• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V VERIFIKASI KONDISI EKSISTING INDUSTRI PRIORITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V VERIFIKASI KONDISI EKSISTING INDUSTRI PRIORITAS"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

VERIFIKASI KONDISI EKSISTING INDUSTRI

PRIORITAS

Berdasar hasil analisis rantai nilai dan faktor kualitatif lokus potensial ditentukan industri prioritas adalah industri furniture dengan lokus Kabupaten Jepara, Kabupaten Sragen dan Kabupaten Sukoharjo. Selanjutkan dilakukan verifikasi lapangan untuk mengetahui kondisi eksisting industri prioritas di lokus potensial tersebut.

5.1 Profil Industri Furniture Jepara

Industri furniture kayu merupakan salah satu industri unggulan di kabupaten Jepara yang tersebar di beberapa kecamatan. Berdasarkan data profil investasi kabupaten Jepara, jumlah IKM di sektor industri furniture kayu pada tahun 2015 berjumlah 5.870 unit dengan nilai investasi sebesar kurang lebih Rp 263 miliar. Penyerapan tenaga kerja dalam industri furniture sebanyak 75.603 orang; volume produksi mencapai 4,098,164 set furniture dengan nilai produksi kurang lebih Rp 1,967 triliun.

Tabel 5.1. Perkembangan IKM Industri Furniture Kabupaten Jepara Tahun 2013-2015

Indikator Satuan 2013 2014 2015

TK Orang 70,412 72,524 75,603

Jumlah Unit Usaha Unit 5,312 5,631 5,870

Volume Produksi (Bh /set) 3,816,801 3,931,305 4,098,164 Nilai Investasi Rp.000 244,950,139 252,298,643 263,007,110 Nilai Produksi Rp.000 1,832,084,307 1,887,046,836 1,967,139,927

(2)

dari segi penyerapan tenaga kerja, jumlah unit usaha, volume produksi, nilai investasi, dan nilai produksi dalam tiga tahun terakhir.

IKM furniture di kabupaten Jepara melayani pasar ekspor maupun lokal. Pasar ekspor produk mebel Jepara meliputi di antaranya pasar Amerika, Timur Tengah, dan Asia. Rata-rata volume ekspor IKM furniture berkisar antara 2-4 kontainer per bulan. Di samping pasar ekspor, IKM furniture di kabupaten Jepara melayani pasar lokal dari pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Pasar lokal memiliki potensi yang besar dan risikonya dinilai tidak setinggi pasar ekspor, khususnya risiko barang rusak.

Industri furniture kayu di Jepara memiliki karakteristik produk yang berbasis ukiran. Jenis produk yang dihasilkan utamanya adalah household furniture seperti kamar set, dinning room, living room, dan kitchen set. Di samping household furniture, IKM furniture kayu di kabupaten Jepara juga dapat menghasilkan office furniture sesuai pesanan seperti almari untuk lab dari bahan plywood meskipun bukan merupakan produk utama yang dihasilkan. IKM furniture kayu di Jepara pada dasarnya bersedia memenuhi pesanan office furniture mengingat switching cost yang rendah (d.h.i. peralatan produksi yang digunakan relatif sama). Dalam hal outdoor furniture untuk pasar ekspor, IKM furniture perlu melakukan penyesuaian dengan musim yang berlaku.

(3)

Gambar 5.1. Gudang Penyimpanan Hasil Produksi Mebel

Mengingat hanya sekitar 10% IKM furniture yang memiliki ijin, pemerintah Kabupaten Jepara memfasilitasi insentif pendirian usaha yaitu dengan cara berbagai perijinan dapat dilakukan secara bersamaan. Di samping itu, pemberian insentif diskon retribusi sampai 50% diberikan kepada IKM furniture di Kabupaten Jepara untuk meningkatkan nilai ekonomis dari kegiatan usaha. Saat ini kabupaten Jepara belum memiliki kawasan industri yang menjadi pusat produksi dan perdagangan produk furniture kayu. Salah satu isu mengenai regulasi pemerintah yang dihadapi oleh IKM furniture kayu adalah mengenai verifikasi legalitas kayu (SVLK) yang aturannya masih terus mengalami perubahan sehingga memunculkan tren jual jasa SVLK.

(4)

Gambar 5.2. Contoh Hasil Produksi Pengrajin Mebel di Kabupaten Jepara

Masalah klasik yang sering dihadapi oleh IKM furniture kayu adalah dalam ketersediaan bahan baku khususnya kayu jati. Untuk mengatasi tersebut maka diupayakan untuk menggunakan varian kayu selain jati seperti kayu mahoni, kayu pinus dan kayu randu yang sudah mengalami proses pengeringan. Dengan menggunakan jenis-jenis kayu tersebut maka IKM furniture kayu di kabupaten Jepara secara umum tidak mengalami kesulitan bahan baku karena ketersediaannya mencukupi dan dapat dibeli sesuai kebutuhan (tidak harus dalam jumlah besar). Namun demikian masih ada masalah ketersediaan kayu lebar jika IKM ingin berorientasi pada office furniture dimana akses kayu lebar masih didominasi oleh pengusaha besar.

Ketersediaan tenaga kerja menjadi persoalan yang juga dihadapi oleh IKM furniture kayu di Kabupaten Jepara. Meskipun secara umum kualitas tenaga kerja dalam hal kemauan kerja memadai, pasokan tenaga kerja bagi IKM furniture kayu cenderung

(5)

mengalami penurunan dengan keberadaan pabrik garmen. Oleh karena itu, IKM furniture mengatasi permasalahan ketersediaan tenaga kerja yang terbatas dengan efisiensi kerja melalui pemanfaatan teknologi. Contoh: penggunaaan amplas tangan digantikan dengan gerinda atau amplas kitir untuk mengamplas ukiran.

Nara sumber : Bapak Edi – Prapanca Art Furniture Bapak Nova – CV Nobilita Indonesia

*Wawancara dilakukan pada tanggal 25 Juli 2016

5.2 Profil Industri Furniture Sragen

Industri furniture di kabupaten Sragen terkonsentrasi di wilayah utara khususnya di kecamatan Kalijambe dengan konsentrasi pengrajin furniture paling padat yang meliputi desa Karangjati, desa Sambirembe, desa Jetis, dan desa Karangpung. Di samping itu pengrajin furniture juga terdapat di kecamatan Gemolong yang meliputi desa Ngembat dan desa Padas. 80% pengrajin furniture di kabupaten Sragen berada pada dua wilayah kecamatan tersebut (kecamatan Kalijambe dan kecamatan Gemolong). Kabupaten Sragen telah memiliki klaster industri furniture yang telah berdiri tujuh tahun yang lalu (2009) di empat desa: desa Banaran, desa Sambirembe, desa Karangjati, dan desa Tegalombo. Satu unit usaha kecil menengah furniture memiliki tenaga kerja 2 hingga 20 orang.

Secara umum pengrajin furniture di Kabupaten Sragen melakukan kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan lokal dan sekaligus bertindak sebagai pemasok bagi eksportir furniture. Produk furniture dari Kabupaten Sragen banyak dipasarkan ke pedagang furniture di pulau Jawa (70%) dan di luar pulau Jawa (30%) termasuk 5% di antaranya untuk pasar ekspor. Sedikitnya produk furniture dikirimkan ke pasar ekspor disebabkan karena pengrajin

(6)

Dalam hal kapasitas produksi dapat dihitung dengan asumsi unit usaha furniture dapat menghasilkan 2 unit dalam satu minggu (contoh: buffet 2m dan/atau rak buku). Untuk kecamatan Kalijambe saja terdapat 15 RT yang masing-masing memiliki kurang lebih 60KK. Dengan asumsi 75% KK menjalankan usaha furniture maka dapat dihitung jumlah unit produk furniture yang dihasilkan dalam satu tahun adalah sebagai berikut:

= 2 unit x 15 RT x 60 KK x 75% x 52 minggu = 70.200 unit.

Gambar 5.3. Furniture Siap Kirim ke Buyer

Kabupaten Sragen memiliki zona industri di kecamatan Kalijambe, desa Sambirembe, dimana eskportir furniture beroperasi. Kabupaten Sragen membuat kesepakatan tidak tertulis dengan oleh ASMINDO Solo Raya untuk membentuk zona industri yang dikelola oleh ASMINDO Solo Raya. Kabupaten Sragen telah mengalokasikan wilayah seluas 25 ha dan 60% wilayah tersebut telah dimanfaatkan di antaranya oleh 7 perusahaan eksportir furniture untuk melaksanakan kegiatan operasional.

Pengrajin furniture Kabupaten Sragen memiliki fleksibilitas dalam melakukan kegiatan produksi. Semua jenis produk furniture dapat dihasilkan mulai dari furniture rumah tangga hingga furniture perlengkapan kantor. Pengrajin furniture dapat menyesuaikan

(7)

produksinya sepanjang ada permintaan pasar untuk berbagai jenis furniture tersebut. Pengrajin furniture di Kabupaten Sragen juga mengadopsi skill produksi dengan mendatangkan pengrajin furniture dari Kabupaten Jepara. Hal ini menyebabkan alih pengetahuan dan skill pengrajin furniture di Kabupaten Sragen sebagian mencontoh pengrajin furniture di Kabupaten Jepara.

Gambar 5.4. Bengkel Pembuatan Furniture

Dukungan pemerintah bagi pengembangan industri furniture di Kabupaten Sragen diwujudkan dalam bentuk fasilitasi pendidikan dan pelatihan seperti pelatihan pembuatan produk mebel (2014-2016); pelatihan manajemen (2014); dan pelatihan finishing produk (2015-2016). Dalam hal infrastruktur pendampingan IKM, kabupaten Sragen telah memiliki Sragen Trading and Investment. Namun saat ini fasilitas tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal.

(8)

Gambar 5.5. Pasar Mebel Kalijambe

Beberapa isu mengenai SDM furniture di Kabupaten Sragen yaitu kemampuan desain, regenerasi SDM, dan orientasi pengembangan. Pengrajin furniture memiliki kemampuan yang baik dalam membuat furniture pesanan dimana desain telah ditetapkan oleh pembeli (buyer). Namun pengrajin furniture di Kabupaten Sragen belum banyak yang memiliki kemampuan mengembangkan desain sendiri. Keterampilan teknis dalam menggunakan perangkat lunak (software) komputer untuk mengembangkan desain masih terbatas. Dari segi jumlah SDM, Kabupaten Sragen mengalami kesulitan dalam regenerasi SDM pengrajin furniture. Mindset generasi muda di Kabupaten Sragen sebagian masih menganggap bekerja di industri furniture kurang memiliki prestise (d.h.i. pekerja kasar) sehingga minim minat generasi muda untuk terjun ke industri furniture. Di samping itu, orientasi untuk mengembangkan usaha masih di kalangan pengrajin furniture masih minim. Sikap puas dan cukup dengan hasil yang ada menyulitkan pengrajin untuk dapat mengembangkan usahanya

(9)

Permasalahan lain yang terjadi adalah dalam hal penentuan standar harga. Pengrajin furniture masih bergantung dengan pengepul dalam hal akses modal.

Hal ini menyebabkan pengepul yang memiliki kendali harga produk yang dihasilkan pengrajin furniture. Hal ini menyulitkan pengrajin furniture untuk memperoleh manfaat ekonomis dari kegiatan produksinya. Untuk mengurangi dampak tersebut kluster furniture Sragen telah membentuk pra koperasi yang masih belum berbadan hukum untuk mengelola kegiatan simpan pinjam antar anggota pengrajin furniture dengan nilai aset kurang lebih Rp 60 juta (per 18 Juli 2016).

Gambar 5.6. Bahan Baku Kayu Furniture

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sumarsono (ketua Klaster Furniture Sragen), pra koperasi dapat beroperasi dengan cukup leluasa jika memiliki modal minimal Rp 500 juta. Hal ini dibutuhkan untuk menyangga harga furniture dan juga untuk modal akses bahan baku ke tempat yang lebih murah (d.h.i. tidak tergantung pada pengepul).

(10)

Berdasarkan pengalaman, KUB Furniture di Kabupaten Sragen dapat mengakses bahan baku yang lebih murah di Tempat Pelelangan Kayu di Purwodadi. Bahan baku yang dibutuhkan kebanyakan berupa kayu jati dan kayu akasia.

Nara sumber:

1. Ibu Heni Setyowati – Disperindag Kabupaten Sragen 2. Bpk. Agus - Disperindag Kabupaten Sragen

3. Bpk. Riyanto - Disperindag Kabupaten Sragen 4. Bpk. Mustakim – Ketua Klaster Mebel Kab. Sragen 5. Bpk. Sarjoko - Ketua KUB Jaya Abadi

6. Bpk. Sumarsono – Ketua KUB Karya Sejahtera *Wawancara dilakukan pada tanggal 18 Juli 2016 5.3 Profil Industri Furniture Kabupaten Sukoharjo

Industri mebel kayu merupakan salah satu industri unggulan Kabupaten Sukoharjo di samping batik dan mebel rotan. Data Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan (BPMPP) Kabupaten Sukoharjo menunjukkan bahwa terdapat 15 perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang bergerak dalam bidang usaha mebel kayu dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 2.388 orang yang sebagian besar (67%) bekerja di perusahaan PMDN sebagaimana nampak dalam grafik berikut:

(11)

Gambar 5.7. Grafik Komposisi tenaga kerja PMA dan PMDN di Kabupaten Sukoharjo

Sumber: Disperindag Kabupaten Sukoharjo, 2016 (diolah)

Dibandingkan dengan usaha menengah dan kecil, jumlah perusahaan besar relatif sedikit. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sukoharjo, terdapat 15 usaha besar dari total 111 usaha mebel kayu di kabupaten Sukoharjo.

Gambar 5.8. Grafik Jumlah Usaha Mebel berdasarkan Skala Usaha

Sumber: Disperindag Kabupaten Sukoharjo, 2016 (diolah)

Pada umumnya IKM memproduksi mebel indoor rumah tangga berdasarkan pesanan dengan memasok barang setengah jadi (sub

(12)

besar. Pasar yang dilayani eksportir tersebut meliputi Australia, Amerika Serikat, dan Eropa. Grafik 5.9 menunjukkan bahwa sub ekspor menjadi tujuan pemasaran utama para IKM (52%) disusul dengan pasar dalam negeri. Hanya 17% IKM yang langsung mengekspor produknya.

Gambar 5.9. Grafik Distribusi IKM Berdasar Tujuan Pemasaran

Sumber: Disperindag Kabupaten Sukoharjo, 2016 (diolah)

Selama ini belum diterima pesanan pengadaan mebel kantor baik dari pemerintah maupun swasta walaupun dari sisi kapasitas UMKM tersebut mampu melayani pesanan mebel kantor. Hal ini disebabkan kemiripan dalam proses produksi dan kesederhanaan disain mebel kantor relative dibandingkan mebel rumah tangga. Seperti halnya pengrajin industri mebel di Kabupaten Sragen, pengrajin mebel di Sukoharjo dapat menyesuaikan produksinya sepanjang ada permintaan pasar untuk berbagai jenis furniture tersebut. Akan tetapi salah satu kendala yang dihadapi untuk menggarap pasar pemerintah adalah birokrasi pengadaan barang yang cukup rumit.

(13)

Gambar 5.10. Ruang Produksi Mebel Kayu di Bulakan

Ketergantungan pengusaha mebel terhadap kayu sebagai bahan baku sangatlah tinggi. Total volume bahan baku kayu yang dibutuhkan oleh IKM mencapai 45.531 m3, dengan kebutuhan tertinggi pada IKM dengan tujuan pemasaran sub ekspor.

Gambar 5.11. Grafik Kebutuhan Bahan Baku Kayu IKM Mebel Kayu di Sukoharjo Berdasar Tujuan Pemasaran (m3)

(14)

Selama ini pasokan kayu berasal dari hutan rakyat di Wonogiri dan Sukoharjo. Kelangkaan bahan baku kayu terjadi saat musim penghujan sehingga menyulitkan pengusaha mebel kayu yang tidak mampu bersaing dalam hal permodalan dengan perusahaan besar yang mampu membeli kayu dalam jumlah besar sebagai persediaan menghadapi kelangkaan kayu di musim hujan. Oleh karena itu, IKM mebel kayu di kabupaten Sukoharjo memanfaatkan sisa kayu dari perusahaan besar. Kesulitan untuk melakukan stok bahan baku juga diakibatkan sifat kayu yang tidak tahan lama sehingga harus segera diolah seperti kayu mahoni.

(15)

Hal serupa juga terjadi dalam hal tenaga kerja, di mana pengrajin kayu lebih memilih bekerja pada perusahaan besar karena fasilitas kerja yang lebih modern dibandingkan fasilitas produksi tradisional yang dimiliki pengusaha kecil walaupun dari sisi pengupahan tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Distribusi tenaga kerja berdasarkan tujuan pemasaran menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja pada IKM terserap untuk melayani pasar ekspor

Gambar 5.13. Grafik Distribusi Tenaga Kerja IKM Mebel Kayu Sukoharjo Berdasarkan Tujuan Pemasaran (orang)

Sumber: Disperindag Kabupaten Sukoharjo, 2016 (diolah)

Tingginya serapan tenaga kerja pada IKM yang melayani pasar ekspor sebanding dengan total investasi yang dikeluarkan oleh IKM yang melayani pasar ekspor sebagaimana nampak pada grafik 5.13. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dari segi jumlah sebagian besar IKM melayani pasar sub ekspor namun investasinya lebih rendah dibandingkan dengan IKM yang melayani pasar ekspor.

(16)

Gambar 5.14. Grafik Nilai investasi IKM Mebel Kayu Sukoharjo Berdasar Tujuan Pemasaran (Juta Rp)

Sumber: Disperindag Kabupaten Sukoharjo, 2016 (diolah)

Dukungan pemerintah bagi pengembangan industri furniture di kabupaten Sukoharjo diwujudkan dalam bentuk fasilitas pendidikan dan pelatihan seperti pelatihan disain produk mebel dan pelatihan manajemen. Dalam hal disain produk mebel selama ini lebih banyak tergantung pada permintaan pembeli meskipun beberapa disain produk mebel sudah dapat dibuat sendiri. Selain itu secara rutin mengikutkan IKM mebel kayu pada pameran di beberapa kota besar seperti Jakarta dan Semarang dan memberi bantuan peralatan produksi sederhana. Dalam hal infrastruktur di kabupaten Sukoharjo telah dibangun Gedung Pusat Promosi Produk Unggulan Daerah namun saat ini fasilitas tersebut belum dioperasikan. IKM mebel kayu di kabupaten Sukoharjo juga memiliki fasilitas bersama seperti gergaji benzo sementara untuk oven masih memanfaatkan layanan oven di perusahaan lain.

(17)

Gambar 5.15. Pengering Kayu

Keterbatasan pasar yang dilayani IKM mebel kayu menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap eksportir karena pada umumnya IKM menjual produknya kepada eksportir dalam bentuk produk setengah jadi. Selanjutnya finishing akan dilakukan oleh eksportir yang merupakan perusahaan besar. Meskipun IKM mendapatkan down payment sebesar 30% untuk menjalankan pesanan dari eksportir namun pelunasan memakan waktu yang lama bergantung pada kecepatan eksportir menerima pelunasan dari pembeli di luar negeri. Hal ini menimbulkan masalah modal kerja karena IKM harus membayar bahan baku dan tenaga kerjanya secara tunai.

Untuk mengurangi ketergantungan tersebut IKM perlu menjajaki pasar baru dengan sistem pembayaran yang lebih menguntungkan agar tidak lagi menghadapi masalah modal kerja. Menggarap pasar lokal melalui pengadaan mebel kantor bagi pemerintah dan swasta

(18)

Perluasan pasar tentu berimplikasi pada peningkatan kebutuhan bahan baku dan tenaga kerja untuk melayani pasar baru tersebut. Upaya untuk merubah mindset para tenaga kerja perlu dilakukan agar keputusan mereka dalam memilih tempat kerja didasarkan pada aspek yang rasional seperti besarnya upah.

Persoalan lain yang dialami oleh IKM mebel furniture di kabupaten Sukoharjo adalah dalam hal standarisasi harga produk dimana masih sangat bervariasi. Meskipun sebagian pengrajin mebel di kabupaten Sukoharjo seperti di wilayah Bulakan tergabung dalam klaster mebel, belum semuanya mengikuti standar harga produk yang disarankan. Dalam hal ini pengurus klaster hanya dapat menyarankan anggota klaster mebel untuk dapat mengikuti harga produk yang direkomendasikan dan tidak memiliki otoritas mewajibkan IKM mebel untuk menggunakan rekomendasi harga tersebut.

Narasumber:

1. Bapak Dwi- Disperindag Sukoharjo 2. Ibu Sri Hartati-BPMPP Sukoharjo

3. Bapak Wagiyanto-Ketua Klaster Bulakan 4. Bapak Sidhiq-Anggota Klaster Bulakan

*Wawancara dilakukan pada tanggal 18 Juli 2016

Secara rinci peran masing-masing pemangku kepentingan dan kerangka keterkaitan industri dapat dilihat sebagai berikut:

(19)

Tabel 5.2 Kerangka Pengembangan Industri Furniture Kayu

Industri Inti

Industri Furniture Kayu • Bahan Baku Kayu Industri/Jasa Pendukung

• Bahan Penolong: kuningan, lem, teak oil, kain jok, kaca, tembaga, busa, kertas packing , dll

• Jasa pendukung: transportasi, lembaga keuangan, asuransi, asosiasi, libang, pemerintah

Industri Terkait

• Kayu gergajian (saw-mill), plywood, papan partikel, blockboard, dan MDF

• Industri furniture logam

• Industri rotan

Sasaran jangka pendek

• Terdukungnya pencapaian target ekspor nasional dengan tingkat pertumbuhan berkisar 6%-8% per tahun

• Terwujudnya pengamanan pasar dalam negeri

• Berkurangnya kesenjangan antara kebutuhan dan pasokan bahan baku

• Terjadi peningkatan kemampuan disain dan finishing produk

Sasaran Jangka Panjang

• Daya saing industri furniture yang kuat di pasar domestic dan global makin kuat

• Adanya keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan bahan baku

• Adanya kemadirian di bidang disain dan meningkatnya kemampuan finishing produk

• Terdukungnya aktivitas litbang industri furniture kayu

• Pengelolaan hutan dan industri yang ramah lingkungan

• Terjadinya penguatan basis industri furniture sehingga menjadi World Class Industry

Strategi

• Memperkuat keterkaitan pada semua tingkatan rantai nilai dari industri furniture kayu

• Mengutamakan keseimbangan dari pasokan bahan baku kayu

• Memperluas pasar dan promosi produk

(20)

Visi, Misi, Arah Pengembangan dan Strategi serta Indikator Pencapaian

o Visi: Terwujudnya industri furniture kayu di Provinsi Jawa Tengah yang berdaya saing tinggi, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan o Misi:

o Meningkatkan kontribusi dalam peningkatan perekonomian daerah yang ditandai dengan peningkatan kontribusi terhadap PDRB, perolehan devisa, peningkatan dan penyerapan tenaga kerja

o Meningktakan kemampuan SDM melalui penyediaan sarana dan prsarana pendidikan dan pelatihan, erta penyelenggaraan diklat secara berkesinambungan

o Meningkatkan pemanfaatan teknologi dalam rangka meningkatkan mutu produk dan efisiensi, termasuk kemampuan rancang bangun dan perekayasaan permesinan

o Meningkatkan pasokan bahan baku dengan menjaga kelestarian lingkungan

o Arah Pengembangan: Pengembangan focus dengan mempertimbangkan potensi pasar, ketersediaan bahan baku kayu, wsitching cost dan dukungan pemerintah diarahkan pada furniture perlengkapan kantor yang dipandang memiliki potensi untuk pengembangan selanjutnya. Hasil analisis lokus menghasilkan usulan lokus prioritas pengembangan industri furniture yaitu: Kabupaten Jepara, Kabupaten Sragen dan Kabupaten Sukoharjo.

o Strategi:

o Memperkuat keterkaitan pada semua tingkatan rantai nilai dari industri furniture kayu o Mengutamakan keseimbangan kebutuhan dan pasokan bahan baku kayu

o Memperluas pasar dan promosi produk

o Meningkatkan daya saing dengan konsep industri yang sehat, berkelanjutan, ramah lingkungan dan menguasai pasar global o Meningkatkan citra produk yang berwawasan lingkungan

o Indikator Pencapian: : Industri furniture kayu di Jawa Tengah mampu bersaing di pasa dalam negeri dan ekspor, dengan tingkat pertumbuhan 6%-8% per tahun

(21)

Rencana Aksi Jangka Menengah (2016-2019) Bahan Baku:

• Meningkatkan pasokan bahan baku kayu melalui kerjasama dengan wilayah penghasil kayu di sekitar sentra industri

• Memfasilitasi pengembangan system logistic bahan baku furniture kayu

• Meningkatkan penggunaan bahan baku alternative (contoh: kayu dari sawit dan kayu karet) untuk produksi furniture

• Melakukan pendampingan dan mentoring terhadap industri kecil dan menengah dalam rangka memperoleh SVLK untuk kepentingan pemenuhan standar bahan baku

• Mengoptimalkan peran klaster untuk memperoleh pasokan bahan baku dengan harga yang

Pasar:

• Memfasilitasi pelatihan penggunaan teknologi informasi dalam pemasaran produk furniture kayu (melalui e-commerce)

• Memberikan penyuluhan tentang pentingnya pemenuhan syarat SVLK untuk memasuki pasar ekspor

• Mengupayakan diterbitkannya regulasi terkait penggunaan furniture kayu produksi IKM untuk kantor pemerintah, sekolah negeri

Produksi:

• Mengadakan kegiatan sosialisasi standardisasi produk industri furniture kayu

• Mengintensifkan pelatihan teknik produksi dan disain dengan menggunakan CAM (computer aided manufacturing) dan CAD (computer-aided design) untuk meningkatkan daya saing dan kualitas produk furniture kayu

• Menyelenggarakan diklat tentang penjaminan mutu produk furniture kayu

• Memfasilitasi diklat tentang teknologi finishing bagi pengrajin IKM

Permodalan:

• Memfasilitasi akses terhadap sumber pembiayaan yang kompetitif (contoh: LPEI)

• Memfasilitasi pembentukan koperasi berbadan hukum

SDM:

• Menyelenggarakan diklat terapan untuk meningkatkan kompetensi SDM

(22)

Tabel 5.3 Peran Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Industri Furniture (2016-2019)

Rencana Aksi 2016 – 2019

Agihan Waktu Instansi/Lembaga Terkait

2016 2017 2018 2019 P u sat (Dirj en IK M & A gro) &/ P em d a Dinp er in d ag P er h u ta ni Dinas K eh u tanan Dink op & U MK M A so sia si (A P MI N DO ) P er u sah a an& Ind u stri P T d a n L It b a n g BAHAN BAKU

• Meningkatkan pasokan bahan baku kayu melalui kerjasama dengan wilayah penghasil kayu di

sekitar sentra industri O O O O O

• Memfasilitasi pengembangan system logistic

bahan baku furniture kayu O O O O O

• Meningkatkan penggunaan bahan baku alternative (contoh: kayu dari sawit dan kayu

karet) untuk produksi furniture O O O O O

• Memfasilitasi kerjasama antara daerah penghasil bahan baku dengan daerah produsen furniture kayu

(23)

Rencana Aksi 2016 – 2019

Agihan Waktu Instansi/Lembaga Terkait

2016 2017 2018 2019 P u sat (Dirj en IK M & A gro) &/ P em d a Dinp er in d ag P er h u ta ni Dinas K eh u tanan Dink op & U MK M A so sia si (A P MI N DO ) P er u sah a an& Ind u stri P T d a n L It b a n g PASAR

• Mengembangkan dan memperkuat market

intelligence O O O O O

• Mengembangkan alternative pemasaran produk-produk furniture di samping pameran dan

misi-misi dagang (contoh: e-commerce) O O O O

• Memfasilitasi pelatihan penggunaan teknologi informasi dalam pemasaran produk furniture kayu

O O O O O O

• Melakukan pendampingan dan mentoring terhadap industri kecil dan menengah dalam

(24)

Rencana Aksi 2016 – 2019

Agihan Waktu Instansi/Lembaga Terkait

2016 2017 2018 2019 P u sat (Dirj en IK M & A gro) &/ P em d a Dinp er in d ag P er h u ta ni Dinas K eh u tanan Dink op & U MK M A so sia si (A P MI N DO ) P er u sah a an& Ind u stri P T d a n L It b a n g PRODUKSI/TEKNOLOGI

• Mengadakan kegiatan sosialisasi standardisasi

produk industri furniture kayu O O O O

• Mengintensifkan pelatihan teknik produksi dan disain untuk meningkatkan daya saing dan kualitas produk furniture kayu

O O O O O

• Menyelenggarakan diklat tentang penjaminan

mutu produk furniture kayu O O O O O O

• Memfasilitasi diklat tentang teknologi finishing

bagi pegrajin IKM O O O O O O

• Mengintensifkan proses produksi yang pro

(25)

Rencana Aksi 2016 – 2019

Agihan Waktu Instansi/Lembaga Terkait

2016 2017 2018 2019 P u sat (Dirj en IK M & A gro) &/ P em d a Dinp er in d ag P er h u ta ni Dinas K eh u tanan Dink op & U MK M A so sia si (A P MI N DO ) P er u sah a an& Ind u stri P T d a n L It b a n g

MODAL DAN PEMBIAYAAN

• Memfasilitasi akses terhadap sumber

pembiayaan yang kompetitif (contoh:LPEI) O O O

• Memfasilitasi pembentukan koperasi berbadan

hukum O O O O O

SDM

• Menyelenggarakan diklat terapan dalam rangka meningkatkan kompetensi SDM industri furniture kayu

O O O O O O

• Memberikan pendampingan kewirausahaan dan

manajerial bagi pengusaha industri furnture O O O O O

(26)

ekspor-Rencana Aksi 2016 – 2019

Agihan Waktu Instansi/Lembaga Terkait

2016 2017 2018 2019 P u sat (Dirj en IK M & A gro) &/ P em d a Dinp er in d ag P er h u ta ni Dinas K eh u tanan Dink op & U MK M A so sia si (A P MI N DO ) P er u sah a an& Ind u stri P T d a n L It b a n g REGULASI PEMERINTAH

• Menyederhanakan proses perijinan dengan

konsep satu atap O O O O O

• Mengidentifikasi ulang jenis retribusi dan pajak

serta berupaya mengurangi beban biaya O O O O O

• Mengupayakan diterbitkannya regulasi terkait penggunaan furniture kayu produksi IKM untuk pasar organisasi (contoh: lembaga pemerintah)

Gambar

Tabel 5.1.   Perkembangan IKM Industri Furniture Kabupaten Jepara  Tahun 2013-2015
Gambar 5.1. Gudang Penyimpanan Hasil Produksi Mebel  Mengingat  hanya  sekitar  10%  IKM  furniture  yang  memiliki  ijin,  pemerintah  Kabupaten  Jepara  memfasilitasi  insentif  pendirian  usaha yaitu dengan cara berbagai perijinan dapat dilakukan secara
Gambar 5.2. Contoh Hasil Produksi Pengrajin Mebel di Kabupaten  Jepara
Gambar 5.3. Furniture Siap Kirim ke Buyer
+7

Referensi

Dokumen terkait