• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan layout untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya. Layout

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pengaturan layout untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya. Layout"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1. Latar Belakang Penelitian

Tata letak pabrik merupakan suatu landasan utama dalam dunia industri sehingga setiap perusahaan/pabrik pasti membutuhkan perancangan dan pengaturan layout untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya. Layout yang akan digunakan harus dirancang dengan baik untuk menunjang proses produksi agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Banyak dampak strategis yang terjadi dari hasil keputusan tentang tata letak, diantaranya kapasitas proses, fleksibilitas, biaya material handling dan kualitas lingkungan kerja, serta di beberapa perusahaan dapat meningkatkan citra perusahaan di hadapan rekan bisnis maupun pelanggan.

Peningkatan produktivitas karyawan menjadi salah satu alasan mengapa sebuah perusahaan perlu melakukan perubahan tataletak. Cara yang digunakan untuk meningkatan produktivitas karyawan adalah dengan memperhatikan aspek ketenangan dan kenyaman saat bekerja yaitu dengan memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Apabila tata letak fisik pada lingkungan kerja tidak memiliki nilai efisiensi yang berlanjut tidak dicapainya efektivitas, bukan tidak mungkin kinerja karyawan akan menurun. Salah satu efek dari tataletak yang buruk adalah dengan besarnya energi yang harus dikeluarkan saat bekerja, hal ini dapat menyebabkan kelelahan fisik, kondisi ini dapat menimbulkan kelelahan mental yang berdampak terjadinya kesalahan fatal karyawan dan ini dapat menurunkan produktivitas karyawan,

(2)

lebih jauh lagi akan berdampak pada menurunnya kualitas produk (Bahrudin, 2013).

Proses safety management tidak pernah lepas dari identifikasi bahaya dan penilaian risiko. Dalam suatu industri atau lembaga apapun manajemen keamanan ini sangat penting untuk diperhatikan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, permukaan air, di dalam air dan di udara. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi.

Lingkungan kerja yang tidak baik akan menimbulkan berbagai macam risiko bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja, bahkan dapat menyebabkan kecelakaan saat bekerja. Bahaya-bahaya di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan adalah bahaya fisik, kimia, biologi, fisiologis dan bahaya psiko-sosial (Yeremia, 2011). Ada pula potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan

(3)

dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari: bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan hal yang penting bagi perusahaan karena dampak kecelakaan dan penyakit kerja tidak hanya merugikan karyawan tetapi berdampak bagi perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan semakin baik fasilitas K3 yang ada di perusahaan maka semakin tinggi pula mutu kerja karyawannya. Dengan demikian perusahaan akan semakin diuntuntungkan dalam upaya pencapaian tujuannya (Mangkuprawira, 2007).

Pemerintah menjamin Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi para pekerja dengan menerbitkan beberapa peraturan perundangan mengenai K3 sejak tahun 1947 dengan membuat Undang-Undang Kecelakaan tahun 1947 Nomor 33 yang berlaku tanggal 6 Januari 1951, disusul dengan Peraturan Pemerintah tentang Pernyataan berlakunya Peraturan Kecelakaan 1947. Kemudian terbitlah UU No.1 Tahun 1970 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang menjadi pedoman pelaksanaan K3 hingga sekarang.

Peraturan perundangan yang dibuat oleh pemerintah seyogyanya telah cukup untuk menjamin keselamatan pekerja, akan tetapi masih banyak perusahaan yang mengabaikan permasalahan K3 sehingga masalah kecelakaan akibat kerja masih sering terjadi di Indonesia. Setiap tahun ribuan kasus kecelakaan yang terjadi di tempat kerja yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa, selain juga kerusakan materi dan gangguan produksi. Pada tahun 2012, ada 9 pekerja peserta Jamsostek yang meninggal dunia setiap harinya akibat

(4)

kecelakaan kerja, sementara total kecelakaan kerja yang terjadi adalah 103.000 kasus (Sholihin, 2014). BPJS Ketenagakerjaan akhir tahun 2015 menunjukkan telah terjadi kecelakaan kerja sejumlah 105.182 kasus dengan korban meninggal dunia sebanyak 2.375 orang (Anonim 1, 2016). Dalam laporan Situasi Kesehatan Kerja yang dikeluarkan oleh Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2015 didapatkan data jumlah kecelakaan dan penyakit akibat kerja pada tahun 2011-2014 seperti ditunjukkan pada grafrik Gambar 1.1. dan Gambar 1.2.

Gambar 1.1 Jumlah Kasus Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) Tahun 2011-2014

(5)

Dalam upaya pengendalian kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja, perlu adanya usaha untuk mengidentifikasi faktor-faktor/sumber-sumber bahaya di tempat kerja dan dievaluasi risiko serta dilakukan upaya pengendalian yang memadai. Dalam bidang K3 terdapat cara untuk mengidentifikasi, menganalisa dan mengevaluasi faktor-faktor bahaya di tempat kerja. Salah satu cara untuk mengidentifikasi bahaya adalah analisa keselamatan kerja atau lebih dikenal dengan istilah Job Safety Analysis (Ramli, 2010). Dalam Job Safety Analysis (JSA) kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada masing-masing proses diidentifikasi tingkat/potensi bahaya yang mungkin muncul. Setiap potensi bahaya kemudian diberikan rekomendasi perbaikan sebagai upaya pengendalian.

Koperasi Jasa Usaha Bersama (KJUB) Puspetasari merupakan sebuah perusahaan pakan ternak yang berlokasi di Klaten. KJUB Puspetasari memproduksi pakan ternak sapi dengan merk Nutrifeed dengan enam macam varian produk (DC 132, DC 133, BC 131, BC 132, BC 133 dan BC 134). Bahan baku masing-masing varian produk pada dasarnya sama (± 18 jenis bahan baku), yang membedakan adalah komposisi masing-masing bahan baku tersebut. Bahan baku yang digunakan berasal dari berbagai macam limbah pertanian yang diproses menjadi produk pakan sapi.

Untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang baik, bahan baku harus dijaga dalam kondisi kering. Bahan baku yang kering ini seringkali berhamburan saat proses produksi sehingga kondisi ruang produksi menjadi berdebu. Selama proses produksi beberapa mesin yang digunakan seperti mesin

(6)

grinder, mixer dan extruder yang mengeluarkan suara keras sehingga menimbulkan kebisingan. Pada proses pembuatan Golden-Pro, digunakan bahan urea yang menghasilkan gas amonia ketika terkena panas. Untuk proses transportasi bahan juga masih dilakukan secara manual oleh pekerja dengan beban angkut lebih dari 50 kg. Kondisi-kondisi tersebut memiliki risiko dan bahaya masing-masing yang dapat berdampak buruk bagi keselamatan maupun kesehatan pekerja.

Risiko-risiko yang muncul dalam suatu proses di industri memang harus ditekan hingga batas risiko yang dapat diterima atau As Low As Reasonably Practicable (ALARP). Namun upaya pengendaliannya memiliki keterbatasan seperti faktor biaya, teknologi, kepraktisan, kebiasaan dan kemampuan dalam menjalankannya secara konsisten. Suatu risiko dapat dihilangkan dengan menggunakan teknologi canggih namun dampaknya biaya yang dikeluakan tinggi sehingga hal tersebut tidak dapat diterima secara keekonomian (Ramli, 2010). Untuk itu pengendalian risiko harus didasarkan pada standar risiko yang dapat diterima dan juga didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam menghadapi risiko tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan observasi awal diketahui bahwa KJUB Puspetasari belum menerapkan aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam perencanaan tata letak fasilitas yang ada di ruang produksinya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis tata letak ruang produksi berdasarkan risiko kerja karyawan menggunakan Job Safety Analysis (JSA).

(7)

1.3. Batasan Penelitian

1) Evaluasi tata letak yang dilakukan hanya meliputi fasilitas produksi tidak termasuk kantor dan fasilitas lainnya di KJUB Puspetasari, Klaten, Jawa Tengah.

2) Analisis faktor risiko kerja karyawan yang berkaitan dengan keadaan lingkungan kerja menggunakan JSA.

3) Kondisi lingkungan kerja fisik yang diukur adalah kebisingan, kelembaban, temperatur dan intensitas cahaya.

4) Mesin produksi dan area kerja pada tiap departemen menggunakan ukuran yang sama dengan tata letak awal.

5) Penelitian dibatasi hingga mendapatkan rekomendasi pengendalian bahaya dan tidak sampai proses pengambilan keputusan terkait rekomendasi yang akan dijalankan.

1.4. Tujuan Penelitian

1) Melakukan evaluasi terhadap tata letak ruang produksi di KJUB Puspetasari.

2) Melakukan analisis risiko kerja dengan menggunakan Job Safety Analysis. 3) Memberikan rekomendasi pengendalian risiko untuk bahaya dengan

tingkat prioritas tinggi. 1.5. Manfaat Penelitian

1) Memberikan bahan pertimbangan bagi perusahaan sebagai masukan dalam mengatur tata letak fasilitasnya sehingga lebih aman bagi kesehatan karyawan.

(8)

2) Memberikan saran perbaikan dan solusi untuk mengatasi risiko bahaya yang ada di perusahaan.

3) Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain maupun pembaca dalam hal perbaikan tata letak maupun simulasi produksi.

Gambar

Gambar 1.1 Jumlah Kasus Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) Tahun 2011-2014

Referensi

Dokumen terkait

Hasil studi dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang utuh tentang efektifitas dan keterlaksanaan kegiatan praktikum kimia menggunakan

Maka, proses dimensi cadar sebagai media komunikasi artifaktual, seperti emosi, tingkah laku, dan perbedaan differensiasi merupakan proses konsep kategorisasi diri dan

Penerapan Algortima Greedy Untuk Penukaran Uang Rupiah ini dapat dipakai di bank-bank dimana fungsinya untuk masalah penukaran uang agar petugas tidak membutuhkan

Kemudian dihitung energi harian (dalam Wh) yang dikeluarkan tiap lampu dan untuk tiap unit SPTS serta mencari jumlah energi harian yang dihasilkan oleh modul

Penelitian berjudul “Klasifikasi Bentuk Lingual Leksikon Makanan dan Peralatan dalam Upacara Adat Wuku Taun di Kampung Adat Cikondang, Desa Lamajang, Kecamatan

11 Integrated Drilling Rig Services (sub-contractor to PT. Huabei Petroleum Service) Pengadaan Jasa Jambi, Sumatera August – October 2015 Ranhill Jambi Inc. Bohai

Hal ini diduga pada selang waktu tersebut konsentrasi enzim-enzim yang dihasilkan oleh kapang atau khamir yang digunakan sebagai starter dalam proses fermentasi belum

maka kredit bermasalah pada suatu bank akan juga ikut mengalami kenaikan lebih. tinggi disbanding dengan total