ISOLASI DAN KARAKTERISASI POTENSI BIODIESEL MIKROALGA AIR TAWAR YANG DIKOLEKSI DARI BEBERAPA PERAIRAN UMUM SEKITAR TANGERANG DAN BOGOR
Susi Novaryatiin1, Budhi Priyanto2, Agus Masduki1
1Jurusan Biologi (Bioteknologi), Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta.
2Balai Teknologi Lingkungan, BPPT, Puspiptek, Serpong. e-mail : susi_novaryatiin@yahoo.com
ABSTRAK
Mikroalga berpotensi sebagai bahan baku biodiesel yang dapat menggantikan bahan bakar fosil karena memiliki kandungan lipid yang tinggi. Untuk menggali potensi mikroalga sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia perlu dilakukan isolasi mikroalga dari perairan di Indonesia dan karakterisasi kandungan lipid mikroalga tersebut.
Penelitian ini melakukan isolasi dan karakterisasi mikroalga air tawar yang dikoleksi dari beberapa perairan umum sekitar Tangerang dan Bogor. Mikroalga diisolasi dengan metode spread pada Half-strength Chu #10 Medium dan isolat kemudian diisolasi berdasarkan kenampakan morfologinya. Karakteristik pertumbuhan mikroalga diamati dengan menghitung kepadatan sel (jumlah sel/ml) dari mikroalga yang ditumbuhkan pada Half-strength Chu #10 Medium selama 30 hari. Kultur dipanen pada hari ke-10, 20, dan 30. Berat kering sel ditimbang setelah dikeringkan dalam oven selama satu malam. Untuk mengetahui kandungan lipid dalam biomassa maka sejumlah biomassa kering tersebut dipindahkan ke dalam timbel selulosa (Whatman Cellulose
Extraction Thimbles, Single Thickness 25 Thimbles) dan kemudian di refluks dalam campuran
heksana dan aseton (masing-masing 75 ml) pada perangkat Soxhlet. Setelah evaporasi ekstrak yang mengandung lipid, labu evaporasi ditimbang untuk mendapatkan persentase total lipid dalam sampel.
Selama penelitian ditemukan 2 jenis mikroalga dari situ Ciseeng yaitu Chlorella sp. dan
Ankistrodesmus sp. Berat kering Chlorella sp. pada hari ke-10, 20, dan 30 masing-masing adalah
0,07 gr/l; 0,134 gr/l; dan 0,284 gr/l, sedangkan berat kering Ankistrodesmus sp. pada hari ke-10, 20, dan 30 masing-masing adalah 0,127 gr/l; 0,141 gr/l; dan 0,192 gr/l. Total lipid Chlorella sp. pada hari ke-10, 20, dan 30 masing-masing adalah 14,09%; 21,68%; dan 27,85%, sedangkan total lipid Ankistrodesmus sp. pada hari ke-10, 20, dan 30 masing-masing adalah 13,57%; 16,82%; dan 20,22%.
Secara statistika (Uji Duncan), kenaikan berat kering yang signifikan terjadi pada Chlorella
sp. dan Ankistrodesmus sp. dari hari 20 hingga hari 30 dan dari hari 10 hingga hari
ke-30. Untuk total lipid, kenaikan yang signifikan pada Chlorella sp.terjadi dari hari ke-10 hingga hari ke-20 dan dari hari ke-10 hingga hari ke-30, sedangkan pada Ankistrodesmus sp., kenaikan yang signifikandiperoleh dari hari ke-10 hingga hari ke-30.
Kata Kunci: Chlorella sp., Ankistrodesmus sp., berat kering, total lipid, biodiesel.
PENDAHULUAN
Biodiesel merupakan bahan bakar substitusi solar atau diesel yang berasal dari pengolahan minyak nabati secara transesterifikasi. Mikroalga merupakan kandidat yang sangat baik untuk produksi
biodiesel karena menguntungkan dari segi tingginya efisiensi fotosintetik, produksi biomassanya lebih tinggi dan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan tanaman tingkat tinggi (Miao, 2006; Minowa, 1995). Selain itu, mikroalga memiliki kadar minyak
Jurnal Surya Medika Volume 1 No. 1 [2015]
24 yang tinggi, rata-rata produksi yield dari
mikroalga dapat mencapai 10 hingga 20 kali lebih tinggi dari yield yang diperoleh dariminyak nabati (Chisti, 2007; Tickel, 2000). Beberapa spesies mikroalga dapat mengakumulasi lipid hasil fotosintesis di dalam selnya lebih dari 50% berat tubuhnya (Chisti, 2007). Selain karena potensi biodiesel yang tinggi, penggantian bahan bakar fosil dengan biodiesel dari mikroalga juga karena biodiesel yang diproduksi dari mikroalga termasuk ramah lingkungan. Selama masa pertumbuhannya, mikroalga dapat memanfaatkan kelebihan karbon dioksida di udara sehingga mempunyai dampak positif menurunkan efek rumah kaca akibat global warming dan perubahan iklim (Chisti, 2007).
Untuk menggali potensi mikroalga sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia perlu dilakukan isolasi mikroalga dari perairan di Indonesia dan karakterisasi kandungan lipid mikroalga tersebut. Pada penelitian ini isolasi dilakukan di beberapa perairan umum sekitar Tangerang dan Bogor.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan mikroalga dari perairan umum di sekitar Tangerang dan Bogor yang menghasilkan lipid dengan kadar yang tinggi. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah koleksi mikroalga di Balai Teknologi Lingkungan (BTL) – BPPT, dan Universitas Al Azhar Indonesia. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi pengembangan teknologi berbahan baku mikroalga di Indonesia.
METODOLOGI Bahan Kultur
Penelitian ini
menggunakanHalf-Strength Chu #10 Medium (Andersen, 2005)
sebagai media pertumbuhan mikroalga air tawar yang diperoleh dari hasil sampling.
Bahan Ekstraksi Soxhlet
Biomassa kering Chlorella sp. dan
Ankistrodesmus sp. yang diperoleh dari kultur
500 ml digunakan sebagai sampel untuk mengukur total lipid. Natrium sulfat berfungsi sebagai penyerap air, sedangkan heksana dan aseton digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi lipid.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan di 5 situ di sekitar Tangerang dan Bogor, yaitu: Situ Bahrul Ulum, Situ Nagrok 1, Situ Nagrok 2, Situ Ciseeng, dan Situ Cilalai. Pengambilan sampel dilakukan dengan menyaring air menggunakan plankton net.
Perhitungan Kepadatan Sel
Perhitungan kepadatan sel dalam kultur dilakukan setiap hari dengan pengamatan langsung menggunakan mikroskop dan haemocytometer. Perhitungan ini dilakukan setiap hari selama 30 hari. Perhitungan jumlah sel dilakukan dengan menggunakan metode hitungan langsung. Perhitungan Biomassa Sel Kering
Perhitungan biomassa sel kering dilakukan dengan menyaring 500 ml kultur mikroalga menggunakan kertas saring
Whatman GF/C yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60°C selama satu malam. Kemudian kertas saring dikeringkan dengan oven pada suhu 105 °C selama satu malam. Setelah didinginkan di dalam desikator, kertas saring ditimbang. Berat kering mikroalga didapat dengan mengurangi berat kertas saring dan miroalga setelah dikeringkan dengan berat kertas saring kosong lalu dibagi volume kultur mikroalga yang disaring.
Cara lain untuk mendapatkan biomassa kering adalah dengan melakukan sentrifugasi 500 ml kultur mikroalga. Keringkan tabung sentrifuse yang berisi endapan biomassa mikroalga dengan menggunakan oven pada suhu 105 °C selama satu malam, lalu biomassa yang sudah kering ditimbang.
Pengukuran Total Lipid
Pengukuran kadar lipid dilakukan dengan metode ekstraksi menggunakan Soxhlet. Sebanyak masing-masing 75 ml heksana dan aseton (reagent grade)
dimasukkan ke dalam labu didih. Sampel biomassa mikroalga kering (105°C) diletakkan ke dalam timbel (Whatman
Cellulose Extraction Thimbles) yang berisi
0,5 gr natrium sulfat sebagai penyerap air. Mulut timbel disumbat dengan glass wool agar sampel tidak melayang keluar timbel. Labu didih dan timbel dipasangkan ke perangkat Soxhlet, kemudian dilakukan
refluks selama 16 jam hingga pelarut yang
Labu didih yang berisi ekstrak lipid dilepas dari perangkat Soxhlet.
Labu evaporasi kering oven (105°C, 2 jam) ditimbang. Secara kuantitatif, seluruh volume pelarut pada labu didih dipindah ke dalam labu evaporasi. Evaporasi dilakukan dengan rotary evaporator pada suhu 80°C. Setelah semua pelarut hilang, labu evaporasi dikeringkan dalam oven (105°C, 2 jam) dan kemudian ditimbang. Persentase kandungan lipid dalam sampel dihitung dengan rumus:
% Lipid = Berat lipid (gr)
Berat sampel (gr) x 100%
= B − A
Beratsampel (gr)x 100% Keterangan:
B = berat labu evaporasi dan lipid (hasil ekstraksi)
A = berat labu evaporasi kosong
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan Media Kultur
Media yang digunakan untuk kultur yaitu Half-Strength Chu #10 Medium yang merupakan modifikasi dari Chu #10 Medium. Pada kultur awal di media agar hampir semua mikroalga yang terdapat di dalam sampel air dapat tumbuh, akan tetapi pada saat diisolasi untuk mendapatkan kultur murni hanya beberapa mikroalga yang dapat tumbuh pada media ini.
Isolat Mikroalga dan Hasil Identifikasi Mikroalga yang diteliti, dikoleksi dari 5
Jurnal Surya Medika Volume 1 No. 1 [2015]
26 kelima perairan tersebut, hanya mikroalga
dari 1 badan perairan saja yang berhasil diisolasi, yaitu dari jenis Chlorella sp. dan
Ankistrodesmus sp. yang dikoleksi dari Situ
Ciseeng (Tabel 1) (Gambar 1).
Tabel 1. Keberhasilan Isolasi Mikroalga
No Asal Mikroalga Isolat yang Didapatkan
1. Situ Bahrul Ulum, Tangerang Selatan Tidak diperoleh
2. Situ Nagrok, Bogor Tidak diperoleh
3. Situ Nagrok 2, Bogor Tidak diperoleh
4. Situ Ciseeng, Bogor Chlorella sp.
Ankistrodesmus sp.
5. Situ Cilalai, Bogor Tidak diperoleh
Gambar 1. Chlorella sp.(kiri) dan Ankistrodesmus sp.(kanan)
Pertumbuhan Sel
Kurva pertumbuhan pada 3 variasi umur panen menunjukkan bahwa Chlorella
sp. dan Ankistrodemus sp. terlihat mengalami
fase lag (adaptasi) yang tidak terlalu lama. Hal ini disebabkan oleh kultur yang digunakan sebagai inokulum sudah berada dalam kepadatan yang cukup tinggi sehingga mikroalga mampu untuk beradaptasi dengan baik pada media kultur yang baru dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk beradaptasi. Seperti yang dikemukakan Fardiaz (1989)bahwa lamanya fase lag tergantung dari media dan kondisi lingkungan
pertumbuhan serta umur dan jumlah inokulum.
Berdasarkan kurva pertumbuhan dapat dilihat bahwa ada lima fase dalam pertumbuhan Chlorella sp. dan
Ankistrodesmus sp. yaitu: fase lag, fase
eksponensial (logaritmik), fase pengurangan laju pertumbuhan, fase stasioner, dan fase kematian.Pada Chlorella sp., fase lag terjadi pada hari pertama, lalu dilanjutkan dengan fase eksponensial dari hari ke-2 hingga hari ke-7 (Gambar 2). Pada fase eksponensial
Chlorella sp. mengalami kelipatan pertumbuhan secara eksponensial di mana
Chlorella sp. mengalami pembelahan sel
yang sangat cepat hingga mencapai jumlah sel 63,36 x 106 sel/ml pada hari ke-7. Peneliti lain melaporkan bahwa Chlorella sp.
mencapai tingkat kepadatan tertinggi pada hari ke-10 yaitu sebesar 1,51 x 106 sel/ml (Iis, 2007). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sutomo (2005) menunjukkan bahwa
Chlorella sp. yang dikultur pada volume 2 l
dengan menggunakan media F/2 mencapai puncak kepadatan sebesar 10,5 x 106 sel/ml pada hari ke-10 pertumbuhannya. Selanjutnya Sutomo menyatakan bahwa hasil ini jauh lebih rendahdaripada yang diperoleh oleh Sutomo (2005), dimana ia memperoleh kepadatan sel sebesar 65,9 x 106 sel/ml pada hari ke-9 dari Chlorella sp. yang dikultur dengan menggunakan media EDTA dalam volume 200 ml. Sutomo (2005)juga mengutip hasil yang dilaporkan oleh Hirata et. al. (1981) yang memperoleh kepadatan
Chlorella sp. yang dikultur pada volume 400
ml media HIRATA sebesar 50 x 106 sel/ml pada hari ke-10.
Ankistrodesmus sp. memiliki fase lag
yang sedikit lebih lama dibandingkan
Chlorella sp., dimana fase lag terjadi pada
hari pertama hingga hari ke-3. Lalu dilanjutkan dengan fase eksponensial pada hari ke-4 hingga jumlah sel mencapai 33,88 x 106 sel/ml pada hari ke-7 yang merupakan akhir dari fase eksponensial (Gambar 3). Sipauba dan Pereira (2008) menyatakan bahwa Ankistrodesmus gracilis yang dikultur pada media NPK dalam volume 2 l mencapai
Gambar 2. Kurva pertumbuhan kultur Chlorellasp.
Gambar 3. Kurva pertumbuhan kultur
Ankistrodesmus sp.
Perbedaan puncak fase pertumbuhan (hari) dan kepadatan maksimum sel Chlorella
sp. dan Ankistrodesmus sp. pada penelitian
ini dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya kemungkinan disebabkan oleh perbedaan umur dan jumlah inokulum yang digunakan sebagai kultur awal pertumbuhan mikroalga. Perbedaan jenis media kultur yang digunakan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga, dimana media kultur yang berbeda tentunya memiliki unsur hara makro dan mikro yang berbeda, sehingga akan memberikan efek yang berbeda pula pada kultur mikroalga walaupun berjenis sama.
Jurnal Surya Medika Volume 1 No. 1 [2015]
26 juga mempengaruhi pertumbuhan mikroalga
(Fogg, 1975). Volume media kultur yang lebih besar akan menyebabkan berkurangnya penetrasi dan intensitas cahaya akibat terhalangnya cahaya oleh bayangan mikroalga itu sendiri. Sehingga semakin besar volume media kultur, maka kepadatan maksimum yang dicapai mikroalga akan semakin rendah.
Pada penelitian ini terlihat bahwa fase stasioner berlangsung sejak berakhirnya fase eksponensial yaitu hari 7 hingga hari ke-30. Pada fase ini baik Chlorellasp. maupun
Ankistrodesmus sp. mengalami masa pertumbuhan yang stasioner di mana masih terjadi peningkatan kepadatan sel. Fase stasioner ini mengindikasikan bahwa sebagian sel sudah mulai ada yang mati, walaupun penurunan kerapatan sel tidak terjadi secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan nutrien dalam media kultur masih mendukung sel untuk bertahan hidup meskipun tidak mencukupi untuk pertumbuhan dan pembelahan sel.
Fase kematian walaupun tidak terlihat pada kurva pertumbuhan akan tetapi dapat dilihat dari perubahan warna kultur. Warna
Chlorella sp. yang awalnya berwarna hijau
pekat lama kelamaan berubah menjadi warna hijau muda, hal ini menandakan mulai berkurangnya kepadatan sel di dalam kultur akibat terjadinya fase kematian. Begitu pun dengan Ankistrodesmus sp.yang mengalami perubahan warna dari hijau tua menjadi hijau kekuning-kuningan. Jika kepadatan sel di dalam kultur kedua mikroalga
tersebutbenar-benar habis maka warna kultur akan menjadi bening.
Biomassa Kering
Gambar 4. Perbandingan biomassa kering
Chlorella sp. dan Ankistrodesmus sp.pada umur panen yang berbeda
Berdasarkan Gambar 4 terlihat dengan jelas bahwa biomassa Chlorella sp. mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur panen. Jumlah berat kering terendah berada pada umur panen 10 hari yaitu sebanyak 0,07 gr/l, meningkat menjadi 0,134 gr/l pada umur panen 20 hari. Setelah berumur 30 hari, berat kering
Chlorella sp. meningkat tajam menjadi
0,284 gr/l.
Berat kering Ankistrodesmus sp. pada umur panen 10 hari dan 20 hari berturut-turut adalah 0,127 gr/l dan 0,141 gr/l, jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan berat kering Chlorella sp. pada umur panen yang sama. Akan tetapi pada umur panen 30 hari jumlah berat kering Ankistrodesmus sp. hanya mengalami peningkatan hingga mencapai 0,192 gr/l, jauh lebih rendah daripada berat kering Chlorella sp. pada umur panen 30 hari.Kepadatan sel
hari, 20 hari, dan 30 hari secara berturut-turut adalah sebesar 38,92 x 106 sel/ml; 40,33 x 106 sel/ml; dan 41,92 x 106 sel/ml.
Berdasarkan uji ANOVA diketahui bahwa umur panen yang berbeda berpengaruh nyata (p < 0,05 dan p < 0,01) terhadap berat kering Chlorella sp. dan
Ankistrodesmus sp. Selanjutnya uji Duncan
menunjukkan bahwa berat kering Chlorella
sp. antara umur panen 20 hari dan 30 hari,
juga antara umur panen 10 hari dan 30 hari memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Untuk mendapatkan berat kering Chlorella
sp. tertinggi pemanenan sebaiknya dilakukan
pada umur panen 30 hari. Hasil uji Duncan pun menyatakan bahwa selisih berat kering
Ankistrodesmus sp. antara umur panen 20
hari dan 30 hari, serta antara umur panen 10 hari dan 30 hari memiliki perbedaan yang signifikan. Pemanenan Ankistrodesmus sp. sebaiknya dilakukan pada hari ke-30 karena pada waktu tersebut didapatkan biomassa maksimum.
Total Lipid
Pemilihan metode ekstraksi berpengaruh dalam memproduksi total lipid yang tinggi. Sebelumnya telah dilakukan ekstraksi dengan corong pisah selama 15 menit menggunakan pelarut heksana pada biomassa kering umur panen 20 hari, akan tetapi total lipid yang dihasilkan dirasa kurang maksimal dimana total lipid Chlorella sp. hanya sebesar 9%, sedangkan
Ankistrodesmus sp. mencapai total lipid
berada pada organel bagian dalam kemungkinan tidak terekstrak dengan baik. Untuk itu dilakukan metode ekstraksi Soxhlet menggunakan heksana dan aseton sebagai pelarut, dengan proses refluks selama 16 jam untuk memaksimalkan proses penghancuran sel mikroalga dengan panas dan memberikan waktu pemaparan terhadap pelarut yang lebih lama.
Dari ekstraksi Soxhlet pada umur panen 20 hari, diperoleh total lipid Chlorella
sp. sebesar 21,68% dan Ankistrodesmus sp.
sebesar 13,98%, persentase ini tentunya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan total lipid yang didapat dari ekstraksi corong pisah. Orchidea et. al. (2010)menyatakan bahwa metode ekstraksi biomassa Chlorella sp. kering dengan menggunakan Soxhlet menghasilkan total lipid sebesar 16,57%, total lipid ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan metode ekstraksi lain yaitu: Bligh Dyer, Bligh Dyer modifikasi, dan Osmotik
Shock yang berturut-turut menghasilkan total
lipid sebesar 3,42%; 0,48%; dan 0,35%. Lipid yang dihasilkan dari proses ekstraksi Chlorella sp. dan Ankistrodesmus
sp. berwarna hijau kekuningan, hal ini
menunjukkan bahwa bukan hanya komponen lipid yang terekstrak dari mikroalga, akan tetapi zat warna hijau (klorofil) dan zat warna kuning (karoten) pun ikut terekstrak bersamanya.
Jurnal Surya Medika Volume 1 No. 1 [2015]
28
Gambar 5.Perbandingan total lipid Chlorella sp.dan
Ankistrodesmus sp.pada umur panen yang berbeda
Total lipid Chlorella sp. mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur panen dan jumlah biomassa kering. Total lipid Chlorella sp. pada umur panen 10 hari, 20 hari, dan 30 hari secara berturut-turut adalah sebesar 14,08%, 21,68%, dan 27,85% berat kering (Gambar 5). Hasil ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Diani (2010)yang melaporkan bahwa persentase total lipid Chlorella sp. pada tiga umur panen yang berbeda, yaitu umur panen 9 hari, 18 hari, dan 27 hari berturut-turut adalah 11,94%; 12,96%; dan 16,51% berat kering. Sebaliknya, hasil kandungan total lipid
Chlorella sp yang ditemukan dalam penelitian
ini sedikit lebih rendah dengan yang dilaporkan oleh Chisti (2007)di mana
Chlorella sp. memiliki total lipid sebesar
28-32% dari berat keringnya. Di lain pihak, Um dan Kim (2009) menemukan bahwa Chlorella
vulgaris memiliki total lipid 14-22% dari berat
keringnya. Menurut Illman et. al. (2000) di dalam Deng et. al. (2009)secara berturut-turut C. emersonii, C. minutissima, C.
vulgaris and C. pyrenoidosa dapat
mengakumulasi lipid hingga 63%, 57%, 40%, dan 23% dari sel berat keringnya.
Kandungan dan komposisi lipid mikroalga sangat bergantung pada jenis atau spesies mikroalga, sebagaimana total lipid yang dimiliki oleh Chlorella sp. F&M-M48 sebesar 18,7%; C. sorokiniana IAM-212 sebesar 19,3%; C. vulgaris CCAP 211/11b sebesar 19,2%; dan C. vulgaris F&M-M49 sebesar 18,4% (Khan et. al., 2009). Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan total lipid pada kultur mikroalga spesies yang sama pada kondisi lingkungan dan lokasi yang berbeda, yang disebabkan oleh beberapa faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan mikroalga, antara lain: salinitas, pH, zat hara, suhu, sumber karbon, dan cahaya (Sutomo, 2005).
Pada penelitian ini, Ankistrodesmus
sp. menghasilkan total lipid sebesar 13,57%
berat kering pada umur panen 10 hari, persentase ini meningkat pada umur panen 20 hari menjadi 16,82% berat kering, dan mencapai total lipid maksimal sebesar 20,22% berat kering pada umur panen 30 hari (Gambar 5). Ben-Amotz dan Tornabene (1985)menyatakan bahwa Ankistrodemus sp. mempunyai kisaran total lipid 28-40%. Sedangkan dari referensi lain diketahui bahwa Ankistrodesmus sp. memiliki persentase total lipid antara 24-31% (Chisti, 2007). Literatur lain bahkan menunjukkan total lipid Ankistrodesmus gracilis yang cukup rendah yaitu sebesar 7,48%, sebagai hasil dari kultur dengan media CHU12 dalam volume 2 l (Sipauba dan Pereira, 2008).
Mengutip pendapat Catherine (2003) dan Csavina (2005), Diani (2010) menyatakan bahwa pada saat memasuki fase stasioner, pertumbuhan populasi mikroalga akan terhenti walaupun masih tetap terjadi pertumbuhan individu mikroalga, sedangkan total lipid mikroalga akan terus mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena pada fase stasioner mikroalga akan mengalami kondisi stres akibat kekurangan nutrien, sehingga mikroalga akan merubah penggunaan karbon dari proses pertumbuhan menjadi cadangan energi seperti lipid.
Pertumbuhan individu mikroalga ditandai dengan meningkatnya ukuran sel mikroalga, pertambahan ukuran sel ini juga dikarenakan mikroalga mengakumulasi lipid yang jumlahnya terus meningkat seiring dengan pertambahan umurnya. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin tua umur mikroalga, maka semakin tinggi pula berat kering dan total lipidnya. Pada penelitian ini berat kering dan total lipid tertinggi Chlorella
sp. dan Ankistrodesmus sp. diperoleh pada
umur panen 30 hari yang merupakan hari terakhir pengamatan. Akan tetapi, masih ada kemungkinan bagi mikroalga untuk menghasilkan berat kering dan total lipid yang lebih tinggi lagi jika dilakukan kultur lebih dari 30 hari.
Dari hasil uji ANOVA diketahui bahwa variasi umur panen mempengaruhi total lipid
Chlorella sp. secara nyata (p < 0,05 dan p <
0,01). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
hingga hari ke-30 adalah signifikan. Untuk mendapatkan total lipid Chlorella sp. yang paling tinggi, sebaiknya pemanenan dilakukan pada hari ke-30.
Uji ANOVA juga menunjukkan bahwa total lipid Ankistrodesmus sp. dipengaruhi oleh variasi umur panen secara nyata (p < 0,05 dan p < 0,01). Selanjutnya uji Duncan pada Ankistrodesmus sp. menyatakan bahwa total lipid antara umur panen 10 hari dan 20 hari tidak mempunyai perbedaan yang signifikan, begitu juga antara umur panen 20 hari dan 30 hari. Akan tetapi total lipid antara umur panen 10 hari dan 30 hari memiliki perbedaan yang signifikan. Pemanenan
Ankistrodesmus sp. sebaiknya dilakukan
pada umur panen 30 hari karena pada waktu tersebut diperoleh total lipid maksimum.
KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Chlorella sp. dan Ankistrodesmussp. adalah dua jenis mikroalga yang terdapat di badan perairan tawar di sekitar kota Tangerang dan Bogor yaitu Situ Ciseeng, yang berhasil diisolasi dan dikarakterisasi potensi biodieselnya. 2. Puncak fase pertumbuhan eksponensial
Chlorella sp. dan Ankistrodesmus sp.
terjadi pada hari ke-7 dengan masing-masing kepadatan sel sebesar 63,36 x 106 sel/ml dan 33,88 x 106 sel/ml.
Jurnal Surya Medika Volume 1 No. 1 [2015]
30 pada hari ke-30, masing-masing sebesar
0,284 gr/l dan 0,192 gr/l.
4. Total lipid tertinggi dari Chlorella sp. dan
Ankistrodesmus sp. diperoleh pada hari
ke-30, masing-masing sebesar 27,85% dan 20,22% berat kering.
5. Umur panen yang berbeda berpengaruh dan berbeda nyata (p < 0,05 dan p < 0,01) terhadap biomassa kering dan terhadap total lipid Chlorella sp.dan
Ankistrodesmus sp.
DAFTAR PUSTAKA
1. Andersen, R. A. (editor). 2005. Algal
Culturing Techniques. Burlington. Elsevier Academic Press. UK. 589 halaman.
2. Ben-Amotz, A. dan Tornabene, T. G. 1985. Chemical Profile of Selected
Species of Macroalgae with Emphasis on Lipids. J. Phycol. 21: 72-81.
3. Chisti, Y. 2007. Biodiesel from Microalgae. Biotechnology Advances.
25: 294-306.
4. Deng, X., Li, Y., Fei, X. 2009.
Microalgae: A promising feedstock for biodiesel. African Journal of Microbiology
Research. 3: 1008-1014.
5. Diani, S. 2010. Aktivitas Antioksidan
Lipid Mengandung Pigmen dan Komposisi Kimia dari Chlorella vulgaris pada Umur Panen yang Berbeda.
[Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
6. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. 268 halaman.
7. Fogg, G. E. 1975. Algal Culture and
Phytoplankton Ecology. London: The
University of Wisconsin Press. 126 halaman.
8. Iis, R. 2007. Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada Skala Laboratorium. Universitas
Padjadjaran. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Jatinangor.
9. Khan, Shakeel A., Rashmi, Hussain, M. Z., Prasad, S., Banerjee, U. C. 2009.
Prospects of Biodiesel Production from Microalgae in India. Renewable and
Sustainable EnergyReviews. 13: 2361– 2372.
10. Miao, X., Wu, Q.Y. 2006.
Bioresour.Technol. 97. 841.
11. Minowa, T., Yokoyama, S. Y., Kishimoto, M., Okakura, T. 1995. Fuel. 74. 1735.
12. Orchidea, R., Reni, D. S., Lailatul, M. 2010. Pemilihan Metode Ekstraksi Minyak Alga dari Chlorella sp. dan Prediksinya sebagai Biodiesel. Jurusan
Teknik Kimia. Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.Kampus ITS. Sukolilo. Surabaya.
13. Sipauba, T. L. H., Pereira, A. M. L. 2008.
Large Scale Laboratory Cultures of Ankistrodesmus gracilis (Reisch)
Korsikov (Chlorophyta) and
Diaphanosoma biergei Korinek, 1981 (Cladocera).Braz. J. Biol. 68: 875-883.
14. Sutomo. 2005. Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp.dan Chaetoceros gracilis) dan Pengaruh Kepadatan Awal Terhadap
Pertumbuhan C. Gracilis di
Laboratorium. Oseanologi dan Limnologi
di Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi. 37: 43-58.
15. Tickell, J. 2000. From The Fryer to The
Fuel Tank. The Complete Guide to Using Vegetable Oil as An Alternative Fuel.
Tallahasseee. USA.
16. Um, B. H., Kim, Y. S. 2009. Review: A
Chance for Korea to Advance Algal-Biodiesel Technology. Journal of Industrial and Engineering Chemistry. 15: 1-7.