pusing tujuh keliling.

“Jadi siapa donk yang mengirimkan kertas tersebut?” Tanya Karina lemas. “Mana puisinya selalu sama lagi!”

“Iya Rin, orang iseng dari mana sich itu? Nggak ada kerjaan lain apa?!!” Shelly melihat kertas di tangan Karina. “Coba aku baca lagi puisinya! Kadang ada satu huruf yang berubah.”

Kadang aku merasa bodoh

Bisa jadi aku memang bodoh

Kadang aku merasa terhina

Tapi memang benar aku selalu dihina

Kadang aku amat senang

Mungkin khayalan doang

(2)

Kadang aku merasakan suatu debaran

Kini aku benar-benar gemetaran

Karena ternyata aku telah jatuh cinta

Pada seorang dara

Memilik wajah jelita

Namanya Karina…

Sungguh aneh tapi nyata

Aku jatuh cinta padanya!

Oh Karina…

“Menurut kaca mata pengetahuanku ya Rin, ini puisi nggak ada puitis-puitisnya dech! Tapi puisi ini punya daya tarik tersendiri. Apa karena hampir setiap hari kamu mendapatkannya secara misterius? Tapi sumpah dech Rin, aku benar-benar penasaran!” Shelly mengeluarkan opininya.

“Lebih-lebih gue Shel! Siapa sich yang nggak terkejut dan penasaran kalau saban hari mendapatkan sebuah puisi yang isinya selalu sama. Hanya penempatan dan cara pemberiannya saja yang berbeda. Banyangkan Shel, kemarin waktu gue belanja sama Bik Iyem di supermarket… tiba-tiba ada anak kecil yang memberikan gue sebatang coklat yang dibungkus dengan kertas bertuliskan puisi ini. Nggak kebanyang dech betapa bingungnya gue.”

“Kamu nggak tanya sama anak itu siapa yang menyuruhnya memberikan coklat kepadamu?” Tanya Shelly.

(3)

“Lantas, apa katanya?”

Karina menggeleng. “Ternyata anak itu bisu dan tuli…”

Shelly menutup mulutnya karena terkejut. “Ah, masak sich…? Kamu nggak cari alternatif lain? Suruh dia menulis misalnya.”

“Udah Shel, ternyata dia buta huruf.”

“Ya ella…” Shelly kecewa. “Ya udah dech, nggak usah terlalu diambil pusing. Besok kita sewa ditektif untuk menyelidiki puisi tersebut. Sekarang, kita pulang yuk! Aku khan harus les balet hari ini…” Shelly memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.

“Narsis banget pake sewa ditektif! Nggak ada alternatif laen apa? Lagian, mau cari ditektif di mana…?”

“Tenang aja dech! Di sekolahan khan ada ditektif gadungan. Mereka biasanya bisa memecahkan berbagai macam masalah. Besok gue temenin kamu ke kantor mereka.”

Raut wajah Karina berubah. “Emang lo yakin dengan mereka? Didit CS khan?!!”

Shelly mencubit pipi Karina gemas. “Jangan sepele Rin. Walau gadungan, mereka udah diakui banyak orang. Malahan mereka pernah mendapatkan penghargaan dari kepolisian karena sepak terjang mereka. Kamu jangan ragu, percaya aja dech! Oia, namanya Raditya. Bukan Didit…”

“Alah! Gue sangsi sama mereka. Apalagi si Didit itu!”

“Sensi amat sich kamu sama si Raditya. Mentang-mentang kamu pernah dikalahkan dia waktu perlombaan puisi beberapa waktu lalu. Ingat non, nggak selamanya seseorang itu dalam keadaan menang. Kadang dia juga harus merasakan yang namanya kalah…”

“Udah siap pidatonya? Gue mau pulang!” Karina menyelempangkan tasnya dengan kasar. “Sampai jumpa besok.”

☻☻☻

“Kenapa sich Rin? Kamu koq sensi banget dengan Radit. Padahal dia selalu bersikap baik sama kamu.” Ujar Shelly pada suatu hari.

(4)

Karina mencibir. “Raditya lagi, Raditya lagi. Bosen gue! Gak ada pembicaraan yang lebih menarik lagi apa daripada si kunyuk itu?”

Shelly mendelik. “Kamu kenapa sich Rin? Setiap ku sebut nama Raditya pasti emosi. Masa’ kamu gak bisa melupakan kejadian yang udah lama berlalu?”

“May be…” Karina mengambil bukunya. “Gue curiga, jangan-jangan lo naksir sama si Didit.” Karina meninggalkan Shelly yang terperanjat kaget.

“Hai Kar! Apa kabar? Apa lo masih sering menerima puisi aneh itu?” Raditya menyapa Karina dengan senyum super duper manis.

“Apa urusan lo?!!” Tanya Karina kasar.

“Yach, kamu khan kelien kami. Wajar khan aku bertanya. Aku harap kamu dapat bertindak secara profesional, untuk mempermudah pekerjaan kami.”

“Eh Didit, asal lo tau aja ya… gue gak butuh bantuan orang-orang kayak lo! Lebih baik gue menerima jutaan puisi misterius dari pada gue meminta bantuan kalian! Gue gak butuh! Batalkan saja kerjasama versi lo itu. Ngerti?!!” Karina meninggalkan Raditya. “Oh ya, satu lagi yang perlu lo ingat, nama gue Karina bukan Kar…”

Raditya tersenyum misterius setelah kepergian Karina. “Jutek banget sich dia…” Raditya tersenyum. “Biarkan saja dia dengan segala keangkuhannya. Aku yakin, dia tidak seperti yang kita lihat. Dalam hati dia pasti masih penasaran, bahkan mungkin takut akan kehadiran puisi-puisi misterius itu. Biar saja…”

☻☻☻

“Shel, gue mau bicara!” Karina menarik Shelly menuju tempat yang sepi. “Kenapa lo lakukan semua ini?!!”

Shelly mengerutkan keningnya tak mengerti. “Maksud kamu?” “Gak usah berlagak blo’on dech!”

(5)

“Canda lo gak lucu!” Karina meninggalkan sahabat karibnya yang masih terbelenggu dengan ketidakmengertian.

“Tu anak emang harus dibawa ke psikiater dech! Sikapnya aneh akhir-akhir ini.” “Ada apa Shel?” Raditya menepuk bahu Shelly.

“Eh, kamu Dit. Ngejutin aja dech!”

Raditya tersenyum. “Sorry…” Ia menautkan kedua belah tangannya. “Btw, ada apa dengan Karina?” “Oh itu…, aku juga kurang ngerti. Sikapnya aneh beberapa hari ini. Barusan, dia tiba-tiba marah tanpa sebab.”

“Apa ada pengaruhnya dengan puisi misterius itu?”

“Sepertinya sich iya, tapi aku gak berani main tebak-tebakan dech.” Shelly melirik arloji di pergelangan tangannya. “Eh, Dit, aku cabut dulu yach! Ada tugas yang belum aku selesaikan.”

“Belum selesai dicontek maksudnya?”

Wajah Shelly bersemu merah. “Tau aja kamu! Udah ah, lama-lama di sini aku bisa disetrap. See U again Radit…”

Raditya tersenyum.

☻☻☻

“Kamu masih marah padaku Rin?” Tanya Shelly tiga hari kemudian. Karina membuang muka, tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya. “Maafin aku yach…”

Karina mendengus dan meninggalkan sahabatya. “Enak aja minta maaf. Gak tau apa kalo gue gak suka dengan si Didit. Malah pake acara minta bantuan dia lagi.” Gumam Karina dalam hati.

(6)

“Hai Yun! Ada apa?”

Yuni membuka dompetnya. “Ada titipan dari seseorang untuk kamu.” Kening Karina berkerut. “Dari siapa?”

“Gak tau tuch! Pembokatku yang memberikannya.” “Pembokat lo???”

Yuni mengangguk. “Katanya dari tukang sayur yang setiap pagi keliling kompleks.” Ponsel Yuni berdering. “Aku pergi dulu ya Rin, ada perlu sama ketua OSIS. Kapan-kapan kita sambung lagi. Dagh…”

“Tapi Yun…” Karina mendengus karena Yuni telah meninggalkannya. “Pasti puisi misterius itu lagi!” Tanpa membaca isinya, Karina membuang sehelai kertas tersebut. “Gue gak butuh!”

☻☻☻

Pagi menjelma bagaikan siang. Matahari bersinar dengan garang, anginpun ikut-ikutan membawa hawa panas dan berdebu. Saat itu jarum jam menunjukkan pukul 8.30. masih cukup awal untuk disebut siang.

“Masih marah Rin?”

“Gak lagi. Asalkan lo mau membelikan gue es jeruk di kantin.”

“What? Gila kamu Rin! Bisa dihajar Pak Bagus aku.” Shelly bergidik ngeri seraya menatap sang guru olahraga yang sedang memberi hukuman pada murid-murid yang tidak disiplin dalam pelajarannya. “Anak-anak yang gak bawa pakaian olahraga saja dihukum, apalagi kalo sampai Pak Bagus tau kalo aku pergi ke kantin membeli air. Ogah ah!”

“Ya sudah.” Karina menggeser duduknya. “Gak ada kata maaf…” “Aduh Rin… gak ada apa hal lain yang bisa meluluhkan hati kamu?” “Es jeruk.”

“Rin…”

(7)

“Yang lain donk Rin…” Shelly berusaha bernegosiasi.

“Gue mau es jeruk sekarang juga!” Karina mengipasi tubuhnya. “Gampang khan?”

Shelly merengut. “Gampang sich gampang, tapi bukan untuk saat ini. Waktu istirahat aja yach? Aku belikan 10 gelas.”

“Se... Ka… Rang!!!”

Shelly mendesah. “Hm, oke dech! Semua akan aku lakukan untuk kamu…” Shelly menemui Pak Bagus dengan wajah lugu namun penuh beban. “Terima kasih ya Pak.” Dengan cepat Shelly meninggalkan Pak Bagus.

“Shelly! Kamu mau ke mana?”

Belum lima langkah Shelly menjauh, pertanyaan Pak Bagus bertandang ke telinganya. Shelly meringis. “Ke toilet…”

“Toilet ada di belakang saya. Bukan di depan saya.”

“Tapi khan saya harus membeli pembalut dulu di koperasi…” Ucap Shelly pelan. Namun terdengar jelas di telinga. “Udah ya Pak, saya kepepet banget nich!”

Pak Bagus menggelengkan kepala. “Ada-ada saja. Harusnya kalau PMS itu membawa banyak persediaan. Bagi yang siswi, ingat itu!”

Tak ada yang bersuara. Semua tertawa, hanya di dalam hati. ☻☻☻

Referensi

Dokumen terkait

Lalu dalam penyimpanan file data – data Band, data georeference, data deteksi awan akan lebih baik jika ditempatkan dalam folder yang mudah ditemukan dan beri nama file

Berdasar hasil penelitian dan kesimpulan dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa PJKR yang menempuh mata kuliah pengajaran permainan net memiliki kemampuan gerak

Dari pengamatan ini dapat dibuat sebuah hipotesa bahwa perbedaan lokasi yang memiliki suhu berbeda pula cukup berpengaruh pada persentasi terbang imago dari pupa

Berdasarkan grafik tersebut dapat menunjukkan bahwa pendapatan baik itu Jumlah Pendapatan Asuransi maupun Pendapatan Investasi Asuransi Sinarmas syariah setiap

Kepeloporan para pemimpin politik dalam membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat atas nilai demokrasi dan kebangsaan itu sangat diperlukan, agar makna kemerdekaan

Para dosen dan asisten dosen serta karyawan dan karyawati Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Antasari Banjarmasin yang telah banyak memberikan ilmu dan layanan yang

Alasan-alasan tersebut dapat memberikan jawaban bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya tindakan tidak aman diantaranya (1) manajemen dalam hal peraturan dan

rencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Halmahera timur memulai dengan membangun Komitmen pegawainya, membuat disiplin kerja yang nyaman serta menerapkan ting- kat kedisiplinan