• Tidak ada hasil yang ditemukan

Catatan Hati Seorang Guru Les

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Catatan Hati Seorang Guru Les"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Catatan Hati Seorang Guru Les

Menjadi seorang guru les merupakan salah satu pekerjaan (profesi) yang banyak dilakoni oleh mahasiswa, terutama mahasiswa peraih Bidikmisi, yang kebanyakan mencari tambahan biaya untuk agar tetap bisa bertahan hidup dan melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi. Ini profesi yang menyenangkan, sebagai menjadi bagian yang bisa mendidik generasi dan menjadikan pelajar bagi para pembelajar.

Sebagai pelajar, idealnya yang mereka lakukan ya belajar. Bukan hanya sekolah. Namun di sekolah, anak-anak itu tidak merasa banyak belajar. Metode pembelajaran yang ada tampaknya menuntunnya untuk hanya mampu menghafal, bukan memahami. Disinilah ketika di kelas les, guru les harus menjelaskan lagi konsep pembelajaran dari awal, padahal materi tersebut sudah diterangkan oleh guru di sekolahnya. Jadi, yang dilakukan hanyalah transfer knowledge, bukan transfer pemahaman. Mereka hanya di-drill untuk lulus UN (Ujian Nasional), sehingga tidak menumbuhkan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Alhasil tujuan pendidikan berdasarkan UU Sisdiknas 2003 pasal 3 yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, tampaknya hanya akan menjadi slogan semata.

Beberapa orang tua sengaja memberikan les tambahan pada anak-anaknya, karena menyadari dirinya punya keterbatasan, sehingga merasa perlu untuk menitipkan buah hatinya agar memiliki pengetahun yang lebih di tempat les, karena pendidikan di sekolah belum cukup untuk mengasah potensi anak mereka. Pada sisi lain, para orang tua itu sebenarnya bergelar sarjana, tetapi tidak memiliki waktu untuk mendidik anak dan mengevaluasi proses belajar anak di sekolahnya. Dari kesibukannya itulah banyak ibu yang menyerahkan pengasuhan dan pendidikan anaknya kepada pembantu, tetangga, dan nenek mereka. Masalah ekonomi ikut mempengaruhi disini, sebab kebutuhan ekonomi yang sulit memaksa para orang tua, termasuk

(2)

para ibu, meninggalkan peran keibuannya dan bekerja keras diluar rumah.

Sebagai guru les akhirnya harus berperan layaknya ibu bagi mereka, tempat curahan keluh kesahnya di sekolah, mencurahkan keinginan dan cita-citanya, tentang gurunya, teman-teman, dan tak jarang juga mengeluhkan kesibukan orang tuanya yang tidak sempat menanyakan sekedar: ”bagaimana nilai ulanganmu hari ini?”.

Hal-hal seperti itu banyak kita jumpai dalam kelas-kelas les. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan, justru menjadi sarana untuk melampiaskan rasa protes terhadap kondisi lingkungan keluarga, sekolah yang amburadul, ada guru mengajar asal-asalan, buku paket yang banyak rusak, dsb. Bisa jadi, adanya pelajar yang amburadul itu karena besar di lingkungan keluarga/sekolah yang juga amburadul. Disana tidak ada panutan, tidak ada arahan, tidak ada contoh keteladanan dan pendampingan.

Sudah banyak kasus dari bobroknya output pendidikan seperti itu. Generasi pembelajar mengalami degradasi moral, seperti yang terjadi pada pasca Unas 2015 dimana pelajar tak lagi coret-coret di baju seragamnya dan konvoi kendaraan, namun juga terjadi kasus perzinaan masal, tawuran dan perbuatan maksiat lainnya. Di Siantar, misalnya, seusai Unas ratusan siswa bersuka-ria mencorat-coret bajunya, bahkan beberapa siswa melakukan aksi-aksi asusila. Di Purwakarta (Jawa Barat) dua kelompok siswa diamankan polisi karena melakukan tawuran. Kemudian di Kendal (Jateng), masih pasca Unas, puluhan pelajar tertangkap basah berbuat mesum di sebuah kamar hotel. Belakangan kita dihebohkan dengan tersebarnya undangan “pesta bikini” bagi anak SMA usai pelaksanaan Unas yang bertajuk “Good Bye UN”.

Mengkaji dari peristiwa diatas kita tidak bisa menutup mata bahwa secara rata-rata sistem pendidikan belum menghasilkan generasi unggul. Seandainya negeri ini memiliki visi politik

(3)

yang jelas terhadap pendidikan, tentu hal-hal seperti itu tidak akan terjadi. Kegagalan melahirkan output bermoral dan pemerataan pendidikan yang berkualitas, disinyalir terkait dengan kapitalisme yang merangsang biaya pendidikan semakin mahal. Kapitalisme inilah konon yang ikut membuat kaum perempuan terpaksa meninggalkan perannya sebagai ibu demi membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Kondisi seperti ini mungkin saja akan menjadi semakin parah jika kita diamkan dan membiarkan keadaan. Jadi kesalahan ini harus diluruskan. Pertama, pendidikan adalah kebutuhan pokok rakyat karena setiap warga negara berhak memperoleh akses pendidikan. Hal ini tentu sangat bisa dipahami karena maju-mundurnya suatu peradaban sangat bergantung pada kualitas pendidikan manusianya.

Kedua, output pendidikan berupa generasi bertakwa yang unggul pada seluruh aspek kehidupan, menuntut perhatian serius dari kompenen terkait yaitu keluarga, masyarakat, sekolah, yang kondusif serta kebijakan pemerintah yang mendukung. Ketiga, untuk mewujudkan hal itu negara harus memiliki sistem ekonomi yang kuat, karena kedua hal ini membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Dengan potensi sumber daya alam yang kuat, tentu negeri ini memiliki pemasukan yang besar untuk bisa mewujudkannya, asalkan SDA itu dikelola dengan benar yaitu menjadikan aset hajat hidup publik milik rakyat dikelola oleh negara. Satu misal dari Blok Mahakam saja berpotensi menghasilkan pendapatan kotor Rp 1.700 triliun, sehingga jika kita memiliki 79 blok migas, tentu ini merupakan sumber APBN yang diharapkan juga bisa memberi kesejahteraan kepada rakyat. Hal demikian tentu tidak akan terwujud jika paradigma ekonomi neoliberal yang menjadi rujukan dan hajat hidup publik diprivatisasi dan dimiliki asing yang menyebabkan negeri ini terjerat dalam penjajahan gaya baru (neoimperialisme).

(4)

henti-hentinya menjadikan pendidikan di negeri ini lebih baik. Potensi optimalisasi generasi muda sebagai aset berharga bangsa menjadi kenyataan, dan terlahir jutaan intelektual hebat dengan penghargaan luar biasa dan mampu mewujudkan peradaban gemilang mercusuar dunia. (*)

Editor : Bambang Bes

Di Era Digital, Belajar Tak

Harus di Ruang Kelas

UNAIR News – Dewasa ini, perkembangan arus informasi dan komunikasi berkembang begitu pesat. Setiap orang dapat mengonsumsi informasi tanpa terbatas ruang dan waktu. Ruang pendidikan pun tak kalah turut bertransformasi. Di zaman digital ini, proses belajar yang sedianya secara formal dilakukan di dalam kelas, kini bisa dilakukan dimana-mana, dan dengan cara yang beragam rupa.

Fenomena inilah yang melatarbelakangi ruangguru.com, penyedia

platform di bidang pendidikan yang didukung oleh Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan tagline “Belajar Apapun dari

Siapapun”, diharapkan agar flatform ini dapat membantu

jalannya pendidikan sebagai layanan negara yang diberikan untuk masyarakat.

“Ruangguru.com ini merupakan penyedia layanan pendidikan berbasis teknologi yang memungkinkan akses murid kepada tutor dan konten pendidikan berkualitas. Perusahaan pengembang teknologi pendidikan yang berfokus mengembangkan platform untuk membantu proses pendidikan,” tutur Yudha.

(5)

dilaunching sejak April 2014 silam. Uniknya, ruangguru.com menyediakan ribuan jenis soal untuk SD, SMP, hingga SMA yang dapat dimanfaatkan untuk mempersiapkan diri menuju ujian nasional, ujian olimpiade, ujian tes bahasa inggris, dan ujian lainnya. Materi yang disusun berdasarkan tema dan topik, sehingga memudahkan pencarian.

Platform ini juga dapat mengeluarkan data analisis yang dapat

melihat bidang kelemahan siswa. Sehingga, didapatkan pemetaan yang jelas tentang kemampuan siswa, bidang apa yang lemah dan perlu pelajari lagi. Hal ini memungkinkan efisiensi waktu. Siswa tak harus mengulang soal-soal yang ia telah mampu lali dengan baik. Jika analisis data ini diterapkan untuk seluruh siswa dalam satu wilayah misalnya, hasil analisis bisa menjadi bahan evaluasi bagi pengambilan kebijakan.

Ruangguru.com merupakan fasilitas dari pemerintah yang dapat diakses secara cuma-cuma. Dengan jumlah staf mencapai 50-70 orang, dalam kurun waktu sekitar dua tahun, platform ini terus melakukan pengembangan dan perbaikan. Menurut Prama Yudha Amdan, selaku Government Relation Lead, platform ini dalam waktu dekat juga akan menyediakan layanan konsultasi online 24 jam.

Kedatangan Yudha ke Universitas Airlangga pada Selasa (8/3) dengan menemui Ketua Pusat Informasi dan Humas UNAIR, Drs. Suko Widodo, M.Si., adalah untuk melakukan penjajakan kerjasama antara ruangguru.com dengan UNAIR.

Mengenai kemungkinan kerjasama ini, Suko masih akan mempelajari ulang kemungkinan kerjasama yang dapat dijalin antara ruangguru.com dengan UNAIR. Mengingat, ruangguru.com merupakan platform yang bergerak dibidang keguruan dan pendidikan, sedangkan UNAIR tidak memiliki basis keilmuan di bidang itu.

Namun, Suko tak menolak jika ada kemungkinan kerjasama yang dapat dijalin. Seperti yang dipaparkan oleh Yudha misalnya,

(6)

UNAIR dapat menjalin kerjasama terkait penyediaan konten dan rekomendasi mahasiswa magang dari keilmuan di bidang teknologi informasi untuk ditempatkan di ruangguru.com. (*)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Nuri Hermawan

Referensi

Dokumen terkait

Pemahaman masyarakat terhadap aturan gadai tanah dalam hukum UUPA masih sangat minim, sehingga akad dilakukan tanpa ada kepastian kapan tanah tersebut harus dikembalikan kepada

Berbagai permasalahan yang ditemukan di Desa ini mendorong kami dalam melakukan berbagai inovasi yang dapat menambah wawasan atau bahkan dapat dikembangkan

Pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Kecamatan Tareran pada umumnya berdasarkan pada: kesederhanaan pelayanan, kejelasan dan kepastian pelayanan, keamanan

Kalajengking mempunyai ritual perkawinan yang kompleks, jantan menggunakan pedipalpinya mencengkeram pedipalpi betina. Jantan kemudian membimbing betina melakukan

ada pada kelompok untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada tahap analisis yang telah ada indikator pencapaiannya dengan menggunakan lembar observasi

Untuk itu dibutuhkan sebuah aplikasi yang dapat mempermudah proses pembelian ikan lele dan permintaan pelanggan dapat dilayani dengan mudah dan cepat tanpa

Edward Sallis, bahwa pelanggan eksternal tersier adalah dunia kerja (perguruan tinggi), maka dari itu secara umum dapat dikatakan bahwa semua lembaga atau organisasi

Pencabutan NKV dilakukan jika permintaan pelaku unit usaha, tidak memenuhi standar jaminan keamanan mutu produk asal pangan asal hewan yaitu higiene dan sanitasi, terjadi