• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGEROMBOLAN PROPINSI DI INDONESIA BERDASARKAN INDIKATOR PENDIDIKAN SEKOLAH LANJUTAN ATAS MENGGUNAKAN METODE WARD DAN METODE FUZZY C-MEANS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGEROMBOLAN PROPINSI DI INDONESIA BERDASARKAN INDIKATOR PENDIDIKAN SEKOLAH LANJUTAN ATAS MENGGUNAKAN METODE WARD DAN METODE FUZZY C-MEANS"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

2

PENGGEROMBOLAN PROPINSI DI INDONESIA BERDASARKAN

INDIKATOR PENDIDIKAN SEKOLAH LANJUTAN ATAS

MENGGUNAKAN METODE WARD DAN METODE FUZZY C-MEANS

Oleh :

ANTON MULYANTO

G14052721

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

3

RINGKASAN

ANTON MULYANTO

.

Penggerombolan Propinsi di Indonesia Berdasarkan Indikator Pendidikan Sekolah Lanjutan Atas Menggunakan Metode Ward dan Metode Fuzzy C-means. Di bawah bimbingan ANIK DJURAIDAH dan ITASIA DINA SULVIANTI.

Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan suatu bangsa, tak terkecuali di Indonesia. Indonesia telah melakukan berbagai macam program pendidikan agar terciptanya pemerataan pendidikan di setiap wilayah di Indonesia. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan ini adalah dengan menggunakan analisis gerombol. Penelitian ini bertujuan menggerombolkan propinsi di Indonesia berdasarkan indikator pendidikan Sekolah Lanjutan Atas serta membandingkan hasil penggerombolan berdasarkan metode Ward dan metode Fuzzy C-means.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder indikator pendidikan Sekolah Lanjutan Atas tahun 2008 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta. Objek yang digunakan sebanyak 33 propinsi di Indonesia. Indikator pendidikan Sekolah Lanjutan Atas tersebut antara lain: (1) Angka putus sekolah; (2) Siswa per rombel; (3) Siswa per guru (4) Rombel per sekolah; dan (5) Angka Partisipasi Kasar. Pada tahap awal dilakukan analisis deskriptif untuk mengetahui kondisi pendidikan Sekolah Lanjutan Atas di setiap propinsi. Analisis gerombol menggunakan metode Ward dan metode Fuzzy C-means. Metode Ward dan metode Fuzzy

C-means dipilih karena cenderung menghasilkan gerombol dengan keragaman yang kecil serta

data yang digunakan dalam penelitian sedikit jumlahnya. Jumlah gerombol optimum pada metode

Fuzzy C-means diperoleh dengan kriteria Indeks Xie Beni. Pemeriksaan adanya korelasi antar

peubah dilakukan sebelum melakukan analisis gerombol. Untuk mengatasi adanya korelasi yang kuat antar peubah digunakan Analisis Komponen Utama. Hasil transformasi menggunakan Analisis Komponen Utama menunjukkan bahwa persentase keragaman kumulatif 4 komponen utama mencapai 93%. Penentuan metode mana yang terbaik digunakan uji beda vektor rataan menggunakan kriteria Lambda Wilks’ dan menggunakan nilai minimum fungsi tujuannya.

Gerombol yang terbentuk pada metode Ward dan metode Fuzzy C-means sebanyak 3 gerombol. Karakteristik gerombol yang terbentuk pada metode Ward tidak jauh berbeda dengan karakteristik pada metode Fuzzy C-means. Berdasarkan kriteria Lambda Wilks’ dan nilai minimum fungsi tujuannya, penggerombolan menggunakan metode Fuzzy C-means lebih baik daripada metode Ward untuk data indikator pendidikan Sekolah Lanjutan Atas. Akan tetapi pemilihan metode mana yang akan digunakan tergantung dari kondisi dan tujuan dasar peneliti.

Kata Kunci: Metode Ward, Metode Fuzzy C-means, Indeks Xie Beni, Analisis Komponen Utama, Lambda Wilks’, dan fungsi tujuan.

(5)

4

ABSTRACT

ANTON MULYANTO. Clustering Province in Indonesia Building on Indicator of Senior High School Education Use Ward Method and Fuzzy C-Means. Advisory committee: ANIK DJURAIDAH and ITASIA DINA SULVIANTI.

Education is one of factor success build a nation, not expection of Indonesia. Indonesia had done various education programs to create even distribution of education at all region in Indonesia. One of methods can use to knows this condition is cluster analysis. The purposes of this research are to clustering province in Indonesia building on indicator of senior high school education and to compare the result between Ward method and Fuzzy C-means.

Data used in this research was secondary data indicator of senior high school education 2008, which obtained from Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta. Object used consist of 33 province in Indonesia. Indicator of senior high school education are: (1) Broken School Rate; (2) Ratio of Student and Class; (3) Ratio of Student and Teacher; (4) Ratio of Class and School; and (5) Participation Crude Rate. First step is used descriptive analysis to know the condition of senior high school education at each province. Cluster analysis use Ward method and Fuzzy C-means method. The reason they chosen are resulting a small variance at cluster and data used in this research is a few. Sum of optimum clustering at Fuzzy C-means is obtained from Index Xie Beni criteria. Before conducting cluster analysis, assumptions of correlation between variable must be checked. To evaluated it used Principal Componen Analysis. Transformation result of Principal Componen Analysis shows percentage variance cumulative reach 93% at fourth main component. The determining which the best method used different test mean vector use Lambda Wilks’ criteria and minimum objective function. As a result, characteristic between Ward method and Fuzzy C-means method is not different. Sum of cluster obtained at Ward method and Fuzzy C-C-means are 3 cluster. According to Lambda Wilks’ criteria and minimum objective function, Fuzzy C-means method better than Ward method for data of indicator of senior high school education.

Keywords: Ward Method, Fuzzy Clustering C-Means Method, Index Xie Beni, Principal Componen Analysis, Lambda Wilks’ Criteria, and objective function.

(6)

5

PENGGEROMBOLAN PROPINSI DI INDONESIA BERDASARKAN

INDIKATOR PENDIDIKAN SEKOLAH LANJUTAN ATAS

MENGGUNAKAN METODE WARD DAN METODE FUZZY C-MEANS

ANTON MULYANTO

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Statistika pada

Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

6

Judul : Penggerombolan Propinsi di Indonesia Berdasarkan Indikator Pendidikan

Sekolah Lanjutan Atas Menggunakan Metode Ward dan Metode Fuzzy

C-means

Nama : Anton Mulyanto NRP : G14052721

Menyetujui,

Tanggal Lulus :

Pembimbing II,

Dra.Itasia Dina Sulvianti, M.Si NIP. 196005081988032002 Pembimbing I,

Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS NIP. 196305151987032002

Mengetahui:

Plh. Ketua Departemen Statistika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si NIP. 196807021994021001

(8)

7

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan tanggal 26 Nopember 1985 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Bapak Maman Barlaman dan Ibu Siti Sairoh. Menempuh pendidikan di SD Negeri 1 Cilimus Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan lulus tahun 1998, SMP Negeri 1 Cilimus lulus tahun 2001, dan SMA Negeri 2 Cirebon lulus tahun 2004. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Kemudian pada tahun 2006 penulis diterima di mayor Statistika FMIPA IPB dan mengambil minor Matematika Keuangan dan Aktuaria Matematika FMIPA IPB.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di Serambi Mahasiswa FMIPA (Serum-G) periode 2006/2007 selama dua periode. Pada periode yang sama penulis juga aktif di Organisasi Kemahasiswaan Daerah (OMDA) Kuningan. Selain itu penulis aktif mengajar privat Pengantar Matematika dan Kalkulus mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB, serta sering mengikuti kepanitian yang diselenggarakan Himpunen Profesi Gamma Sigma Beta (GSB) Statistika IPB dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA. Pada bulan Juli-Agustus 2009, penulis melaksanakan praktik lapang di Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Jakarta.

(9)

8

PRAKATA

Alhamdulillahirobil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLOH SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya telah memberikan kekuatan dan kelancaran kepada penulis selama menyelesaikan studi hingga tersusunnya skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, serta segenap pengikutnya yang istiqomah memegang risalah Islam.

Buat Mamah dan Bapak terima kasih yang tak terhingga atas segala rasa cinta, kasih sayang, semangat, dan do’a yang tidak pernah putus, sungguh pengorbananmu tidak terhitung harganya semoga surga-Nya kelak menjadi balasan terbaik untukmu berdua. Amin.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS dan Ibu Itasia Dina Sulvianti, M. Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, diskusi, dan saran yang berharga selama menyelesaikan skripsi ini.

2. Seluruh dosen dan staf departemen Statistika Bu Aat, Bu Markonah, Bu Tri, Bu Sulis, Bu Dedeh, Pak Herman, Pak Iyan, Bang Sudin, Bang Durrochman atas semua pelayanannya. 3. Kakak-kakakku: A Yudi & Teh Mira, dan seluruh keluarga di Kuningan atas kasih sayang,

motivasi dan do’anya.

4. Teman Wisma Expert: Faqih, Afud, Sidiq, Hera, Imam, Adnan, Irfan, Arif, dan Omen atas semua yang diberikan yaitu pengertian dan bimbingannya selama kita bersama. Semoga persahabatan ini tidak terputus.

5. Teman seperjuangan HIMARIKA’42: Deni, Dian, Yayat, Rezi, Herman, Maman, Obi, Shanti, Tiwi, Lela, Titi, Wiwin, dan Rini atas kebersamaan (kapan nih kita kumpul lagi?)

6. Kak Asep, Kak Faisal, dan Kak Ali atas perhatian, bimbingan dan nasihatnya.

7. Keluarga besar Gita Persada khususnya Mas Zoedh, Mba Vera, Pak Ihwan, Mba Rian, Mba Fitri, Leny, Choer, Budi, Teten, Dede, Mas Riza, Kang Zaman, Fery, Chepy, Helwani, Andry, Mas Hendro, Mas Edwin, Mas Mukhlis, dan Pak Waluyo atas perhatian, pengertian, kebersamaan dan senatiasa mengingatkan mengerjakan skripsi ini.

8. Teman-teman Statistika 42 atas kebersamaannya. Semoga kebersamaan kita bagai mentari yang selalu menyinari bumi, takkan pernah putus oleh ruang dan waktu

9. Kakak-kakak Statistika 40 & Statistika 41 serta Adik-adik Statistika 43 & Statistika 44 atas dorongan dan motivasinya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2010

(10)

9

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Indikator Pendidikan ... 1

Analisis Komponen Utama ... 2

Analisis Gerombol ... 2

Analisis Fuzzy C-means ... 3

Indeks XB (Xie Beni) ... 4

Uji Beda Vektor Rataan ... 4

BAHAN DAN METODE Data ... 4

Metode ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Pendidikan Sekolah Lanjutan Atas di Indonesia ... 5

Korelasi antar Indikator Pendidikan Sekolah Lanjutan Atas ... 6

Hasil Penggerombolan dengan Metode Ward ... 6

Indeks Xie Beni ... 7

Hasil Penggerombolan dengan Fuzzy C-means ... 8

Perbandingan Analisis Gerombol Metode Ward dan Fuzzy C-means ... 9

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 11

Saran ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 11

(11)

1

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Daftar indikator pendidikan sekolah lanjutan atas dan kodenya ... 4

2 Anggota dan karakteristik gerombol metode ward ... 8

3 Indeks xie beni ... 8

4 Anggota dan karakteristik gerombol metode fuzzy c-means ... 9

5 Nilai rata-rata indikator tiap gerombol metode ward ... 10

6 Nilai rata-rata indikator tiap gerombol metode fuzzy c-means ... 10

7 Nilai kebaikan model metode ward dan fuzzy c-means ... 10

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Diagram kotak garis angka putus sekolah ... 5

2 Diagram kotak garis siswa/ rombel ... 5

3 Diagram kotak garis siswa/guru ... 6

4 Diagram kotak garis rombel/sekolah ... 6

5 Diagram kotak garis APK ... 6

6 Dendogram dengan metode ward ... 6

7 Grafik indeks xie beni ... 8

8 Daigram kotak garis perbandingan metode ward dan fuzzy c-means ... 11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Keterangan indikator pendidikan ... 13

2 Standar ideal nasional indikator pendidikan sekolah lanjutan atas ... 13

3 Data rataan indikator pendidikan sekolah lanjutan atas ... 14

4 Matriks korelasi antar peubah indikator pendidikan sekolah lanjutan atas ... 15

5 Analisis komponen utama ... 15

6 Nilai keanggotaan metode fuzzy c-means ... 16

7 Penggerombolan metode ward dan fuzzy c-means ... 17

viii

(12)

2

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendidikan merupakan aspek penting bagi pembangunan bangsa. Hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang bermutu, yang merupakan produk pendidikan, merupakan kunci keberhasilan pembangunan suatu negara.

Sebagai salah satu negara yang berkembang, kebijakan pembangunan pendidikan di Indonesia lebih ditekankan pada terciptanya pemerataan kesempatan dalam memperoleh pendidikan (Depdikbud 1997). Dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah mengadakan Program Wajib Belajar (Wajar) 9 Tahun yang kemudian dilanjutkan dengan Program Wajib Belajar 12 Tahun yang mewajibkan seluruh penduduk Indonesia untuk memiliki ijazah minimal Sekolah Lanjutan Atas (SMA/sederajat).

Program ini dilatarbelakangi dari munculnya Program Wajib Belajar 6 Tahun pada tahun 1984. Kemudian pada tahun 1994 melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1994 ditingkatkan menjadi Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Hal ini berarti setiap anak Indonesia yang berumur 7 sampai 15 tahun diwajibkan untuk mengikuti Pendidikan Dasar 9 Tahun (BPS 1998a).

Kesadaran akan pentingnya pendidikan sebagai proses peningkatan kualitas sumber daya manusia mendorong masyarakat untuk melakukan upaya perbaikan mutu pendidikan. Dari segi mutu pendidikan, posisi Indonesia jauh tertinggal dengan negara lain di dunia. Agar pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang menitikberatkan pada aspek pencapaian Program Wajib Belajar 12 Tahun berjalan baik, maka diperlukan penyebaran mengenai tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Atas di semua propinsi di Indonesia. Keadaan ini dapat diperoleh melalui pengamatan terhadap beberapa indikator pendidikan Sekolah Lanjutan Atas di Indonesia.

Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Menggerombolkan propinsi di Indonesia berdasarkan indikator pendidikan Sekolah Lanjutan Atas.

2. Membandingkan hasil penggerombolan berdasarkan metode Ward dan Fuzzy

C-means.

Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan pendidikan khususnya Sekolah Lanjutan Atas di Indonesia serta sebagai bahan masukan bagi perencana kebijakan dalam mengambil langkah kebijaksanaan secara baik dan tepat sehingga pemerataan pembangunan dapat tercapai.

TINJAUAN PUSTAKA Indikator Pendidikan

Indikator adalah petunjuk yang memberikan indikasi tentang sesuatu keadaan dan merupakan refleksi dari keadaan tersebut (BPS 1998b). Dengan kata lain, indikator digunakan untuk mengukur suatu keadaan yang nilainya tidak bisa diukur secara langsung. Indikator pendidikan ini dapat dibagi ke dalam tiga jenis yaitu indikator input, indikator proses, dan indikator output.

Menurut BPS (1998b), indikator input memuat informasi dasar yang diperlukan dalam perencanaan program pendidikan yang antara lain terdiri dari jumlah penduduk menurut gerombol usia sekolah, jumlah sarana pendidikan, rasio guru, rasio murid-rombel, rasio murid-sekolah, persentase pengeluaran pendidikan terhadap total pengeluaran dan lain-lain. Indikator proses menunjukkan keadaan proses pendidikan yang terjadi di masyarakat. Indikator ini terdiri dari angka partisipasi kasar, angka partisipasi murni, dan persentase anak usia 5 sampai 14 tahun yang sekolah sambil bekerja. Sedangkan indikator output menunjukkan hasil-hasil yang dapat dicapai masyarakat setelah melalui proses pendidikan. Indikator ini meliputi angka melek huruf, kemampuan berbahasa Indonesia, pendidikan yang ditamatkan, angka putus sekolah, dan persentase penduduk yang ingin melanjutkan sekolah.

Pemerataan kesempatan belajar yang bisa diperoleh penduduk, diketahui dari angka partisipasi sekolah pada setiap jenjang pendidikan. Sementara angka putus sekolah dapat memberikan gambaran mengenai keadaan kualitas sumber daya manusia. Fasilitas pendidikan yang memadai merupakan suatu faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan program pendidikan. Hal ini dapat diukur dari rasio guru, rasio murid-rombel, dan rasio guru-sekolah.

(13)

3

Analisis Komponen Utama

Analisis komponen utama adalah metode analisis peubah ganda yang bertujuan memperkecil dimensi peubah asal sehingga diperoleh peubah baru (komponen utama) yang tidak saling berkorelasi, tetapi menyimpan sebagian besar informasi yang terkandung pada peubah asal (Jollife 2002). Komponen utama merupakan kombinasi linear terboboti dari peubah-peubah asal yang mampu menerangkan data secara maksimum.

Analisis Gerombol

Analisis gerombol merupakan suatu analisis statistika yang berguna untuk menggerombolkan n objek ke dalam k buah gerombol (k ≤ n), sehingga setiap objek dalam satu gerombol memiliki keragaman yang lebih homogen dibandingkan dengan objek dalam gerombol lain.

Pada prinsipnya analisis gerombol didasarkan pada ukuran kedekatan (kemiripan) dari setiap objek. Duran dan Odell (1974) menyatakan bahwa ukuran kedekatan yang biasa digunakan dalam analisis gerombol adalah jarak antar objek. Semakin kecil jaraknya maka semakin besar kemiripan antar objek pengamatan tersebut.

Fungsi jarak yang sering digunakan adalah jarak Euclids yang dinyatakan dengan rumus:

[∑( )

]

dengan adalah jarak antar objek-i dan objek-j, adalah nilai objek-i pada peubah ke-k, adalah nilai objek-j pada peubah

ke-k, dan p adalah banyaknya peubah yang

diamati.

Jarak Euclids ini bisa digunakan bila tidak ada korelasi antar peubah yang diamati. Jika terjadi korelasi maka dapat dilakukan transformasi terhadap data awal dengan melakukan Analisis Komponen Utama (AKU). Jika satuan pengukuran yang digunakan antar peubah tidak sama, maka sebelum dilakukan penghitungan jarak perlu dilakukan transformasi data awal ke dalam bentuk baku (Z). Pembakuan tersebut berguna untuk mengurangi keragaman akibat perbedaan satuan pengukuran, yang dinyatakan sebagai berikut :

dengan adalah nilai baku objek ke-i pada

peubah ke-k, adalah nilai objek ke-i pada

peubah ke-k, adalah rataan peubah ke-k, dan adalah simpangan baku peubah ke-k.

Ada dua metode dalam analisis gerombol yaitu metode hirarki dan metode non-hirarki. Menurut Andenberg (1973), metode non-hirarki umumnya digunakan jika banyaknya satuan pengamatan besar dan banyaknya gerombol telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan pada metode hirarki banyaknya satuan pengamatan tidak begitu besar dan banyaknya gerombol tidak ditentukan sebelumnya.

Dalam metode gerombol hirarki terdapat beberapa metode perbaikan jarak yang dapat digunakan, antara lain pautan tunggal (single

linkage), pautan lengkap (complete linkage),

pautan rataan (average linkage), pautan

centroid, dan Ward,. Masing-masing metode

tersebut memiliki kriteria pengoptimalan tersendiri, sehingga pemilihan metode yang akan digunakan tergantung dari tujuan penggerombolan yang ingin dicapai (Duran & Odell 1974). Pada penelitian ini metode perbaikan jarak yang digunakan adalah Ward, karena cenderung menghasilkan gerombol dengan keragaman yang kecil (Johnson & Wichern 2002).

Jarak antara dua gerombol adalah jumlah kuadrat simpangan dari pusat gerombol. Tujuan metode Ward ini adalah meminimalkan jumlah kuadrat simpangan dalam gerombol. Jarak antara gerombol (UV) dengan gerombol

W dihitung dengan ( )

( ) ( )

( )

dengan ( ) adalah banyaknya anggota gerombol W, U, V, dan (UV), sedangkan adalah jarak antara gerombol U dengan W, V dengan W dan U dengan V.

Fungsi tujuan metode penggerombolan Ward yaitu ∑ ∑ ,

dengan c adalah banyak gerombol, adalah

tingkat keanggotaan objek ke-k pada gerombol ke-i yang besarnya 1 atau 0, dan adalah

kuadrat jarak pusat gerombol ke-i terhadap objek ke-k.

Algoritma metode gerombol hirarki adalah sebagai berikut :

1. Berawal dari pembentukan gerombol sebanyak data asal (n).

2. Dua objek yang memilki jarak terdekat digabungkan ke dalam satu gerombol,

(14)

4

sehingga jumlah gerombol yang ada

menjadi n-1.

3. Jarak antara gerombol baru dengan gerombol sebelumnya dihitung kembali dengan menggunakan metode perbaikan jarak yang dikehendaki.

4. Ulangi langkah 2 dan 3 hingga seluruh objek tergabung ke dalam 1 gerombol. Hasil penggerombolan pada setiap langkah tersebut digambarkan dalam bentuk dendogram. Untuk mengetahui jumlah gerombol yang terbentuk, dilakukan pemotongan dendogram pada selisih jarak penggabungan terbesar atau pada jarak yang dipandang menghasilkan gerombol-gerombol yang bermakna.

Analisis Fuzzy C-means

Konsep logika fuzzy pertama kali dikenalkan oleh Prof. Lutfi A. Zadeh dari Universitas California pada bulan Juni 1965 yang merupakan generalisasi dari logika klasik yang hanya memiliki dua nilai keanggotaan 0 dan 1. Inti dari himpunan fuzzy yaitu fungsi keanggotaan yang menggambarkan hubungan antara domain himpunan fuzzy dengan tingkat keanggotaan. Berdasarkan teori himpunan

fuzzy, suatu objek dapat menjadi anggota dari

banyak himpunan dengan tingkat keanggotaan yang berbeda. Tingkat keanggotaan menunjukkan nilai keanggotaan suatu objek pada suatu himpunan yang nilainya berkisar antara 0 sampai 1.

Fuzzy clustering merupakan salah satu

metode yang menggunakan konsep logika

fuzzy dalam menentukan tingkat keanggotaan

suatu objek pada suatu gerombol. Keuntungan

fuzzy clustering adalah titik-titik yang belum

jelas atau berada di tengah antara dua gerombol maupun jenis-jenis ketidakpastian lainnya bisa diklasifikasikan (Vladimir & Mulier 1998).

Penggerombolan dengan metode Fuzzy

C-means berprinsip meminimumkan fungsi

objektif

( ) ∑ ∑( ) ( )

Fungsi tujuan metode penggerombolan Fuzzy

C-means ∑ ∑ ( ) dengan c

adalah banyak gerombol yang memenuhi X (jumlah gerombol yang diinginkan, 2 ≤ c < N),

m ≥ 1 adalah tingkat ke-fuzzy-an dari hasil

penggerombolan. Parameter m disebut sebagai

fuzzier (Klawon & Hoppner 2001).

Berdasarkan penelitian Klawonn et al, nilai m yang sering dipakai dan dianggap yang paling baik adalah m = 2. adalah tingkat

keanggotaan objek ke-k pada gerombol ke-i yang merupakan elemen dari matriks U, N adalah banyaknya objek, adalah kuadrat

jarak pusat gerombol ke-i terhadap objek ke-k, adalah vektor pengamatan objek ke-k, dan adalah pusat gerombol ke-i.

Kondisi minimum fungsi objektif

( ) ∑ ∑( ) ( )

diberikan melalui optimisasi parameter dan

Dimana parameter dan diberikan

pada persamaan (1) dan (2) berikut :

...………...(1)

dengan adalah pusat gerombol ke-i,

adalah tingkat keanggotaan objek ke-k pada gerombol ke-i, m adalah tingkat ke-fuzzy-an, adalah vektor pengamatan objek ke-k, dan

N adalah banyaknya objek.

∑ ( ) ( ) ⁄ .….………...…(2)

dengan adalah tingkat keanggotaan objek

ke-k pada gerombol ke-i, c adalah banyaknya gerombol, m adalah tingkat ke-fuzzy-an,

adalah kuadrat jarak pusat gerombol ke-i terhadap objek ke-k, dan adalah kuadrat jarak pusat gerombol ke-j terhadap objek ke-k.

Algoritma penggerombolan Fuzzy C-means diberikan sebagai berikut :

1. Menentukan c banyak gerombol yang ingin dibuat

2. Menentukan tingkat ke-fuzzy-an hasil penggerombolan (m)

3. Menghitung pusat gerombol (pi) dengan

persamaan (1)

4. Update anggota matriks U dengan persamaan (2)

5. Bandingkan nilai keanggotaan dalam matriks U, jika || ( ) ( )|| < ε, dengan

ε = 10-5 maka iterasi dihentikan. Jika

|| ( ) ( )|| ≥ ε, maka kembali ke

langkah 3.

(15)

5

Indeks XB (Xie Beni)

Penggerombolan Fuzzy C-means

memerlukan indeks validitas untuk mengetahui banyak gerombol optimum yang terbentuk. Indeks validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks XB (Xie Beni) (Pravitasari 2008) yang menyatakan bahwa Indeks XB memiliki ketepatan dan keterandalan yang tinggi baik untuk memberikan banyak gerombol yang optimum pada metode K-means maupun pada Fuzzy

C-means.

Persamaan Indeks XB dinyatakan sebagai berikut

XB(c)

=

∑ ∑ ( ) ( )

| |

dengan c menyatakan banyak gerombol,

adalah tingkat keanggotaan objek ke-k pada gerombol ke-i, adalah kuadrat jarak pusat

gerombol ke-i terhadap objek ke-k, N merupakan banyaknya objek yang digerombolkan, | | adalah jarak minimum antara pusat gerombol . Kriteria penentuan banyaknya gerombol optimum diberikan oleh nilai XB minimum pada lembah pertama.

Uji Beda Vektor Rataan

Uji beda vektor rataan digunakan untuk melihat keterandalan gerombol yang telah terbentuk. Hipotesis yang digunakan adalah H0 : µ1 = µ2 = ……. = µt = 0

H1 : Paling tidak ada satu µi ≠ 0

Menurut Morrison (1990) salah satu statistik uji yang dapat digunakan adalah kriteria Wilks’ Lambda ( ).

Λ =

dengan H adalah matriks hipotesis berukuran p x p dengan derajat bebas q, E adalah matriks galat berukuran p x p dengan derajat bebas v,

adalah akar ciri dari matriks E-1H, dan p adalah banyaknya peubah.

Pendekatan F untuk

Λ

adalah:

F =

⁄ ⁄

dengan adalah nilai Wilks’ Lambda,

t ={[p2q2-4]/[p2+q2-5]} jika p2+q2-5>0, t=1 jika

p2+q2-5≤0, r =v-0.5(p-q+t), u = 0.25(pq-2), dan p adalah jumlah peubah. H0 ditolak jika

F > atau nilai-p < α. Nilai F yang tinggi menunjukkan bahwa keragaman anggota dalam gerombol kecil serta keragaman antar gerombol besar.

DATA DAN METODE Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder indikator pendidikan Sekolah Lanjutan Atas tahun 2008 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 33 propinsi di Indonesia.

Indikator pendidikan Sekolah Lanjutan Atas yang digunakan sebagai dasar penggerombolan beserta kodenya dapat dilihat pada Tabel 1.

Pemilihan indikator pendidikan Sekolah Lanjutan Atas ini berdasarkan kemudahan memperoleh data serta indikator yang telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan indikator yang telah ditetapkan oleh BPS.

Tabel 1 Daftar indikator pendidikan sekolah lanjutan atas dan kodenya

Kode Indikator Pendidikan X1 Angka Putus Sekolah

X2 Siswa per Rombel

X3 Siswa per Guru

X4 Rombel per Sekolah

X5 Angka Partisipasi Kasar

Keterangan mengenai peubah tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Metode

Tahapan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsian indikator pendidikan untuk melihat gambaran umum kondisi pendidikan Sekolah Lanjutan Atas masing-masing propinsi di Indonesia.

2. Menghitung nilai korelasi untuk semua peubah yang digunakan.

3. Melakukan penggerombolan dengan metode Ward.

4. Menghitung Indeks Xie Beni.

5. Melakukan penggerombolan dengan metode Fuzzy C-means.

6. Membandingkan hasil analisis gerombol dari dua metode yang digunakan (Ward dan Fuzzy C-means).

(16)
(17)
(18)

8

Gambar 6 Dendogram dengan metode ward.

Gerombol 1

Gerombol 1 beranggotakan 8 propinsi. Ciri yang menonjol dari gerombol ini adalah nilai angka putus sekolahnya paling rendah dibandingkan dengan gerombol lainnya, yaitu sebesar 2.14%. Begitu pula jika di bandingkan dengan nilai rataan nasional sebesar 3%, akan tetapi nilai angka putus sekolah pada gerombol 1 belum memenuhi standar ideal nasional ≤ 1%. Keadaan ini menunjukkan bahwa pada gerombol 1 masih banyak penduduk usia Sekolah Lanjutan Atas di propinsi tersebut yang melanjutkan studi dibandingkan gerombol lainnya. Banyaknya siswa/rombel, pada gerombol 1 paling tinggi jika dibandingkan dengan gerombol lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada propinsi di gerombol 1 terjadi kelebihan peserta didik. Hal ini dikuatkan pula dengan nilai siswa/rombel sebesar 37.75 melebihi standar nasionalnya sebesar 32.

Banyaknya siswa/guru pada gerombol 1 paling tinggi dibandingkan gerombol lainnya, yaitu sebesar 12.88 melebihi rataan nasionalnya sebesar 11.42 serta belum memenuhi standar idealnya sebesar 20. Banyaknya rombel/sekolah pada gerombol 1 pun paling tinggi dibandingkan gerombol lainnya, yaitu sebesar 10.93 melebihi rataan nasionalnya sebesar 9.64, tetapi sudah memenuhi standar ideal nasionalnya. APK pada gerombol 1 paling rendah jika dibandingkan dengan APK gerombol lainnya yaitu sebesar 60.74% melebihi rataan nasionalnya sebesar 60.48%, tetapi belum memenuhi standar ideal nasional sebesar 68.20%. Keadaan ini menunjukkan bahwa partisipasi penduduk usia Sekolah Lanjutan Atas untuk bersekolah di setiap propinsi pada gerombol 1 masih rendah jika dibandingkan dengan propinsi lain pada gerombol 2 dan gerombol 3.

Gerombol 2

Gerombol 2 beranggotakan 9 propinsi. Karakteristik yang menonjol pada gerombol 2

yaitu nilai angka putus sekolah dan APK-nya tidak terlalu tinggi maupun tidak terlalu rendah jika dibandingkan dengan gerombol lainnya. Angka putus sekolah sebesar 2.78% masih kurang dari standar ideal nasional ≤ 1%, sedangkan APK-nya sebesar 68.90% sudah memenuhi standar ideal nasionalnya sebesar 68.20%. Banyaknya siswa/rombel pada gerombol 2 hampir mendekati standar ideal nasionalnya, yaitu nilainya sebesar 33.56. Banyaknya siswa/guru pada gerombol 2 sebesar 10.33 paling rendah dibandingkan dengan gerombol lainnya dan banyaknya rombel/sekolah sebesar 8.51 sudah memenuhi standar ideal nasionalnya.

Gerombol 3

Gerombol 3 memiliki anggota paling banyak dibandingkan gerombol 1 dan gerombol 2. Jumlah anggotanya sebanyak 16 propinsi. Ciri yang paling menonjol adalah angka putus sekolah dan APK-nya paling tinggi dibandingkan gerombol 1 dan gerombol 2. Nilai angka putus sekolahnya sebesar 3.47% lebih besar daripada rataan nasionalnya sebesar 3%. Hal ini menunjukkan bahwa pada gerombol 3 masih banyak penduduk usia Sekolah Lanjutan Atas yang tidak melanjutkan studinya. Keadaan ini bertolak belakang dengan nilai APK-nya, yaitu APK pada gerombol 3 paling tinggi dibandingkan dengan gerombol lainnya sebesar 72.15%. Ini berarti partisipasi penduduk usia Sekolah Lanjutan Atas di setiap propinsi pada gerombol 3 untuk bersekolah sangat tinggi.

Banyaknya siswa/rombel pada gerombol 3 sebesar 34 lebih rendah dari rataan nasional sebesar 35.48, tetapi belum memenuhi standar ideal nasional sebesar 32. Banyaknya siswa/guru sebesar 10.40 lebih kecil dari rataan nasional sebesar 11.42 dan belum memenuhi standar ideal nasional sebesar 20. Banyaknya rombel/sekolah sebesar 8.01 merupakan nilai yang paling kecil dibandingkan banyaknya rombel/sekolah geromobol 1 dan gerombol 2. Akan tetapi banyaknya rombel/sekolah pada gerombol 3 sudah memenuhi standar ideal nasionalnya.

Indeks Xie Beni

Penggerombolan optimum diperoleh dengan kriteria Indeks Xie Beni yang minimum pada lembah pertama. Nilai Indeks Xie Beni masing-masing gerombol dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan grafik Indeks Xie Beni diberikan pada Gambar 7.

(19)
(20)

9

Tabel 4 Anggota dan karakteristik gerombol metode fuzzy c-means

Gerombol Anggota Deskripsi

1

Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, NTB, dan Papua

Angka Putus Sekolah > 1%, Siswa/rombel > 32,

Siswa/guru < 20,

3 ≤ Rombel/sekolah ≤ 48, dan APK < 68.20 %

2

DIY, Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Maluku Utara

Angka Putus Sekolah > 1%, Siswa/rombel > 32,

Siswa/guru < 20,

3 ≤ Rombel/sekolah ≤ 48, dan APK > 68.20 %

3

DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Riau, Bali, NTT, dan Papua Barat

Angka Putus Sekolah > 1%, Siswa/rombel > 32,

Siswa/guru < 20,

3 ≤ Rombel/sekolah ≤ 48, dan APK < 68.20 %

dibandingkan gerombol lainnya, yaitu sebesar 68.9%. APK pada gerombol 2 sudah memenuhi standar ideal nasional ≥ 68.2%. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi penduduk di propinsi pada gerombol 2 untuk bersekolah sangat tinggi. Angka putus sekolah pada gerombol 2 tidak terlalu tinggi, yaitu sebesar 2.63% kurang dari rataan nasional 3%, tetapi belum memenuhi standar ideal nasional ≤ 1%. Banyaknya siswa/rombel kurang dari rataan nasional 35.48, yaitu sebesar 33.67. Banyaknya siswa/rombel pada gerombol 2 sudah cukup baik jika dibandingkan dengan banyaknya siswa/rombel pada gerombol lainnya karena nilainya tidak terlampau jauh dengan standar ideal nasional siswa/rombel sebesar 32.

Banyaknya siswa/guru pada gerombol 2 kurang dari rataan nasional sebesar 11.42, yaitu nilainya sebesar 10.33. Keadaan ini juga belum memenuhi standar ideal nasional sebesar 20. Banyaknya siswa/guru sebesar 8.89 kurang dari rataan nasional sebesar 9.64, tetapi sudah memenuhi standar ideal nasionalnya.

Gerombol 3

Gerombol 3 beranggotakan 10 propinsi. Karakteristik yang menonjol pada gerombol 3 yaitu angka putus sekolahnya paling rendah dibandingkan gerombol 1 dan gerombol 2. Nilai angka putus sekolahnya adalah sebesar 2.36% kurang dari rataan nasional sebesar 3%, tetapi belum memenuhi standar ideal nasional ≤ 1%. Keadaan ini menunjukkan bahwa penduduk di propinsi pada gerombol 3 lebih banyak yang melanjutkan Sekolah Lanjutan Atas dibandingkan gerombol 1 dan gerombol 2.

Banyaknya siswa/rombel, siswa/guru, dan rombel/sekolah pada gerombol 3 lebih tinggi dibandingkan gerombol 1 dan gerombol 2. Nilainya berturut-turut adalah 37, 12.90, dan 10.98. Ketiga nilai indikator ini melebihi nilai rataan nasionalnya. Banyaknya siswa/rombel dan siswa/guru pada gerombol 3 belum memenuhi standar ideal nasional, sedangkan banyaknya rombel/sekolah pada gerombol 3 sudah memenuhi standar ideal nasionalnya. Angka partisipasi sekolah pada gerombol 3 sebesar 60.03% lebih kecil daripada rataan nasional sebesar 60.48% serta belum memenuhi standar nasional ≥ 68.2%.

Perbandingan Analsis Gerombol Metode Ward dan Fuzzy C-means

Selain jumlah gerombol yang terbentuk sama, yaitu 3 gerombol, pada umumnya karakteristik gerombol yang terbentuk pada metode Ward hampir mirip dengan karakteristik pada Fuzzy C-means (Tabel 5 dan Tabel 6). Hanya anggotanya saja yang sedikit berbeda jumlahnya pada gerombol yang terbentuk. Gerombol 1 pada metode Ward memiliki karakteristik yang mirip dengan gerombol 3 pada metode Fuzzy

C-means, gerombol 2 pada metode Ward

memiliki karakteristik yang mirip dengan gerombol 2 pada metode Fuzzy C-means, dan gerombol 3 pada metode Ward memiliki karakteristik yang mirip dengan gerombol 1 pada metode Fuzzy C-means

Sebanyak 8 propinsi yang membentuk gerombol 1 pada metode Ward, ternyata tetap berkumpul dalam satu gerombol yang sama dalam gerombol 3 pada Fuzzy C-means. Hanya saja Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Papua Barat bergabung dengan gerombol 3

(21)

10

Tabel 5 Nilai rata-rata indikator tiap gerombol metode ward

Indikator Pendidikan Gerombol Rataan Nasional

1 2 3

X1 = Angka Putus Sekolah

2.14

2.78 3.47 3

X2 = Siswa per Rombel

37.75

33.56 34.00 35.48

X3 = Siswa per Guru

12.88

10.33 10.40 11.42

X4 = Rombel per Sekolah

10.93

8.51 8.01 9.64

X5 = Angka Partisipasi Kasar

60.70

68.90 72.15 60.48

Tabel 6 Nilai rata-rata indikator tiap gerombol metode fuzzy c-means

Indikator Pendidikan Gerombol Rataan Nasional

1 2 3

X1 = Angka Putus Sekolah

3.69

2.63 2.39 3

X2 = Siswa per Rombel

35.57

33.67 37.00 35.48

X3 = Siswa per Guru

11.07

10.33 12.90 11.42

X5 = Rombel per Sekolah

9.18

8.89 10.98 9.64

X9 = Angka Partisipasi Kasar

55.40

68.90 60.03 60.48

pada metode Fuzzy C-means. Masuknya NTT dan Papua Barat sebagai anggota baru pada gerombol 3 metode Fuzzy C-means tidak mempengaruhi keragaman data pada masing-masing indikator pendidikan Sekolah Lanjutan Atas (Tabel 8).

DIY, Aceh, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Maluku Utara tetap berkumpul dalam gerombol 2 baik itu pada metode Ward maupun metode Fuzzy C-means. Jumlah anggota pada gerombol 2 pun sama yaitu sebanyak 9 propinsi.

Gerombol 3 pada metode Ward merupakan gerombol dengan jumlah anggota terbanyak, yaitu sebanyak 16 propinsi. Begitu pula gerombol 1 pada metode Fuzzy C-means, merupakan gerombol dengan jumlah terbanyak yaitu sebanyak 14 propinsi. Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, NTB, dan Papua tetap bergabung dalam satu gerombol baik itu pada gerombol 3 metode Ward maupun gerombol 1 metode Fuzzy C-means. Adanya Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada gerombol 3 metode Ward mengakibatkan terjadinya pencilan pada data indikator Siswa/rombel (X2) dan Siswa/guru (X3) (Tabel 8).

Gerombol 2 pada metode Ward maupun pada Fuzzy C-means merupakan gerombol yang memiliki karakteristik yang terbaik dibanding gerombol yang lain. DIY, Aceh,

Kepulauan Riau, dan Maluku, merupakan propinsi yang memiliki karakteristik yang paling baik dibandingkan propinsi lainnya di Indonesia, sedangkan Nusa Tenggara Timur dan Papua Barat tergolong propinsi yang memilki kriteria pendidikan Sekolah Lanjutan Atas yang paling buruk.

Nilai Uji Wilks’ Lambda yang digunakan pada kedua metode tersebut, ternyata menghasilkan nilai-p < α, artinya hasil penggeromboan tersebut berbeda nyata sehingga kedua metode tersebut bisa digunakan untuk analisis gerombol. Rasio nilai keragaman pada pengujian MANOVA dapat dilihat dari nilai Wilks’ Lambda. Nilai Wilks’ Lambda metode Fuzzy C-means lebih besar daripada metode Ward, sedangkan nilai fungsi tujuan metode Fuzzy C-means lebih kecil daripada metode Ward (Tabel 7). Berdasarkan kriteria penilaian kebaikan metode penggerombolan pada Tabel 7, penggerombolan dengan metode Fuzzy C-means lebih baik daripada metode ward

untuk data indikator pendidikan Sekolah Lanjutan Atas.

Tabel 7 Nilai kebaikan model metode ward dan fuzzy c-means

Metode Fungsi Tujuan Wilks' P

Ward 106.052 9.177 0.000

(22)
(23)

12

[Depdikbud] Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. 1997. Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta:

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. [Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional.

2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Jakarta: Depdiknas.

[Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.

[Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

[Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

[Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 129a/U/200 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Duran BS, Odell FL. 1974. Cluster Analysis, A

Survey. [New York]: Springer-Verlag.

Johnson RA & Wichern DW. 2002. Applied

Multivariate Statistical Analysis. Fifth

Edition. New Jersey: Prentice Hall. Klawonn F. 2000. Fuzzy clustering: insight

and a new approach, Science journal.

http:/public.rz.fh-wolfenbuettel.de/~klawonn [22 Jun 2010]. Joliffe IT. 2002. Principal Component Analysis. Second Edition. New York:

Springer-Verlag.

Klawonn F & Hoppner F . 2001 . What is fuzzy about fuzzy clustering? understanding and improving the concept

of the fuzzier. Science journal,

http:/public.rz.fh-wolfenbuettel.de/~klawonn [22 Jun 2010. Morrison DF. 1990. Multivariate Statistical

Methods . A. Primers. London: Chapman

And Hall Ltd.

Pravitasari AP. 2008. Analisis penggerombolan dengan fuzzy c-means

cluster [Tesis]. Surabaya: Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Vladimir C & Mullier F. 1998. Learning from

Data-Concept, Theory, and Methods.

Canada : John Wiley & Sons, Inc.

(24)

13

LAMPIRAN

(25)

14

Lampiran 1 Keterangan indikator pendidikan

INDIKATOR KETERANGAN

Angka Putus Sekolah Menunjukkan jumlah penduduk usia sekolah yang tidak melanjutkan jenjang pendidikan

Siswa per Rombel Menunjukkan jumlah murid dalam satu rombongan belajar. Siswa per Guru Menunjukkan jumlah murid yang berada dibawah pengawasan

seorang guru (beban guru).

Rombel per Sekolah Menunjukkan jumlah rombongan belajar dalam satu sekolah. Angka Partisipasi Kasar Persentase jumlah siswa pada jenjang pendidikan tertentu

dibandingkan dengan penduduk gerombol usia sekolah. Jumlah siswa dijenjang pendidikan tertentu

APK = x 100 % Jumlah penduduk gerombol usia tertentu

Lampiran 2 Standar ideal nasional indikator pendidikan sekolah lanjutan atas .

(Sumber : Peraturan Menteri Pendidikan Nasional)

Indikator Standar Ideal

Angka Putus Sekolah ≤ 1 %

Siswa per Rombel 32

Siswa per Guru 20

Rombel per Sekolah min 3, max 48 Angka Partisipasi Kasar 68.2 %

13

3

(26)

14

Lampiran 3 Data rataan indikator pendidikan sekolah lanjutan atas

No. Provinsi X1 X2 X3 X4 X5 1 DKI Jakarta 1.84 36 12 10.67 63.98 2 Jawa Barat 2.19 39 14 10.93 46.35 3 Banten 2.21 38 15 11.15 51.09 4 Jawa Tengah 3.12 38 14 12.38 56.98 5 DI Yogyakarta 2.21 34 9 10.47 74.08 6 Jawa Timur 2.63 38 13 11.39 61.32 7 Aceh 1.44 34 11 10.25 76.15 8 Sumatera Utara 1.79 38 12 9.42 68.31 9 Sumatera Barat 3.46 36 10 11.63 70.01 10 Riau 1.40 36 12 10.24 67.09 11 Kepulauan Riau 1.95 34 10 7.75 70.16 12 Jambi 3.80 35 11 8.90 57.41 13 Sumatera Selatan 2.17 36 11 10.05 52.98 14 Bangka Belitung 3.38 36 13 9.04 52.64 15 Bangkulu 3.11 36 11 9.02 62.11 16 Lampung 3.10 37 11 9.39 55.82 17 Kalimantan Barat 2.65 36 11 7.20 52.23 18 Kalimantan Tengah 1.59 32 10 6.86 52.70 19 Kalimantan Selatan 3.56 34 10 9.47 47.47 20 Kalimantan Timur 2.74 36 11 7.99 69.89 21 Sulawesi Utara 4.87 35 10 8.27 69.98 22 Gorontalo 2.16 35 11 10.39 52.80 23 Sulawesi Tengah 2.46 32 11 8.99 56.42 24 Sulawesi Selatan 4.35 36 11 9.59 52.47 25 Sulawesi Barat 3.22 35 10 7.92 43.52 26 Sulawesi Tenggara 5.66 35 13 10.55 59.78 27 Maluku 2.61 34 12 8.68 79.66 28 Maluku Utara 5.18 31 9 7.35 71.06 29 Bali 1.90 39 11 11.28 70.44

30 Nusa Tenggara Barat 4.89 37 11 10.66 62.24

31 Nusa Tenggra Timur 3.61 33 14 11.36 51.87

32 Papua 4.69 35 11 8.00 54.10 33 Papua Barat 3.19 35 12 10.99 62.85 Rataan 3.00 35 11 9.64 60.48 Minimum 1.40 31 9 6.86 43.52 Maksimum 5.66 39 15 12.38 79.66 Simpangan Baku 1.14 2 1 1.44 9.34

(27)
(28)

16

Lampiran 6 Nilai keanggotaan metode fuzzy c-means

Propinsi Gerombol Anggota Gerombol

1 2 3 DKI Jakarta 0.153 0.278 0.569 3 Jawa Barat 0.196 0.158 0.646 3 Banten 0.176 0.155 0.668 3 Jawa Tengah 0.146 0.130 0.724 3 DI Yogyakarta 0.246 0.585 0.169 2 Jawa Timur 0.061 0.062 0.876 3 Aceh 0.198 0.594 0.208 2 Sumatera Utara 0.205 0.341 0.454 3 Sumatera Barat 0.295 0.413 0.292 2 Riau 0.179 0.397 0.424 3 Kepulauan Riau 0.236 0.654 0.110 2 Jambi 0.956 0.032 0.012 1 Sumatera Selatan 0.371 0.285 0.344 1 Bangka Belitung 0.427 0.195 0.378 1 Bangkulu 0.472 0.430 0.098 1 Lampung 0.534 0.227 0.239 1 Kalimantan Barat 0.523 0.308 0.169 1 Kalimantan Tengah 0.399 0.421 0.179 2 Kalimantan Selatan 0.647 0.221 0.132 1 Kalimantan Timur 0.243 0.640 0.117 2 Sulawesi Utara 0.452 0.403 0.145 1 Gorontalo 0.378 0.315 0.307 1 Sulawesi Tengah 0.409 0.442 0.148 2 Sulawesi Selatan 0.709 0.148 0.143 1 Sulawesi Barat 0.591 0.249 0.160 1 Sulawesi Tenggara 0.411 0.256 0.332 1 Maluku 0.226 0.596 0.178 2 Maluku Utara 0.412 0.413 0.176 2 Bali 0.209 0.298 0.493 3

Nusa Tenggara Barat 0.427 0.263 0.310 1

Nusa Tenggra Timur 0.326 0.249 0.425 3

Papua 0.691 0.197 0.113 1

(29)

17

Lampiran 7 Penggerombolan metode ward dan fuzzy c-means

Provinsi Ward FCM DKI Jakarta 1 3 Jawa Barat 1 3 Banten 1 3 Jawa Tengah 1 3 DI Yogyakarta 2 2 Jawa Timur 1 3 Aceh 2 2 Sumatera Utara 1 3 Sumatera Barat 3 2 Riau 1 3 Kepulauan Riau 2 2 Jambi 3 1 Sumatera Selatan 3 1 Bangka Belitung 3 1 Bangkulu 3 1 Lampung 3 1 Kalimantan Barat 3 1 Provinsi Ward FCM Kalimantan Tengah 2 2 Kalimantan Selatan 3 1 Kalimantan Timur 2 2 Sulawesi Utara 2 1 Gorontalo 3 1 Sulawesi Tengah 2 2 Sulawesi Selatan 3 1 Sulawesi Barat 3 1 Sulawesi Tenggara 3 1 Maluku 2 2 Maluku Utara 2 2 Bali 1 3

Nusa Tenggara Barat 3 1 Nusa Tenggra Timur 3 3

Papua 3 1

Gambar

Tabel 6 Nilai rata-rata indikator  tiap gerombol  metode fuzzy c-means

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti variabel bukti fisik, kehandalan, daya tanggap, empati dan jaminan

Kesalahan timbul dalam bentuk burst yaitu lebih dari satu bit terganggu dalam satu satuan waktu.Deteksi error dengan Redundansi, yaitu data tambahan yang tidak ada

Sebagian besar kelompok DM tipe 2 memiliki kadar GDP dan GD2PP yang tinggi yang dilakukan untuk melihat beda rerata skor MoCA-Ina Simpulan penelitian ini adalah rata

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN MASALAH KEPERAWATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo KARYA TULIS ILMIAH

Guru mata pelajaran biologi diharapkan mampu menerapkan pendekatan yang mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan membuat siswa lebih aktif sehingga hasil

Setiap organisasi selalu berusaha untuk mencapai tujuannya sehingga mereka harus berkonsentrasi pada beberapa aspek. Organisasi diharapkan untuk selalu menjaga tenaga

Persiapan paling awal yang dilakukan oleh mahasiswa praktikan adalah mengikuti kuliah pengajaran mikro. Dalam program ini, praktikan melakukan praktek mengajar dalam