• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL EKSTRAKSI DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle L.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA BAKSO SAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL EKSTRAKSI DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle L.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA BAKSO SAPI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 HASIL EKSTRAKSI DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle L.) SEBAGAI

PENGAWET ALAMI PADA BAKSO SAPI

BETLE LEAF (Piper betle L.) EXTRACTION RESULT AS NATURAL PRESERVATIVE FOR MEATBALLS

Pratiwi Mahardika Putri 1) Wignyanto 2) Nimas Mayang S. S. 2)

1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya Malang 2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Malang

Email: pratiwi.mahardika.putri@gmail.com, wignyanto@ub.ac.id dan nimas.sunyoto@ub.ac.id

ABSTRAK

Pengawetan merupakan aspek penting dalam memperpanjang umur simpan suatu produk pangan, terutama pada produk yang memiliki umur simpan yang singkat. Bakso merupakan salah satu produk olahan pangan berbahan dasar daging sapi yang memiliki umur simpan kurang dari satu hari dalam penyimpanan suhu ruang, sehingga harus diawetkan. Salah satu cara pengawetan adalah menambahkan bahan pengawet alami pada bakso sapi. Tujuan penelitian untuk mengetahui umur simpan bakso sapi yang ditambah ekstrak daun sirih hijau sebagai pengawet alami. Hasil penelitian adalah lamanya umur simpan bakso sapi yang ditambah ekstrak daun sirih hijau dilihat dari aspek organoleptik dan total mikroba, serta perencanaan produksi ekstrak daun sirih hijau sebagai pengawet alami pada bakso sapi pada skala home industry.

Kata Kunci : bakso sapi, daun sirih hijau, hasil ekstraksi, pengawet alami ABSTRACT

Preservation is the important thing in extending the shelf life of food products, especially for short-shelf life products. Meatball is one of the beef-based food products which have less than one day of shelf life, so it should be preserved. One of the preservation method of meatball is the addition of natural preservative. The purpose of the study was to determine the shelf life of meatball with betle leaf extract addition. The result of the study showed the shelf life of meatball with the best betle leaf extract addition viewed from organoleptic and microbial aspects. Moreover, the production planning of betle leaf extract as natural preservative for meatballs in home industry scales was also explained.

Keywords: betle leaf, extraction result, meatballs, natural preservatives

PENDAHULUAN

Menurut SNI 01-3818-1995 bakso daging adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ternak dan pati atau serealia (Sutaryo dan Mulyani, 2004). Bakso sebagai produk olahan daging merupakan media kultur pertumbuhan yang ideal bagi mikroorganisme karena tingginya kadar air, kaya nutrisi dan memiliki pH yang mendekati netral (Sugiharti, 2009). Kandungan nutrien dan kadar air yang tinggi, menyebabkan bakso memiliki masa simpan yang singkat yaitu hanya

mampu bertahan 12 jam hingga maksimal 1 hari pada penyimpanan suhu ruang (Syamadi, 2002).

Pengawetan pangan memiliki dua maksud yaitu menghambat pembusukan dan menjamin mutu suatu bahan pangan agar tetap terjaga dengan baik dalam waktu selama mungkin (Broto, 2003).

Daun sirih (Piper betle L.) memiliki daya antibakteri terhadap beberapa bakteri patogen. Minyak esensial daun sirih mengandung komponen fenolik seperti kavikol dan eugenol. Komponen-komponen ini mampu mencegah adanya bakteri patogen dalam makanan yang

(2)

2 diketahui sebagai pembusuk pada

makanan (Jenie, 2001). Daun sirih hijau yang diekstrak dengan pelarut etanol 80% dapat menghasilkan ekstrak yang mengandung senyawa fenol lebih tinggi daripada pelarut air (Arambawela et al., 2006). Ekstrak etanol daun sirih hijau lebih efektif daripada daun sirih yang diekstrak dengan pelarut air dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Kaveti et al., 2011).

Umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat proses produksi hingga konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan. Kriteria kedaluarsa bahan pangan dapat ditentukan dengan acuan titik kritis. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada produk dan bahan pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan, yaitu faktor utama yang sangat sensitif dan dapat menimbulkan perubahan mutu produk (Herawati, 2008).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur simpan bakso sapi yang ditambah ekstrak daun sirih hijau. Umur simpan bakso ditentukan melalui titik kritis dari aspek organoleptik. Titik kritis ini merupakan batas mutu minimum bakso dimana bakso mulai tidak disukai oleh panelis dengan nilai organoleptik = 2. Selain dari aspek organoleptik, titik kritis juga dilihat dari SNI bakso sapi terutama aspek total mikroba (maksimal 1x105 koloni/gr atau 5 log cfu/gr) yang dihitung dengan metode TPC (Total Plate Count).

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan pada bulan April – Agustus 2012 di Laboratorium Teknologi Agrokimia Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya Malang. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik Metler Toledo

AL204, timbangan meja Lion Star,

electric blender Philips, hot plate PMC

502, rotary vacuum evaporator Buchi, pH meter AD1030, oven Memmert U40 dan inkubator.

Bahan yang diperlukan antara lain aun sirih hijau (Piper betle L.) jenis Sirih Jawa yang diperoleh dari Pasar Dinoyo, Malang, etanol 96%, aquades dan kertas saring. Bahan untuk membuat bakso adalah daging sapi, tapioka, garam, bawang putih, lada dan es batu yang dibeli di Pasar Dinoyo, Malang. Bahan untuk uji bakteri adalah media Plate

Count Agar.

Sebanyak 100 gram daun sirih hijau dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama 2 jam. Bubuk daun sirih hijau diekstrak dengan etanol 80% (etanol 96% yang telah diencerkan) dengan perbandingan bahan:etanol 1:5, ekstraksi II menggunakan ampas dari ekstraksi I dan etanol baru dengan perbandingan 1:4. Ekstraksi berlangsung selama 1 jam pada suhu 50oC. Hasil ekstraksi dievaporasi hingga tidak ada etanol yang tersisa.

Formulasi dari 500 gr adonan bakso yakni 50% daging sapi, 15% es batu, 4% garam, 20% tapioka, 10% bawang putih dan 1% lada. Bahan-bahan tersebut digiling hingga halus, dibentuk bulat-bulat dan direbus selama 10 menit. Bakso yang matang disimpan dalam toples plastik pada suhu ruang.

Bakso dikenai tiga perlakuan yakni penambahan konsentrasi ekstrak daun sirih hijau pada bakso sapi (konsentrasi 1%, 2% dan 3%). Sebagai pembanding, digunakan bakso sapi kontrol tanpa tambahan ekstrak daun sirih hijau. Bakso diuji organoleptik (rasa, aroma, kekenyalan dan warna). Uji organoleptik mengggunakan hedonic test atau uji kesukaan pada lima orang panelis yang terdiri dari pedagang bakso dengan skor kesukaan antara 1-7 mulai dari sangat tidak menyukai hingga sangat menyukai.

(3)

3 Analisa data hasil uji organoleptik

dilakukan dengan uji nonparametrik Friedman, apabila ada perbedaan yang signifikan maka dilakukan uji lanjut Friedman. Perlakuan terbaik dipilih dengan indek efektivitas (de Garmo et

al., 1984). Uji kimia dan mikrobiologi

meliputi uji pH, kadar air (%) dan total mikroba (log cfu/gr) setiap hari selama dua hari penyimpanan di laboratorium. Untuk mengetahui adanya beda nyata antara perlakuan kontrol dengan perlakuan terbaik. Uji t dihitung dengan rumus sebagai berikut:

t = D

SD na + nb D = Selisih perhitungan Xa-Xb SD = Standar deviasi D

na = Jumlah perlakuan a nb = Jumlah perlakuan b

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Daun Sirih Hijau

Hasil ekstraksi daun sirih hijau berupa ekstrak berwarna hijau pekat dan kehitaman, berbentuk cairan kental dan memiliki aroma yang kuat. Ekstrak berwarna hijau tua karena di dalam ekstrak masih mengandung klorofil dari daun sirih hijau. Aroma ekstrak daun sirih hijau ini dikarenakan adanya kandungan minyak atsiri pada daun sirih hijau.

Estrak etanol daun sirih hijau merupakan ekstrak kental, berwarna hijau kehitaman dan masih mempunyai aroma yang spesifik (Sugiastuti, 2002). Minyak atsiri dari daun sirih mengandung 30% fenol. Kavikol, yang termasuk dalam senyawa fenol, merupakan komponen paling banyak dalam minyak atsiri yang memberi bau khas pada sirih. Senyawa fenol ini diidentifikasi memiliki aktivitas antibakteri (Parwata, 2009).

Ekstrak daun sirih hijau memiliki rendemen 6%. Dari 100 gram daun sirih segar, dihasilkan 6 gram ekstrak. Hasil dari penelitian Affandy (2005), rendemen ekstrak berkisar antara 10-12%. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh jenis daun sirih hijau yang berbeda. Pada penelitian Affandy (2005) tidak disebutkan mengenai jenis daun sirih hijau yang diekstrak.

Nilai organoleptik bakso sapi selama dua hari penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 1. Secara umum, pada hari ke-0, bakso sapi yang tidak ditambah ekstrak daun sirih hijau memiliki nilai kesukaan organoleptik rasa, aroma, kekenyalan dan warna yang lebih tinggi daripada bakso yang ditambah ekstrak daun sirih hijau 1%, 2% dan 3%. Pada hari ke-1, nilai kesukaan pada bakso sapi tanpa tambahan ekstrak daun sirih hijau mengalami penurunan yang sangat signifikan dibandingkan dengan bakso sapi yang ditambah ekstrak daun sirih hijau, yakni sangat tidak disukai oleh konsumen dan pada hari ke-2 bernilai nol karena panelis tidak memberikan penilaian terhadap bakso tersebut.

Rasa Bakso Sapi Selama Dua Hari Penyimpanan

Gambar 1(a) menunjukkan hasil penilaian rasa bakso sapi selama dua hari. Makin lama waktu penyimpanan, maka rasa bakso sapi semakin menurun. Maka, penambahan pengawet dari ekstrak daun sirih hijau menurunkan penilaian panelis pada rasa bakso sapi. Menurut Fadillah (2009), daun sirih hijau memiliki rasa yang menyengat, segar dan sedikit asam, sehingga jika dicampurkan pada bahan pangan, akan mempengaruhi cita rasa dari bahan tersebut.

Rasa bakso sapi tanpa tambahan ekstrak (bakso kontrol) pada hari ke-1 sudah tidak disukai, sedangkan bakso yang ditambah ekstrak daun sirih hijau

(4)

4 1%, 2% dan 3% mulai tidak disukai

karena nilainya mendekati titik kritis kerusakan (skor 2). Pada hari ke-2, rasa bakso sapi pada semua perlakuan sudah mengalami kerusakan karena nilainya berada pada titik kritis kerusakan.

Penurunan nilai rasa setelah dua hari penyimpanan disebabkan oleh

pertumbuhan mikroba pada bakso yang meningkat seiring lamanya waktu penyimpanan. Total mikroba pada hari ke-0 berkisar antara 4,36–4,50 log cfu/gr atau masih dibawah SNI (5 log cfu/gr) sedangkan pada hari ke-2 mencapai 5,95–6,43 log cfu/gr dan telah melebihi SNI.

Gambar 1. Nilai Organoleptik Bakso Sapi yang Ditambah Ekstrak Daun Sirih Hijau dengan Berbagai Konsentrasi Selama Dua Hari Penyimpanan dari Aspek (a) Rasa; (b) Aroma; (c) Kekenyalan dan (d) Warna.

Aroma Bakso Sapi Selama Dua Hari Penyimpanan

Gambar 1(b) menunjukkan penilaian aroma bakso sapi selama dua hari. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih hijau yang ditambahkan, semakin rendah nilai aroma bakso. Aroma bakso sapi tanpa tambahan ekstrak daun sirih hijau dinilai sudah dinilai sangat disukai pada hari ke-1, sedangkan bakso sapi yang ditambah ekstrak daun sirih hijau 1%, 2% dan 3% dinilai agak disukai hingga netral dan berada di atas titik kritis kerusakan bakso.

Penambahan ekstrak daun sirih hijau yang tinggi, memberikan pengaruh negatif pada aroma bakso sapi. Aroma

daun sirih yang khas membuat aroma bakso sapi menjadi tertutupi. Aroma tersebut berkaitan dengan kandungan minyak atsiri yang terkandung dalam ekstrak daun sirih hijau.

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan mengandung aroma yang khas (Sastroamidjojo dalam Parwata dkk., 2009). Aroma daun sirih hijau sulit untuk dihilangkan karena mengandung senyawa fenol yang memiliki cincin aromatik (Harborne dalam Apriandi, 2009).

Aroma bakso sapi semua perlakuan pada hari ke-2 telah berada di bawah titik kritis kerusakan. Menurut Wicaksono (2007), kerusakan yang disebabkan oleh mikroba pada

0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 S kor ke su ka an ter h ada p ra sa Waktu (Hari) a 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 S kor ke su ka an ter h ada p ar om a Waktu (Hari) b 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 S kor ke su ka an ter h ada p ke ke n y al an Waktu (Hari) c 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 S kor ke su ka an ter h ada p wa rn a Waktu (Hari) d K1 K2 K3 TK K0

(5)

5 makanan adalah timbulnya lendir,

timbulnya penyimpangan aroma, kerusakan fermentatif serta pembusukan bahan-bahan berprotein.

Kekenyalan Bakso Sapi Selama Dua Hari Penyimpanan

Gambar 1(c) menunjukkan nilai kekenyalan bakso sapi. Terjadi penurunan nilai kekenyalan seiring bertambahnya waktu penyimpanan pada bakso sapi kontrol tanpa tambahan ekstrak dan bakso sapi yang ditambah ekstrak daun sirih hijau dengan berbagai konsentrasi (1%, 2% dan 3%). Semakin lama bakso disimpan, kekenyalan bakso sapi semakin tidak disukai oleh panelis.

Kekenyalan bakso sapi dipengaruhi oleh jumlah protein yang terekstrak, kemampuan pengikatan air dan pembentukan gel oleh protein maupun pati. Selama penyimpanan, protein maupun pati yang berfungsi mengikat bagian-bagian daging dan air, dapat terdegradasi oleh mikroba. Hal ini yang menyebabkan terjadinya penurunan kekenyalan pada bakso sapi yang disimpan pada suhu ruang (Wicaksono, 2007).

Warna Bakso Sapi Selama Dua Hari Penyimpanan

Gambar 1(d) menunjukkan nilai warna bakso sapi. Penurunan nilai warna pada bakso sapi terjadi seiring bertambahnya konsentrasi ekstrak dan waktu penyimpanan. Makin lama bakso disimpan, warna bakso sapi semakin tidak disukai dan semakin besar konsentrasi ekstrak daun sirih hijau yang ditambahkan, nilai warna juga semakin menurun.

Penilaian warna yang makin menurun disebabkan oleh warna bakso yang ditambah daun sirih hijau menjadi abu-abu kehijauan dan akibat penyimpanan selama dua hari, bakso

sapi berwarna pucat. Perubahan warna ini disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroba pada bakso. Menurut Wicaksono (2007), kerusakan yang disebabkan oleh mikroba pada makanan diantaranya perubahan warna, timbulnya penyimpangan aroma, kerusakan fermentatif serta pembusukan bahan-bahan berprotein.

Pemilihan Perlakuan Terbaik dari Aspek Organoleptik

Hasil dari uji organoleptik menunjukkan pada penyimpanan hari ke-2 nilai organoleptik bakso sapi telah berada pada titik kritis kerusakan (nilai organoleptik = 2) sehingga, umur simpan bakso yang ditambah ekstrak daun sirih hijau 1%, 2% dan 3% tidak lebih dari 1 hari. Titik kritis merupakan batas mutu minimum bakso dimana bakso mulai tidak disukai oleh panelis. Menurut Hough et al. (2005) batas mutu minimum adalah nilai mutu dimana produk mulai ditolak oleh konsumen.

Jika dibandingkan dengan nilai titik kritis kerusakan bakso, maka bakso sapi yang ditambah ekstrak daun sirih hijau 1%, 2% dan 3% pada hari ke-1 belum mengalami kerusakan karena nilai organoleptiknya masih di atas nilai 2 (3,3 – 4,1). Nilai organoleptik masing-masing perlakuan pada hari ke-1 disajikan dalam Tabel ke-1.

Tabel menunjukkan bahwa bakso sapi dengan penambahan ekstrak sebanyak 1% memiliki nilai rasa, aroma, kekenyalan dan warna yang tertinggi dibandingkan dengan bakso sapi yang lain. Perlakuan terbaik bakso sapi yang ditambah ekstrak daun sirih hijau dengan berbagai konsentrasi pada hari ke-1 adalah bakso sapi dengan penambahan ekstrak 1% karena memiliki nilai yang paling tinggi.

(6)

6

Tabel 1. Rerata Nilai Organoleptik Bakso Sapi dengan Tambahan Ekstrak Daun Sirih Hijau

pada Hari Ke-1

pH Bakso Sapi Selama Dua Hari Penyimpanan

Setelah disimpan selama dua hari, bakso sapi yang ditambah dengan ekstrak daun sirih hijau pada konsentrasi yang berbeda menunjukkan penurunan nilai pH. Penurunan pH selama penyimpanan disebabkan oleh kandungan asam dalam ekstrak daun sirih hijau dan adanya aktivitas mikroorganisme. Pada hari ke-0, semakin besar ekstrak daun sirih hijau pada bakso sapi, pH juga semakin rendah. Selain faktor penambahan ekstrak daun sirih hijau, waktu penyimpanan juga mempengaruhi penurunan pH. pH bakso sapi selama dua hari penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 2.

Penurunan pH dapat disebabkan oleh aktivitas bakteri pembusuk yang mulai tumbuh pada bakso sapi dan menghasilkan asam sebagai hasil dari metabolisme bakteri tersebut. Bakteri pembusuk tersebut menyebabkan infeksi makanan, terutama pada daging, ataupun menghasilkan asam laktat (Fardiaz, 1992).

Kadar Air Bakso Sapi Selama Dua Hari Penyimpanan

Tabel 3 menunjukkan kadar air bakso sapi selama dua hari penyimpanan. Kadar air bakso sapi tanpa tambahan ekstrak daun sirih hijau lebih tinggi daripada bakso sapi yang ditambah ekstrak daun sirih hijau 1%, 2% dan 3% mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-2 penyimpanan.

Lamanya waktu penyimpanan dan suhu di sekitar mempengaruhi kadar air bakso. Makin lama waktu penyimpanan bakso sapi pada suhu ruang, maka kadar airnya makin tinggi, sebab terdapat aktivitas metabolisme dari

mikroorganisme yang akan

menghasilkan air. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kadar air awal dan pertumbuhan mikroorganisme.

Adanya mikrooganisme pada bahan dapat mempengaruhi kadar air bahan pangan sebab mikroorganisme akan menguraikan nutrien pada bahan pangan. Penguraian ini menghasilkan zat metabolit. Mikroorganisme khususnya jenis aerobik dapat menghasilkan karbondioksida dan air (Soeparno, 2005).

Total Mikroba Bakso Sapi Selama Dua Hari Penyimpanan

Pada hari ke-0, total mikroba bakso sapi tanpa tambahan ekstrak daun sirih hijau adalah yang tertinggi dibandingkan bakso sapi yang ditambah ekstrak daun sirih hijau 1%, 2% dan 3%. Menurut Nalina dan Rahim (2007), daun sirih hijau mengandung hidroksi kavibetol yang menghambat pertumbuhan bakteri. Menurut Suliantari dkk. (2008), didalam ekstrak daun sirih hijau terdapat komponen fenol yang cukup kuat yaitu fenolik, yang berperan sebagai senyawa antimikroba.

Setelah disimpan satu hari, total mikroba bakso sapi yang ditambah

Konsentrasi Ekstrak

Nilai Organoleptik

Penilaian Umum

Rasa Aroma Kekenyalan Warna

1% 3,6 b 3,6 b 5,2 4 4,1

2% 2,6 a 3,0 a 5 3,8 3,6

(7)

7 ekstak daun sirih hijau 1% dan 2% telah

melewati batas SNI sedangkan bakso sapi yang ditambah ekstrak daun sirih hijau 3% masih dibawah SNI. Meski total mikrobanya sudah melebihi SNI, belum muncul tanda-tanda kerusakan bakso seperti bau basi atau lendir. Total mikroba bakso sapi dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan pemilihan perlakuan terbaik dari aspek organoleptik, bakso yang ditambah ekstrak daun sirih hijau 1% adalah bakso sapi terbaik pada hari ke-1. Setelah diketahui angka total mikrobanya, ternyata telah melebihi SNI. Bakso yang telah melebihi SNI akan berdampak pada kesehatan jika

bakso tersebut dikonsumsi setelah lebih dari 24 jam.

Penelitian menghasilkan lama umur simpan bakso sapi kurang dari 2 hari. Pada peneletian Wicaksono (2007) dihasilkan bahwa pada hari ke-1, TPC bakso yang ditambah sulfit dan tanin, campuran pengawet serta chitosan antara 5-6 log cfu/gr atau telah melebihi ketetapan standar SNI (5 log cfu/gr), tetapi pada bakso tersebut belum ditemui adanya tanda-tanda kerusakan mikrobiologis. Pada hari ke-2, bakso yang ditambah sulfit dan tanin serta bakso yang dicoating chitosan total mikrobanya sudah mencapai 6,55 dan 5,77 log cfu/gr.

Tabel 2. pH Bakso Sapi yang Ditambah Ekstrak Daun Sirih Hijau dengan Berbagai

Konsentrasi Selama Dua Hari Penyimpanan

Perlakuan Konsentrasi Ekstrak pH Hari Ke-

0 1 2

Kontrol 0% 6,47 5,89 5,31

K1 1% 6,36 6,12 5,86

K2 2% 6,25 6,06 5,87

K3 3% 6,14 6,0 5,83

Tabel 3. Kadar Air Bakso Sapi yang Ditambah Ekstrak Daun Sirih Hijau dengan Berbagai

Konsentrasi Selama Dua Hari Penyimpanan

Perlakuan Konsentrasi

Ekstrak SNI

Kadar Air (%) Hari Ke-

0 1 2

Kontrol 0% 70 60,47 60,97 61,49

K1 1% 70 60,45 60,85 61,25

K2 2% 70 60,43 60,81 61,18

K3 3% 70 60,42 60,76 61,05

Tabel 4. Total Mikroba Bakso Sapi yang Ditambah Ekstrak Daun Sirih Hijau dengan Berbagai

Konsentrasi Selama Dua Hari Penyimpanan

Perlakuan Konsentrasi

Ekstrak SNI

TPC (log cfu/gr) Hari Ke-

0 1 2

Kontrol 0% 5 4,61 7,06 8,23

K1 1% 5 4,50 5,52 6,43

K2 2% 5 4,43 5,35 6,27

K3 3% 5 4,36 4,97 5,95

Dari uji t diperoleh bahwa bakso sapi yang ditambah ekstrak daun sirih hijau 1% pada hari ke-1 berpengaruh signifikan dan berbeda nyata terhadap aspek organoleptik dan

kimia-mikrobiologi bakso dibandingkan dengan bakso kontrol. Penambahan ekstrak daun sirih hijau 1% pada bakso sapi mampu menghambat pertumbuhan bakteri sehingga bakso belum

(8)

8

mengalami kerusakan mutu

organoleptik seperti pada bakso sapi yang tidak ditambah ekstrak daun sirih hijau.

Dari aspek total mikroba, kedua bakso telah melebihi standar SNI, namun bakso kontrol memiliki nilai total mikroba yang lebih tinggi daripada bakso yang ditambah ekstrak daun sirih

hijau 1%.. Disini terlihat bahwa terjadi perbedaan antara hasil organoleptik dengan hasil uji total mikroba, sehingga penelitian ini berpotensi untuk diteliti lebih lanjut terutama aspek pengujian efektivitas penghambatan mikroba pada ekstrak daun sirih hijau yang tidak dilakukan dalam penelitian ini.

Tabel 5. Hasil Uji t terhadap Perlakuan Terbaik Bakso Sapi yang Ditambah Ekstrak Daun Sirih

Hijau pada Penyimpanan Hari Ke-1

Parameter Aspek SNI Kontrol Perlakuan

Terbaik Uji t Organoleptik Rasa - 1 3,6 + Aroma - 1,2 3,6 + Kekenyalan - 1,4 5,2 + Warna - 1,8 4 + Kimia- Mikrobiologi pH - 5,89 6,12 + Kadar Air 70% 60,97% 60,85% +

Total Mikroba 5 log cfu/gr

7,06 log

cfu/gr 5,52 log cfu/gr + Perencanaan Produksi Ekstrak Daun

Sirih Hijau

Kapasitas Produksi

Pada skala home industry atau industri rumah tangga, pedagang bakso memproduksi adonan bakso rata-rata sebanyak 5 kg setiap hari, sehingga ekstrak daun sirih hijau yang dibutuhkan sebanyak 50 gram (1% dari berat adonan bakso). Untuk memproduksi ekstrak daun sirih hijau selama 1 tahun atau 300 hari kerja, diperlukan ekstrak daun sirih hijau sebanyak 15 kg atau 50 gram per hari. Untuk kebutuhan adonan bakso per tahun sebanyak 1.500 kg.

Ketersediaan Bahan Baku

Jenis daun sirih hijau yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih Jawa. Daun yang diambil adalah daun yang berukuran sedang, berwarna hijau tua dan daunnya lembut. Daun sirih Jawa banyak dijumpai di

pasar-pasar tradisional di Kota Malang. Ketersediaan daun sirih hijau ini cukup melimpah, karena setiap hari pemasok daun sirih hijau menyetor kepada penjual. Ketersediaan daging sapi segar dan tapioka pada pembuatan bakso sapi cukup melimpah dan tersedia di pasar-pasar tradisional.

Proses Produksi

Satu kali proses produksi ekstrak daun sirih hijau membutuhkan waktu sekitar 5,5 jam. Urutan proses pembuatan ekstrak daun sirih hijau terdiri atas penyortasian, pencucian bahan, pengeringan, penghancuran, ekstraksi I dan II serta evaporasi. Setelah memproduksi ekstrak daun sirih hijau, tahapan produksi selanjutnya adalah produksi bakso sapi dengan urutan proses yaitu penimbangan, penggilingan, pencetakan dan perebusan. Waktu yang dibutuhkan untuk produksi bakso sapi adalah 2 jam.

(9)

9 Mesin dan Peralatan

Mesin dan peralatan yang dibutuhkan diantaranya timbangan digital kapasitas hingga 2 kg; oven untuk mengeringkan daun sirih hijau, dilengkapi dengan pengatur suhu otomatis dan kapasitas minimal 3 rak dan dibutuhkan 2 hingga 3 unit oven; blender kering; hot plate untuk ekstraksi sebanyak 2 buah; rotary

vacuum evaporator kapasitas 2 liter

untuk menguapkan etanol. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam produksi bakso sapi ada dua yakni food

processor yang berfungsi sebagai penghancur dan pencampur adonan bakso dan kompor gas untuk merebus bakso.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penambahan ekstrak daun sirih hijau sebanyak 1% pada bakso, dapat mengawetkan bakso sapi selama 1 hari. Saran

Perlu dilakukan uji efektivitas penghambatan ekstrak daun sirih hijau terhadap mikroba atau bakteri sebelum ekstrak diaplikasikan pada bakso sapi serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menghilangkan aroma dan rasa dari ekstrak daun sirih hijau yang menyengat.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada para dosen pembimbing dan dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan saran selama proses penulisan lapran skripsi dan jurnal serta kepada pihak-pihak lain yang terkait.

DAFTAR PUSTAKA

Affandy. 2005. Pengaruh Kondisi Bahan dan Lama Ekstraksi Daun Sirih Terhadap Sifat Fisikokimia dan Aktivitas Antibakteri Esktrak Oleoresin Daun Sirih Hijau (Piper betle

L.). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Apriandi, A. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Keong Ipong-Ipong (Fasciolaria salmo). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Petanian Bogor. Bogor.

Arambawela, L., M. Arawwawala dan D. Rajapaksa. 2006. Piper betle:

A Potential Natural

Antioxidant. J.Food Sci. And Tech, 41(2): 10-14.

Branen, A.L. dan P. M. Davidson. 2005. Antimicrobials in Foods. Marcel Dekker. New York.

Broto, M. 2003. Info POM: Mengenal Bahan Pengawet dalam Produk Pangan. Desember 4 (12).

De Garmo, E. D, W. G. Sullivan and J. R. Canada. 1984. Engineering Economy. Mc Millan Publishing Company. New York.

Fardiaz, D. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hamdiyati, Y. 2004. Pertumbuhan dan Pengendalian Mikroorganisme II. http:// file.upi.edu/Direktori/Fmipa/Jur. _Pend._Biologi/YANTI_HAMD IYATI/Pertumbuhan_pada_mikr oorganisme_II.pdf. Diakses pada 3 September 2012.

Harborne, J.B. 1984. Phytochemical Methods 2nd Ed. New York: Chapman and Hall

Herawati, H. 2008. Penetapan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal Litbang Pertanian 27 (4). Jenie, B.S.L. 2001. Antimicrobial

Activity of Piper betle L. Extract towards Foodborne Pathogens and Food Spoilage Microorganisms. IFT Annual

(10)

10 Meeting, New Orleans,

Louisiana.

Kaveti, B., L. Tan, Sarnnia, T.S. Kuan

dan M. Baig. 2011.

Antibacterial Activity of Piper betle leaves. Int. J. Pharm. Teaching & Practise, 2 (3):

129-132.

Nalina, T and Z.H.A Rahim. 2007. The Crude Aqueous Extract of Piper betle L. and Its Bacteria Effect Towards Streptococcus mutans. American Journal of Biotech. And Biochem. 3 (1): 10-15.

ISSN:1553-3486.

Parwata, I.M.A.D, Wiwik S.R. dan Raditya Y. 2009. Isolasi Dan Uji Antiradikal Bebas Minyak Atsiri pada Daun Sirih (Piper

betle Linn) Secara

Spektroskopi Ultra Violet-Tampak. Jurnal Kimia 3 (1):7-13. ISSN: 1907-9850.

Sastroamidjojo, S. 1988. Obat Asli Indonesia. PT Dian Rakyat, Jakarta.

Soekarto, E. 1990. Organoleptik untuk Pangan dan Hasil Pertanian. Bharatara Karya Aksara. Jakarta. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi

Daging. UGM Press. Jakarta. Sugiastuti, S. 2002. Kajian Aktivitas

Antibakteri dan Antioksidan Ekstrak Daun Sirih (Piper

betle L.) pada Daging Sapi

Giling. Thesis. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sugiharti, S. 2009. Pengaruh Perebusan dalam Pengawet Asam Organik Terhadap Mutu Sensori dan Umur Simpan Bakso. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suliantari. 2009. Aktivitas Antibakteri

Dan Mekanisme

Penghambatan Ekstrak Sirih

Hijau (Piper Betle Linn) Terhadap Bakteri Patogen Pangan. Disertasi. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutaryo dan Mulyani. 2004.

Pengetahuan Bahan Olahan Hasil Ternak. Standar Nasional Indonesia. Makalah. http://www.dsgzyzh.com/other/s

ni%20bakso%20daging-pdf.html. Diakses pada 23 Maret 2012.

Syamadi, R.K. 2002. Aplikasi Penggunaan H2O2 dan Radiasi

dalam Pengawetan Bakso Sapi pada Penyimpanan Suhu Kamar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wicaksono, D.A. 2007. Pengaruh Metode Aplikasi Kitosan, Tanin, Natrium Metabisulfit dan Mix Pengawet Terhadap Umur Simpan Bakso Daging Sapi pada Suhu Ruang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gambar

Gambar  1.  Nilai  Organoleptik  Bakso  Sapi  yang  Ditambah  Ekstrak  Daun  Sirih  Hijau  dengan Berbagai Konsentrasi Selama Dua Hari Penyimpanan dari Aspek (a)  Rasa; (b) Aroma; (c) Kekenyalan dan (d) Warna

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kekuatan-Nya juga penulis telah dapat menyelesaikan kegiatan karya tulis yang tertuang dalam skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Conceptual

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Inap RSUD Provinsi NTB bulan

Visoko radioaktivni odpadki ali VRAO K tej vrsti radioaktivnih odpadkov uvrščamo izrabljeno jedrsko gradivo IJG Mele, 2013, vendar le takrat, ko ga ne nameravamo več predelati

(1) Tanpa mengurangi makna atau maksud yang terdapat dalam ketentuan undang- undang dan peraturan pelaksanaan tentang pajak daerah dan retribusi daerah

Dalam praktik, diskon kuantitas sering tidak terbentuk potongan tunai, melainkan tambahan unit yang diterima untuk jumlah pembayaran yang sama (bonus atau free

Sebagai catatan untuk para wanita tidak diperbolehkan untuk sesering mungkin berziarah kubur, karena hal tersebut akan menghantarkan kepada perbuatan yang

Berbagai bawa yang menggunakan pedoman Macapat yaitu: (1) Bawa sêkar Mijil katampèn lancaran Gandrung Mangu, (2) bawa sêkar Gambuh katampên lancaran Ayo Ngguyu,

Meskipun bahan organik yang terdapat pada lahan kebun kelapa lebih tinggi dibandingkan dengan bahan organik yang terdapat pada lahan semak belukar, tetapi