• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.4 Teori Graf

Sebelum sampai pada pendefenisian masalah lintasan terpendek, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan mengenai konsep-konsep dasar dari model graf dan representasinya dalam memodelkan masalah lintasan terpendek.

Definisi 2.1. Sebuah graf G adalah pasangan (V,E) dimana V adalah himpunan tak kosong yang anggotanya disebut verteks dan E adalah himpunan yang anggotanya adalah pasangan tak berurut dari verteks V yang disebut edge.

Secara umum graf dapat digambarkan dengan suatu diagram dimana verteks ditunjukkan sebagai titik yang dinotasikan dengan vi , i = 1, 2, …,P dan edge digambarkan dengan sebuah garis lurus atau garis lengkung yang menghubungkan dua verteks (vi, vj) dan dinotasikan dengan ek . Sebagai ilustrasi

dapat dilihat gambar 2.1. yaitu suatu graf yang mempunyai empat verteks dan delapan edge.

a

b

c

d

1

2

3

4

5

6

7

8

(2)

2.2.Permasalahan Optimisasi

Secara umum, penyelesaian masalah pencarian jalur terpendek dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode konvensional dan metode heuristik. Metode konvensional diterapkan dengan perhitungan matematik biasa, sedangkan metode heuristik diterapkan dengan perhitungan kecerdasan buatan.

Metode Konvensional

Metode konvensional adalah metode yang menggunakan perhitungan matematik biasa. Ada beberapa metode konvensional yang biasa digunakan untuk melakukan pencarian jalur terpendek, diantaranya: algoritma Djikstra, algoritma Floyd-Warshall, dan algoritma Bellman – Ford.

Metode Heuristik

Metode Heuristik adalah sub bidang dari kecerdasan buatan yang digunakan untuk melakukan pencarian dan optimisasi. Ada beberapa algoritma pada metode heuristik yang biasa digunakan dalam permasalahan optimisasi, diantaranya algoritma genetika, algoritma semut, logika fuzzy, jaringan syaraf tiruan, pencarian tabu, Self-Organizing Map, dan lain-lain. [ Siang, Jong Jek, 2005].

2.3. Lintasan Terpendek (Shortest Path)

Setiap path dalam digraf mempunyai nilai yang dihubungkan dengan nilai path tersebut, yang nilainya adalah jumlah dari nilai edge path tersebut. Dari ukuran dasar ini dapat dirumuskan masalah seperti “ mencari lintasan terpendek antara dua vertek dan meminimumkan biaya”.

(3)

Banyak bidang penerapan mensyaratkan untuk menentukan lintasan terpendek berarah dari asal ke tujuan di dalam suatu distribusi aliran berarah. Algoritma yang diberikan dapat dimodifikasi dengan mudah untuk menghadapi lintasan berarah pada setiap iterasinya.

Suatu versi yang lebih umum dari masalah lintasan terpendek adalah menentukan lintasan terpendek dari sembarang verteks menuju ke setiap verteks lainnya. Pilihan lain adalah membuang kendala tak negatif bagi “jarak”. Suatu kendala lain dapat juga diberlakukan dalam suatu masalah lintasan terpendek.

Andaikan diberikan sebuah graf G dalam tiap edge (x,y) dihubungkan dengan verteks a (x,y) mewakili panjang dari edge. Dalam beberapa hal, panjang sebenarnya mewakili biaya atau beberapa nilai lainnya. Panjang dari lintasan adalah menentukan panjang jumlah dari masing-masing edge yang terdiri dari lintasan. Untuk 2 verteks s dan t dalam G, ada beberapa lintasan dari s ke t . Masalah lintasan terpendek meliputi bagaimana pencarian lintasan dari s ke t yang mempunyai lintasan terpendek dan biaya termurah.

Pada persoalan ini akan terdorong bagaimana menyelesaikan suatu persoalan dalam menentukan lintasan terpendek dan biaya termurah pada suatu jaringan dengan mengimplementasikannya ke dalam graf dengan menggunakan penyelesaian beberapa algoritma yang dapat diimplementasikan.

Definisi 2.2. Lintasan terpendek antara dua verteks dari s ke t dalam jaringan adalah lintasan graf berarah sederhana dari s ke t dengan sifat dimana tidak ada lintasan lain yang memiliki nilai terendah. [L. R, Foulds, 1984]

(4)

X4 1 3 X3 2 X2 X7 3 Contoh 2.2.

Gambar 2.2. Shortest path (1 – 4, 4 - 5)

Pada gambar 2.2. dapat dilihat bahwa setiap edge terletak pada path-path dari titik 1 ke titik 5. Edge merepresentasikan saluran dengan kapasitas tertentu (contohnya, air) dapat dialirkan melalui saluran. Sedangkan verteks merepresentasikan persimpangan saluran. Air mengalir melalui verteks pada verteks yang dilalui Lintasan terpendek dari verteks pada graf di atas adalah P = {1 – 4, 4 – 5} dengan kapasitas 4.[ L.R, Foulds, 1984].

2.4 Traveling Saleman Problem

Persoalan TSP merupakan salah satu persoalan kombinatorial. Banyak permasalahan yang dapat direpresentasikan dalam bentuk TSP. Persoalan ini sendiri menggunakan representasi graf untuk memodelkan persoalan yang diwakili sehingga lebih memudahkan penyelesaiannya. Diantara permasalahan yang dapat direpresentasikan dengan TSP ialah masalah transportasi, efisiensi pengiriman surat atau barang, perancangan pemasangan pipa saluran, proses pembuatan PCB (Printed Cirtcuit Board) dan lain-lain. Persoalan yang muncul ialah bagaimana cara mengunjungi simpul (node) pada graf dari titik awal ke setiap titik-titik lainnya dengan bobot minimum. Bobot ini sendiri dapat mewakili

5 X5 3 5 1 2 4 1 X6 5 X8 2 X1

(5)

berbagai hal, seperti biaya, jarak, bahan bakar, waktu, dan lainnya yang semuanya juga berimplikasi pada besarnya biaya.

Persoalan TSP atau pedagang keliling ialah sebuah persoalan optimisasi untuk mencari rute terpendek bagi seorang pedagang keliling (salesman) yang ingin menjajakan produknya di beberapa kota dengan batasan bahwa dia pergi dari sebuah kota ke setiap kota-kota lainnya yang menjadi target penjualan produknya dan harus kembali ke kota asal keberangkatan. Persoalan optimisasi yang ingin dicapai ialah rute yang dilalui, waktu dan biaya yang digunakan paling minimum.

Beberapa metode algoritma telah dikembangkan untuk menyelesaikan persoalan TSP ini. Bila dipandang dari sudut komputasinya, algoritma ini dapat diselesaikan dengan cepat walaupun dengan menggunakan algoritma brute force sekalipun, jika kota-kota yang akan dikunjunginya sedikit. Namun, jika kota-kota yang akan dikunjungi banyak, maka algoritma seperti brute force tidaklah menjadi pilihan lagi. Sebab, algoritma brute force sendiri memiliki kompleksitas O(n!) jika kota-kota yang akan dikunjungi diasumsikan sebagai graf lengkap yang saling terhubung antara satu kota dengan kota yang lainnya.

Misalkan diberikan contoh kasus yang diselesaikan dengan brute force seperti di bawah ini:

Gambar 2.3 graf yang mempunyai bobot

Jumlah titik (tempat) yang terdapat dalam contoh kasus di atas ialah empat buah, dan jumlah kemungkinan jalur yang akan dilalui ada tiga buah, yaitu:

(6)

Gambar 2.4 Alternatif Penyelesaian

• Lintasan pertama = (a → b → c → d → a) atau (a → d → c → b → a) memiliki panjang lintasan = 10 + 12 + 8 + 15 = 45

• Lintasan kedua = (a → b → d → c → a) atau (a → c → d → b → a) memiliki panjang lintasan = 12 + 5 + 9 + 15 = 41

• Lintasan ketiga = (a → c → b → d → a) atau (a → d → b → c → a) memiliki panjang lintasan = 10 + 5 + 9 + 8 = 32

Dari hasil ketiga enumerasi di atas didapatkan panjang jalur lintasan paling minimum yaitu 32. Namun, jumlah enumerasi dari algoritma ini ialah (n - 1)! yang akan memerlukan waktu yang sangat lama untuk mendapatkan panjang lintasan paling minimum jika nilai n bernilai sangat besar. Beberapa metode telah dikembangkan untuk memecahkan masalah ini namun belum ditemukan algoritma penyelesaian yang optimal.

2.4.1 Sejarah Permasalahan TSP

Permasalahan matematik yang berkaitan dengan TSP mulai muncul sekitar tahun 1800-an. Masalah ini dikemukakan oleh dua orang matematikawan, yaitu Sir William Rowan Hamilton yang berasal dari Irlandia dan Thomas Penyngton Kirkman yang berasal dari Inggris. Diskusi mengenai awal studi dari persoalan TSP ini dapat ditemukan di buku Graph Theory 1736-1936 by N.L. Biggs, E.K. LLoyd, and R.J. Wilson, Clarendon Press, Oxford, 1976. Bentuk umum dari persoalan TSP pertama kalidipelajari oleh para matematikawan mulai tahun 1930-an oleh Karl Menger di Vienna d1930-an Harvard. Persoal1930-an tersebut kemudi1930-an dikembangkan oleh Hassler Whitney dan Merril Flood di Princeton. Penelitian secara mendetail hubungan antara Menger dan Whitney, dan perkembangan

(7)

persoalan TSP sebagai sebuah topik studi dapat ditemukan pada tulisan Alexander Schriver “On the history of combinatorial optimization (till 1960)”.

2.4.2 Perkembangan Penyelesaian Persoalan TSP

Bagaimana kita mengukur kemajuan dalam penyelesaian persoalan TSP? Sebuah penilaian sederhana pasti mengatakan bahwa metode A lebih baik daripada metode B jika A membutuhkan waktu yang lebih singkat atau sumber daya yang lebih sedikit untuk menyelesaikan setiap contoh persoalan. Ini merupakan sebuah aturan yang jelas. Namun, masalah penilaian untuk metode ini akan sulit untuk dilakukan karena metode-metode yang sangat berkaitan erat satu sama lain tidak dapat dinilai hanya melalui perbandingan yang sederhana. Sepertinya perlu dilakukan pertimbangan ulang untuk menentukan kriteria perbandingan antar metode tersebut. Oleh karena itu, penilaian yang lebih baik harus mengesampingkan hasil contoh kasus kecil seperti di atas karena contoh-contoh kasus tersebut dapat diselesaikan oleh seluruh teknik penyelesaian yang baik. Sejauh ini, jika diberikan sejumlah n kota, penilaian seharusnya difokuskan pada n-kota yang benar-benar sulit untuk diselesaikan dengan menggunakan metode-metode yang diajukan yang nantinya akan diuji mana yang lebih baik. Dengan pendekatan ini, kita kemudian dapat menentukan apakah metode A lebih baik daripada metode B jika diberikan persoalan n-kota dengan n sebuah bilangan yang besar. Agar ide perbandingan metode-metode di atas dapat diaplikasikan, kita dapat menganalisis metode-metode penyelesaian yang diberikan untuk dapat memberikan jaminan bahwa setiap n akan memakan waktu sejumlah f

( )

n untuk berapapun n-kota TSP, dimana f

( )

n ialah sebuah fungsi yang menghasilkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan persoalan TSP n-kota.

Sekarang untuk membandingkan dua buah metode penyelesaian, kita membandingkan fungsi mana yang menghasilkan hasil yang terbaik yang diberikan di antara dua buah solusi penyelesaian tersebut. Hal ini tentu saja menghasilkan hasil perhitungan yang salah karena sebuah metode penyelesaian yang benar-benar baik namun dianalisis dengan buruk akan terlihat buruk jika

(8)

dibandingkan dengan metode penyelesaian lain yang dianalisis dengan baik. Pada beberapa persoalan komputasi, bagaimanapun juga, studi mengenai algoritma dan fungsi telah memberikan hasil yang baik dan penting bagi pengembangan untuk penyelesaian persoalan praktis. Hal ini telah menjadi subjek studi utama di dalam Bidang Ilmu Komputer. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa metode – metode penyelesaian persoalan TSP adalah untuk mengembangkan metode penyelesaian

yang memiliki fungsi, contohnya

( ) (

n = n−1

) (

!= n−1

) (

× n−2

) (

× n−3

)

...×3×2×1

f dan jumlah jalur perjalanan

antar kota yang mungkin terjadi ialah

(

n−1

)

!/2. Ditemukan hasil yang lebih baik setelah dikembangkan lagi pada tahun 1962 oleh Michael Held dan Richard Karp, ditemukannya algoritma yang menghasilkan f

( )

n yang memiliki proporsi n22n, yaitu n× n×2×2×2×...×2, dimana ada sebanyak n perkalian 2. Untuk setiap n yang bernilai besar, fungsi f

( )

n Held-Karp akan selalu lebih kecil jika dibandingkan dengan

(

n−1

)

!. Bagi setiap orang yang tertarik untuk menyelesaikan persoalan TSP, adalah sebuah kabar buruk bahwa selama 45 tahun sejak Held dan Karp menemukan fungsi

( )

n

n n

f = 22 ternyata tidak ditemukan fungsi f

( )

n yang lebih baik. Hal ini tentu saja mengecewakan karena dengan n = 30 fungsi f

( )

n Held-Karp menghasilkan nilai yang sangat besar. Dan untuk n = 100, adalah suatu hal yang mustahil untuk menyelesaikan persoalan ini dengan kemampuan yang dimiliki komputer yang ada saat ini. Perkembangan fungsi

( )

n

f dalam TSP yang sangat lambat ini mungkin memang tidak dapat kita hindari dengan kemampuan komputer yang ada saat ini, bisa jadi memang tidak ada metode penyelesaian persoalan yang menghasilkan f

( )

n memiliki tingkat performasi yang baik, misalnya nc dimana c ialah sebuah konstanta, oleh karena itu, n×n×n×...×n dimana n muncul sebanyak c kali. Diskusi mengenai teknis permasalahan ini dapat dilihat pada tulisan Stephen Cook’s dan Institut Matematika Clay menawarkan hadiah sebesar satu juta US dolar bagi siapa pun yang dapat menemukan metode yang lebih baik. Persoalan kompleksitas TSP ialah sebuah pertanyaan yang mendalam di bidang matematik. Tetapi situasinya ialah sekarang kita mendapatkan sedikit informasi yang berguna dengan melihat

(9)

pada kasus dengan tingkat performansi terburuk dari metode penyelesaian masalah TSP.

Dengan sedikit informasi yang tersedia, para peneliti TSP telah berusaha untuk mengukur perkembangan dengan cara melihat bagaimana implementasi pada komputer dari metode-metode penyelesaian tersebut untuk menyelesaikan persoalan pada contoh kasus yang diberikan. Maksudnya ialah bahwa dengan memperbesar ukuran dan variasi contoh kasus yang dapat diselesaikan, kita akan memperoleh kemajuan dan solusi praktis dari TSP. Walaupun pergantian proses perbandingan untuk mendapatkan suatu perbandingan yang baik seperti yang kami tawarkan di awal lemah, namun tes komputasi praktis ini telah membawa para peneliti TSP kepada metode penyelesaian TSP berkembang lebih baik. Dan yang lebih penting lagi, usaha-usaha tersebut telah mengarahkan penelitian ke dalam pengembangan alat optimisasi yang bersifat umum. Contoh kasus yang paling umum digunakan dalam studi komputasi sekarang ialah himpunan data tes TSPLIB Gerd Reinelt. TSPLIB yang memiliki lebih dari 100 contoh kasus mulai dari industri, geografi, dan akademi. Untuk melengkapi koleksi ini, contoh kasus lebih jauh tersedia di koleksi National TSP dan VLSI TSP. Sebuah tanda yang mudah dikenali untuk mengukur perkembangan pada data tes ialah perkembangan jumlah data TSP terbesar yang dapat diselesaikan yang terus meningkat selama beberapa tahun, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5 di bawah ini.

Gambar 2.5 Grafik pemecahan permasalahan TSP dengan n-kota terhadap tahun diselesaikan

(10)

Catatan perkembangan di atas dimulai oleh tulisan klasik Danzig, Fulkerson, dan Johnson pada tahun 1954 dimana mereka menyelesaikan permasalahan TSP 49-kota yang terdiri dari seluruh negara bagian di Negara Amerika (Alaska dan Hawaii belum masuk di dalamnya) termasuk juga Washington, D. C. Daftar perkembangan persoalan yang muncul telah disebutkan pada pembahasan di atas. Perkembangan contoh persoalan TSP, diukur dengan skala logaritma terhadap jumlah kota yang dimodelkan dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini.

Gambar 2.6 Grafik pemecahan permasalahan TSP dengan n-kota terhadap Tahun dielesaikan dengan skala logaritma

Dari gambar 2.5 dan 2.6 di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa perkembangan penyelesaian persoalan TSP telah dicapai selama lebih dari 30 tahun ke belakang. Jika hal ini terus berlanjut, kita dapat memperkirakan bahwa untuk 30 tahun ke depan kita dapat menyelesaikan persoalan TSP dengan jumlah kota yang berjumlah jutaan.

2.5 Model Pemrograman Linier

Model Pemrograman Linear (MPL) memiliki sebuah fungsi objektif dari satu atau lebih kendala. Pada fungsi objektif terdapat parameter yang disebut koefisien fungsi objektif (objective function coefficients). Koefisien fungsi objektif

(11)

menggambarkan kontribusi satu satuan variabel keputusan terhadap nilai fungsi objektif. Koefisien fungsi objektif yang selama ini dikenal dalam pembahasan MPL bersifat tegas (crisp), meskipun demikian tetap memiliki satu atau lebih kendala.

Sejak dikembangkan oleh George Dantzig pada tahun 1947, Model Pemrograman Linear (MPL) telah banyak digunakan dalam pemecahan masalah optimisasi di berbagai sektor industri dan jasa. Bahkan telah dilakukan survey kepada perusahaan-perusahaan yang pernah dilakukan oleh Fortune 500 menunjukkan 85% dari respondennya menggunakan MPL (Winston, 2003). MPL tersusun atas dua komponen utama yaitu fungsi objektif dan kendala. Fungsi objektif berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai. Fungsi ini akan dimaksimumkan misalnya bila menyatakan keuntungan, atau diminimumkan bila berkaitan dengan besarnya ongkos produksi yang harusdikeluarkan. Fungsi objektif adalah fungsi dari beberapa variabel yang disebut variabel keputusan. Pada realitanya keseluruhan variabel keputusan ini harus memenuhi satu set pertidaksamaan yang disebut kendala. Setiap MPL memiliki 3 buah parameter, yaitu koefisien fungsi objektif (objective function coefficient atau KFO) yang terdapat pada fungsi objektif, serta koefisien teknologi (technological coefficient) dan koefisien ruas kanan (right-hand side coefficient) yang keduanya terdapat pada kendala. KFO yang selama ini dikenal dalam pembahasan MPL bersifat tegas (crisp), demikian pula halnya dengan kendala.

Secara ringkas MPL beserta kedua komponen utama (fungsi objektif dan kendala) dan ketiga parameternya (KFO, koefisien teknologi serta ruas kanan) dapat dimodelkan sebagai berikut:

maksimasi

= = n j j jx c cx 1 (1) terhadap kendala Axb (2) 0 ≥ x (3)

(Catatan: “maksimasi” dapat diubah jadi “minimasi” dan “≤” pada model (2) dapat diubah menjadi “≥” atau “=”)

(12)

Pada model (1)-(3) di atas: ƒ vektor

(

)

T n j x x x

x= 1L L disebut vektor keputusan, sedangkan x disebut j variabel keputusan ke-j,

ƒ vektor baris c=

(

c1LcjLcn

)

disebut vektor koefisien fungsi objektif, sedangkan c adalah koefisien fungsi objektif (KFO) dari variabel j keputusan ke-j

ƒ

[ ]

mxn ij a

A= adalah matriks koefisien teknologi, sedangkan a adalah ij koefisien teknologi dari variabel keputusan ke-j pada kendala ke-i,

ƒ vektor

(

)

T

n

i b

b b

b= 1L L disebut vektor ruas kanan, sedangkan b adalah i koefisien ruas kanan pada kendala ke-i

ƒ j = 1,2,.,n (n = jumlah kendala), dan i =1,2,...,m (m = jumlah variabel keputusan)

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi oleh suatu MPL adalah Asumsi Ketertentuan (Certainty Assumption). (Winston, 2004). Asumsi ini menuntut tertentunya nilai semua parameter pada MPL. Perumusan MPL dalam hal;

ƒ asumsi ketertentuan tidak dipenuhi, lebih spesifik lagi, dalam hal parameter KFO tidak memenuhi Asumsi Ketertentuan, serta

ƒ kendala bersifat kabur

Untuk memperjelas perumusan MPL, berikut ini akan dibahas konsep bilangan kabur serta konsep kendala kabur.

2.6 Fuzzy Set

Fuzzy set adalah set unsur-unsur yang memiliki derajat keanggotaan. Fuzzy set diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh (1965) sebagai perluasan dari pengertian klasik. Dalam bahasa teori himpunan, keanggotaan dari unsur-unsur dalam suatu himpunan biner dinilai dalam istilah sesuai dengan kondisi bivalen - suatu elemen baik milik atau tidak termasuk dalam set. Sebaliknya, teori himpunan fuzzy memungkinkan penilaian bertahap keanggotaan dari unsur-unsur dalam suatu

(13)

himpunan; ini digambarkan dengan bantuan sebuah fungsi keanggotaan dinilai dalam satuan riil interval [0, 1]. Fuzzy set set menggeneralisasikan klasik, karena fungsi indikator set klasik adalah contoh khusus dari fungsi keanggotaan fuzzy set, jika yang terakhir hanya mengambil nilai-nilai 0 atau 1. Klasik bivalen set berada dalam teori himpunan fuzzy biasa disebut renyah set. Para teori himpunan fuzzy dapat digunakan dalam berbagai domain di mana informasi tidak lengkap atau tidak tepat, seperti bioinformatika.

Fuzzy set adalah sepasang (A, m) di mana A adalah suatu himpunan dan

[ ]

0,1

:A

m . Untuk setiap x∈ , m ( x ) adalah derajat keanggotaan dari x. Jika A A = (x 1 ,..., x n) yang fuzzy set (A, m) dapat dinyatakan

(

m

( )

x1 /x1,...,m

(

x n/xn

)

)

Λ

.

Pemetaan elemen dengan nilai 0 berarti bahwa anggota tidak termasuk dalam himpunan fuzzy, 1 menggambarkan sepenuhnya termasuk anggota. Nilai ketat antara 0 dan 1 ciri anggota kabur.

Himpunan

{

xAm

( )

x >o

}

disebut dukungan dari fuzzy set (A, m) dan himpunan

( )

{

xAm x =1

}

disebut kernel dari fuzzy set (A, m).

Definisi yang lebih umum digunakan, di mana fungsi keanggotaan mengambil nilai-nilai yang tidak tentu dalam aljabar atau struktur L adalah fungsi keanggotaan yang biasa dengan nilai-nilai dalam [0, 1]. Kemudian disebut nilai fungsi keanggotaan [0, 1]. Generalisasi ini dianggap pertama kali pada 1967 oleh Joseph Goguen, yang merupakan murid Zadeh.

2.6.1 Fuzzy Multiobjective

Pada permasalahan TSP tersebut, dalam pengambilan keputusan yang terbaik adalah dengan menggunakan logika fuzzy, yang mana Logika fuzzy, diperkenalkan oleh Zadeh (1965), merupakan superset dari konvensional (Boolean) logika, yang telah diperpanjang untuk menangani konsep kebenaran sebagian nilai-nilai kebenaran antara “sepenuhnya benar” dan “sepenuhnya

(14)

palsu”. Sebagai peneliti menyarankan, modus dari logika yang melandasi alasan yang tepat dari perkiraan. Istilah linguistik dapat mewakili pengalaman yang lebih baik dan subyektif dari sudut pandang keputusan dalam cara lebih intuitif dan format. Sebuah fungsi keanggotaan fuzzy yang ditetapkan, disebut fuzzy fungsi keanggotaan, yang dipetakan pada interval [0,1], dengan nilai 0 yang berarti bahwa anggota tidak termasuk dalam himpunan fuzzy dan 1 menggambarkan sepenuhnya termasuk anggota himpunan fuzzy. Notasi untuk fungsi keanggotaan fuzzy yang mengatur adalah :

] 1 , 0 [ → X

R. Raja dan LA Zadeh pertama mengusulkan tentang konsep pengambilan keputusan dalam lingkungan fuzzy yang melibatkan beberapa tujuan dan Zimmerman HJ (1978) menerapkan pendekatan mereka ke vektor masalah. Setelah di tranformasikan pada fuzzy multiobjective dalam masalah klasik yang tujuannya adalah program linier. Berikut model fuzzy multiobjective pada program linier :

terhadap kendala Axb

Mengadopsi model fuzzy Zimmerman > cx Max ~ Z 0 terhadap kendala Ax<~ b Dimana Zo = ( 0 0 2 0 1,z ,...,zn

z ) adalah tujuan dan tingkatan lebih besar atau lebih kecil dalam fuzzy yang merupakan kesenjangan fuzzifications ≥ dan ≤ dari masing-masing. Dalam pengukuran tingkat pencapaian tujuan dan kendala, Zimmerman menyarankan pada fungsi sederhana dari fungsi keanggotaan. Dari penjelasan diatas, maka program fuzzy multiobjective dapat dituliskan sebagai berikut : cx Z Max = cx Z Max =

(15)

terhadap kendala α ≤1−

(

zk0 −CkX

)

/tk k = 1,…..,n

(

aiX bi

)

/di

1− −

α i = 1,……,m

2.6.2 Fuzzy Multiobjective pada Pendekatan Traveling Salesman Problem

Yang paling sering dianggap tujuan dari TSP adalah untuk menentukan secara optimal agar perjalanan semua kota dilalui sehingga total biaya adalah minimal. Mempertimbangkan situasi saat pengambilan keputusan harus menentukan solusi optimal dari TSP dengan meminimalkan biaya, waktu dan jarak keseluruhan. Fungsi tujuan ndividu dapat dibentuk untuk semua tujuan dari pengambil keputusan.

Andaikan xij merupakan hubungan dari kota i ke kota j yang direpresentasikan dengan: ⎩ ⎨ ⎧ = kota antar hubungan ada tidak jika , 0 i kota dari kunjungan merupakan j kota jika , 1 ij x

Jadi c merupakan biaya perjalanan dari kota i ke kota j, keseluruhan biaya ij tertentu rute adalah jumlah biaya pada link yang terdiri dari rute. Sejak keputusan dibuat telah dilakukan untuk meminimalkan keseluruhan biaya perjalanan, sehingga ia dapat menetapkan tujuan untuk total perkiraan biaya keseluruhan untuk rute tsp denoted oleh 0

1

z . Tetapi dapat menjadi perkiraan biaya dan tidak memenuhi sehingga keputusan dapat mengatur toleransi untuk perkiraan biaya. Marilah kita menunjukkan toleransi terhadap tujuan ini sebagai t1, fungsi tujuan untuk minimisasi biaya yang diberikan sebagai :

0 1 1:min c x ~z z n j ij ij n i

Sekarang jika dij adalah jarak dari kota i ke kota j. Maka z20 menjadi

aspirasi untuk tingkat tujuan untuk minimisasi fungsi dari jarak, dan t2 menjadi toleransi, maka fungsi tujuan mengambil dari :

(16)

0 2 2:min c x ~ z z n j ij ij n i

Jika tij merupakan lama di perjalanan dari kota i ke kota j, z menjadi 30

aspirasi tingkat untuk fungsi tujuan untuk minimisasi dari total waktu, dan t3

sesuai toleransi. Fungsi tujuan dapat ditulis sebagai berikut :

0 3 3:min c x ~ z z n j ij ij n i

Satu aspek yang penting ketergantungan pada setiap fungsi tujuan lain. Sebagian besar dari waktu mereka bergantung, tetapi tepat menentukan bentuk dependensi juga sebuah proses kompleks. Dalam kasus TSP memiliki batasan bahwa untuk setiap kota harus dikunjungi tepat satu kali dari setiap tetangga dan begitu juga sebaliknya. Contohnya yaitu :

n = i ij x 1 untuk semua j

n = i ij x 1 untuk semua i

Sebuah rute tidak dapat dipilih lebih dari sekali, yaitu : 1

≤ + ij ij x

x untuk semua i dan j, Dan non-kendala sisi negatif, yaitu :

0 ≥ ij x

Sekarang ini kendala secara kolektif akan dapat dinyatakan dalam bentuk vector dan keanggotaan fungsi fuzzy dapat didefenisikan untuk semua fungsi tujuan. Terakhir model linier yang dapat dilakukan dengan menggunakan fuzzy multiobjective dalam model linear TSP. Model dapat diselesaikan dengan dicampur program linier integer.

(17)

2.7 Bilangan Kabur dan Pemrograman Linear dengan Koefisien Fungsi Objektif Kabur

Bilangan kabur atau yang sering disebut Fuzzy number adalah sebuah kuantitas yang nilainya tidak tepat yang menggambarkan ketidakpastian. Setiap bilangan kabur dapat dianggap sebagai fungsi yang domain tertentu. Setiap nilai numerik dalam domain diberikan sebuah spesifik nilai kenaggotaan dimana ”0” mewakili nilai kecil yang mungkin dan ”1000” merupakan nilai terbesar yang mungkin.

Ketika kita berbicara tentang jumlah roda pada semua jendela pada suatu mobil sedan, kita dihadapkan pada jumlah yang sudah tertentu, yaitu tepat 4 (empat) buah. Sangat berbeda halnya ketika kita berbicara tentang:

- jam kedatangan langganan koran, mungkin akan berkata sekitar pukul 5.30 - volume air kemasan dalam botol, mungkin akan berkata kira-kira 500

mililiter.

Banyak hal dalam dunia nyata yang tidak memungkinkan kita untuk menggunakan frase tepat sekian, melainkan harus puas dengan menggunakan frase yang menggambarkan ketidaktepatan, seperti: sekitar sekian, kira-kira sekian, hampir sekian, kurang lebih sekian dan sejenisnya. Dalam hal konsep bilangan kabur atau fuzzy number dapat mengkomodasinya. Himpunan bilangan yang nilainya sekitar 3, atau kira-kira 3, atau hampir 3, atau kurang lebih 3 adalah contoh himpunan kabur, yang sering pula disebut bilangan kabur 3. Terdapat dua jenis bilangan kabur yang sering dipakai dalam praktek, yaitu bilangan kabur segitiga (triangular fuzzy number) dan bilangan kabur trapesium (trapezoidal fuzzy number) (Wang, 1997).

Misanya : Bilangan kabur segitiga c, dilambangkan dengan c , adalah himpunan kabur dengan batas bawah a dan batas atas d serta fungsi keanggotaan segitiga, dapat didefinisikan sebagai berikut:

(18)

(

)

(

(

) (

) (

)

)

⎪ ⎩ ⎪ ⎨ ⎧ < > < ≤ − − < ≤ − − = a x atau d x jika d x c jika c d x d c x a jika a b a x d c a x b , 0 , / , / , , ; µ (4)

Bilangan kabur segitiga c pada model (4) seringkali pula dilambangkan dengan

(

− +

)

= c c c

c , 0, atau c=

(

a,c,d

)

dalam hal ini c− =a, c0 =cdan c+ =d.

Secara umum, Pemrograman Linear dengan KFO berupa bilangan kabur berbentuk: maksimasi (minimasi)

= = n j j jx c cx 1

~ terhadap kendala (2)-(3), dalam hal ini

bilangan kabur c~ dicirikan oleh fungsi keanggotaan seperti pada model (4) yang j menggambarkan derajat keanggotaan suatu bilangan terhadap himpunan bilangan yang nilainya “sekitar c ” atau “kurang lebih j c ” atau ungkapan kabur lainnya. j

Berikut ini diuraikan tentang langkah-langkah pembentukan MPLKFOK untuk kasus dengan fungsi objektif berbentuk minimalisasi:

Langkah-1: Tentukan MPL yang akan diubah kedalam MPLKFOK (yaitu, masalah (1)-(3))

Langkah-2: Tentukan jenis bilangan kabur bagi setiap KFO (yaitu, bilangan kabur segitiga (4))

Langkah-3: Tentukan:

a. c* =c=

(

c1LcjLcn

)

, yaitu vektor koefisien fungsi objektif yang komponen ke-j-nya adalah koefisien fungsi objektif variabel x j

b. c− =

(

c1LcjLcn

)

, yaitu vektor yang komponen ke-j-nya adalah batas bawah dari bilangan kabur c j

c. c+ =

(

c1+Lc+jLcn+

)

, yaitu vektor yang komponen ke-j-nya adalah batas atas dari bilangan kabur c

(19)

Langkah-4: Rumuskan pemrograman linear bertujuan majemuk berfungsi objektif

Meminimumkan nilai bilangan kabur segitiga, sebagai berikut: mincx. minc*x, minc+xdengan kendala (2)-(3).

2.7.1 Kendala Kabur dan Pemrograman Linear dengan Kendala Kabur

Secara umum, Pemrograman Linear dengan Kendala yang Kabur (MPLKK) berbentuk:

max(min)cx (5)

terhadap kendala Ax~≤b, x≥0

Dalam hal ini ≤~ dicirikan oleh fungsi keanggotaan yang menggambarkan “derajat toleransi” seperti di atas. Berikut ini adalah pembentukan fungsi keanggotaan yang merupakan potongan-potongan garis yang kontinu bagian demi bagian.

Misalkan dalam bentuk yang tegas kendala ke-i berbentuk

( )

Ax i ≤ , maka bi bentuk kaburnya adalah

( )

Ax i ≤~ . Misalkan pula bi t adalah toleransi dari kendala i ke-i, maka kendala kabur ini dapat dicirikan dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

{

}

( )

{

}

( )

(

)

{

i i i

}

i

( ) (

i i i

)

i i i i b Ax i i Ax b t b Ax b t t b Ax Ax Ax i i + ⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎨ ⎧ ≤ ≤ − − − < = = ≤ Lainnya , 0 , ) ( 1 , 1 ) ( ) ( µ µ (6)

Berikut ini diuraikan tentang langkah-langkah perumusan dan penyelesaian MPLKK untuk kasus MPL dengan fungsi objektif dari model (5) berbentuk minimalisasi:

Langkah 1: Tentukan batas toleransi bagi pelanggaran kendala ke-i dari, misalkan

(20)

sebesar ti >0, jadi sekalipun untuk kendala ini sebenarnya ditetapkan

( )

Ax i ≤ , namun masih diberi toleransi bi hingga

( ) (

Ax ibi+ti

)

, dengan derajat toleransi akan didefinisikan pada Langkah-4.

Langkah 2: Selesaikan pemrograman linear berikut:

maksimasi cx terhadap kendala

( )

Ax i ≤ (i = 1,2,...,m) bi dan misalkan 0

x adalah solusinya, serta definisikan z0 =cx0

Langkah 3: Selesaikan pemrograman linear berikut:

maksimasi cx terhadap kendala

( ) (

Ax ibi+ti

)

(i = 1,2,...,m) misalkan 1

x adalah solusinya, definisikan z1=cx1 . (Catatan: jelaslah 1 0

z z ≥ !)

Langkah 4: Berdasarkan nilai z dan 0 z yang diperoleh pada Langkah-2 dan 3, 1 definisikan Fungsi keanggotaan berikut yang menggambarkan derajat optimalitas dari setiap nilai fungsi objektif cx:

⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎨ ⎧ ≥ ≤ ≤ − − ≥ = 0 1 0 0 1 0 1 0 , 0 , , 1 ) ( z cx z cx z z z z cx z cx x µ (7)

Definisikan pula fungsi keanggotaan berikut yang menggambarkan derajat toleransi bagi pelanggaran kendala ke-i:

( )

(

)

( )

( )

⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎨ ⎧ + ≥ + ≤ ≤ − + < = ) ( , 0 ) ( , ) ( , 1 ) ( i i i i i i i i i i i i i i t b Ax t b Ax b t Ax t b b Ax x µ (8)

(21)

Langkah 5: Definisikan masalah PL berikut ini:

( )

x

0

minµ minµ1

( )

x minµ2

( )

x ... minµm

( )

x terhadap kendala:x≥0

Gambar

Gambar 2.2. Shortest path (1 – 4, 4 - 5)
Gambar 2.4 Alternatif Penyelesaian
Gambar 2.5 Grafik pemecahan permasalahan TSP dengan n-kota            terhadap tahun diselesaikan
Gambar 2.6 Grafik pemecahan permasalahan TSP dengan n-kota terhadap                        Tahun dielesaikan dengan skala logaritma

Referensi

Dokumen terkait

Rimka tiek savo parengtuose vadovėliuo- se, tiek, suprantama, skaitydamas universitete paskaitas statistikos metodus grindė pagrindinėmis aukštosios matematikos tiesomis,

Ungkapan yang tepat untuk kata yang bercetak miring tersebut adalah…!.

Muktamar VI IPHI sebagaimana tertuang dalam Keputusan nomor 06 tahun 2015 tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IPHI adalah merupakan komitmen Pengurus

Dalam penelitian hubungan antara religiusitas agama Islam dengan sikap terhadap seks pranikah, jenis data yang digunakan adalah data ordinal, maka teknik statistik

Secara perinci sub-kompetensi kepribadian ini meliputi (Hakim, 2015; Jihad, 2013; Pianda, 2018): 1) Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial:

It wasn’t until my extended stay in Wagga in 2013 that I began to explore Wagga’s history and what lay behind Triggering Town ’s poetic inspiration, beginning with

Setelah didapatkan hasil peramalan dilanjutkan dengan melakukan perencanaan agregat menggunakan strategi yang menghasilkan biaya paling kecil yaitu strategi penambahan tenaga

Menurut Buckle et al (1987), gula mampu memberi stabilitas mikroorganisme pada suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup (di atas 70% padatan terlarut