EPIDEMIOLOGI DAN PERMASALAHAN PENYAKIT ZOONOSIS
dr. Eka Nofita M.Biomed
Epidemiologi
• Ilmu yang mempelajari tentang
frekuensi dan distribusi (penyebaran)
serta determinant masalah kesehatan
pada sekelompok orang atau
masyarakat serta determinasinya
(faktor-faktor yang
• Beberapa penyebab meningkatnya kejadian zoonosis antara lain:
– Perubahan lingkungan
– Berkembangnya pemukiman baru yang menggunakan wilayah yang sebelumnya tidak ditempati
– Kebutuhan protein hewani yang tinggi
– Intensifikasi produksi hewan serta percepatan perdagangan hewan dan produk hewan.
• meningkatnya kegiatan usaha
peternakan adalah kemungkinan
menyebarnya penyakit hewan ke
manusia (zoonosis)
Pengendalian dan pemberantasan
penyakit zoonotik
• Memerlukan kerjasama antar sektor/
departemen yang kuat
• Perlu partisipasi masyarakat
– Menjaga kebersihan lingkungan
– Melaporkan pada perangkat desa jika ada kejadian kematian mendadak pada hewan.
Penyakit zoonosis yang terdapat di Indonesia
a.l:
• Rabies • Antraks • Sistiserkosis dan taeniasis • Salmonellosis • Leptospirosis • Bruselosis • Tuberkulosis • Toksoplasmosis • Sistosomiasis • Japanese encephalitis • Avian Influensa• Taeniasis merupakan penyakit infeksi endemik di negara Amerika Tengah dan Amerika Selatan, di Asia seperti Korea, Cina, Filipina, Thailand, Afrika, Eropa
Timur, Nepal, Buthan, India dan Indonesia • Daerah endemik taeniasis dan sistiserkosis
di Indonesia yaitu Bali, Papua dan Sumatera Utara
• kisaran prevalensi 2–48% ( Papua paling tinggi)
• Taeniasis yang disebabkan oleh
cestoda T.solium dan T. saginata
banyak ditemukan di daerah Bali
• taeniasis yang disebabkan oleh
T.asiatica banyak ditemukan di Pulau
Samosir Sumatra Utara
• taeniasis yang disebabkan oleh
T.solium banyak ditemukan di Irian
Jaya (sekarang Papua)
• Subahar (2001) melaporkan
prevalensi di Jayawijaya 50,1% (160
sampel darah) positif sistiserkosis
pada uji immunoblot.
• Di daerah Bali ditemukan 1,65%
(363 sampel) positif sistiserkosis
pada uji immunoblot.
• Manusia terinfeksi penyakit taeniasis
dikarenakan mengkomsumsi daging
babi yang terinfeksi larva Taenia
solium atau daging sapi yang
terinfeksi larva Taenia saginata
• Terinfeksi sistiserkosis jika tertelan
telur Taenia solium
• Upaya Pencegahan
– Mengobati penderita (praziquantel,
mebendazole, albendazole, niclosamide dan atabrin)
– Pengawasan terhadap penjualan daging babi dan / sapi agar tidak tercemar oleh larva
cacing (sistiserkus).
– Memasak daging babi dan / sapi di atas suhu 50˚C selama 30 menit untuk mematikan larva sistiserkus atau menyimpan pada suhu 10 ˚C selama 5 hari.
– Menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak buang air besar di sembarang tempat (pemakaian jamban keluarga) agar tidak mencemari tanah dan rumput
– Menjaga higiene personal dengan rajin mandi, mencuci tanggan sebelum makan atau mengolah makanan.
– Meningkatkan pendidikan komunitas dalam kesehatan (kebersihan,
– Peternakan sapi dan babi yang sesuai standar
– Memberikan vaksin pada hewan ternak babi dan / sapi (penggunaan crude
antigen yang berasal dari onkosfer, sistisersi, atau cacing dewasa Taenia solium)
– Memberikan Cestosida (praziquantel, dan oxfendazole) pada hewan ternak babi dan / sapi.
Toksoplasmosis
• Disebabkan oleh Toxoplasma gondii
• manusia sebagai hospes perantara, kucing dan berbagai jenis Felidae lainnya sebagai hospes definitif
• Infeksi Toxoplasma tersebar luas, diperkirakan sepertiga penduduk dunia mengalami infeksi penyakit ini
• Keadaan ini ditunjang oleh beberapa faktor
seperti sanitasi lingkungan dan banyak sumber penularan terutama kucing dan sebangsanya (Felidae)
• Manusia dapat terkena infeksi parasit
ini dengan cara didapat (Aquired
toxoplasmosis) tertelannya ookista
dan kista jaringan dalam daging
mentah atau kurang matang
• maupun diperoleh semenjak dalam
kandungan (Congenital
toxoplasmosis)
transplasental
pada waktu janin dalam kandungan
• Infeksi Toxoplasma sebagian besar
berlangsung asimtomatis
• Perhatian:
– bila seorang ibu yang sedang hamil
mendapat infeksi primer, ada kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan anak dengan toksoplasmosis kongenital.
– Infeksi T. gondii pada individu dengan
imunodefisiensi menyebabkan manifestasi penyakit dari tingkat ringan sampai berat
• Prevalensi toksoplasmosis di
berbagai negara berbeda-beda
– Eropa Selatan >60%, Eropa Utara < 20%.
– Amerika Tengah mencapai 90%.
– Denmark : prevalensi toksoplasmosis kongenital pada bayi baru lahir adalah 2,1/10000 kelahiran hidup
– Amerika Serikat : 3-70% orang sehat telah terinfeksi Toksoplasma gondii.
• Prevalensi toksoplasmosis pada
manusia di Indonesia mencapai
2-63%
– Surabaya : 58%(Konishi et al.,2000). – Jakarta mencpai 75% (Tereshawa, et
al.,2003).
Faktor resiko toksoplasmosis
• faktor resiko pemeliharaan kucing • konsumsi daging setengah matang
• konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mentah yang tidak dicuci
• konsumsi susu yang tidak di pasteurisasi • tidak mencuci tangan sebelum makan
setelah melakukan aktivitas seperti berkebun,
• orang yang melakukan transfusi darah atau transplantasi organ
• kucing mengeluarkan berjuta juta ookista dalam tinjanya
• Feses kucing yang mengandung ookista
akan mencemari tanah (lingkungan) dan
dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia maupun hewan.
• Tingginya resiko infeksi toksoplasma
melalui tanah yang tercemar, disebabkan karena oosista bisa bertahan di tanah
Pencegahan
• memberi makanan yang matang sehingga kucing tidak berburu tikus atau burung. • kucing diberikan monensin 200 mg/kg
melalui makanannya, maka tidak akan mengeluarkan ookista bersama tinjanya
• ookista yang berada di dalam tanah, dapat diusahakan dimatikan dengan bahan kimia seperti formalin, amonia dan iodin dalam bentuk larutan serta air panas 70oC yang disiramkan pada tinja kucing
• Mencuci tangan yang bersih dengan sabun sebelum makan.
• Sayur mayur yang dimakan sebagai lalapan harus dicuci bersih
• Makanan yang matang harus di tutup rapat • Kista jaringan dalam hospes perantara
(kambing, sapi, babi dan ayam) sebagai
sumber infeksi dapat dimusnahkan dengan memasaknya sampai 66 0C atau mengasap
• Setelah memegang daging mentah (tukang jagal, penjual daging, tukang masak)
sebaiknya cuci tangan dengan sabun sampai bersih.
• Pencegahan dengan obat-obatan, terutama pada ibu hamil yang diduga menderita
infeksi primer dapat dilakukan dengan spiramisin.
Schistosomiasis
• Schistosomiasis (bilharziasis) adalah
infeksi yang disebabkan oleh cacing
pipih (cacing pita) schistosoma
• jenis schistosoma yang menyebabkan
schistosomiasis pada orang:
Schistosoma hematobium,
Schistosoma mansoni, Schistosoma
japonicum, Schistosoma mekongi,
• Di Indonesia: Schistosoma japonicum
• Endemik di dua daerah di Sulawesi
Tengah, yaitu di Danau Lindu dan
Lembah Napu.
• Secara keseluruhan penduduk yang
berisiko tertular schistosomiasis
(population of risk) sebanyak 15.000
orang.
• Schistosomiasis diperoleh dari
berenang, menyeberangi, atau mandi
di air bersih yang terkontaminasi
dengan parasit yang bebas berenang.
( serkaria menembus kulit)
Pencegahan
• menghindari berenang, mandi, atau
menyeberang di air alam di daerah
yang diketahui mengandung
Penanggulangan
• telah dilakukan sejak tahun 1974 dan
secara intensif dimulai pada tahun 1982. • pengobatan penduduk secara massal
• kegiatan penyuluhan
• pengadaan sarana kesehatan lingkungan • pemeriksaan tinja penduduk
• pemeriksaan keong penular dan tikus secara berkala dan rutin.
• pemberantasan siput penular (O. hupensis
lindoensis) dengan molusisida dan agroengineering
Permasalahan:
• harus melibatkan banyak faktor,
• pengobatan massal tanpa diikuti oleh
pemberantasan hospes perantara tidak akan mungkin menghilangkan penyakit tersebut • Selain itu schistosomiasis di Indonesia
merupakan penyakit zoonosis sehingga
sumber penular tidak hanya pada penderita manusia saja tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi
Balantidosis
• Disebabkan oleh Balantidium coli ( protozoa ciliata)
• Hospes : babi, tikus, kera
• Banyak ditemukan pada babi yang dipelihara
• Infeksi pada manusia terjadi jika tertelan kista : dari tangan ke mulut, melalui
makanan yang terkontaminasi
• Terutama orang yang memelihara babi dan yang membersihkan kandang babi