• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemimpin dari Alam Lain: Ketika Kita Membutuhkan Sikap Bijak Mereka (98/M)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemimpin dari Alam Lain: Ketika Kita Membutuhkan Sikap Bijak Mereka (98/M)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KOPI - Pernah kita melihat poster ataupun baliho bakal calon pemimpin di pinggir jalan yang tidak menggambarkan adanya karakter tegas dari bakal calon pemimpin itu sendiri. Kita ambil satu contoh bakal calon gubernur yang marak kita lihat balihonya di perempatan jalan.

Mendapati isi baliho yang dihiasi dengan kata-kata manis dan latar yang menarik, menjadikan bentangan kain di langit-langit gapura itu sebagai pusat perhatian para pengguna jalan.

Namun, jika diperhatikan lebih seksama, ada hal yang ganjal pada gambar tokoh yang mengisinya. Benar, setiap tokoh yang dideskripsikan dalam baliho tersebut selalu

digandengkan dengan tokoh lain yang lebih populer darinya. Hal ini memang tidak dipungkiri bertujan untuk memberitahu orang banyak bahwasanya tokoh tersebut memiliki kedekatan yang baik dengan ‘wali masyarakat’ yang digandingkan dengannya. Dan, hal itu dianggap sebagai hal yang baik untuk dilakukan oleh banyak bakal calon pemimpin lain yang berpikiran sama.

Percaya atau tidak, kebanyakan hal itu bisa menjadi alasan jatuhnya kepercayaan publik terhadapnya. Alasan logisnya, jika setiap baliho yang dipasang selalu mengandingkan bakal calon tersebut dengan tokoh masyarakat yang lebih populer menandakan bahwa bakal calon tersebut tidak memiliki kepercayaan atas kemampuan diri sendiri. Ada penilaian hai di

dalamnya. Masyarakat akan menilai bahwa bakal calon tersebut tidak akan bisa

memperjuangkan apa yang diinginkan rakyat tanpa ada bayang-bayang dari orang lain. Dan itulah yang sedang dihadapi oleh negeri ini, krisis kepemimpinan.

Lalu, apa yang harus dilakukan untuk menyikapi fenomena ‘krisis-kepemimpinan’ ini?

Setidaknya ada duabelas plus satu karakter kepemimpinan yang seharusnya ada pada para pemimpin negeri ini dalam konteks pandangan kekinian sesuai dengan masalah yang dihadapi, lebih kepada bentuk kebutuhan penulis pribadi akan hausnya sosok pemimpin yang ideal. Kita akan coba mengulasnya satu persatu.

Pertama, siap menjadi gajah. Seorang pemimpin harus memiliki jiwa makro dan mikro kepemimpinan. Saat memimpin rombongan gajah yang ratusan jumlahnya, gajah pemimpin yang sebenarnya juga berukuran tubuh sama seperti gajah lain mampu membawa

rombongannya sampai ke seberang sungai berarus deras tanpa ada anggota rombongan yang membelot satupun. Namun, gajah pemimpin juga tidak lupa akan keberadaan dirinya sendiri. Manusia pemimpin bisa memimpin massa yang jumlahnya makro tanpa lupa keberadaan diri sendiri yang mikro. Dia bisa membagi kedua hal tersebut secara seimbang.

(2)

Kedua, siap menjadi berang-berang. Visi dan misi yang jelas harusnya sudah benar-benar melekat dalam diri seorang pemimpin. Bagaimana dia menggagas pemikiran kedepan dan merancang tindakan untuk mencapai tujuan tersebut. Takjubnya kita melihat seekor

berang-berang pemimpin dan satu pembantunya berhasil membendung sungai yang deras sekalipun menjadi danau yang tenang dan nyaman untuk dihuni. Hal itu tidak terlepas dari perancangan jauh sebelumnya.

Ketiga, siap menjadi lumba-lumba yang imajinatif. Alam pikiran bisa menggambarkan apa yang tidak kita lihat. Bayangkan ketika seorang pemimpin RT tersenyum melihat betapa bersih lingkungan tempat tinggalnya akibat gotong royong di satu pagi yang tenang. Dan, sebelumnya tidak ada warga yang percaya apa yang digambarkan RT tersebut akan berhasil.

Penuh aksi layaknya seekor burung sawah, kriteria ke empat yang setidaknya perlu ada saat ini. Berbeda dengan misi, aksi lebih kepada tindakan cepat pemimpin dalam mengambil

keputusan. Kepala rombongan burung sawah tahu kapan saat yang tepat untuk membelokkan rombongan ke kiri saat angin mulai berubah arah dan bertiup lebih kuat dari sebelumnya.

Kelima, siap menjadi semut. Bukan ratu semut, tapi semut biasa yang siap turun ke lapangan mengangkat beban-beban berat yang memang di perlukan untuk kepentingan bersama. Betapa nikmatnya suatu kedudukan tertinggi, ketika seorang pemimpin juga pernah merasakan betapa susah dan sulitnya menjalankan dan mengoperasionalkan gagasan yang ingin diwujudkannya.

Keenam, siap menjadi rusa pemimpin. Saat bertemu para pemburu, rusa pemimpin akan memberikan kesempatan rusa rombongan lain untuk lari menjauh sementara dirinya berkorban menjadi buruan para pemburu. Pemimpin harus siap kehilangan apa yang dipunya untuk menyelamatkan yang dipimpinnya. Bukan menjadikan posisi kepemimpinannya sebagai aset pemuas pribadi.

Ketujuh, siap menjadi singa yang di satu sisi harus bisa mencoba menjadi rubah. Seorang pemimpin pada dasarnya memiliki jiwa otoriter. Dan, itu memang sifat dasar yang tidak bisa dipungkiri. Namun, ada masanya seorang pemimpin mencoba menepikan egonya dan harus bisa ‘menjilat’ untuk mempertahankan tampuk kekuasaannya. Ketika seorang pemimpin bisa mengkolaborasikan kedua kepribadian ini, maka saat itulah dia dapat memperjuangkan apa yang ingin diwujudkannya.

(3)

Kedelapan, siap menjadi seekor ayam. Pemimpin harusnya selalu bisa dimanfaatkan dan diberdayakan oleh orang lain. Ayam selalu bisa diambil manfaatnya bahkan ketika dia masih menjadi seekor telur sekalipun.

Kesembilan, siap menjadi nyamuk. Tindakan yang tidak baik disaat nyamuk menggigit dan menebar penyakit kepada mangsa yang diambil darahnya. Hal ini sebenarnya bertujuan agar telur-telur yang akan dilahirkannya bisa mendapat asupan protein yang baik. Bisa kita maklumi ketika seorang pemimpin mengorbankan satu kelompok demi keberlangsungan kelompok lain. Namun, ini hanya ketika terjadi satu titik dimana memang tidak ada pilihan lain yang terbaik untuk diambil.

Banyak pemimpin yang lupa saat bergerak dalam aksinya, tidak memperhatikan bahaya lain yang datang dari sekitarnya. Lengah terhadap serangan lain karena terfokus pada satu hal untuk diatasi saja. Dan, itu merupakan kesalahan fatal yang dapat menjadi sebab berakhirnya tampuk kepemimpinannya.

Seidealnya, seorang pemimpin dapat menjadi seekor bunglon. Dan, inilah karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin saat ini. Mata bunglon selalu menatap kesegala arah. Hal ini

membuatnya bisa tahu apa yang ada di sekitar tanpa terlepas dari fokus utama yang ada di depannya. Pemimpin juga harus bisa, pada satu saat ― menyamarkan keberadaannya untuk menghindari situasi sulit yang memang tidak bisa teratasi dan kembali muncul ketika dirasa sudah bisa menyelesaikan masalah tersebut.

Bukan bermaksud untuk merendahkan spesies sendiri. Namun, kriteria selanjutnya yang harusnya bisa dicontoh oleh seorang pemimpin adalah dengan memperhatikan raut wajah seekor kera. Banyak rahasia yang terkandung dalam satu raut ‘cengiran’nya. Kita terkadang sulit menebak, apakah kera tersebut sedang tersenyum, marah, sedih ataupun sedang merasa galau? Pemimpin harusnya bisa menyembunyikan semua kesulitan yang dia punya dibalik senyum yang selalu manis. Berat, memang. Namun, itulah konsekuensi menjadi seorang yang berada di posisi terdepan.

Dan yang terakhir, seorang pemimpin harusnya dapat menjadi seperti seekor burung hantu. Tahu kapan harus diam, harus membuka dan mentup mata. Kapan harus memutar kepala, harus memperhatikan sekitar. Kapan harus bersuara, harus bertindak. Kapan harus menjadi

(4)

seorang yang arif dan tenang menghadapi masalah.

Namun, di atas segala karakter baik yang layak dipelajari dan diambil hikmah ini masih ada yang perlu dipahami seorang pemimpin. Setiap pemimpin ataupun bakal calon pemimpin, walaupun kita tahu bahwa memandu diri sendiri juga termasuk situasi kepemimpinan―harusnya dapat mencapai hal ini. Menjadi seorang manusia seutuhnya dan memanusiakan manusia.

Banyak hal yang tidak kita mengerti tentang kepemimpinan. Bagaimana harusnya bertindak, mengambil keputusan ataupun berbicara yang benar. ‘menalar’ dan ‘menakar’ adalah inti dari setiap kapasitas kepemimpinan yang diemban. Namun, jika kepemimpinan dijalankan dengan ketulusan dan hati serta sadar bahwa kepemimpinan adalah hakekat seorang manusia maka kesulitan yang ada akan bisa terselesaikan. Tidak ada yang kebetulan dan bergerak tanpa arah dan tujuan di dunia. Hanya bagaimana kita sebagai pemimpin mengungkap dan menyusun rencana yang tepat untuk menuju pencapaian terbaik darinya.

Biodata Penulis:

Nama : NOVALDI HERMAN

Tempat/tanggal lahir : Padang/19 November 1992

Nama universitas : UNIVERSITAS RIAU

Alamat universitas : Kampus Bina Widya, Jl. H.R. Subrantas Km. 12,5 Simpang Baru ― Panam, Pekanbaru, Riau.

(5)

Alamat rumah : Kp. Baru Berok 131 RT03/04 Kel. Kurao Pagang Kec. Nanggalo ― Siteba, Padang, Sumatera Barat, 25147

Nomor telpon seluler : +6285274041344

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari tesis ini yaitu untuk menganalisis dan membandingkan besarnya beban maksimum pondasi tiang bor dengan menggunakan analisis tiang tunggal dengan menggunakan data bored

Alhamdulillahirra bil‟alamiin segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis

This study was conducted to compare fibrin deposit in pregnant mice that infected by Plasmodium berghei (treatment group) to the normal pregnant mice (control group) and

Based on the result and the a formentioned description, it can be concluded that: (1) the use of libraries is influenced by the existence of important features of

The aim of this study was to determine the climatic factors that most affect on Annona flowering and fruiting times in Purwodadi Botanic Garden, accompanied by flowering

Menurut Hafsah (2004) pengembangan Usaha Kecil dan Menengah merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Upaya yang harus dilakukan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode regresi data panel mengenai pengaruh PDRB Perkapita, Jumlah Wajib Pajak dan Inflasi terhadap

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang