• Tidak ada hasil yang ditemukan

Environmental Vulnerability Index Siput Gonggong (Strombus canarium) In the village Madong Tanjungpinang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Environmental Vulnerability Index Siput Gonggong (Strombus canarium) In the village Madong Tanjungpinang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

Environmental Vulnerability Index “Siput Gonggong (Strombus canarium)” In the village Madong Tanjungpinang

Angger Subangun

Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP UMRAH, anggersubangun@gmail.com

Khodijah

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, khodijah5778@gmail.com

Tengku Said Raza’I, S.Pi, MP

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, saidumrah@yahoo.com

ABSTRACT

This study aims to determine the condition of water and analyze the vulnerability of aquatic environmental “siput gonggong” at Madong Village. Village water environmental conditions Madong Tanjungpinang affected by residential development activity and post-clearing land area contained bauxite mining. The method used was a survey method, while the field data collection station at 3 points using purposive sampling method, the data collected is water conditions and substrates on live “siput gonggong” while to analyze the density of “siput gonggong” at each station along the observation transect method 50m with an area of 50m2 with a number of plot observations squares measuring 15 pieces 1x1m.

The results of measurements of the average water conditions in the village were categorized Madong bad is the water temperature value of the final score is 3, while the analysis of the environmental vulnerability index in Madong village waters are categorized in level of vulnerability is very susceptible located on the first station with an index value of 83. This is due to the influence of development activities in coastal waters around the impact on the environment. The results of the analysis of the vulnerability index at station I is appropriate when compared to the levels observed “siput gonggong” density ranges 0.6 ind/m2. While the vulnerability index at station 50 and station II is III is 58, the value of the index included in the category-level vulnerabilities in a condition quite vulnerable.

(2)

2

Indeks Kerentanan Lingkungan Perairan Siput Gonggong (Strombus canarium) Di Kampung Madong Kota Tanjungpinang

Angger Subangun

Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP UMRAH, anggersubangun@gmail.com

Khodijah

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, khodijah5778@gmail.com

Tengku Said Raza’I, MP

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, saidumrah@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan perairan kehidupan siput gonggong dan menganalisis tingkat kerentanan lingkungan perairan siput gonggong di Kampung Madong. Kondisi lingkungan perairan Kampung Madong Kota Tanjungpinang dipengaruhi oleh aktivitas pembangunan pemukiman dan terdapat area pasca pembukaan lahan penambangan bauksit. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, sedangkan pengumpulan data dilapangan pada 3 titik stasiun menggunakan metode purposive sampling, data yang dikumpulkan adalah data kondisi perairan dan substrat tempat hidup siput gonggong sedangkan untuk menganalisis tingkat kepadatan siput gonggong pada tiap-tiap stasiun menggunakan metode transek pengamatan sepanjang 50m dengan luasan pengamatan 50m2 dengan jumlah plot kudarat 15 buah berukuran 1x1m.

Hasil rata-rata pengukuran kondisi perairan di Kampung Madong yang terkategori buruk adalah suhu perairan dengan nilai skor akhir yaitu 3, sedangkan analisis indeks kerentanan lingkungan perairan di Kampung Madong yang terkategori dalam tingkat kerentanan sangat rantan terletak pada stasiun I dengan nilai indeks 83. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari aktivitas pembangunan di pesisir yang berdampak pada lingkungan perairan sekitar. Hasil analisis indeks kerentanan pada stasiun I ini sesuai jika dibandingkan dengan tingkat kepadatan siput gonggong yang diamati berkisar 0,6 ind/m2. Sedangkan indeks kerentanan pada stasiun II adalah 50 dan stasiun III adalah 58, nilai indeks tersebut termasuk dalam kategori tingkat kerentanan dalam kondisi cukup rentan.

(3)

3

I. PENDAHULUAN

Pesisir Kampung Madong merupakan wilayah pesisir yang mempunyai aktivitas manusia seperti: kawasan pembangunan pemukiman, dan merupakan daerah perairan yang dekat dengan area pasca penambangan bauksit. Adanya keberadaan aktivitas dan kondisi vegetasi tepian perairan yang kurang baik di pesisir Kampung Madong tersebut mengakibatkan timbulnya potensi masalah-masalah seperti terjadinya abrasi, degradasi kualitas perairan dan berubahnya substrat dasar perairan, dimana jika kondisi seperti ini secara terus-menerus berlangsung akan mengakibatkan dampak buruk pada biota yang hidup di lingkungan tersebut.

Sejumlah faktor terjadinya potensi dampak tersebut disebabkan oleh aspek sumberdaya manusia seperti kurangnya pengetahuan dalam hal pendidikan ilmu kelautan dan perikanan, dan kurangnya layanan koordinasi dari lembaga-lembaga yang terkait, sementara itu banyak masalah yang khas dalam pembangunan pemukiman dan pembukaan lahan atas yang tidak

memperhatikan aturan seperti area

penambangan bauksit di pesisir, di sisi lain, potensi sumberdaya perikanan di Kampung Madong sangat berarti bagi pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat sekitar.

Siput gonggong adalah jenis siput

laut bertubuh lunak yang hidup di

lingkungan pesisir pada ekosistem padang lamun bersubstrat lumpur berpasir hingga pasir berlumpur, (Amini, 1986 dalam Siddik, 2011).

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis kondisi perairan siput gonggong (Strombus canarium) di Kampung Madong.

2. Menganalisis tingkat kerentanan

kehidupan siput gonggong (Strombus

canarium) menurut parameter perairan dan

aktivitas manusia di Kampung Madong. Kemudian manfaat yang di peroleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memeberikan pengetahuan kepada

masyarakat Kampung Madong tentang tingkat kerentanan lingkungan perairan akibat dari aktivitas manusia terhadap kehidupan siput gonggong.

2. Memberikan wawasan kepada

pemerintah tentang pentingnya mengetahui

dampak dari aktivitas pembangunan

pemukiman bagi kehidupan siput gonggong dengan tujuan sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan tentang kelestarian lingkungan bagi siput gonggong agar pemanfaatan siput gonggong dapat terus berjalan dengan baik.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Indeks Kualitas Lingkungan

Menurut Merriem - Webster

Dictionary (2007) dalam Hidayanti (2010),

indeks (kata benda) adalah perangkat yang berfungsi untuk menunjukan nilai atau kuantitas, atau sesuatu yang mengarah kepada suatu fakta tertentu atau kesimpulan.

Ott (1976) dalam Hidayanti (2010)

mengemukakan indeks kualitas lingkungan sebagai sumber informasi dan pengambilan

(4)

4

keputusan dan mengevaluasi kondisi

lingkungan, yang memiliki peran dalam penilaian dalam perumusan kebijakan,

mengevaluasi efektif tidaknya suatu

program pemeliharaan lingkungan

digunakan dalam perencanaan dan sebagai fasilitas komunikasi antar masyarakat dan lingkungan.

B. Konsep Kerentanan

Kerentanan adalah kecenderungan

suatu kondisi mengalami kerusakan

Kerentanan (Vulnerability) adalah

sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan yang berpengaruh buruk terhadap ekosistem sekitar. Kerentanan dapat bersifat tunggal dan komplek yang disebut (overall

vulnerability), yaitu suatu hasil dari banyak

sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan

lingkungan) yang berpengaruh buruk

terhadap upaya-upaya pencegahan (BNPB, 2007 dalam Sulma, 2012).

Menurut IPCC, (2001) dalam Boer et

al (2012) kerentanan lingkungan ditentukan

oleh tiga faktor yaitu: 1. Tingkat keterpaparan

Mununjukan derajat lama dan atau besar peluang suatu sistem untuk kontak atau dengan goncangan atau gangguan.

2. Kemampuan adaptif

Menunjukan kemampuan dari suatu sistem untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan iklim sehingga potensi dampak negatif dapat dikurangi.

3. Merupak kondisi internal dari sistem yang menunjukkan derajat kerawanannya terhadap gangguan.

C. Bioekologi Siput Gonggong (Strombus canarium)

Klasifikasi siput gonggong menurut Andiarto (1989) adalah: Kelas Gastropoda,

Subkelas Streptoneura, Family Strombiadae, Genus Strombus, Subgenus Laevistrombus, Spesies Strombus canarium.

Menurut Linn (1975) dalam Siddik (2011) mencatat ciri-ciri siput gonggong lainnya ialah memiliki cangkang berbentuk seperti kerucut, bentuk kepala jelas, mempunyai tentakel, mata dan lidah bergigi (lidah parut) yang melengkung kebelakang disebut (radula) serta probosis yang besar yang berguna untuk menyapu dan menyedot makanan yang bercampur lumpur yang berada di dasar perairan. Siput gonggong (Strombus canarium) merupakan biota herbivor yang makanannya terdiri dari

makro alga (25%), lamun (20%),

fitoplankton (15%), zooplankton (5%) dan detritus (20%), (Suwigyno et al, 1977 dalam Suhardi, 2012).

Siput gonggong hidup diatas substrat,

jika berjalan seperti melompat-lompat

dengan menggunakan operculum atau

penutup cangkangnya yang berbentuk

seperti pisau berduri dengan kondisi perairan; suhu berkisar antara 26⁰C – 30⁰C, salinitas 26‰ - 32‰, pH antara 7,1 – 8,0, DO 4,5ppm – 6,5 ppm, kecerahan air 0,5m – 3,0m (Amini, 1986 dalam Siddik, 2011).

(5)

5

III. METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 01 – 07 Mei 2014 yang berlokasi di

perairan Kampung Madong Kota

Tanjungpinang, meliputi survey awal

lokasi, pengukuran parameter lingkungan perairan dan kepadatan siput gonggong

sedangkan analisis sampel substrat

dilakukan pada tanggal 08 – 10 Mei di Laboratorium FIKP UMRAH, adapun lokasi penelitian pada gambar berikut:

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

B. Alat dan Bahan

Tabel 1.Alat dan bahan yang digunakan No Parameter Alat dan Bahan 1. Kondisi Perairan Suhu Salinitas DO pH Kecerahan Multitester Saltmeter Multitester Multitester Secchi disc 2. Substrat Ayakan kering Sekop Kertas Kantong plastik Timbangan digital Saringan bertingkat 3. Kepadatan

Siput gonggong Transek kuadran

1x1 meter

C. Penentuan Stasiun Pengamatan

Penentuan titik sampling stasiun menggunakan metode Purposive Sampling

yaitu suatu penentuan teknik pengambilan

sampel secara sengaja dan sudah ditentukan sehingga yang ingin diteliti dapat terwakili, penandaan titik koordinat stasiun

dengan menggunakan GPS (Global

Positioning System) dan informasi dari

masyarakat setempat.

1. Stasiun I: Pada titik koordinat

(6)

6

pada stasiun ini terletak pada bagian hulu perairan yang berdekatan dengan aktivitas pembangunan pemukiman masyarakat, dan area pasca penambangan bauksit.

2. Stasiun II: Pada titik koordinat

0⁰58'49.692" LU dan 104⁰26'22.6536" BT pada stasiun ini terletak pada bagian tengah perairan dengan kondisi lingkungan sebagai jalur transportasi pelayaran kapal-kapal nelayan dan juga berdekatan dengan area pasca penambangan bauksit.

3. Stasiun III: Terletak pada titik koordinat 0⁰58’40.4932” LU dan 104⁰28’28.352” pada stasiun ini terletak pada bagian muara perairan dengan kondisi lingkungan tepian merupakan area pasca penambangan bauksit.

D. Pengukuran Kondisi Perairan

Penentuan lokasi pengukuran kondisi perairan di Kampung Madong terletak pada 3 bagian yaitu pada bagian hulu, bagian tengah dan bagian muara perairan. Adapun parameter kondisi perairan yang diukur berdasarkan pasang dan surut perairan yakni meliputi: suhu, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (pH), salinitas dan kecerahan. Pengukuran kondisi perairan dilakukan secara insitu menggunkan alat yang tercantum pada Tabel 1.

E. Kepadatan Siput Gonggong

Pengambilan sampel siput gonggong dilakukan dengan menggunakan metode transek kuadrat yang berukuran 1×1 meter pada saat air laut surut dilakukan dengan

cara dipungut satu persatu dengan

menggunakan tangan kosong.

Penyamplingan terhadap siput gonggong

dilakukan pada setiap stasiun pengamatan. Setiap stasiun dipasang 3 buah transek garis sepanjang 50 m dan tiap-tiap transek garis terdiri dari 5 buah transek kuadrat (plot). Penempatan transek kuadran pengambilan sampel siput gonggong pada gambar 2 berikut ini:

Gambar 2. Penempatan transek pengambilan sampel siput gonggong

Kepadatan populasi menunjukan

rataan individu suatu jenis siput dari seluruh

petak contoh yang diamati dengan

menggunakan rumus (Siddik, 2011) :

Keterangan :

D = Kepadatan

ƩXi = Jumlah total individu siput

n = Jumlah transek kuadrat (m2)

F. Analisa Data

Analisa data ini menggunakan

metode deskriptif kuantitatif sesuai dengan konteks permasalahan, dengan metode pembobotan dan skoring menurut kisaran

toleransi. Pembobotan dan skoring

ditetapkan pada setiap parameter yang berpengaruh besar terhadap kehidupan siput gonggong. Pembobotan pada setiap faktor pembatas ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap

(7)

7

kehidupan siput gonggong. Adapun tahapan-tahapan analisis sebagai berikut:

1. Penetapan variabel pengamatan, yaitu dilakukan dengan cara mengacu dari beberapa sumber literatur yang terkait dengan parameter yang dianggap penting bagi kehidupan siput gonggong meliputi: kondisi lingkungan perairan (suhu, salinitas, DO, pH, kecerahan dan tipe substrat). 2. Pembobotan. Adapun pembobotan dari setiap parameter di tentukan besar kecilnya nilai tersebut tergantung pada seberapa pentingnya parameter-parameter tersebut bagi kehidupan siput gonggong menurut sumber literatur yang dijadikan pedoman. Bobot 1 : Untuk parameter yang penting

terhadap kehidupan siput

gonggong.

Bobot 2 : Untuk parameter yang sangat

berpengaruh pada parameter

lainnya terhadap kehidupan siput gonggong.

3. Sedangkan untuk teknik skoring,

masing-masing parameter memiliki peran

yang berbeda sehingga penskoran

berdasarkan kisaran toleransi untuk siput gonggong mulai dari baik, cukup dan buruk. Pada tahap ini hasil pemberian bobot dan skor kemudian dianalisis secara manual menggunakan program Microsoft Excel. Skor 1 : Masih dalam kisaran toleransi

(baik)

Skor 2 : Terletak di batas kisaran toleransi (cukup)

Skor 3 : Diluar kisaran toleransi (buruk)

Tabel 2. Pembobotan dan Skoring Menurut Kisaran Toleransi

No Parameter* dan Bobot** Kategori**** Skor*** 1. Suhu (⁰C) (2) 27-29 (baik) 26/30 (cukup) <26/>30 (buruk) 1 2 3 2. Salinitas (‰) (1) 27-31 (baik) 26/32 (cukup) <26/>33 (buruk) 1 2 3 3. DO (ppm) (1) 4,6-6,5 (baik) 4,5 (cukup) <4,5 (buruk) 1 2 3 4. pH (1) 7,2-7,9 (baik) 7,1/8,0 (cukup) <7,0/>8,0 (buruk) 1 2 3 5. Kecerahan (m) (1) >30 (baik) 0,6-2,9 (cukup) <0,5 (buruk) 1 2 3 6. Substrat (2) Pasir berlumpur/ Lumpur berpasir (baik) Lumpur (cukup) Pasir (buruk) 1 2 3 Sumber:

*Amini (1986) dalam Siddik (2011) ** DKP (2002) dalam Kangkan (2006) *** Affandi (2003)

**** Amini (1986) dalam Siddik (2011) dan Affandi (2003)

Pengkategorian tingkat kerentanan

bertujuan untuk mengetahui tingkat

kerentanan total dari seluruh variabel. Kategori tingkat kerentanan terletak antara 0 – 100.

Tabel 3. Kategori Kerentanan

No Indeks Tingkat Kerentanan

1. 00,00 - 25,00 Tidak Rentan

2. 25,01 - 50,00 Cukup Rentan

3. 50,01 - 75,00 Rentan

4. 75,01 - 100,00 Sangat Rentan

Sumber: Modifikasi dari Wahyudi et al (2009) dan Khodijah (2014)

(8)

8

Kemudian hasil nilai skor rata-rata dari hasil perkalian antara bobot dan skor yang diperoleh dianalisis menggunakan penghitungan indeks kerentanan. Adapun tahpan perhitungan analisis secara manual menggunakan program Microsoft Excel 2010. Cara penilaian terhadap hasil yang diperoleh mengacu pada rumus yang digunakan oleh (Khodijah, 2014).

Tahap yang pertama yaitu

menghitung nilai rata-rata skor dari beberapa variabel yang diteliti dengan pernyataan rumus:

X rata-rata skor atribut Keterengan:

(Bobot × Skor) : Jumlah skor yang diperoleh

N : Jumlah variabel

pengamatan

Selanjutnya dilakukan perhitungan indeks kerentanan dengan cara normalisasi data menggunakan rumus:

Indeks

Kerentanan

Hasil normalisasi yang diperoleh

merupakan nilai indeks keretanan

lingkungan perairan siput gonggng di Kampung Madong. Posisi kategori tingkat kerentanan terletak antara 0 – 100, pada Tabel 3.

IV. HASIL DAN PEMABAHASAN A. Kondisi Lingkungan Perairan

Siput Gonggong di Kampung Madong

1. Suhu

Hasil pengukuran suhu di perairan Kampung Madong menjelaskan bahwa suhu pada 3 titik stasiun pengamatan terkategori buruk bagi kehidupan siput gonggong, yakni pada stasiun I dengan nilai rata-rata 30,2⁰C, stasiun II 31,5⁰C dan stasiun III 30,81⁰C. Tingginya nilai suhu di 3 titik

stasiun ini disebabkan oleh faktor

penutupan vegetasi ditepian yang sudah tidak alami lagi pasca pembukaan lahan atas sebagai tempat pemukiman dan area penambangan bauksit. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor

seperti intensitas cahaya matahari,

pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi (Brehm et al, 1990

dalam Galingging, 2010). Suhu air laut

yang ideal bagi kehidupan siput gonggong berkisar antara 26⁰C – 30⁰C (Amini, 1986

dalam Siddik, 2011).

2. Salinitas

Berdasarkan hasil pengukuran

salinitas di perairan Kampung Madong, salinitas yang terkategori buruk bagi kehidupan siput gonggong terletak pada stasiun I yakni dengan nilai rata-rata 23,05‰, rendahnya kadar salinitas pada stasiun I di indikasi karena adanya masukan air tawar dari hasil kegiatan pembangunan pemukiman di pesisir. Birowo (1987) dalam (Bobot × Skor)

N

Ʃ

=

(X rata-rata ‒ Skor Minimum) (Skor Maks ‒ Skor Min) =

(9)

9

Ernawati (1996) menyatakan bahwa

tingginya curah hujan dan mengalirnya air tawar dari daratan akan menurunkan kadar salinitas. Sedangkan nilai salinitas pada stasiun II yakni 30,2‰, nilai ini masih terkategori baik bagi siput gonggong dan nilai salinitas pada stasiun III yakni 31,27‰. Kisaran salinitas yang baik bagi kehidupan siput gonggong berkisar antara 26‰ - 32‰, (Amini, 1986 dalam Siddik, 2011).

3. Oksigen terlarut (DO)

Berdasarkan hasil pengukuran DO di 3 titik stasiun yakni pada stasiun I dengan nilai rata-rata 7,57ppm, stasiun II 7,07ppm dan stasiun III 7,47ppm. Nilai DO di 3 titik stasiun masih dalam kategori baik bagi

kehidupan siput gonggong, hal ini

dikarenakan tumbuhan air di perairan Kampung Madong seperti lamun masih terbilang dalam kondisi baik, sehingga proses fotosintesis yang mengasilkan DO di perairan terbilang tercukupi oleh biota yang hidup didalamnya. Menurut Amini (1986)

dalam Siddik (2011) menyatakan bahwa

kandungan oksigen yang baik bagi siput gonggong berkisar antara 4,0ppm – 6,0ppm. Sachmitz (1971) dalam Lumbantobing (1996) menyatakan bahwa status kualitas air yang sangat baik terlihat dari kandungan oksigen yang tinggi yakni 6,0ppm – 8ppm.

4. pH (derajat keasaman)

Dari hasil rata-rata pengukuran nilai pH di 3 titik stasiun yakni pada stasiun I 7,73, stasiun II 7,88 dan stasiun III 7,25. Nilai pH tersebut memperlihatkan bahwa pH perairan Kampung Madong cendrung basa

dan termasuk normal bagi pH air laut. pH air yang baik bagi kehidupan siput gonggong antara 7,1 – 8,0 (Amini, 1986 dalam Siddik, 2011). Hutasoit (1991) dalam Siddik (2011)

menyatakan bahwa perairan yang

mempunyai pH dengan kisaran 6,50 – 7,50 dikategorikan perairan yang cukup baik sedangkan perairan yang mempunyai pH dengan kisaran 7,50 – 8,50 dikategorikan perairan yang sangat baik

5. Kecerahan

Hasil pengukuran tingkat kecerahan di 3 titik stasiun bagi kehidupan siput gonggong masih terkategori baik, pada stasiun I yakni dengan nilai kecerahan 0,88m, stasiun II 0,72m dan stasiun III 0,75m. Amini (1986) dalam Siddik (2011) bahwa kisaran tingkat kecerahan yang baik bagi kehidupan siput gonggong berkisar antara 0,5m – 3,0m. Dalam suatu perairan, kecerahan merupakan parameter fisika yang mempengaruhi aktivitas fotosintesis dari

alga, persebaran algae mempengaruhi

perkembangan Gastropoda kerena algae merupakan sumber makanan Gastropoda (Parsons et al, 1977 dalam Munarto, 2010).

6. Substrat

Hasil analisis substrat di 3 titik stasiun menggambarkan bahwa stasiun I terkategori cukup bagi kehidupan siput gonggong yakni dengan tipe substrat lumpur mencapai 90,11%, stasiun II dengan jenis substrat lumpur berpasir dengan nilai persentase mencapai 73,4% dan stasiun III dengan jenis substrat lumpur berpasir yakni 70,64%. Hasil analisis jenis substrat bagi kehidupan siput gonggong di Kampung

(10)

10

3 2 1 1 1 1 0 1 2 3 Suhu Salinitas DO pH Kecerahan Substrat

Kondisi Lingkungan Perairan Siput Gonggong Kampung

Madong 83 50 58 0 20 40 60 80 100 Stasiun I Stasiun II Stasiun III Tingkat Kerentanan Lingkungan Perairan Siput Gonggong Kampung Madong

Madong secara keseluruhan masih

terkategori baik bagi kehidupan siput gonggong. Amini (1986) dalam Siddik (2011) menyatakan bahwa siput gonggong banyak terdapat hidup di perairan pantai dengan dasar pasir berlumpur atau lumpur berpasir dan kondisi perairan dimana banyak ditemukan tumbuhan laut seperti lamun.

B. Rata-rata Nilai Skor Kondisi Lingkungan Perairan Siput Gonggong

Dari hasil perhitungan rata-rata skor atribut lingkungan perairan siput gonggong yang diukur, didapat kondisi masing-masing parameter yang mempengaruhi kehidupan siput gonggong yakni kondisi lingkungan perairan meliputi suhu air, salinitas, DO, pH,

kecerahan dan jenis substrat dari

keseluruhan 3 titik stasiun pengamatan

Keterangan skor:

1 = Parameter lingkungan perairan dalam kondisi baik

2 = Parameter lingkungan perairan dalam kondisi cukup

3 = Parameter lingkungan perairan dalam kondisi buruk

C. Tingkat Kerentanan Lingkungan Perairan Siput Gonggong

1. Indeks

Dari hasil perhitungan antara bobot dan skor rata-rata parameter lingkungan

perairan siput gonggong perstasiun

pengamatan, didapat nilai indeks pada stasiun I yakni dengan nilai indeks 83, stasiun II dengan nilai indeks 50 dan stasiun III dengan nilai indeks 58. Setiap stasiun pengamatan memiliki nilai indeks yang berbeda, hal ini dikarenakan setiap stasiun

pengamatan memiliki jenis aktivitas

manusia dan kondisi lingkungan pesisir yang berbeda, sehingga dampak yang ditimbulkan oleh masing-masing keadaan tersebut juga bervariasi.

2. Tingkat Kerentanan

Hasil perhitungan indeks yang

kemudian di kategorikan dalam tingkat kerentanan dalam bentuk diagram radar berikut.

Dari gambar diatas maka dapat di jelaskan bahwa tingkat kerentanan pada stasiun I tergolong dalam kondisi sangat rentan, ini dikarenakan kondisi perairan dan

(11)

11

substrat pada stasiun I dalam keadaan yang tidak cukup baik bagi kehidupan siput gonggong, kerentanan tersebut dipengaruhi dengan adanya aktivitas pembangunan pemukiman dan dekat dengan area pasca penambangan bauksit di pesisir, yang memberi dampak buruk bagi lingkungan perairan siput gonggong seperti, suhu perairan yang tinggi, salinitas yang rendah, tingkat kecerahan yang cukup dan substrat

yang dominan adalah jenis lumpur.

Selanjutnya tingkat kerentanan pada stasiun II termasuk dalam kategori cukup rentan dan stasiun III terkategori rentan, hal ini dikarenakan kondisi vegetasi di tepian pada stasiun II dan stasiun III yang sudah tidak alami lagi pasca pembukaan lahan untuk penambangan bauksit yang berdampak buruk bagi perairan seperti suhu perairan yang cepat mengalami peningkatan karena tidak terlindungi oleh vegetasi yang sudah tidak alami lagi. Dari hasil penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor kondisi lingkungan perairan memiliki peran yang sangat penting bagi keberadaan siput gonggong di perairan Kampung Madong, sebab keberhasilan hidup suatu organisme sangat di pengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan sekitar dalam keberlangsungan hidupnya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil pengukuran kondisi perairan di 3 titik stasiun pengamatan, menggambarkan hasil yang cendrung buruk bagi kehidupan

siput gonggong, salah satunya adalah suhu perairan, hal ini terjadi diduga karena dipengaruhi oleh kondisi vegetasi di tepian sudah tidak alami lagi, menyebabkan suhu pada perairan ini cepat meningkat.

2. Dari hasil penelitian ini, dapat

disimpulkan bahwa tingkat kerentanan lingkungan perairan siput gonggong di stasiun I dengan nilai indeks 83 terkategori dalam tingkat kerentanan yang sangat rentan, hal ini dikarenakan pada lokasi stasiun I ini lingkungan perairan siput gonggong masih dipengaruhi oleh aktivitas pembangunan pemukiman dan kondisi lingkungan vegetasi yang tidak alami. Stasiun I ini juga termasuk dalam bagian hulu perairan. untuk tingkat kepadatan siput gonggong pada stasiun I tergolong sangat rendah jika dibandingakn dengan stasiun II dan III, yakni 0,6 ind/m2 dan yang tertinggi terdapat pada stasiun III yakni 1,3 ind/m2 akan tetapi hasil kepadatan dari tiap-tiap

stasiun masih tergolong rendah jika

dibandingkan dengan hasil penelitian

terdahulu.

Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah:

1. Untuk area stasiun II dan III, diharapkan kepada pemerintah Kota Tanjungpinang dan juga masyarakat Kampung Madong untuk melakukan reboisasi di sepanjang pesisir, untuk mengantisipasi terjadinya erosi pasca area penambangan bauksit, hal ini dilakukan selain bermanfaat bagi biota perairan yang hidup di perairan Kampung Madong juga berfungsi sebagai daerah tangkapan air yang baik sebelum masuk kebadan perairan.

(12)

12

2. Perlu dilakukkannya sosialisasi tentang budidaya siput gonggong di Kampung

Madong, mengingat keberadaan siput

gonggong di alam semakin menurun akibat

penangkapan yang berlebihan dan

menurunnya kualitas lingkungan perairan oleh akibat dari faktor manusia dan dan alam, juga mengingat kawasan Kampung Madong ini sangat berpotensi dalam hal budidaya lautnya.

3. Diharapkan kepada masyarakat

Kampung Madong untuk selalu tetap menjaga lingkungan perairan dari sampah-sampah rumah tangga agar kehidupan biota di perairan dapat terus berlangsung dengan baik dan juga dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Andiarto, H. 1989. Studi Ekologi

Morfometri Tedong Gonggong

(Strombus canarium, Lindner,

1758) Dan Asosiasinya Dengan Fauna Moluska Di Perairan Pulau Bintan, Karya Ilmiah, Institut

Pertanian Bogor, Bogor, 139

Halaman.

Boer, Rizaldi. 2012. Ruang Lingkup Kajian

Kerentanan: Antara Teori Dan Praktek. CCROM-SEAP IPB. Institut Pertanian Bogor, Bogor, 34 Halaman.

Ernawati, 1996. Studi Perameter

Fisika-Kimia Perairan Dan Pengaruhnya Terhadap Fitoplankton Di Perairan Teluk Bone, Sulawesi Selatan,

Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 87 Halaman.

Galingging, Maidar BR. 2010. Hubungan

Produktivitas Primer Fitoplankton Dengan Faktor Fisik Kimia Air Di Muara Sungai Asahan, Tesis,

Universitas Sumatera Utara,

Medan, 52 Halaman.

Hidayanti. 2010. Penilaian Kualitas

Perairan Pesisir Dengan Mengembangkan Indeks Sebagai Upaya Perlindungan Dan Pengelolaan Berkelanjutan,

Disertasi, Universitas Sumatra

Utara, Medan.

http://sdp2013.files.wordpress.com/2014/02/ adaftasi-fisiologis-pak-ridwan.ppt di akses pada tanggal 10 Juni 2014. Kangkan, A, L. 2006. Studi Penentuan

Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimai dan Biologi Di Teluk Kupang, Nusa tenggara Timur, Tesis, Universitas

Diponegoro, Semarang, 125

Halaman.

Khodijah. 2014. Sustainable Livelihoods of

Fishermen Households Headed by Women (Case Study in Riau Island Province of Indonesia, Asian Sosial

Science Vol 10, No. 9, 2014, Publisher by Canadian Center of Science and Education.

Lumbantobing, S. 1996. Kelimpahan dan

Distribusi Spasial Makrozobentos pada Sungai Sejorong, tongoloka, dan tatar di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Skripsi, Program

Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan, Fakultas Perikanan,

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Munarto. 2010. Studi Komunitas

Gastropoda di Situ Salam Kampus Universitas Indonesia, Depok,

Skripsi, Universitas Indonesia, Depok, 57 Halaman.

(13)

13

Siddik, Judistira. 2011, Sebaran Spasial Dan

Potensi Reproduksi Populasi Gonggong (Strombus turturella) di Teluk Klabata Bangka Belitung,

Tesis, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 79 Halaman.

Suhardi, Bambang. 2012. Analisis

Kandungan Logam Berat (Cd) Dan (Pb) Pada Siput Gonggong (Strombus canarium) Di Perairan Laut Madong Kota Tanjungpinang.

Skripsi, Universitas Maritim Raja

Ali Haji, Tanjungpinang, 74

Halaman.

Sulma, Sayidah. 2012. Kerentanan Pesisir

Terhadap Kenaikan Muka Air Laut (Studi Kasus: Surabaya dan Daerah Sekitarnya) Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta, 131 Halaman.

Wahyudi., Teguh, Hariyanto., Suntoyo. 2009. Analisis Kerentanan Pantai

di Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Timur, ITS Surabaya, http://personal.its.ac.id/files/pub/42 54-wahyudi%20citros-oe Dr.%20Wahyudi,%20et%20al._SE NTA%202009Analisa%20Kerentan an%20Pantai%20di%20Wilayah%2 0Pesisir%20Pantai%20Utara%20Ja wa%20Timur.pdf di akses pada tanggal 10 Juni 2014.

Gambar

Tabel 1.Alat dan bahan yang digunakan  No  Parameter  Alat dan Bahan  1.  Kondisi Perairan  Suhu  Salinitas  DO  pH  Kecerahan  Multitester Saltmeter Multitester Multitester  Secchi disc  2

Referensi

Dokumen terkait

a. Penetapan penyusunan rencana dan program kerja penyusunan, perencanaan pembangunan kesejahteraan sosial dan pemerintahan. Penetapan perumusan petunjuk pelaksana, pedoman

Ketika seseorang dihadapkan pada suatu keadaan yang cenderung menimbulkan perasaan tertekan, maka mereka sangat membutuhkan sebuah kompensasi agar perasaan yang dirasakan

8 Zakat yang diberikan melalui pembiayaan mikro kepada satu penerima zakat dalam jumlah tertentu dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada mereka untuk berusaha secara

[r]

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa respon struktur gedung beton bertulang berupa nilai base shear, simpangan antar lantai

Mengingat Kota Tarutung merupakan salah satu wilayah dengan tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana gempa, maka selain perlunya evaluasi terhadap bangunan yang telah ada,

Sistem kerja lampu lalu lintas terpadu otomatis ini adalah ditampilkannya penampil waktu pada saat lampu merah, hijau, dan kuning menyala untuk setiap jalur pada empat

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Peran Dewan Pengurus Kecamatan Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (DPK BKPRMI) Tomoni dalam pembinaan akhlak remaja di