JURNAL LIVING HADIS, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 5, Nomor 2, Mei 2020; hal 105-132 http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/Living LIVING HADIS DI KAMPUNG MADINAH,
TEMBORO, MAGETAN
DOI: https://doi.org/10.14421/livinghadis.2020.2171 Muhammad Rasyied Awabien
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
hurros_khoir@yahoo.com
Abstract
Temboro Village is located in Magetan, East Java, has a unique Islamic life. In this village, almost the entire community tried to imitate the life and Islamic life of the people of Madinah. This is evidenced from how to dress and the habit of hastening prayer in the mosque and closing the shop when prayer time arrives. Although the style of dress wearing a niqab for women and wearing special trousers for men, Islam in the village of Temboro is considered not radical. Based on interviews and observations, it was found that the Islamic style in Temboro Village was oriented towards the Jama'ah Tabligh and had a large positive impact. The living quran approach used is able to reveal that religious life in Temboro Village has experienced a significant shift. In addition, the economy of the community has also increased since the presence of several Islamic boarding schools in that place.
Keywords: Jama’ah Tabligh, Kampung Madinah, Temboro village.
Abstrak
Desa Temboro yang berlokasi di Magetan, Jawa Timur, memiliki corak keislaman yang unik. Di desa ini, hampir seluruh masyarakatnya berupaya meniru kehidupan dan cara berislam masyarakat Madinah. Hal ini dibuktikan dari cara berpakaian hingga kebiasaan menyegerakan shalat berjamaah di masjid dan menutup toko ketika waktu shalat tiba. Meski gaya berpakaian mengenakan cadar bagi perempuan dan bercelana cingkrang bagi laki-laki, Islam di Desa Temboro dinilai tidak radikal. Berdasarkan wawancara dan hasil pengamatan, ditemukan bahwa corak keislaman di Desa Temboro berkiblat pada Jama’ah Tabligh dan memiliki dampak positif yang besar. Pendekatan living Qur’an yang digunakan mampu menyingkap bahwa kehidupan agama di Desa Temboro mengalami pergeseran yang signifikan. Selain itu, ekonomi
Tanggal masuk : 13 April 2020 p-ISSN : 2528-756 e-ISSN : 2548-4761
masyarakat juga terhitung mengalami peningkatan semenjak hadirnya beberapa pondok pesantren di wilayah ini.
Kata Kunci: Jama’ah Tabligh, Kampung Madinah, Desa Temboro.
A. Pendahuluan
arbara D. Metcalf menunjukkan bahwa Jama’ah Tabligh adalah suatu gerakan dakwah Islam yang didirikan atas inisiatif Syekh Maulana Muhammad Ilyas bin Muhammad Ism’ail al Kandahlawi sekitar tahun 1920-an di India Utara. Meskipun gerakannya berciri apolitis, Jama’ah Tabligh tetap dapat berkembang secara luas. Saat ini, Jama’ah Tabligh menjadi gerakan dakwah Islam terbesar di dunia. Pengikut gerakan ini meliputi hampir semua negara muslim dari Maroko hingga negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia yang anggotanya sudah mencapai puluhan ribu. Adapun tujuan dari dibentuknya
Jama’ah Tabligh sudah terlihat dari namanya, yakni tabligh yang berarti
penyampaian (dakwah), secara khusus berarti menyampaikan petunjuk
berlandaskan syariat. Tabligh juga dimasukkan sebagai salah satu dari sekian
kewajiban ibadah yang paling dasar bagi pengikutnya. Kemungkinan karena
diwajibkannya “tabligh”, gerakan ini mewabah hingga berbagai negara.
Term “tabligh” tidak tercantum di dalam al-Qur’an, tetapi oleh Jama’ah-nya
dipahami sama dengan al amr bi al ma’ruf wa nahi ‘an al munkar (menyeru
pada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran).
Gerakan dakwah ini beretoskan mistik yakni penuh kepasrahan berupa penanaman dan penumbuhan praktik keagamaan yang benar dan salih di kalangan umat Islam. Jama’ah Tabligh berdakwah dengan menggunakan karya-karya ulama lokal (India) yang didasarkan pada terjemahan al Qur’an dan terutama hadis. Barbara Metcalf dalam artikelnya
mencontohkan kitab Tablighi Nishab (Kurikulum Jama’ah Tabligh), Hikayat as
Shahabah, dan Fadza’il al A’mal atau Fadza’il al Qur’an. Para ulama berbeda
pendapat mengenai gerakan dakwah Jama'ah Tabligh. Sebagian mereka
B
107
beranggapan bahwa gerakan ini adalah gerakan dakwah yang bagus dan dahsyat. Namun sebagian yang lain berpendapat bahwa gerakan ini adalah gerakan dakwah yang kurang baik hingga ada sebuah buku yang dikarang oleh Abdul Aziz bin Rois Ar Rais Hamud bin Abdullah bin Hamud At
Tuwaijiri yang berjudul Koreksi Tuntas terhadap Jama'ah Tabligh.
Sejauh ini, kajian mengenai Jama'ah Tabligh telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Setidaknya terdapat tiga kecenderungan dalam kajian atas Jama'ah Tabligh yang berlangsung di masyarakat muslim.
Pertama, kajian yang memfokuskan pada sejarah munculnya gerakan
dakwah Jama'ah Tabligh, dari salaf ke Jama'ah Tabligh (Suparta, 2007); kedua,
studi yang menekankan mengenai sejarah masuk dan berkembangnya
Jamaʽah Tabligh di Temboro (Dalhari, 2014); Ketiga, kajian yang membahas
strategi dakwah Jamaʻah Tabligh di Desa Temboro (Zahid, 2007); Keempat,
kajian tentang gerakan dakwah Jama'ah Tabligh di Indonesia, lebih spesifiknya di Desa Temboro, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur sebagai satu kajian yang luput dari perhatian para peneliti ditinjau dari aspek perilaku dan sikap, model dakwah, terbentuknya Kampung Madinah, ajaran Jama'ah Tabligh, dan pengaruh Jama'ah Tabligh dari aspek keagamaan atau pendidikan dan ekonomi di Desa Temboro, Magetan. Berdasarkan fakta literatur di atas, maka penelitian ini layak dan bagus untuk dikembangkan lebih lanjut.
Tulisan ini bertujuan untuk melengkapi literatur yang telah ditunjukkan di atas. Sejalan dengan itu, ada tiga pertanyaan yang diajukan.
Pertama, bagaimana sejarah Jama'ah Tabligh dan bagaimana proses masuk
serta berkembangnya gerakan Jamaʻah Tabligh di Temboro sebagai proses
awal dan potensi terbentuknya Kampung Madinah Temboro? Faktor apa saja yang menyebabkan terbentuknya Kampung Madinah? Bagaimana peran Kampung Madinah dalam memengaruhi keagamaan atau pendidikan dan ekonomi masyarakat Desa Temboro? Ketiga pertanyaan ini akan menjadi fokus bahasan dalam artikel ini. Pertanyaan-pertanyan di atas
merefleksikan bagaimana proses terbentuknya Kampung Madinah yang berpengaruh besar dalam hal sub-kultural di Kecamatan Karas, Desa Temboro, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur.
Artikel ini memiliki beberapa asumsi. Pertama, adanya hubungan
yang signifikan antara kehadiran Jama'ah Tabligh di Desa Temboro, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur dengan terbentuknya Kampung
Madinah yang adalah kajian Living Qur'an dan Hadis. Kedua, selain adanya
Jama'ah Tabligh, ada banyak faktor yang menjadikan Kampung Madinah mempunyai eksistensi di Kabupaten Magetan. Beberapa di antaranya adalah dukungan dari perangkat desa setempat terhadap masyarakat agar patuh dan tunduk terhadap para kiai yang ada di Ponpes al Fatah, Temboro.
Keberadaan Kampung Madinah adalah salah satu bentuk New Religious
Movements (Gerakan Keagamaan Baru) yang berbasis pada masyarakat
dengan membuat semacam kampung islami, kampung qur'ani dan
sebagainya. Ketiga, Kampung Madinah memiliki peran yang sangat besar
dalam membentuk pendidikan keagamaan yang berkarakter dan ekonomi yang kuat. Berdasarkan tiga asumsi inilah, Desa Temboro yang dijuluki Kampung Madinah layak untuk menjadi objek penelitian di dalam artikel ini.
B. New Religious Movements dan Metode Pendekatan
New Religious Movement atau Gerakan Keagamaan Baru diambil
sebagai konsep analisis utama. Gerakan Keagamaan Baru adalah suatu gagasan yang berusaha menerjemahkan ide-ide keagamaan menjadi kekuatan transformatif untuk menumbuhkan struktur dan tatanan sosial yang baru dan lebih baik; partisipatif, terbuka, dan emansipatoris. (Rahardjo, 1999, p. 12) Dalam pengertian ini, ia adalah suatu cita-cita yang sangat menjunjung tinggi harkat dan harga diri kemanusiaan. Gerakan keagamaan dalam bingkai paradigma transformatif ini memang jalan yang paling manusiawi untuk mengubah sejarah umat kehidupan manusia, sebab dalam
109
proses ini yang berlaku adalah pendamping bukan pengarahan, apalagi pemaksaan. Sejalan dengan definisi konsep ini, agama diharapkan berani tampil dalam setiap keadaan, bukan saja untuk menunjukkan hal-hal yang positif, tetapi juga hal-hal yang negatif.
Perjuangan nilai-nilai keagamaan dalam gerakan keagamaan adalah doktrin yang diyakini berasal dari Tuhan. Ia adalah stok moral dan daya imperatif yang bersifat transenden. Secara sosiologis, nilai-nilai
keagamaan tersebut seringkali berfungsi sebagai cara hidup (way of life),
pandangan dunia (world view), bahkan paradigma (paradigm) yang selalu
memberikan orientasi atau kerangka acuan normatif mengenai bagaimana manusia bertindak dan memahami realitas kehidupannya. (Roviana, 2013, p. 412) Dalam hal ini, kelompok gerakan seperti Jama'ah Tabligh dengan Kampung Madinahnya sebenarnya dalam mengaktualisasikan nilai-nilai kegamaan dalam kehidupan sehari-hari tidak berbeda jauh dengan gerakan keagamaan lainnya, tetapi yang menarik adalah gerakan ini bisa membangun sebuah kultur budaya yang tampak sangat kuat, dalam hal ini dengan terbentuknya Kampung Madinah. Sebagai artikel, metode adalah pemandu kegiatan penelitian agar terlaksana dengan sistematis. (Bekker dan Zubair, 1999, p. 10) Dengan demikian, metode adalah pijakan agar penelitan mencapai hasil yang maksimal.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Whitney, seperti yang dikutip oleh Moh. Nazir, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara berperilaku serta situasi-situasi tertentu dalam masyarakat termasuk juga tentang hubungan
kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan dan proses- proses
yang sedang berlangsung serta pengaruh dari suatu fenomena. (Nazir, 1988, p. 63) Prosedur ini akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau jawaban dari orang-orang yang diteliti. Dalam artikel ini, data tersebut berupa faktor yang menyebabkan lahirnya Kampung Madinah dan peran
Kampung Madinah bagi masyarakat dari aspek keagamaan atau pendidikan dan ekonomi.
Adapun pendekatan Living Quran Hadis ini digunakan untuk melihat sejauh mana apresiasi masyarakat Desa Temboro terhadap kehadiran Jama'ah Tabligh. Secara sederhana, Living Quran Hadis juga diartikan sebagai cara al-Quran dan Hadis itu disikapi dan direspon oleh masyarakat muslim dalam realitas kehidupan sehari-hari. (Yusuf, 2007, p. 49) Dalam hal ini, kajian Living Quran Hadis diarahkan dalam konteks lokal dengan mengadopsi dan mengeksploitasi tanggapan serta pandangan sejumlah masyarakat terhadap Jama'ah Tabligh dan Kampung Madinah.
Untuk mengumpulkan data penelitian, peneliti menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
1) Observasi, peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk
melaksanakan penjajagan awal dari penelitian. Dengan memantau realita yang ada di wilayah Desa Temboro. Peneliti berusaha melihat realita yang terjadi di masyarakat secara langsung.
2) Wawancara, wawancara dilakukan dengan mengajukan sejumlah
pertanyaan yang bersifat eksploratif untuk dijawab dan dikomentari secara bebas oleh responden. Dalam hal ini, peneliti berusaha menggali informasi sebanyak-banyaknya dalam wawancara tersebut.
Data hsil wawancara yang sudah terkumpul, disajikan secara deskriptifberupa uraian-uraian yang dapat memberikan gambaran dan penjelasan objektif terhadap permasalahan yang diteliti disertai dengan tabel jika diperlukan. (Tim Peneliti Fakultas Ushuluddin, 2012, p. 27) Bentuk analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitik yaitu memaparkan data dan menguraikan perilaku serta sikap, model dakwah, ajaran Jama'ah Tabligh juga pengaruh Jama'ah Tabligh dari aspek keagamaan, pendidikan dan ekonomi di Desa Temboro, Magetan.
Setelah itu, data dianalisis secara kualitatif dengan menilai dan membahas data tersebut, baik dengan bantuan teori maupun pendapat
111
peneliti sendiri. Kemudian data disimpulkan secara induktif yaitu menyimpulkan secara umum berdasarkan fakta-fakta khusus yang ditemukan di lapangan penelitian. Proses mengorganisasikan fakta-fakta atau hasil-hasil pengamatan yang terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian hubungan atau suatu generalisasi. (Azwar, 2005, p. 39) Maksudnya, analisis kualitatif yang peneliti lakukan berdasarkan pandangan agama Islam yaitu dengan menelaah secara mendalam hasil penelitian berdasarkan hasil teoritis yang telah tersusun sehingga memperoleh kesimpulan.
C. Jama'ah Tabligh Temboro dan Kampung Madinah
Salah satu misi agama yang terbesar adalah menawarkan janji kebahagiaan dan ketenteraman bagi pengikutnya, baik secara lahir maupun batin. Janji mulia agama tersebut dipahami dan diterjemahkan oleh pengikut
agama sesuai dengan mindstreem masing-masing kelompok. Munculnya
berbagai komunitas umat beragama sesungguhnya bertujuan untuk menterjemahkan janji agama yang diyakininya. (Rachman, 1995, p. 103)
Jama'ah Tabligh didirikan oleh Maulana Muhammad Ilyas. Ia lahir pada tahun 1303 H/1885M di Kandhla India. Jama’ah Tabligh adalah salah satu komunitas yang menawarkan cara untuk mencapai kebahagiaan. (Nadwi, 1999) Jama’ah Tabligh ini menyatakan dirinya sebagai komunitas yang netral, baik dari segi bermazhab, ormas maupun politik. Hanya saja dalam berakidah, komunitas Jama’ah Tabligh menyatakan dirinya sebagai
kelompok ahlus sunnah wal jama'ah. (Jabir, 1998, p. 38) Jama'ah Tabligh lebih
menonjolkan aktivitas keberagamaannya secara riil, yaitu melalui praktik dan upaya untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan praktik keagamaan, khususnya shalat jamaah sebagaimana yang mereka lakukan. Salah satu akhlak yang ditekankan Jama'ah Tabligh adalah menghormati keberagaman paham dalam melaksanakan ibadah yang terbungkus dalam bingkai syariat Islam. (Darussalam dkk, 2011, p. 28)
Terdapat beberapa prinsip dalam berdakwah yang diajarkan oleh Jama'ah Tabligh, di antaranya adalah; 1.) Dalam berdakwah mereka tidak dengan cara kasar dan melakukan kekerasan, apalagi memaksa. 2.) Awal dakwah yang dilakukan adalah mengajak orang lain untuk menjalankan shalat berjemaah. 3.) Tempat yang paling mulia adalah masjid. 4.) Tidak ada aktivitas dalam kehidupan yang lebih mulia dari berdakwah. Jama'ah Tabligh mendoktrinkan bahwa setiap muslim harus memahami dua hal, yaitu maksud hidup dan keperluan hidup. (As-Sirbuny, 2009, p. 4) Selain itu, mereka memahami hidup yang memiliki maksud dan tujuan untuk tiga hal,
yaitu untuk beribadah, (Q.S. Al-Dzâriyât: 56., t.t.) sebagai khalifah (Q.S.
Al-Baqarah: 30)dan untuk berdakwah atau penerus risalah. (Q.S. Ali ‘Imrân: 110)
Sementara keperluan hidup dirumuskan dalam lima hal, yaitu makan, minum, rumah, kendaraan, pakaian, dan pernikahan. Kelima hal ini harus diorientasikan pada tujuan hidup. (As-Sirbuny, 2009, p. 4)
Prinsip-prinsip tersebut akan mendorong manusia menjadi sedikit memikirkan kehidupan dunia dan akan banyak fokus terhadap kehidupan akhiratnya. Berangkat dari realitas prinsip-prinsip dan doktrin Jama'ah Tabligh di atas, hal ini akan membuat suatu daerah ataupun suatu kelompok hidup dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya dengan benar. Peneliti akan mengungkap kondisi kebudayaan Jama'ah Tabligh yang berada di Desa Temboro, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur dari aspek muamalah, ekonomi dan keagamaan juga pendidikan.
Banyak orang yang belum mengetahui bahwa ada sebuah desa di Indonesia yang kehidupannya seperti di kota Makkah dan Madinah, Arab Saudi. Desa yang mendapat julukan dengan Kampung Madinah itu adalah Desa Temboro yang terletak di Kabupaten Magetan, Jawa Timur.(Arifin, t.t.) Belum ada yang mengetahui secara pasti "Sejak kapan kampung itu bergelar dengan sebutan Kampung Madinah?". Ada hal yang unik pada kehidupan sehari-hari di kampung ini yakni warganya menduplikasi bagaimana kehidupan penduduk kota Madinah di Arab Saudi. Mayoritas penduduk
113
Desa Temboro adalah muslim, tetapi mereka berafiliasi dengan organisasi dakwah yang dibentuk oleh Syekh Maulana Ilyas di India atau yang lebih dikenal dengan organisasi dakwah Jama'ah Tabligh.
Temboro berjarak sekitar 12 kilometer dari ibu kota Kabupaten Magetan. Dinamakan Desa Temboro karena dahulu desa ini adalah kawasan
lapang atau dalam Bahasa Jawa-nya disebut "ombo oro-orone". Oleh karena
itu, sampai sekarang kawasan tanah lapang ini dinamakan Temboro yang
berarti wilayah sing ombo oro-orone (kawasan dengan tanah lapang dan luas).
Temboro secara administratif membawahi 4 dusun/dukuh: Dusun Pule masuk bagian RW I, Temboro atau RW II, Balibatur atau RW III dan IV Puhtelu atau RW IV. Desa Temboro sudah mengalami tujuh pergantian kepemimpinan dalam pemerintahan desa sejak tahun 1920. Kepala desa pertama, Kasan Muntalib Sadirman, memerintah dari tahun 1920 sampai
tahun 1945. Kedua, H. Suyuti dari tahun 1945 sampai tahun 1974. Ketiga, H.
Achmad Shodiq dari tahun 1974 sampai 1986. Keempat, H. Syadzali Shiddiq
mulai tahun 1986 sampai 1998. Kelima, Nashori mulai tahun 1998 sampai
2007. Keenam, H. Muhson mulai tahun 2007 sampai 2013. Ketujuh, Mudakir
mulai tahun 2014 sampai dengan 2019. (No title, 2020)
Hal menarik yang perlu dibahas di dalam artikel ini berkaitan dengan istilah "Kampung Madinah". Memang benar bahwa Desa Temboro dikenal dengan Kampung Madinah disebabkan mayoritas warganya hampir 100 % beragama Islam. Penduduk Temboro terdiri dari dua etnis, Jawa dan Betawi. Disebutkan pula pada 2012, jumlah penduduk Temboro 6.446 orang. Terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan rincian laki-laki berjumlah 3.350 orang dan perempuan berjumlah 3.096 orang serta jumlah Kepala Keluarga (KK) 1.803. (S. Munir, 2015) Dalam perkembangannya, penduduknya terus bertambah hingga saat ini. Mayoritas berpakaian dengan islami, kaum pria mengenakan celana panjang atau sarung, baju gamis panjang (jubah atau jaula) serta berpeci hitam, sedangkan wanitanya mengenakan jilbab besar berbalut dengan gamis hitam khas gamis wanita
negara Arab Saudi disertai dengan memakai cadar penutup wajah. Meskipun demikian, mereka tidak identik dengan muslim yang dicap sebagai kaum ekstrimis, radikal dan Islam garis keras. Manhaj ibadah mereka lebih condong kepada organisasi Nahdhatul Ulama di Indonesia.
Salah satu tempat penting perkembangan Jama’ah Tabligh adalah Desa Temboro. Desa ini adalah contoh keberhasilan Jama’ah Tabligh sejak awal kehadirannya di Indonesia. Di Desa Temboro ini terdapat Pondok Pesantren al-Fatah yang menjadi cikal bakal berdirinya atau tempat bernaungnya Jama’ah Tabligh. Pondok Pesantren al Fatah berdiri tahun 1950 dan dirikan oleh KiaiKiai Mahmud bersama dengan saudara kandungnya yang bernama KH. Ahmad Shodiq. (Mufid, 2017, p. 187) Saat itu, pesantren ini menganut konsep aswaja dan sistem tradisional dalam kurikulumnya. Dari segi orientasi dan praktik keagamaannya, pesantren ini menganut sistem pengajaran seperti layaknya pesantren di kalangan Nahdhiyin lainnya di Pulau Jawa. Hanya saja, saat ini Pesantren al Fatah memadukan
antara konsep tabligh (dakwah) dengan konsep pesantren. Ini yang
membedakannya dengan pesantren lainnya.
KH. Mahmud adalah seorang ulama yang banyak menimba ilmu di beberapa pondok pesanten di Pulau Jawa, di antaranya kepada hadrotus
Syekh KH. Hasyim Asy’ari. Setelah selesai mondok, beliau kembali ke
kampung halamannya yaitu di Desa Temboro, lalu mendirikan sebuah masjid dan membuat acara pengajian. Pada perkembangan berikutnya, pengajian ini semakin diminati oleh masyarakat. Di antaranya banyak anak-anak, remaja, dan orang tua yang mengharapkan pengajian ini bisa lebih dikembangkan menjadi pondok pesantren. Berkat usaha beliau dan kerjasama yang baik dengan elemen masyarakat akhirnya berdirilah sebuah Pondok Pesantren al Fatah.
Sosok figur Kiai Mahmud sangatlah berpengaruh di Kabupaten Magetan khususnya di Desa Temboro. Selain seorang ulama, beliau juga dikenal sebagai pejuang dan politisi di tahun 80-an. Beliau juga pernah
115
menjabat sebagai Ketua Syuriah NU di tahun 1980-1984 serta aktif di dunia perpolitikan NU di tahun itu. Pondok Pesantren yang beliau asuh, asal mulanya adalah sebuah Pondok Pesantren Thoriqoh al Naqsyabandiyyah dengan kegiatan seperti halnya pondok-pondok pesantren lainnya. Namun setelah NU bertekad melepaskan diri dari partai politik pada tahun 1984 di Muktamar Situbondo dan kembali pada Khittoh NU 1926, beliau menemukan sebuah inisiatif untuk mengubah warna pesantren asuhannya menjadi pondok pembinaan Jama'ah Tabligh. Beliau beranggapan bahwa pergerakan Jama'ah Tabligh sebenarnya adalah sebuah pergerakan Islam yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Walisongo zaman dahulu dan sesuai dengan Khittoh NU yang melepaskan diri dari dunia politik.
Sejarah masuknya Jama’ah Tabligh di Desa Temboro ini dimulai pada era tahun 1980-an, pesantren ini pernah dikunjungi oleh Jama’ah Tabligh dari Pakistan. Tepatnya tahun 1983, serombongan Jama’ah Tabligh yang berasal dari Pakistan dan dipimpin oleh Abdussobar mengunjungi Pesantren al-Fatah setelah berjalan kaki dari Jakarta ke Banyuwangi. Ketika itu, Kiai Mahmud yang menenerimakarena KH. Uzairon masih menimba ilmu di Mesir. KH. Uzairon selama belajar di Mesir bertemu dengan serombongan Jama’ah Tabligh. Selanjutnya, KH. Uzairon tertarik dengan Jama’ah Tabligh dan mempunyai inisiatif untuk belajar lagi di Pakistan. Setelah pulang ke Indonesia tahun 1989, KH. Uzairon mendapati bahwa Kiai Mahmud juga sudah memulai usaha dakwah ini sehingga setelah itu ditetapkanlah bahwa Pesantren al Fatah mengadopsi amalan tablig. (Maulana, 2020)
Setelah Sang Kiai menetapkan pondok pesantren ini mengadopsi amalan-amalan tablig, masyarakat Temboro sangat antusias untuk menghidupkan musala-musala dan selalu membantu untuk kesuksesan perkembangan Jama'ah Tabligh. Mereka juga turut serta berdakwah dan mengikuti arahan-arahan Sang Kiai seperti dalam hal berpakaian: seorang wanita haruslah memakai burko’ atau tutup wajah dan seorang lelaki
hendaklah memakai jubah dan pakaian-pakaian yang panjangnya tidak melebihi mata kaki. Antusias masyarakat Temboro untuk pergerakan ini sangatlah tinggi, mereka juga rela mengeluarkan uang dan meminjamkan tanah atau rumah-rumah mereka untuk kegiatan-kegiatan Jama'ah Tabligh. Bahkan masyarakat rela menjual tanah-tanah mereka dengan harga yang sangat murah demi berkembangnya Jama’ah Tablihg. Antusias masyarakat Temboro terjaga hingga sekarang dan Kiai Uzairon yang menjadi pengganti daripada Kiai Mahmud juga terus berjuang untuk Jama'ah Tabligh. (Maulana, 2020)
Perjuangan KH. Uzairon membuahkan hasil dengan Pondok Pesantren al Fatah Temboro dijadikan sebagai pusat regional Jama’ah Tabligh di Jawa Timur, bahkan Pon-Pes al Fatah Temboro sudah terkenal senusantara. Hal itu terbukti dengan adanya santri yang berasal dari luar Pulau Jawa bahkan ada yang dari negeri tetangga seperti Malaysia, Filipina dan lain-lain. Tabligh Akbar Jama’ah Tabligh atau malam Ijtima’ di Pesantren al Fatah Temboro, Kabupaten Magetan diadakan pada Jum’at tanggal 30 Agustus 2003. Pondok Pesantren al Fatah sudah enam kali menjadi tempat malam Ijtima’. Peserta tabligdatang melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Tablig ini dihadiri sekitar 4 ribuan jamaah dari berbagai kota di Indonesia. Peserta dari Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand dan Bangladesh juga hadir dalam hajatan yang berlangsung selama 3 hari. (Mufid, 2017, pp. 143-144)
KH. Uzairon Thoifur sendiri wafat pada bulan Juli 2014 bertepatan dengan bulan Ramadhan. Beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren al-Fatah Temboro, Magetan, Jawa Timur. Sebagaimana yang sudah dituliskan di atas bahwa pendiri awal pesantren ini ialah KH. Mahmud, bapak dari KH. Uzairon sekaligus salah seorang santri dari KH. Hasyim Asyari. KH. Uzairon sempat menimba ilmu agama di Mesir, sempat aktif sebagai Rois Syuriah PCNU cabang Magetan dan sampai akhir hayatnya beliau aktif sebagai juru dakwah dalam organisasi Jama'ah Tabligh. Selain itu, beliau juga seorang
117
Mursyid Thariqat Sufi Naqsabandiyyah Kholidiyyah di Ponpesal-Fatah Temboro, Magetan, Jawa Timur. Setelah beliau wafat di tahun 2014, beliau digantikan oleh adiknya yaitu KH. Ubaidillah Ahror dan KH. Umar Fatahillah. Sekarang beliau berdualah yang diberikan amanah untuk menjadi pengasuh di Ponpes al Fatah.
D. Faktor yang Menyebabkan Lahirnya Kampung Madinah.
Kampung Madinah Temboro sebagai sebuah komunitas
sub-kultur (enclave) tersusun atas tujuh elemen sistemik yang terintegrasi secara
sempurna. Sub-kultur dalam arti bahwa Kampung Madinah Temboro memiliki nilai-nilai eksklusif yang dianut dan menjadikannya berbeda dengan masyarakat lain di sekeliling komunitas tersebut. Artinya tujuh elemen tersebut harus ada dan menjalin hubungan secara harmonis. tujuh elemen tersebut yaitu: (1) Kiai yang berperan sebagai pengasuh pesantren
sekaligus amīr Jama’ah Tabligh; (2) Pesantren dengan ideologi gerakan
Jama’ah Tabligh sebagai media pencetak pendakwah yang mumpuni secara keilmuan; (3) Santri sebagai kader gerakan Jama’ah Tabligh yang diharapkan memiliki kapasitas ilmu keagamaan yang mumpuni; (4) Masjid adalah tempat utama yang difungsikan sebagai markas koordinasi gerakan Jama’ah Tabligh; (5) Anggota gerakan Jama’ah Tabligh dari kalangan awam di luar santri; (6) Masjid-masjid pendukung di lingkungan Kampung Madinah yang berperan sebagai maḥallah atau jejaring gerakan Jama’ah Tabligh paling bawah; (7) Pemerintah desa yang mendukung program-program kiai; (8) Masyarakat yang juga patuh dan mendukung program kiai. Artinya bila ketujuh elemen ini muncul di tempat lain, maka komunitas sub-kultur Kampung Madinah sejenis sangat mungkin muncul di lokasi tersebut. (Badriza, 1997)
Kedua, komunitas sub-kultur Kampung Madinah Temboro
terbentuk melalui empat tahapan sesuai tahapan dakwah dalam gerakan
Jama'ah Tabligh menduduki peran sebagai sumber pengaruh (influence) dari komunitas sub-kultur Kampung Madinah Temboro. Singkatnya, ideologi Jama'ah Tabligh-lah yang menjadi alasan utama mengapa komunitas sub-kultur Kampung Madinah Temboro dapat terbentuk. Oleh karena itu, kiai pengasuh Ponpes al Fatah yang juga sekaligus bertindak sebagai amīr Markas Temboro adalah orang yang paling berpengaruh dalam komunitas tersebut. Pola dan alur orientasi komunitas tersebut bergantung pada kiai Ponpes al Fatah. Sebab kiai Ponpes al Fatah-lah yang pertama kali mengenalkan ideologi tersebut di Desa Temboro yang kemudian menjadi Kampung Madinah. (Badriza 1997)
Para Kiai Ponpes al Fatah-lah yang sebenarnya berperan sebagai malik (raja) dalam teori al-thiqthaqa al-nasu ala dini mulukihim (orientasi masyarakat bergantung pada agama atau orientasi para raja-rajanya). Aparat pemerintah Desa Temboro sebagai pemegang otoritas pun juga bergantung pada orientasi dan arahan dari kiai Ponpes al Fatah. Tidak hanya itu, ideologi
gerakan Jama’ah Tabligh-lah yang mengubah Desa Temboro menjadi sebuah
komunitas sub-kultur. Artinya, nilai-nilai ideologi gerakan Jama'ah Tabligh yang dianut oleh masyarakat Temboro ini menjadikannya sebagai sebuah komunitas yang berbeda, eksklusif dan asing dari masyarakat lain di sekelilingnya. Oleh karena itu, komunitas ini memiliki detail-detail budaya yang berbeda dan asing bagi lingkungan di luar komunitas. (Badriza 1997)
Secara umum, Jama’ah Tabligh khususnya di Kampung Madinah mempunyai ciri khas tersendiri yaitu memakai gamis, kopiah ala Pakistan, jubah surban, burkok atau cadar untuk wanita, berjenggot, memakai celana di tas mata kaki, dan lain-lain. Jama’ah Tabligh juga mempunyai keberagaman pemahaman tergantung dimana tempat Jama’ah Tabligh berkembang. Mereka tidak mempermasalahkan suatu mazhab yang diikuti oleh jemaahnya seperti di Pakistan, India dan Bangladesh yang kebanyakan menganut mazhab Hanafi, di Asia Tenggara banyak yang menganut mazhab Syafi’i dan di Timur Tengah banyak yang menggunakan mazhab Maliki. Di
119
Indonesia yang masyarakatnya mayoritas menggunakan mazhab Syafi’i, maka Jama’ah Tabligh di Indonesia juga banyak yang menggunakan mazhab Syafi’i atau sunni tak terkecuali dengan Jama’ah Tabligh di Temboro. (Mubarok, 2020)
Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, bahwa wanita disini dari segi pakaian, mereka berpakaian sunnah, memakai jilbab besar, baju gamis dan memakai cadar, semuanya berwarna hitam dari jilbab sampai baju gamisnya. Kendati demikian sebagian wanita disana tidak memakai kaos kaki untuk menutup telapak kaki mereka. Peneliti berasumsi bahwa menurut mereka (Jama'ah Tabligh) telapak kaki wanita bukanlah aurat. Bila ditelisik lebih jauh dari pendiri Jama'ah Tabligh, Syekh Maulana Ilyas, beliau bermazhab Hanafi. Sedangkan menurut pendapat yang kuat (mu'tamad) pada mazhab Hanafi bahwa telapak kaki wanita itu bukan termasuk aurat, sedangkan wajah jika sekiranya saat dibuka menimbulkan fitnah, maka wajib untuk ditutup. Inilah pendapat dari mazhab Hanafi berkenaan dengan wajah dan telapak kaki seorang wanita. (Ardiansyah, 2014, p. 286)
Sedangkan menurut pendapat mazhab Syafi'i, (Ardiansyah, 2014, p. 265) aurat seorang wanita muslimah ialah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya. Meskipun demikian ada juga beberapa diantara ulama mazhab Syafi'i yang berpendapat bahwa telapak kaki wanita muslimah bukan termasuk aurat, sehingga boleh tampak dan terlihat. Akan
tetapi pendapat yang mu'tamad di mazhab Syafi'i ialah seluruh anggota
tubuh wanita muslimah itu aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Disini penulis berasumsi bahwa Jama'ah Tabligh Desa Temboro berpegang teguh dengan pendapat beberapa ulama mazhab Syafi'i yang mengatakan bahwa telapak kaki wanita muslimah bukan termasuk aurat dan boleh terlihat. Meskipun demikian, mereka kaum wanita sebagian ada yang memakai kaos kaki guna untuk menutup telapak kakinya, sebagian yang lain tidak memakai kaos kaki. Inilah alasan normatif yang membentuk Desa Temboro menjadi Kampung Madinah di Indonesia.
Saat ini, terdapat empat Pondok Pesantren (Ponpes) yang berlokasikan di Desa Temboro, yakni Ponpes Al-Fatah, Ponpes Al-Qodir, Ponpes Roudhotut Tholibin dan Ponpes Darul Muttaqin. Dari keempat ponpes tersebut, yang paling besar ialah Ponpes al-Fatah dengan jumlah santri mencapai ribuan serta tersebar di beberapa lokasi di desa tersebut. Ponpes al-Fatah sendiri berdiri tahun 1950-an, didirikan oleh KH. Mahmud. Pertama kali berdiri awalnya ialah sebuah masjid dan tempat belajar ngaji biasa, seiring dengan perkembangan waktu, ponpes ini memiliki Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Tahfidzul Qur'an dan Madrasah Diniyah. Ponpes al-Fatah mulai mengalami perkembangan pesat sekitar tahun 2000-an di bawah kepemimpinan KH. Uzairon Thoifur Abdillah yakni putra KH. Mahmud.
Keberadaan pondok ini, tidak hanya sekadar menyumbang status sosial, tetapi memiliki pengaruh dan daya magnet yang kuat terhadap masyarakat Temboro. Dengan berdirinya pesantren yang besar di Desa Temboro, terasa dampak yang signifikan pada sumber daya manusianya. Salah satunya adalah menjadikan masyarakat Desa Temboro sebagai masyarakat pembelajar, baik formal maupun informal. Pembelajaran formal terjadi di sekolah dengan peserta didik usia sekolah. Sementara pembelajaran informal dan non formal terjadi baik pada anak usia belajar maupun usia dewasa. Usia dewasa bergabung dalam majelis taklim dan halaqah-halaqah, baik di masjid mupun di musala.(Khummaini dan Ma’mun, 2019, p. 30) Dengan adanya Ponpes al Fatah dengan ribuan santri menjadikan Desa Temboro dijuluki Kampung Madinah.
Saat ini, Pesantren Temboro bukanlah pesantren yang kecil dan biasa, tetapi telah memiliki ribuan santri. Rincian jumlah santri mukim sebanyak 10.450 orang, santri kalong (tinggal di sekitar pesantren karena rumahnya ada di sekitar pesantren) sebanyak 1.935 orang dan jumlah ustaz mencapai 810 orang, sehingga total jumlah 13.155 orang. (Khummaini dan Ma’mun, 2019, p. 30) Jumlah santri tersebut belum termasuk santri yang
121
tersebar di cabang-cabang pesantren Temboro yang mencapai jumlah 6.409 santri. (Khummaini dan Ma’mun, 2019, p. 30) Pesantren Temboro kini memiliki tidak kurang 60 cabang yang ada di Indonesia tersebar di berbagai wilayah. Jumlah total seluruh santri Temboro baik yang tinggal di Temboro ataupun di pesantren cabang Temboro berjumlah sekitar 19.604 orang. Dari jumlah tersebut terdapat 646 santri yang berasal dari luar negeri. (M. Yusuf Khummaini dan Sukron Ma’mun 2019, 30)
E. Pengaruh Kampung Madinah terhadap Masyarakat Sekitar
Semenjak prinsip Islam melalui representasi ajaran dakwah Jama’ah Tabligh diterima dan menjadi pandangan serta pedoman hidup Temboro, kehidupan sosial keagamaan Temboro mengalami perubahan. Dakwah Jama’ah Tabligh telah mengubah wajah dan karakter keagamaan Temboro menjadi komunitas sosial religius yang khas. Ekspresi keagamaannya terlihat dalam perilaku masyarakat sehari-hari. Semacam ada dorongan moral yang kuat untuk selalu menyalakan perilaku keagamaan dalam interaksi sosial mereka. Impian dan cita-cita membentuk sebuah masyarakat yang dikendalikan dan dipandu oleh ajaran dan nilai-nilai sosial Islam sudah menjadi kenyataan. Mereka meyakini bahwa mereka sedang menjalani kehidupan yang berlandaskan pada model kehidupan Rasulullah beserta para sahabat-sahabatnya dahulu.
Memasuki Desa Temboro, kita akan disambut dengan ucapan “Selamat Datang” di kawasan berbusana muslim yang terpasang di jalan masuk desa. Di sepanjang jalan akan berpapasan dengan orang-orang yang berbusana jubah atau gamis baik laki-laki maupun perempuan. Mereka ada yang sedang berkendara atau berjalan kaki. Ketika suara azan dari masjid terdengar, maka suasana di jalan-jalan Temboro menjadi lengang, hanya satu dan dua orang saja yang berlalu-lalang. Warung dan toko sepi, bahkan sebagian warung dan toko ditutup. Kondisi seperti ini juga terlihat di Pasar Temboro. Aktivitas belajar mengajar juga rehat, warga sekolah menuju ke
masjid terdekat atau ke musala sekolah. Demikian dengan petani Temboro, ketika azan mulai terdengar mereka bersama-sama rehat dan pulang menuju masjid. Menurut pengakuan Haris, ketika masuk waktu salat masih terlihat ada warga yang sibuk beraktivitas, ia akan menjadi "sorotan" mata orang-orang yang sedang menuju ke masjid, akan terlihat aneh dan tidak akan lama berselang hari, orang tersebut akan kedatangan tamu kelompok dakwah
yang bersilaturrahim untuk mengajaknya segera ke masjid. (Haris,
wawancara, Temboro 19 Maret 2020. Lebih jauh Haris menuturkan, pokoknya ia terus akan disilaturrahimi dan didatangi oleh rombongan dakwah sampai ia
bersedia ke masjid)
Masjid di Temboro selalu ramai setiap masuk waktu salat. Setiap Senin, malam Selasa, ada program gerak dakwah keliling mengajak tetangga sekitar ke masjid dan menguatkan amalan masjid. Setiap Kamis, malam
Jum'at, Masjid Darus Salam Trangkil mengadakan bayan umum yang
dihadiri banyak warga dan dapat diakses melalui radio al-Fatah pula. Pada
setiap hari Minggu, di Pasar Temboro juga ada bayan (pengajian) rutin
khusus untuk orang-orang Pasar Temboro. Menurut Kiai Utsman, bagi orang yang baru ikut berjualan di pasar Temboro akan merasa ada hal yang janggal ketika hari Minggu jam 10 pagi di pasar Temboro. Tapi lama-lama ia akan menjadi terbiasa dan akan mengikuti ritme kehidupan (pasar) Temboro. Pernah suatu ketika ada seseorang datang dari Demak berdagang bakso keliling di Temboro, sesampainya di pasar orang tersebut seperti kebingungan karena pasar terlihat sangat lengan dan hanya ada beberapa saja yang masih dibuka dan selebihnya warung dan toko dalam kondisi ditutup. Setelah memperoleh penjelasan orang tersbut baru mengerti jika
saat itu orang-orang pasar sedang mengikuti bayan rutin. (K.H Utsman,
wawancara, Temboro 20 Maret 2020) Masih ada aktivitas dakwah amal maqami
yang dituntut aktualisasinya di lingkungan masing-masing individu
Jama’ah Tabligh sepulang mereka dari khuruj. Mereka bertanggung jawab
123
halaqah-halaqah kecil yang digelar oleh Jama’ah Tabligh. Disamping itu, warga Temboro juga mengisi berbagai momentum dengan pengajian-pengajian, misalnya acara resepsi pernikahan, aqiqahan, Isra' Mi'raj, Maulid Nabi, peringatan Tahun Baru Hijriah, Nuzul al-Qur'an dan sebagainya. (Mundzier Suparta, 2008)
Oleh karena itu, semaraknya aktivitas keagamaan Temboro ini oleh masyarakat sampai digambarkan bahwa di Temboro pengajian itu digelar setiap saat. Semarak keagamaan ini tanda dari semangat masyarakat mengamalkan agama dan sebagai bukti diterimanya serta berhasilnya dakwah Jama’ah Tabligh di Temboro, Magetan. Melalui semarak beragama inilah kemudian nilai-nilai Islam dapat terinternalisasi dan menjadi gaya hidup Temboro seperti sikap sederhana, tolong menolong dan khidmah agama. Sikap kesederhanaan ini dapat dilihat dalam pola pikir dan penampilan keseharian mereka. Perwujudan tolong menolong ini dapat dilihat dalam prinsip berkhidmat kepada sesama muslim, di antaranya mereka akan suka rela membantu menyiapkan atau memberikan bantuan
bekal saudara muslim yang akan melakukan khuruj (sikap tolong menolong
itu tentu tidak terbatas hanya kepada sesama Jama'ah Tabligh, melainkan khidmah kepada sesama muslim ini adalah sifat yang umum, artinya
meliputi seluruh kaum muslimin).
Khidmah kepada sesama muslim seperti jika ada seseorang yang
masuk ke masjid atau bertamu ke salah satu rumah di Temboro (khidmah
kepada sesama muslim ini dapat dilihat pada penghormatan mereka terhadap tamu, warga Temboro akan berusaha menjamu tamunya dengan sebaik-baiknya), maka alas kaki yang dipakai ke masjid atau ke rumah tersebut akan dibalik agar saat ingin dipakai tidak perlu membalik arahnya
lagi (pengalaman ini sering dialami sendiri oleh penulis). Kemudian yang
dimaksud khidmah kepada agama adalah dapat dilihat dari prinsip rezeki yang dianugerahkan oleh Allah kepada mereka adalah untuk digunakan dalam amal agama, dalam hal ini digunakan sebagai bekal dakwah,
bersedekah dan sebagainya. Semarak amal agama ini juga berdampak kepada sikap dan perilaku perempuan Temboro. Misalkan, selain model berbusananya, perempuan Temboro tidak mudah dan sembarangan bergaul dengan laki-laki. Perempuan Temboro tidak akan sekali-kali membukakan pintu kepada tamu laki- laki apabila di dalam rumah tersebut sedang tidak ada mahramnya.
Jika dilihat dari perbandingan antara jumlah kepala keluarga (KK) yang berjumlah 1732 KK dengan jumlah usaha ekonomi yang mencapai 234, maka hampir dipastikan setiap 7,5 KK memiliki satu usaha. Kondisi ini sangat baik sekali dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, kondisi ekonomi masyarakat Desa Temboro sangat produktif. Dari data ini menunjukan bahwa etos ekonomi dan membangun kehidupan bagi masyarakat Desa Temboro adalah tinggi. Hal ini dibuktikan dengan jumlah pelajar yang juga tinggi. Ini juga menggambarkan adanya nadi ekonomi yang baik yang mampu menunjang elemen-elemen kehidupan yang lain. Ketika masyarakat mampu membiayai dan mengantarkan putra-putrinya ke dunia pendidikan, sebagai indikator bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat terpelajar dan itu berbanding lurus dengan masyarakat yang memiliki kesejahteraan. (Munir, 2017, pp. 109–110)
Dari beragam kebutuhan, manusia berjibaku dengan
permasalahan ekonomi. (Idri, 2015, p. 38) Ekonomi menjadi suatu perkara yang berhubungan dengan kehidupan kemanusian. Pertumbuhan demografi Temboro membawa berkah ekonomis tersendiri bagi penduduknya, baik oleh warga Pesantren al Fatah sebagai punggawa Jama’ah Tabligh maupun oleh warga masyarakat pada umumnya. Meskipun ekonomi bukanlah tujuan dasar dari dakwah maupun pendirian pesantren, tetapi pertumbuhan demografi ini dengan sendirinya membawa keuntungan yang sarat bernilai ekonomis. Hal ini tidak lain karena demografi itu sendiri sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan dan
125
pembangunan ekonomi. (Ahmad Syukri, Mohd. Naim & Rosman Md. Yusoff, 2013, p. 194)
Temboro dulu daerah miskin. Lingkungan Temboro adalah daerah pertanian. Kegiatan ekonomi penduduk dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dan kebutuhan-kebutuhan lainnya mengandalkan hasil dari pertanian tersebut. Namun, hasil dari pertanian warga belum mampu mengangkat mereka secara umum dari kategori miskin. Dalam laporan penelitian Mundzier Suparta, kategori miskin ini terjadi dalam rentang masa Kiai Siddiq hingga Kiai Mahmud. (Suparta, 2008, p. 252) Kenyataan di atas juga disaksikan oleh M. Ichsan, pendatang yang berasal dari Tangerang. Menurutnya, pada awal ia sampai ke Temboro tahun 1998, mata pencaharian utama masyarakat Temboro adalah bertani. Rumah mereka rata-rata masih gedek (dinding yang dibuat dari anyaman bambu), dan di antara bagian bawah dindingnya sudah rapuh dimakan rayap. Disamping itu, hanya segelintir rumah saja yang lantainya ditekel. (M. Ichsan, wawancara, Temboro 19 Maret 2020) Ini berbeda dengan kenyataan hari ini dimana rumah-rumah warga Temboro sudah berdinding tembok, berkaca dan berlantai keramik.
Berkah ekonomi di atas terasa ketika dakwah Jama’ah Tabligh datang dan Temboro menjadi markasnya. Dakwah mampu mengangkat ekonomi Temboro. Darinya, pendidikan Pesantren al Fatah berkembang pesat. Melalui jemaah dakwah, Temboro menjadi tujuan banyak orang. Baik mereka yang datang untuk tujuan belajar maupun untuk konsolidasi dakwah. Kenyataan ini diakui oleh Kiai Umar Fatahillah. Menurutnya, pesatnya perkembangan Pesantren al Fatah tidak lain berkat peran dakwah Jama’ah Tabligh. (Fatah, 2020) Dalam pengakuan Kiai Ubaidillah Ahrar bahwa dakwah Jama’ah Tabligh menjadikan al Fatah dan Temboro ini penuh dengan manfaat dan berkah. (Ahrar, 2020) Hal itu teraktualisasi dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi warga al Fatah dan penduduk Temboro.
Tidak dipungkiri bahwa keberadaan Jama'ah Tabligh di Desa Temboro, Kota Magetan, Provinsi Jawa Timur, memberikan perubahan dan pengaruh positif yang sangat besar. Dari aspek keagamaan, secara tidak langsung masyarakat akan terpengaruh dengan semangat dalam manhaj ibadah kesehariannya. Serta jika dilihat dari segi perekonomian, kemakmuran ekonomi akan meningkat karena keberadaan beberapa ponpes di desa tersebut. Aktivitas keseharian pondok telah memberikan akses bagi masyarakat setempat untuk membuka usaha dagang disitu. Dulunya masyarakat setempat berprofesi sebagai petani, kemudian mereka beralih profesi menjadi seorang pedagang. Ada yang jualan makanan dan minuman, jualan pakaian, gamis wanita, jualan jasa becak motor, jasa parkir, jasa menjaga pengajian dan investasi properti. Bapak Lukman, salah satu perangkat desa, membenarkan bahwa keberadaan Jama'ah Tabligh di Desa Temboro memberikan dampak positif yang besar dari berbagai aspek, salah satunya adalah aspek keagamaan dan kemakmuran taraf ekonomi di desa tersebut.
a. Relasi Jama'ah Tabligh dengan terbentuknya Kampung Madinah Kehadiran dan perkembangan Jama’ah Tabligh di Kabupaten Magetan, Kecamatan Karas, Desa Temboro tidak luput dari perhatian masyarakat dan pemerintah setempat. Oleh karena itu, Jama’ah Tabligh cukup mendapatkan berbagai reaksi sosial yang beragam dari masyarakat. Mayoritas masyarakat dan pemerintahan setempat memberikan respon yang baik dan positif terhadap kehadiran mereka, hingga akhirnya mereka berkeinginan ingin mengetahui secara mendalam tentang Jama'ah Tabligh dari A-Z. Keragaman bentuk reaksi terhadap metode dakwah Jama’ah Tabligh tentu dipengaruhi oleh tingkat pemahaman agama seseorang dan aspek penilaian dari sudut pandang setiap individu.
Secara umum masyarakat menerima dan mendukung gerakan dakwah Jama’ah Tabligh Temboro yaitu karena melihat semangat dan keberanian Jama’ah Tabligh dalam beradakwah dari rumah ke rumah untuk
127
mengajak orang-orang ke masjid untuk shalat berJama’ah sehingga kehadiran Jama’ah Tabligh dianggap memberikan dampak positif bagi dinamisasi kehidupan keagamaaan masyarakat, terutama dalam menjaga bentuk-bentuk ibadah mahdhah dan spiritualitas masyarakat. Masyarakat yang menerima dan mendukung aktifitas dan metode dakwah Jama’ah Tabligh hanya bersifat simpatisan tetapi tidak berpartisipasi dalam usaha dakwah sebagaimana yang dilakukan oleh Jama’ah Tabligh. Masyarakat Desa Temboro memberikan respon positif terhadap kehadiran mereka,
sehingga secara tidak langsung muamalah yang dilakukan para santri dan
para ustaz Ponpes al Fatah memengaruhi kultur Desa Temboro, baik dalam hal pakaian ataupun kebiasaan mendahulukan perkara akhirat dan meninggalkan dunia, dalam konteks ini kaitannya dengan ditutupnya semua toko saat azan berkumandang.
b. Dukungan struktural Kampung Madinah melalui perangkat desa setempat serta kiai di Ponpes Al-Fatah Temboro sebagai patron.
Metode digunakan Jama'ah Tabligh adalah metode lama atau dalam kata lain metode yang masih tradisional yaitu berdakwah dengan cara mendatangi langsung objek dakwah, kalau kita melihat kondisi sekarang bahwa metode dakwah itu beragam apalagi di zaman modern seperti ini dakwah dapat dilakukan dengan banyak cara baik melalui media sosial maupun media elektronik atau media apapun itu dapat digunakan untuk berdakwah, jadi kalau dilihat dari metode mereka adalah metode-metode yang sifatnya masih tradisional. Dalam berdakwah seharusnya kita memakai
metode yang disebutkan dalam Al-Qur’an yaitu udu’u ilaa fi sabili rabbika bil
hikmah wal mauidzatil hasanah yaitu dakwah dengan cara lemah lembut
mengajak berdiskusi dengan baik.
Kesantunan Jama'ah Tabligh dalam berdakwah sangat berpengaruh terhadap respon perangkat Desa Temboro. Mayoritas perangkat Desa Temboro menerima bahkan mendukung gerakan dakwah
maupun yang lainnya. Hingga akhinya mereka mendukung adanya Kampung Madinah, kampung islami yang ada di Desa Temboro. Selain dukungan dari para petinggi Desa Temboro, peranan para kiai pondok juga sangat besar, karena mendidik dan mengajarkan keislaman yang benar kepada para santrihingga mereka menerapkan di luar pondok. Namun ada sedikit kekurangan tentang salah satu manhaj dakwah Jama'ah Tabligh yaitu mereka meninggalkan anak dan istri untuk berdakwah, terkadang mereka lalai untuk mendidik akhlak dan keilmuan agama anak-anak dan istri mereka. Kendati demikian, mayoritas respon dari para petinggi Desa Temboro terhadap Jama'ah Tabligh adalah bagus.
c. Eksistensi Kampung Madinah memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk pendidikan keagamaan yang berkarakter dan ekonomi yang kuat.
Temboro dahulu adalah daerah miskin serta minim pendidikan keagamaan. Lingkungan Temboro adalah daerah pertanian. Kegiatan ekonomi penduduk dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dan kebutuhan-kebutuhan lainnya mengandalkan hasil dari pertanian tersebut. Namun hasil dari pertanian warga belum mampu mengangkat mereka secara umum dari kategori miskin. Adapula seorang pendatang (M. Ikhsan) ke Desa Temboro, menurutnya pada awal pertama ia sampai ke Temboro tahun 1998, mata pencaharian utama masyarakat Temboro adalah bertani. Rumah-rumah mereka rata-rata masih gedek (dinding yang dibuat dari anyaman bambu) dan di antara bagian bawah dindingnya sudah rapuh dimakan rayap. Disamping itu, jarang sekali bahkan hanya segelintir rumah saja yang lantainya ditekel. Begitu juga belum ada pendidikan keagamaan yang kuat seperti sekarang.
Tidak dipungkiri bahwa keberadaan Jama'ah Tabligh di Desa Temboro, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur, memberikan perubahan dan pengaruh positif yang sangat besar. Dari aspek keagamaan, secara tidak langsung masyarakat akan terpengaruh dengan semangat
129
dalam manhaj ibadah kesehariannya serta hal-hal ibadah lainnya. Jika dilihat dari segi perekonomian, kemakmuran ekonomi akan meningkat karena keberadaan beberapa ponpes dan masyarakat yang ada di desa tersebut. Aktivitas keseharian pondok telah memberikan akses bagi masyarakat setempat untuk membuka usaha dagang disitu. Dulunya masyarakat setempat berprofesi sebagai petani, kemudian mereka beralih profesi menjadi seorang pedagang. Ada yang jualan makanan dan minuman, jualan pakaian, gamis wanita, jualan jasa becak motor, jasa parkir, jasa menjaga pengajian dan lainnya. Bapak Lukman, salah satu perangkat desa, juga membenarkan bahwa keberadaan Jama'ah Tabligh di Desa Temboro memberikan dampak positif yang besar dari berbagai aspek, salah satunya adalah aspek keagamaan dan kemakmuran ekonomi di desa tersebut. F. Simpulan
Desa Temboro dikenal dengan Kampung Madinah disebabkan mayoritas warganya hampir 100% beragama Islam. Awalnya penduduk Temboro terdiri dari dua etnis, Jawa dan Betawi. Dan dalam perkembangannya, penduduknya terus bertambah hingga saat ini. Mayoritas berpakaian secara islami, kaum pria mengenakan celana panjang atau sarung, baju gamis panjang (jubah atau jaula) serta berpeci hitam, sedangkan wanitanya mengenakan jilbab besar berbalut dengan gamis hitam khas gamis wanita negara Arab Saudi disertai dengan memakai cadar penutup wajah. Termasuk fenomena di Kampung Madinah adalah masyarakat selalu menutup toko-toko mereka ketika azan berkumandang untuk melakukan sholat berjemaah di musala-musala atau masjid-masjid sekitar. Setelah selesai melaksanakan sholat mereka kembali lagi membuka toko mereka. Meskipun demikian, mereka tidak identik dengan muslim ekstrimis, radikal dan Islam garis keras. Manhaj ibadah mereka lebih condong kepada Organisasi Nahdlatul Ulama di Indonesia.
Kampung Madinah Temboro sebagai sebuah komunitas sub-kultur tersusun atas tujuh elemen sistemik yang terintegrasi secara sempurna. Sub-kultur dalam arti bahwa Kampung Madinah Temboro memiliki nilai-nilai eksklusif yang dianut yang menjadikannya berbeda dengan masyarakat lain di sekeliling komunitas tersebut. Artinya tujuh elemen tersebut harus ada dan menjalin hubungan secara harmonis. tujuh elemen tersebut yaitu: (1) Kiai yang berperan sebagai pengasuh pesantren
sekaligus amīr Jama’ah Tabligh; (2) Pesantren dengan ideologi gerakan
Jama’ah Tabligh sebagai media pencetak pendakwah yang mumpuni secara
keilmuan; (3) Santri sebagai kader gerakan Jama’ah Tabligh yang diharapkan
memiliki kapasitas ilmu keagamaan yang mumpuni; (4) Masjid utama yang
difungsikan sebagai markas koordinasi gerakan Jama’ah Tabligh; (5)
Anggota gerakan Jama’ah Tabligh dari kalangan awam di luar santri; (6)
Masjid-masjid pendukung di lingkungan Kampung Madinah yang
berperan sebagai maḥallah atau jejaring gerakan Jama’ah Tabligh paling
bawah; (7) Pemerintah desa yang mendukung program-program kiai; (8) Masyarakat yang juga patuh dan mendukung program kiai. Apabila ketujuh elemen ini muncul di tempat lain, maka komunitas sub-kultur Kampung Madinah sejenis sangat mungkin muncul di lokasi tersebut.
Kedua, ideologi gerakan Jama’ah Tabligh menduduki peran sebagai
sumber pengaruh (influence) dari komunitas sub-kultur Kampung Madinah
Temboro. Singkatnya, ideologi Jama'ah Tabligh-lah yang menjadi alasan utama mengapa komunitas sub-kultur Kampung Madinah Temboro dapat terbentuk. Oleh karenanya, kiai pengasuh PP al Fatah yang juga sekaligus
bertindak sebagai amir Markas Temboro adalah orang yang paling
berpengaruh dalam komunitas tersebut. Pola dan alur orientasi komunitas tersebut bergantung pada Kiai PP al Fatah. Sebab Kiai PP al Fatah-lah yang pertama kali mengenalkan ideologi tersebut di Desa Temboro yang kemudian menjadi Kampung Madinah.
131
Eksistensi Jama'ah Tabligh di Desa Temboro, Kota Magetan, Provinsi Jawa Timur, memberikan perubahan dan pengaruh positif yang sangat besar. Dari aspek keagamaan, secara tidak langsung masyarakat akan terpengaruh dengan semangat dalam manhaj ibadah kesehariannya. Jika dilihat dari segi perekonomian, kemakmuran ekonomi akan meningkat karena keberadaan beberapa ponpes dan masyarakat yang ada di desa tersebut. Aktivitas keseharian pondok telah memberikan akses bagi masyarakat setempat untuk membuka usaha dagang disitu. Dulunya, masyarakat setempat berprofesi sebagai petani, kemudian mereka beralih profesi menjadi seorang pedagang. Ada yang jualan makanan dan minuman, jualan pakaian, gamis wanita, jualan jasa becak motor, jasa parkir, jasa menjaga pengajian, dan investasi properti. Bapak Lukman, salah satu perangkat desa, juga membenarkan bahwa keberadaan Jama'ah Tabligh di Desa Temboro memberikan dampak positif yang besar dari berbagai aspek, salah satunya adalah aspek keagamaan dan kemakmuran taraf ekonomi di desa tersebut.
G. Daftar Pustaka
Ahmad Syukri, Mohd. Naim & Rosman Md. Yusoff. 2013. Konsep, Teori,
Dimensi, dan Isu Pembangunan. Johor: Universiti Teknologi Malaysia.
Ahrar, K.H Ubaidillah. 2020. “Sikap Keras PP Al-Fatah Karas Temboro
Magetan mengenai Ikhtilaf Jama’ah Tabligh.” Syiar TV.
Ardiansyah. 2014. “Konsep Aurat Menurut Ulama Klasik dan Kontemporer; Suatu Perbandingan Pengertiandan Batasannya di dalam dan Luar
Shalat.” UIN SU, 2, 3: 264.
Arifin, Zainal. t.t. “Authority of Spiritual Leadership at Pesantren Temboro
Based Jama’ah Tabligh Ideology.” UIN Sunan Kalijaga, 2, 6.
As-Sirbuny, Abdurrahman Ahmad. 2009. Mudzakarah Masturat. Cirebon:
Pustaka Nabawi.
Azwar, Saifuddin. 2005. Metode Penelitan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badriza, Khalili. 1997. Gerakan Jamaʻah Tabligh Dan Perkembangan Ekonomi
Komunitas Sub-Kultur Kampung Madinah, Desa Temboro, Karas,
Magetan. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Bekker, Anton, dan Ahmad Charis Zubair. 1999. Metode Penelitian Filsafat.
Darussalam dkk. 2011. Model Dakwah Jama’ah Tabligh. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Fatah, Gus. 2020. Wawancara Markas Trangkil, Temboro.
Idri. 2015. Hadis Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif HadisNabi. Jakarta:
Kencana.
Jabir, Ali. 1998. Membentuk Jama’atul Muslimin. Jakarta: Gema Insani Press.
M. Yusuf Khummaini dan Sukron Ma’mun. 2019. “Jodoh dan Perjodohan
Santri Jama’ah Tabligh di Pesantren Temboro.” IAIN Salatiga, 01, 03.
Maulana. 2020. Wawancara Temboro, Magetan. Mubarok. 2020. Wawancara Markas Trangkil.
Mufid, Ahmad Syafi’i. 2017. Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional
Indonesia. Jakarta: Kemenag RI, Badan Litbang dan Diklat, Puslitbang
Kehidupan Keagamaan.
Mundzier Suparta. 2008. “Perubahan Orientasi Pondok Pesantren: Studi
Kasus Ponpes Maskumambang Gresik dan Al-Fatah Nagetan.” UIN
Syarif Hidayatullah.
Munir, Ahmad. 2017. “Akar Teologis Etos Kerja Jama’ah Tabligh: Studi Kasus Komunitas Jama’ah Tabligh Desa Temboro Kecamatan Karas
Magetan.” IAIN Ponorogo, 1, 11.
Munir, Samsul. 2015. Pluralisme Madzhab Dakwah Jama’ah Tabligh di Kampung
Madinah. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.
Nadwi, Ali. 1999. Riwayat Hidup dan Usaha Dakwah Maulana M. Ilyas terj.
Masrokhan A. Yogyakarta: Ash-Shaff.
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
No title. 2020. temboro.magetan.go.id.
Rachman, Budhy Munawar. 1995. Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah.
Jakarta: Paramadina.
Rahardjo, Dawam. 1999. Gerakan Keagamaan dan Civil Society. Jakarta: LSAF
dan The Asia Foundation.
Roviana, Sri. 2013. “Gerakan Perempuan Nahdhatul Ulama Dalam
Transformasi Pendidikan Politik.” UIN Sunan Kalijaga, 2, 3.
Tim Peneliti Fakultas Ushuluddin. 2012. Hadis-Hadis ‘Misoginis’ dalam
Persepsi Ulama Perempuan Kota Banjarmasin. Banjarmasin: IAIN
Antasari.
Yusuf, Muhammad. 2007. Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Qur’an,
dalam Sahiron Syamsuddin (ed), Metode Penelitian Living Qur’an dan