BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Proses Komunikasi
Menurut Effendy (1992:6) ada beberapa komponen atau unsur yang dicakup dalam berkomunikasi yang merupakan persyaratan terjadinya sebuah proses komunikasi. Komponen-komponen tersebut adalah :
1. Komunikator orang yang menyampaikan pesan
2. Pesan pernyataan yang didukung oleh tanda ataupun symbol yang disampaikan oleh komunikator, pesan sebagai pengaruh di dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan
3. Komunikan orang yang menerima pesan
4. Media sarana atau saluran yang mendukung pesan apabila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya
5. Efek dampak sebagai pengaruh dari pesan
2.1.1.1 Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang dalam pemakaiannya menggunakan bahasa. Bahasa dapat didefinisikan seperangkat kata yang telah disusun secara terstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti.
Pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih, sedangkan bahasa adalah sistem kode verbal. Bahasa merupakan seperangkat simbol dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol yang digunakan dan dipahami oleh sebuah komunitas, bahasa merupakan sarana untuk menyatakan pikiran dan maksud kita.
Bahasa memiliki banyak fungsi, namun ada tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif, yaitu :
1. Untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita, 2. Untuk membina hubungan baik diantara manusia,
3. Untuk menciptakan ikatan dalam kehidupan manusia. (Hafied Cangara, 2007:99).
2.1.1.2 Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah suatu bentuk komunikasi yang menggunakan kode selain bahasa, misalnya ekspresi wajah, sentuhan, postur tubuh, gaya berjalan, penampilan, dan hal-hal lain yang bisa dikomunikasikan selain menggunakan bahasa. Kode non verbal biasa disebut sebagai bahasa isyarat atau bahasa diam (silent language).
Mark Knapp (1978) menyebut bahwa penggunaan kode non verbal dalam berkomunikasi memiliki fungsi untuk :
1. Meyakinkan apa yang diucapkannya (repetition)
2. Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata (substitution)
3. Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity)
4. Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum sempurna. (Hafied Cangara, 2007:104).
Komunikasi disebut efektif apabila penerima pesan
menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim. Sumber utama kesalahpahaman dalam komunikasi adalah cara penerima menangkap makna suatu pesan berbeda dari yang dimaksudkan pengirim. Cara mengirimkan pesan secara efektif adalah kita harus mengusahakan agar pesan-pesan yang kita kirimkan mudah dipahami. Sebagai pengirim kita harus memiliki kredibilitas di mata penerima. Kita harus berusaha mendapatkan umpan balik secara optimal tentang pengaruh pesan kita dalam diri penerima. (Supratiknya, 1995:34)
2.1.2 Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (De Vito,1997:231).
Efektivitas Komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). (Devito,1997:259-264).
1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya.
Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal).
2. Empati (empathy)
Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai “kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan
berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang
mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama.
Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan
dan keinginan mereka untuk masa mendatang.
Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan :
a. Keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai.
b. Konsentrasi terpusat meliputi komtak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik.
c. Sentuhan atau belaian yang sepantasnya (Henry Backrack, 1976).
3. Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung (Jack Gibb, 1961). Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategic, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.
4. Sikap positif (positiveness)
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri.
Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
5. Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers (1950), kesetaraan meminta kita untuk memberikan ”penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.
Menurut DeVito (1997), tujuan dari komunikasi interpersonal, dimana hal tersebut dapat dkatakan sebagai kelebihan yang terdapat dalam proses komunikasi interpersonal. Beberapa tujuan yang dimaksud adalah:
1. Untuk menemukan jati diri (to disclosure oneself)
Komunikasi Interpersonal memberi peluang seseorang untuk berbicara dan mengetahui hal-hal yang disukai atau yang tidak disukai. Melalui Komunikasi Interpersonal dapat membuka peluang bagi seseorang untuk “menampakkan” dirinya pada orang lain. Dengan kata lain, melalui Komunikasi Interpersonal seseorang dapat membentuk persepsi tentang dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
2. Untuk menemukan/mengenal dunia luar (to discover the external world)
Banyak informasi yang diterima orang berasal dari hubungan interpersonal yang dijalin bersama dengan orang lain. Pada kenyataannya, keyakinan, sikap, serta nilai yang diyakini seseorang
kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai pertemuan yang
dilakukannya dengan orag lain dibandingkan melalui media tertentu bahkan pendidikan formal sekalipun.
3. Memelihara dan memantapkan hubungan (to establish and maintain meaningful relationship)
Sebagian besar waktu yang digunakan untuk melakukan Komunikasi Interpersonal terpusat untuk memelihara hubungan dan memantapkan hubungan sosial dengan orang lain.
4. Untuk mengubah perilaku dan sikap (to change attitudes and behaviors)
Suatu proses Komunikasi Interpersonal sering dihadapkan pada pengaruh interpersonal antara satu orang dengan orang lain yang melakukan komunikasi tersebut. Dinyatakan bahwa seseorang
lebih sering terpengaruh terhadap suatu hal melalui Komunikasi Interpersonal dibandingkan melalui media massa.
5. Untuk hiburan dan kesenangan (to play and entertain)
Komunikasi Interpersonal memberikan keseimbangan pada aktivitas seseorang, yakni dimana seseorang dapat melakukan berbagai hal yang bersifat serius dan formal sekaligus di lain waktu dapat membantu orang yang bersangkutan untuk beristirahat dari “keseriusan” tersebut untuk mendapatkan hiburan yang diperlukan. 6. Untuk membantu (to help)
Baik seorang profesional maupun bukan, dapat memperoleh bantuan/pertolongan pada saat mereka melakukan Komunikasi Interpersonal dengan orang lain. (DeVito, 1997: 332-333)
Dalam kehidupan sosial pun kita membutuhkan ruang privasi untuk melakukan seperangkat komunikasi dalam diri kita. Seseorang yang mampu berdialog dengan diri sendiri, berarti seseorang itu mengenal dirinya. Belajar mengenal diri sendiri berarti belajar bagaimana kita berpikir, merasa, mengamati, menginterpretasikan, dan bereaksi terhadap lingkungan sekitar kita.
Proses berkomunikasi dengan diri sendiri secara sederhana dapat dilihat ketika kita sedang berpikir. Ada seperangkat kinerja dalam otak dan tubuh kita yang merangsang ketika kita sedang berpikir. Komunikasi interpersonal ada kaitannya dengan ilmu psikologi, khususnya dalam hal berpikir yang dimulai dari adanya rangsangan dari luar. Proses dalam komunikasi interpersonal secara sederhana melalui tahapan yang dimulai dengan sensasi, persepsi, memori dan terakhir berpikir. Adapun tahapan komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut :
1. Sensasi
Sensasi ini merupakan pengindraan yang akan menghubungkan kita dengan lingkungan. Sensasi terkait dengan informasi yang kita
terima. Proses sensasi terjadi bila kita menerima informasi dan alat-alat indera kita mengubah informasi tersebut menjadi bahasa yang mudah dipahami oleh otak.
2. Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menerjemahkan pesan yang diterima.
3. Memori
Memori merupakan sistem dalam otak kita yang berstruktur, yang menyebabkan kita sanggup merekam fakta yang ada di dunia dan menggunakan pengetahuan yang kita miliki untuk membimbing perilaku kita. Memori dalam otak kita mengalami tiga proses, yaitu perekaman, penyimpanan dan pemanggilan.
4. Berpikir
Berpikir merupakan proses menarik kesimpulan yang didapat setelah kita melakukan pemahaman realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru.
2.2 Pengertian Tari (Dance)
Pengertian tari menurut :
a. Kamaladevi Chattopadhaya (ahli tari dari India), tari adalah desakan perasaan manusia di dalam dirinya yang mendorong untuk mencari ungkapan yang berupa gerak-gerak yang ritmis.
b. Corie Hartong (ahli tari dari Belanda), tari adalah gerak-gerak yang diberi bentuk dan ritmis dari badan di dalam ruang.
c. Suryadiningrat (ahli tari dari Jawa), tari adalah gerak dari seluruh anggota tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama music dan mempunyai maksud tertentu.
d. R.M. Soedarsono, tari adalah ekspresi perasaan tentang sesuatu lewat gerak ritmis yang indah yang telah mengalami stilisasi atau distorsi. (Katrina Dinda Isath, 2011)
Tari merupakan salah satu bentuk kesenian yang memiliki media ungkap atau substansi gerak, dan gerak yang terungkap adalah gerak manusia. Gerak-gerak dalam tari bukanlah gerak realistis atau gerak keseharian, melainkan gerak yang telah diberi bentuk ekspresif.
Berdasarkan unsur-unsur gerak, unsur yang terdapat dalam gerak tari terdiri dari :
a. Tenaga: Unsur tenaga terdapat pada intensitas tekanan atau aksen dan kualitas pengaliran energy untuk mewujudkan gerak yang diharapkan.
b. Unsur Ruang: Unsur ruang terdapat pada perlakuan melakukan bentuk-bentuk dan arah gerak disesuaikan dengan tuntutan kesesuaiannya baik dengan ruang pribadi maupun ruang umum
2.3 Homoseksual dan Gay
Dalam penjelasannya “homoseksualitas” mengacu pada interaksi seksual atau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama secara situasional atau berkelanjutan. Pada penggunaan mutakhir, kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim atau hubungan seksual di antara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang biasa dikenal diri mereka sebagai gay atau lesbian. Adanya interaksi seksual atau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama secara situasional atau berkelanjutan dikatakan sebagai homoseksual1 (Karl-Maria Kertbeny, 1869). Definisi gay
yakni lelaki yang mempunyai orientasi seksual terhadap sesama lelaki (Duffy
1 Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual atau romantis antara pribadi yang berjenis
kelamin sama secara situasional atau berkelanjutan. Pada penggunaan mutakhir, kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim atau hubungan seksual di antara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang biasa dikenal diri mereka sebagai gay atau lesbian. Karl-Maria Kertbeny, 1869)
& Atwater, 2005). Sedangkan Lesbian adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk merujuk kepada wanita homoseks.
Apabila dilihat dari segi hormonal jika bayi laki-laki tidak menerima hormon laki-laki yang cukup pada masa-masa awal pertumbuhannya,salah satu dari kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, kemungkinan akan lahir bayi laki-laki dengan struktur otak yang lebih feminine daripada maskulin, dengan kata lain bayi laki-laki ini akan besar kemungkinannya menjadi seorang gay ketika memasuki usia pubertas. Kedua, akan lahir bayi laki-laki yang memiliki fungsi otak perempuan dan memiliki alat kelamin pria. Bayi seperti ini, ketika dewasa akan menjadi seorang trans-gender (Allan and Barbara Pease, 2004).
2.4 Penelitian Terdahulu
Penulis telah mendapatkan beberapa penelitian yang relevan yakni penelitian terdahulu terkait homoseksual (gay) guna untuk melengkapi dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, dibawah ini ada beberapa penelitian terdahulu terkait homoseksual (gay) :
Nama/ Almamater/Tahun
Judul/ Rumusan
Masalah Hasil Penelitian
Okdinata/ Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta/2009 “Religiusitas Kaum Homoseksual (Studi Kasus Tentang Dinamika Psikologis Keberagamaan Gay Muslim di Yogyakarta)”/ Bagaimana dinamika psikologis kaum
homoseks atau gay
Dinamika psikologis dalam
keagamaan yang dialami oleh subjek dalam penelitian ini adalah pertentangan nilai-nilai agama yang sudah terinternalisasi pada masa usia dini dan sudah menjadi conscience atau hati nurani dalam diri mereka dengan dorongan seksual mereka sebagai homoseks atau gay. Rasa agama mereka berkembang secara baik dari
dalam kehidupan keberagamaannya?
anak-anak hingga remaja. Mereka pun menyadari bahwa pilihan
mereka menjadi gay adalah
perbuatan dosa. Penyimpangan bertentangan dengan hati nurani
mereka. Mereka hanya bisa
menerima diri mereka sebagai homoseks karena itulah orientasi
seksual mereka yang
sesungguhnya. Gesti Lestari/ Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta/ 2012 “Fenomena Homoseksual di Kota Yogyakarta”/ Mengapa homoseksual menjadi pilihan hidup?
Proses awal menjadi homoseksual secara umum: hal
pertama yang dirasakan adalah
kegalauan. Homoseksual atau
binan ini akan merasa bimbang dengan kecenderungannya ini.
Kemudian kebanyakan dari
mereka berusaha mencari jati diri dengan mencari teman yang sudah lebih dulu menjadi seorang binan.
Alasan yang menjadikan
homoseksual sebagai pilihan
hidup adalah kebutuhan seksual: kebutuhan seksual homoseksual adalah laki-laki dengan laki-laki
sehingga mereka mencari
pasangan laki-laki sebagai
kebutuhan seks mereka. Trauma percintaan: Pengalaman cinta yang kurang menyenangkan dapat menyebabkan seorang laki-laki
menjadi homoseksual karena hilangnya kepercayaan terhadap
pasangan sebelumnya
(perempuan). Pengalaman seksual
yang kurang menyenangkan,
seperti pernah disodomi ataupun melakukan sodomi. ABD. Azis Ramadhani/ Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar/ 2012 “Homoseksual Dalam Perspektif Hukum
Pidana dan Hukum Islam. Suatu Studi Komparatif
Normatif”/
Bagaimanakah
perbedaan pandangan terhadap homoseksual antara Hukum Islam dan Hukum Pidana?
Menurut perspektif Islam : Dalam pengertian hukum Islam, berarti mengacu pada masalah liwath, yaitu keterkaitan seksual sesama
jenis. Penyerupaan terhadap
lawan jenis, baik itu laki-laki yang menyerupai perempuan maupun sebaliknya, dilaknat dalam Islam. Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. Diantaranya, ialah tentang bicaranya, geraknya, cara
berjalannya, pakaiannya dan
sebagainya. Sejahat-jahat bencana yang akan mengancam kehidupan manusia dan masyarakat, ialah karena sikap yang abnormal dan menentang tabiat. Sedang tabiat ada dua: tabiat laki-laki dan tabiat
perempuan. Masing-masing
mempunyai keistimewaan
tersendiri. Jika ada laki-laki yang berlagak seperti perempuan dan
perempuan bergaya laki-laki, maka ini berarti suatu sikap yang tidak normal dan telah melakukan dosa besar.
Berdasarkan hukum pidana : Pasal 292 KUHP mengatur bahwa orang yang sudah dewasa yang
melakukan perbuatan cabul
dengan anak yang belum dewasa, yang sejenis kelamin dengan dia, padahal diketahui atau patut disangkanya bahwa anak itu belum dewasa, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun. Afnidar Ramadhani/ Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara/ 2011 “Gambaran Gaya
Hidup (Life Style)
BeHresiko di
Kalangan Kaum
Homoseksual (Gay) di Kota Medan”/
Bagaimana gambaran gaya hidup (life style) beresiko di kalangan
kaum homoseksual
(gay) di kota Medan?
Kegiatan atau rutinitas kaum
homoseksual (gay) seperti
melakukan olah raga, melakukan perawatan tubuh lainnya tidak
menimbulkan resiko terhadap
kesehatan sebaliknya akan
berdampak positif terhadap
kesehatan. Dilihat dari cara kaum homoseksual (gay) bagaimana mengalokasikan waktu seperti keluar pada malam hari sehingga waktu istirahat menjadi berkurang
akan menimbulkan dampak
negatif bagi kesehatan. Sementara jika dilihat dari cara mereka
berbelanja (shopping), melakukan perawatan tubuh, berpesta dengan teman-teman akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan ekonomi mereka. Dilihat dari segi
orientasi seksual kaum
homoseksual (gay), mereka
melakukan hubungan seksual
dengan sesama jenis seperti oral
seks, anal seks dapat
menimbulkan resiko terjadinya penyakit menular seksual yang akan merugikan kesehatannya.
Dominus Tomy
Waskito/ Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atmajaya Yogyakarta/ 2012 “Literasi Media Dalam Komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender/Transeks ual”/ Bagaimana penerapan literasi media dalam komunitas LGBT di Yogyakarta ?
Penerapan literasi media dalam komunitas LGBT di Yogyakarta dilihat dari empat aspek yaitu
kemampuan mengakses,
menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan pesan yang merupakan pengertian literasi media dari National Leadership Conference on Media Literacy. Dalam penelitian ini, informan yang peneliti jadikan subjek sebanyak sembilan orang yang merupakan perwakilan
komunitas gay sebanyak empat orang, komunitas waria sebanyak
orang dan komunitas lesbi
Berti Isakh Francisco/
Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas
Kristen Satya
Wacana/ 2010
“Kata Sebagai Teks Dalam Komunikasi Interpersonal Kaum Gay di Salatiga, Studi Kasus Tahun 2009”/ Bagaimana
komunikasi verbal dan non verbal yang digunakan oleh sesama kaum gay di dalam komunitas mereka?
Komunikasi yang digunakan
secara verbal mengacu pada perlakuan langsung seperti halnya bahasa, Secara non verbal kita melihat pada pola komunikasi yang menggunakan kode seperti ekspresi wajah, penampilan, gaya berjalan, gaya berbicara yang digunakan didalam komunitas yang dimaksudkan agar adalanya
saling pemahaman diantara
sesame kaum gay.
Laila Sa’adah Urin/ Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN), Malang/ 2008 “Pembentukan
Identitas Sosial Kaum Gay”/
Bagaimana kronologis pembentukan orientasi identitas seksual gay?
Pembentukan identitas seksual kaum gay diantaranya dari pola hubungan sosial dan lingkungan. Kronologis pembentukan identitas seksual gay mulai dirasa oleh subjek ketika menginjak usia
Sekolah Menengah Pertama.
Setelah subjek mengetahui adanya terminologi gay atau homoseksual baru subjek mulai menafsirkan dirinya apakah sesuai dengan ungkapan tersebut.
Penguatan dan keyakinan diri bahwa identitas seksualnya adalah
sebagai seorang gay setelah
melakukan hubungan seksual
dengan sesama jenis.
dengan sesama jenis bagi gay sudah menjadi bagian hidup yang tidak mudah digantikan. Identitas diri dimaknai oleh gay tetap
sebagai laki-laki walaupun
Seringkali mereka berdandan
seperti layaknya perempuan.
Laki-laki tetap diakui sebagai identitas diri mereka.
2.5 Kerangka Pikir
Pesan Verbal & nonverbal
Komunikasi Interpersonal De Vito : - Keterbukaan (openness)
- Empati (empathy)
- Sikap mendukung (supportiveness) - Sikap positif (possitiveness) - Kesetaraan (equality)
Kerangka pikir diatas sesuai dengan harapan pencapaian penelitian dengan gambaran proses komunikasi yang dilakukan oleh para pelaku komunikasi yakni dancer gay Tasikmalaya (komunikator) kepada dancer normal (komunikan) untuk melakukan sebuah perubahan anggota tersebut dari laki-laki normal menjadi seorang gay (dipeletekkan). Terlihat bahwa proses komunikasi disini akan dikaitkan dengan teori pemahaman komunikasi interpersonal De Vito mengenai keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan. Proses komunikasi tersebut tentu saja tak lepas dari pesan yang disampaikan (tanda atau simbol) baik verbal maupun non verbal pelaku terhadap objek, sehingga akan terlihat jelas bagaimana proses komunikasi yang berlangsung dari dancer gay kepada dancer normal sehingga menghasilkan feedback berupa perubahan sikap dancer normal menjadi seorang gay (meletek).
Dancer Gay
Komunikator
Dancer Normal
Komunikan
Komunitas Dancer Tasikmalaya
Media
Perubahan Sikap
Feedback
Gay