• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. percepatan pembangunan dan akses antar wilayah di seluruh dunia. Keselamatan merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. percepatan pembangunan dan akses antar wilayah di seluruh dunia. Keselamatan merupakan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Industri penerbangan adalah salah satu industri global yang sangat berpengaruh kepada percepatan pembangunan dan akses antar wilayah di seluruh dunia. Keselamatan merupakan prioritas utama di dunia penerbangan. Dalam Pasal 1 ayat 48 Undang Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan, keselamatan penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.

Masalah keselamatan merupakan faktor utama setiap dunia penerbangan. Keselamatan ini bergantung pada berbagai faktor, baik kondisi pesawat, kondisi awak pesawat, infrastruktur, maupun faktor alam. Hal yang sering mendapatkan sorotan adalah faktor kondisi pesawat. Kondisi pesawat bergantung pada perawatan yang dilakukan. Sementara itu, perawatan yang diperlukan bergantung pada umur sebuah pesawat. Secara teoritis, umur suatu pesawat akan kembali menjadi nol setelah menjalani perawatan besar. Semakin tua suatu pesawat, biaya perawatan yang perlu dikeluarkan menjadi lebih tinggi pula. Selain itu, pesawat yang lebih tua memerlukan pemeriksaan yang lebih teliti. Penggunaan pesawat dengan umur kurang dari 5 tahun dapat menurunkan biaya perawatan hingga 60 persen dari pesawat berumur lebih dari 20 tahun. Biaya perawatan pesawat merupakan salah satu pos biaya yang cukup besar dalam operasional penerbangan, mencapai 12-20 persen. Dengan penghematan biaya perawatan tersebut, biaya operasional juga akan turun secara cukup signifikan.

(2)

Penggunaan pesawat yang lebih muda juga meningkatkan keselamatan penerbangan karena kondisinya relatif lebih baik. Sayangnya, kebanyakan pesawat yang saat ini digunakan oleh maskapai penerbangan domestik adalah pesawat yang sudah cukup berumur, bahkan banyak yang sudah beroperasi lebih dari 20 tahun. Soalnya, hampir semua maskapai tidak memiliki armada sendiri, tapi menyewa pesawat dari perusahaan lain yang biasanya sudah tua.

Beberapa tahun terakhir ini memang terjadi beberapa kecelakaan penerbangan di Indonesia yang disamping menelan korban jiwa juga harta benda yang tidak sedikit jumlahnya. Berdasarkan data statistik kecelakaan penerbangan yang terjadi, baik nasional maupun internasional, 80 persen kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia, sedangkan sisanya akibat faktor lain seperti mesin dan media. Lebih jauh dapat dijelaskan bahwa kecelakaan sering terjadi akibat kesalahan, kelalaian, kealpaan, dan keteledoran yang dilakukan oleh pelaku/operator yang bertugas menerbangkan dan memelihara serta mendukung kesiapan pesawat terbang. Faktor penyebab kecelakaan pesawat terbang dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, manusia merupakan unsur yang terlibat langsung dalam pengoperasian pesawat terbang, sehingga sangat mungkin sebagai penyebab terjadinya kecelakaan. Kedua, material/mesin merupakan gabungan dari berbagai unsur yang menyangkut peralatan, sarana, dukungan dan semua fasilitas yang terkait dengan pengoperasian penerbangan, termasuk pesawat terbang itu sendiri. Ketiga, media merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan ruang udara sebagai sarana dan lingkungan yang digunakan dalam pengoperasianpesawat terbang yang menyangkut cuaca, angin, iklim, awan dan semua aspek yang berkaitan dengan alam. Keempat, tindakan tak aman (unsafe action) dan kondisi tak aman (unsafe condition).

Bila kita melihat data kecelakaan penerbangan, penyebab utama dalam kecelakaan penerbangan adalah faktor manusia, maka sudah sewajarnya bagi kita menciptakan budaya

(3)

keselamatan pada industri penerbangan kita. Budaya keselamatan adalah sesuatu yang mesti diberdayakan bukan asal-asalan atau sekedar memenuhi persyaratan aturan, artinya harus ada komitmen dari pimpinan puncak hingga staf pelaksana yang ada di lapangan, mereka harus benar-benar menyadari pentingnya keselamatan penerbangan.

Departemen Perhubungan (Dephub) merupakan Kementerian Perhubungan dalam pemerintahan Indonesia yang membidangi urusan transportasi. Dephub dipimpin oleh seorang menteri perhubungan (Menhub). Tugas pokok Departemen Perhubungan adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi di bidang perhubungan udara.Sedangkan fungsi Departemen Perhubungan adalah:

1. Perumusan kebijakan Departemen Perhubungan di bidang angkutan udara, keselamatan penerbangan, sertifikasi kelaikan udara, teknik bandar udara, fasilitas elektronika dan listrik penerbangan.

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang angkutan udara, keselamatan penerbangan, sertifikasi kelaikan udara, tehnik bandar udara, fasilitas elektronik dan listrik penerbangan.

3. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang perhubungan udara. 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi.

5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

Departemen perhubungan terdiri dari 4 Direktorat Jenderal:

1. Direktorat Jenderal perhubungan darat 2. Direktorat Jenderal perhubungan laut

(4)

3. Direktorat Jenderal perhubungan udara 4. Direktorat Jenderal perkeretaapian

Visi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi udara yang andal, berdaya saing, dan memberikan nilai tambah. Penjelasan visi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara secara garis besar adalah:

1. ANDAL: Mempunyai keunggulan dan memenuhi aspek ketersediaan, ketepatan waktu, kelaikan, keselamatan dan keamanan dalam menyelenggarakan transportasi udara;

2. BERDAYA SAING: Efektif, efisien, berkualitas, ramah lingkungan, berkelanjutan, SDM yang profesional, mandiri dan produktif;

3. NILAI TAMBAH: Dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Sedangkan misi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara :

1. Memenuhi standar keamanan, keselamatan penerbangan dan pelayanan. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

2. Menyediakan sarana, prasarana dan jaringan transportasi udara yang andal, optimal dan terintegrasi.

3. Mewujudkan iklim usaha jasa transportasi udara yang kompetitif dan berkelanjutan (sustainable).

4. Mewujudkan kelembagaan yang efektif, efisien didukung oleh SDM yang profesional dan peraturan perundang-undangan yang komprehensif serta menjamin kepastian hukum).

Dalam rangka penentuan arah pembangunan transportasi udara, maka tujuan yang ingin dicapai dalam jangka panjang adalah sebagai berikut:

(5)

1. Terjaminnya kualitas pelayanan, kenyamanan, keselamatan, keamanan, dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan transportasi udara.

2. Terwujudnya pertumbuhan Sub Sektor Transportasi udara yang stabil sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan (sustainable growth )

3. Terwujudnya peningkatan perolehan devisa dari penyelenggaraan jasa transportasi udara, sehingga dapat ikut memberikan kontribusi terhadap pemantapan neraca pembayaran nasional.

4. Terwujudnya kontinuitas pelayanan jasa transportasi udara yang terjangkau ke seluruh pelosok tanah air, sehingga dapat ikut mendorong pemerataan pembangunan, kelancaran distribusi, stabilitas harga barang dan jasa, serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia .

5. Meningkatnya kualitas dan profesionalisme SDM Ditjen Perhubungan Udara bertaraf internasional dan terbentuknya kelembagaan yang optimal dan efektif sehingga dapat mendukung terwujudnya penyelenggaraan transportasi udara yang andal dan berdaya saing. 6. Sarana pendidikan bagi masyarakat untuk menghargai profesionalisme dan peningkatan

kualitas hidup manusia.

Di dalam Ditjen Hubud, keselamatan adalah prioritas utama pada semua kegiatan. Ditjen Hubud berkomitmen untuk menerapkan, mengembangkan dan meningkatkan strategi, aturan-aturan, regulasi, sistem dan semua proses untuk memastikan industri penerbangan Indonesia mencapai level yang paling tinggi dalam kinerja keselamatan dan sesuai dengan standar-standar ICAO (International Civil Aviation Organization). Komitmen Ditjen Hubud adalah untuk:

(6)

1. Membangun sebuah konsistensi sikap/kebiasaan yang mempunyai nilai dan mendukung manajemen keselamatan yang efektif dan penerapan just culture, termasuk kepatutan, pelaporan yang terbuka, menggalakkan saling berbagi informasi dan menyatakan setiap saat bahwa keselamatan berada pada posisi yang tinggi.

2. Menyampaikan dengan jelas kepada semua operator penerbangan, organisasi- organisasi dan orang-orang yang mempunyai tugas-tugas penting dalam keselamatan mengenai akuntabilitas dan tanggung jawab mereka.

3. Memastikan bahwa semua orang yang bekerja pada industri penerbangan mematuhi regulasi-regulasi dan cukup terlatih, mempunyai lisensi dan dibekali dengan informasi keselamatan yang dibutuhkan untuk memenuhi tanggung jawab mereka dalam keselamatan.

4. Menjalankan sebuah pendekatan sistem yang komprehensif pada manajemen keselamatan termasuk pembuat undang-undang dan aturan-aturan operasional tertentu, sebuah laporan keselamatan yang efektif dan sistem komunikasi,pengawasan pada risiko agar berada pada posisi serendah mungkin yang dapat dilakukan dan menyampaikan isu keselamatan dengan cepat dan efisien.

5. Menjalankan semua kegiatan pengawasan baik yang berbasis kinerja maupun yang berorientasi kepatuhan pada aturan, didukung oleh hasil analisa dan alokasi sumber daya yang diutamakan berdasarkan risiko keselamatan untuk memastikan level pengawasan disesuaikan dengan risiko-risiko yang ada, dan

6. Secara terus menerus meningkatkan performa keselamatan industri melalui pembentukan dan pengukuran performa keselamatan terhadap tujuan dan target- target yang realistis, menggunakan tren dan data internasional untuk menandai prioritas tindakan, meningkatkan

(7)

dan mengajari industri tentang konsep manajemen keselamatan dan bekerja sama dengan industri untuk mencari solusi yang efektif dalam menangani masalah keselamatan

Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna fungsi pemerintahan serta pelayanan kepada masyarakat pada beberapa bandar udara yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Kebandarudaraan, maka berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.41 tahun 2011, dibentuklah Kantor Otoritas Bandar Udara. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 41 tahun 2011 pasal 1 ayat 1, Kantor Otoritas Bandar Udara adalah unit pelaksana teknis dilingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan yang berada dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Kantor Otoritas Bandar Udara mempunyai tugas pelaksanaan pengaturan, pengendalian, dan pengawasan penggunaan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) dan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) serta Daerah Lingkungan Kepentingan Bandar Udara (DLKP); sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peranan Kantor Otoritas Bandar Udara dalam Pengawasan Keselamatan Penerbangan (Studi Pada Kantor Otoritas Bandar Udara Internasional Wilayah II Kualanamu Deli Serdang)”.

1.2 Perumusan Masalah

Untuk memudahkan penelitian ini agar memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta, maka terlebih dahulu dirumuskan masalah yang akan diteliti. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah yang dikemukakan

(8)

adalah “Bagaimana Peranan Kantor Otoritas Bandar Udara Kualanamu Wilayah II Deli Serdang dalam Pengawasan Keselamatan Penerbangan?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peranan Kantor Otoritas Bandar Udara KualaNamu Wilayah II Deli Serdang dalam pengawasan keselamatan penerbangan.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Kantor Otoritas Bandar Udara KualaNamu Wilayah II Deli Serdang dalam menjalankan perannya.

1.4 Manfaaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah:

1. Secara subjektif

Penelitian diharapkan bermanfaat untuk melatih, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metodologi penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam memperkaya khazana ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai peranan Kantor Otoritas Bandar Udara dalam pengawasan keselamatan penerbangan.

2. Secara praktis

Penelitian ini menjadi sumbangan pemikiran bagi instansi terkait mengenai peran Kantor Otoritas Bandar Udara dan pengawasan keselamatan penerbangan. Penelitian ini juga

(9)

diharapakan dapat dijadikan referensi untuk mengambil kebijakan yang mengarahkan kepada kemajuan institusi.

3. Secara akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.

1.5 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian. Setelah masalah penelitian dirumuskan maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian.

1.5.1 Pengertian, Tujuan Dan Manfaat Pelayanan Prima 1.5.1.1Pelayanan

Secara etimologis, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Dahlan, dkk., 1995:646) menyatakan pelayanan ialah ”usaha melayani kebutuhan orang lain”. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Sejalan dengan hal tersebut, Normann (1991:14) menyatakan karakteristik pelayanan sebagai berikut:

a.Pelayanan bersifat tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi.

(10)

b.Pelayanan pada kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang bersifat tindakan sosial.

c.Kegiatan produksi dan konsumsi dalam pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya terjadi dalam waktu dan tempat bersamaan.

Karakteristik tersebut dapat menjadi dasar pemberian pelayanan terbaik. Pengertian lebih luas disampaikan Daviddow dan Uttal (dalam Sutopo dan Suryanto, 2003:9) bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan.

Pelayanan publik yang dimaksud dalam Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 (Menpan, 2003:2) adalah ”segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Sejalan dengan Rancangan Undang Undang Pelayanan Publik (Republik Indonesia, 2007:2) memaknai bahwa ”pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.”

Ada tiga fungsi pelayanan umum (publik) yang dilakukan pemerintah yaitu

environmental service, development service dan protective service. Pelayanan oleh

pemerintah juga dibedakan berdasarkan siapa yang menikmati atau menerima dampak layanan baik individu maupun kelompok. Konsep barang layanan pada dasarnya terdiri dari barang layanan privat (private goods) dan barang layanan kolektif (public goods). (buat sumbernya )

(11)

1.5.1.2 Pelayanan Prima

Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah excellent service, yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan.

Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Agenda perilaku pelayanan sektor publik (SESPANAS LAN dalam Nurhasyim, 2004:16) menyatakan bahwa pelayanan prima adalah:

a.Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan atau pengguna jasa. b.Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan.

c.Pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan standar.Sedangkan yang belum ada standar pelayanan yang terbaik

dapat diberikan pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal.

d.Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas; masyarakat eksternal dan internal. Sejalan dengan hal itu pelayanan prima juga diharapkan dapat memotivasi pemberi layanan lain melakukan tugasnya dengan kompeten dan rajin. Excellent

Service in the Civil Service refers to service discharged by a civil servant that exceeds the requirements of normal responsibilities for the post in terms of quality or output. The service is exemplary and motivates other civil servants to discharge their duties diligently and competently. Pelayanan umum dapat diartikan

(12)

melalui tahapan, prosedur, persyaratan-persyaratan, waktu dan pembiayaan yang dilakukan secara transparan untuk mencapai kepuasan sebagaimana visi yang telah ditetapkan dalam organisasi.

Pelayanan Prima sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan/masyarakat memerlukan persyaratan bahwa setiap pemberi layanan yang memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.

1.5.1.3 Standar Pelayanan

Standar pelayanan merupakan ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik. Standar pelayanan mengandung baku mutu pelayanan. Pengertian mutu menurut Goetsch dan Davis (Sutopo dan Suryanto 2003:10) merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya.

Dalam teori pelayanan publik, pelayanan prima dapat diwujudkan jika ada standar pelayanan minimal (SPM). SPM adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari penyelenggara negara kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas.

Dalam Rancangan Undang Undang Pelayanan Publik (Republik Indonesia, 2007:7) standar pelayanan ini setidaknya-tidaknya berisi tentang: dasar hukum, persyaratan, prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, produk

(13)

pelayanan, sarana dan prasarana, kompetensi petugas pemberi pelayanan, pengawasan intern, penanganan pengaduan, saran dan masukan dan jaminan pelayanan.

Jika suatu instansi belum memiliki standar pelayanan, maka pelayanan disebut prima jika mampu memuaskan pelanggan atau sesuai harapan pelanggan. Instansi yang belum memiliki standar pelayanan perlu menyusun standar pelayanan sesuai tugas dan fungsinya agar tingkat keprimaan pelayanan dapat diukur. Kepuasan masyarakat ini merupakan salah satu ukuran berkualitas atau tidaknya pelayanan publik yang diberikan oleh aparat birokrasi pemerintah. Bersandarkan pada SPM ini, seharusnya pelayanan publik yang diberikan (pelayanan prima) oleh birokrasi pemerintah memiliki ciri sebagaimana dirumuskan dalam kebijakan strategis melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Nomor 63/Kep/M.PAN/7/2003 (Menpan, 2003:2) tentang Pedoman Umum Penyelenggaraaan Pelayanan Publik yang meliputi Kesederhanaan, Kejelasan, Kepastian Waktu, Akurasi, Keamanan, Tanggung Jawab, Kelengkapan Sarana dan Prasarana, Kemudahan Akses, Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan serta Kenyamanan. Inilah potret pelayanan publik dambaan setiap warga masyarakat Indonesia setelah munculnya gerakan reformasi 1998.

1.5.1.4 Barang Layanan

Barang layanan dapat dibagi menjadi empat kelompok (Savas dalam Sutopo dan Suryanto, 1987:10-12), yaitu:

a.Barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan individu yang bersifat pribadi. Barang privat (private goods) ini tidak ada konsep tentang penyediaannya,

(14)

hukum permintaan dan penawaran sangat tergantung pada pasar, produsen akan memproduksi sesuai kebutuhan masyarakat dan bersifat terbuka. Penyediaan barang layanan yang bersifat barang privat ini dapat mengikuti hukum pasar, namun jika pasar mengalami kegagalan dan demi kesejahteraan publik, maka pemerintah dapat melakukan intervensi.

b.Barang yang digunakan bersama-sama dengan membayar biaya penggunaan (toll

goods). Penyediaan toll goods dapat mengikuti hukum pasar di mana produsen akan

menyediakan permintaan terhadap barang tersebut. Barang seperti ini hampir sama seperti barang privat. Penyediaan barang ini di beberapa negara dilakukan oleh negara sehingga merupakan barang privat yang dikonsumsi secara bersama-sama. c.Barang yang digunakan secara bersama-sama (collective goods). Penyediaannya tidak dapat dilakukan melalui mekanisme pasar. Barang ini digunakan secara terus-menerus, bersama-sama dan sulit diukur tingkat pemakaiannya bagi tiap individu sehingga penyediaannya dilakukan secara kolektif yaitu dengan membayar pajak. d.Barang yang digunakan dan dimiliki umum (common pool goods). Penyediaan dan pengaturan barang ini dilakukan oleh pemerintah karena pengguna tidak bersedia membayar untuk penggunaannya.

Keempat jenis barang di atas dalam kenyataannya sulit dibedakan karena setiap barang tidak murni tergolong ke dalam karakteristik suatu jenis barang secara tegas.

Barang yang bersifat publik murni (pure public goods) biasanya memiliki tiga karakteristik (Olson dan Rachbini dalam Sutopo dan Suryanto, 2003:12):

(15)

a.Penggunaannya tidak dimediasi oleh transaksi bersaing (non rivalry) sebagaimana barang ekonomi biasa;

b.Tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian (non-excludability);

c.Individu yang menikmati barang tersebut tidak dapat dibagi yang artinya digunakan secara individu (indisible).

1.5.1.5 Proses Pelayanan

Pelayanan merupakan suatu proses. Proses tersebut menghasilkan suatu produk yang berupa pelayanan kemudian diberikan kepada pelanggan. Pelayanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok (Gonroos dalam Sutopo dan Suryanto, 2003:13):

a.Core service

Core service adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sebagai produk

utamanya. Misalnya untuk hotel berupa penyediaan kamar. Perusahaan dapat memiliki beberapa core service,misalnya perusahaan penerbangan menawarkan penerbangan dalam negeri dan luar negeri.

b.Facilitating service

Facilitating service adalah fasilitas pelayanan tambahan kepada pelanggan.

Misalnya pelayanan check in dalam penerbangan. Facilitating servicemerupakan pelayanan tambahan yang wajib.

c.Supporting service

Supporting service adalah pelayanan tambahan untuk meningkatkan nilai pelayanan

(16)

Janji pelayanan (service offering) merupakan suatu proses yaitu interaksi antara pembeli (pelanggan) dan penjual (penyedia layanan). Pelayanan meliputi berbagai bentuk. Pelayanan perlu ditawarkan agar dikenal dan menarik perhatian pelanggan. Pelayanan yang ditawarkan merupakan “janji” dari pemberi layanan kepada pelanggan yang wajib diketahui agar pelanggan puas.

1.5.2 Pengawasan Keselamatan Penerbangan

1.5.2.1 Defenisi Pengawasan

Henry Fayol dalam Harahap (2001:10), pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari.

Menurut M. Manulang (2002:173), pengawasan adalah suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.

Selanjutnya Herujito (2001:242), pengawasan ialah mengamati dan mengalokasikan dengan tepat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

Kadarman dan Udayana (2001:159), pengawasan adalah suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan kinerja standar pada rencana untuk merancang sistem umpan balik informasi untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan dan mengukur signifkasi penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya yang telah

(17)

digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan organisasi. Pengawasan sangat penting dalam suatu organisasi dan tidak dapat diabaikan, karena pengawasan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk menjamin pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana kerja yang telah ditentukan sebelumnya.

Adapun tujuan pengawasan menurut Manila (1996:33) adalah:

1. Menjamin kecepatan pelaksanaan agar sesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan perintah

2. Menertibkan koordinasi kegiatan-kegiatan

3. Mencegah penyelewengan-penyelewengan dan penyalahgunaan serta pemborosan

4. Memupuk kepercayaan masyarakat sasaran dan sarana pengawasan

1.5.2.2 Sasaran Pengawasan

Pengawasan dimaksudkan untuk mencegah ataupun untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dan penyelesaian lainnya yang tidak sesuai dengan tugas danwewenang yang telah ditentukan. Bedasarkan ilustrasi tersebut maka sasaran pengawasan tersebut menurut Handayadiningrat (1991:144) dapat dirinci sebagai berikut:

a.Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pimpinan yang diserahi tugas dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaan.

(18)

b.Mendidik para pegawai agar mereka melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.

c.Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, kalainan dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan.

d.Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan, agar pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami hambatan-hambatan dan pemborosan.

e.Melalui pengawasan tugas-tugas yang telah ditentukan sungguh-sungguh dilaksanakan sesuai pola-pola yang telah digariskan dalam rencana.

1.5.2.3 Sarana Pengawasan

Betapapun setiap pengawas bertekad untuk melaksanakan pengawasan secara berdayaguna, namun tanpa diperhatikan sarana pengawasan dapat menyebabkan pengawasan terkendala. Sarana merupakan pedoman yang harus diperhatikan oleh pimpinan organisasi di dalam menggerakkan aktivitas organisasi.

Dengan adanya sarana pengawasan diharapkan penyimpangan, pemborosan dan penyelewengan dalam organisasi dapat dihindarkan. Sarana pengawas telah menjadikan tugas, fungsi dan tanggung jawab personil jelas dan terarah sehingga tumpang tindih dalam pekerjaan dapat dihindarkan.

Adapun sarana pengawasan itu yakni, adanya struktur organisasi yang jelas, pelaksanaan yang bijak, perencanaan kerja yang telah tersusun, prosedur kerja, pencatatan dan hasil kerja, serta pembinaan personil. Disamping sarana pengawasan

(19)

terdapat juga unsur-unsur pengawasan, yang mana unsure-unsur tersebut harus dilalui oleh setiap pengawasan didalam melakukan pengawasan.

1.5.3 Peran Kantor Otoritas Bandar Udara

1.5.3.1 Defenisi Peran

Peran merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya maka ia telah menjalankan peranannya. Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau status. Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan dan sebaliknya kedudukan tidak berfungsi tanpa peran (Soekanto, 2001:212).

Peranan merupakan sebuah landasan persepsi yang digunakan setiap orang yang berinteraksi dalam suatu kelompok/organisasi untuk melakukan suatu kegiatan mengenai tugas dan kewajibannya. Dalam kenyataannya, mungkin jelas dan mungkin juga tidak begitu jelas. Tingkat kejelasan ini akan menentukan pula tingkat kejelasan peranan seseorang.

1.5.3.2 Urgensi Kantor Otoritas Bandar Udara

Kantor Otoritas Bandar Udara diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelas, terdiri dari:

a.Kantor Otoritas Bandar Udara Kelas Utama, sebanyak 1 lokasi yaitu Kantor Otoritas Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta (Jakarta).

(20)

b.Kantor Otoritas Bandar Udara Kelas I, sebanyak 4 lokasi yaitu Kantor Otoritas Bandar Udara KualaNamu (Deli Serdang), Kantor Otoritas Bandar Udara Juanda (Surabaya), Kantor Otoritas Bandar Udara Ngurah Rai (Denpasar) dan Kantor Otoritas Bandar Udara Hasanuddin (Makassar).

c.Kantor Otoritas Bandar Udara Kelas II, sebanyak 5 lokasi yaitu Kantor Otoritas Bandar Udara Minangkabau, Kantor Otoritas Bandar Udara Merauke, Kantor Otoritas Bandar Udara, Kantor Otoritas Bandar Udara Manokwari, Balikpapan dan Kantor Otoritas Bandar Udara Sam Ratulangi.

1.5.3.3 Tugas, Fungsi dan Wewenang

Dalam pasal 2 Keputusan Menteri Perhubungan No KM . 41 tahun 2011, Kantor Otoritas Bandar Udara mempunyai tugas penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian di bidang keamanan, keselamatan dan kelancaran penerbangan serta keamanan dan ketertiban di bandar udara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, Kantor Otoritas Bandar Udara menyelenggarakan fungsi:

a. Pelaksanaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan terhadap keselamatan, keamanan, kelancaran serta kenyamanan, penerbangan di Bandar udara.

b. Pelaksanaan koordinasi kegiatan pemerintahan di Bandar udara.

c. Pelaksanaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidang fasilitas, pelayanan dan pengoperasian Bandar udara.

(21)

d. Pelaksanaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan penggunaan lahan daratan dan/atau perairan Bandar udara sesuai dengan rencana induk Bandar udara.

e. Pelaksanaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan penggunaan kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP) dan daerah lingkungan kerja (DLKr) serta daerah lingkungan kepentingan Bandar udara (DLKp).

f. Pelaksanaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan pelaksaan standar kinerja operasional pelayanan Bandar udara, angkutan udara, keamanan penerbangan, pesawat udara dan navigasi penerbangan.

g. Pelaksanaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pelestarian lingkungan Bandar udara.

h. Pelaksanaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidang angkutan udara, kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara di Bandar udara, pelaksanaan ketentuan mengenai organisasi perawatan pesawat udara, serta sertifikat kompetensi dan lisensi personel pengoprasian pesawat udara.

i. Pemberian sertifikat kelaikudaraan standar lanjutan (continous airworthiness

certificate)untuk pesawat udara bukan kategori transport (non transport category) atau bukan niaga (non commercial).

j. Pelaksanaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidang keamanan penerbangan dan pelayanan darurat di Bandar udara.

k. Pelaksanaan urusan administrasi dan kerumahtanggaan kantor otoritas Bandar udara.

(22)

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, Kantor Otoritas Bandar Udara mempunyai kewenangan:

a. Menentukan penutupan atau perpanjangan jam operasi bandar udara dan penggunaan atau penutupan sebagian fasilitas pokok sisi udara untuk dioperasikan dalam keadaan tertentu.

b. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap setiap personil (bersertifikat), meliputi: (1) Petugas pemandu lalu lintas udara; (2) Petugas bantu operasi penerbangan; (3) Petugas penerangan/informasi aeronautika; (4) Petugas teknisi fasilitas elektronika dan listrik; (5) Petugas pengatur pergerakan pesawat udara di apron (apron movement control/AMC); (6) Petugas pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadam kebakaran (PKP-PK); (7) Petugas salvage; (8) Petugas pengamanan bandar udara; (9) Petugas pengamanan operator penerbangan; (10) Petugas pasasi.

c. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap fasilitas dan peralatan bandar udara.

d. Mengawasi pergerakan orang dan kendaraan di daerah terbatas (non public

area/NPA dan restricted public area/RPA) di bandar udara, yang meliputi: (1)

Pemberian izin masuk kepada orang atau kendaraan (PAS) yang akan melakukan kegiatan di daerah terbatas NPA dan RPA di bandar udara; (2) Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas keamanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara bandar udara dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap penumpang, bagasi dan jinjingan, pos, kargo, personil, petugas, pegawai yang akan melakukan aktivitas di

(23)

daerah terbatas NPA dan RPA dan tempat-tempat khusus di bandar udara; (3) Pemberian tanda izin mengemudi kendaraan yang beroperasi di sisi udara; (4) Pengawasan terhadap petugas yang mengoperasikan kendaraan yang beroperasi di sisi udara; (5) Pengawasan terhadap kendaraan yang beroperasi di sisi udara; (6) Pemberian izin khusus (dalam keadaan tertentu) terhadap kendaraan yang bukan kendaraan khusus sisi udara ke sisi udara; (7) Pengawasan terhadap kendaraan yang diberi izin khusus akan ke dan dari sisi udara.

e. Sebagai penanggung jawab terhadap pengamanan pesawat udara yang mengalami kecelakaan (accident) dan kejadian (incident) untuk diambil tindakan lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku meliputi: (1) Melaporkan kecelakaan (accident) dan (incident) kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara, untuk ditindaklanjuti; (2) Mencegah terjadinya tindakan yang dapat mengubah letak pesawat udara, merusak dan/atau mengambil barang-barang dari pesawat udara yang mengalami kecelakaan (accident); (3) Mengambil tindakan awal terhadap kecelakaan (accident) dan kejadian (incident) pesawat udara.

f. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan sistem pengamanan dan pelayanan bandar udara yang meliputi pengamanan personil, pengamanan fisik materil, pengamanan informasi dan pengamanan kegiatan, serta melaksanakan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan unsur-unsur pengamanan yang bertugas di bandar udara dalam kondisi normal (situasi hijau).

g. Sebagai koordinator, pemegang komando dan pengendali keamanan dan ketertiban dalam menghadapi ancaman (situasi kuning) dan meningkatkan

(24)

pelaksanaan sistem pengamanan bandar udara, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan dan segera memberitahukan kepada aparat POLRI setempat.

h. Pengawasan pelaksanaan keamanan dan ketertiban di daerah lingkungan kerja bandar dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

i. Mengkoordinasikan penyusunan dan melaksanakan program pengamanan bandar udara bersama-sama dengan pelaksanaan kegiatan di bandar udara.

j. Sebagai penanggung jawab atas terlaksananya program pengamanan bandar udara.

k. Mengamankan sementara terhadap pelaku tindak pidana di daerah lingkungan kerja bandar udara, guna proses lebih lanjut oleh instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat.

l. Mengawasi pelaksanaan ketentuan Rencana Induk Bandar Udara di wilayah kewenangannya.

m. Mengawasi pelaksanaan ketentuan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di sekitar bandar udara di wilayah kewenangannya.

n.Mengawasi pelaksanaan ketentuan Kawasan Kebisingan di sekitar bandar udara di wilayah kewenangannya.

o. Mengawasi pelaksanaan ketentuan Daerah Lingkungan Kerja bandar udara di wilayah kewenangannya.

(25)

p. Mengawasi pelaksanaan ketentuan Dampak Lingkungan di wilayah kewenangannya.

q. Memberikan rekomendasi pembangunan di dalam Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan.

r. Mengawasi izin terbang (flight approval) terhadap kegiatan angkutan udara.

s. Mengawasi pelaksanan rute penerbangan oleh perusahaan angkutan udara nasional.

t.Mengawasi penggunaan hak angkut (traffic rights) oleh perusahaan angkutan udara asing.

u. Mengawasi pelayanan jasa bandar udara dan jasa angkutan udara, sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

v. Melaksanakan pemeriksaan dokumen dan kelengkapan untuk pesawat udara yang beregistrasi Indonesia, meliputi: (1) Dokumen sertifikasi pendaftaran, (2) Dokumen sertifikasi kelaikan udara,(3) Dokumen izin radio (radio permit), (4) Dokumen asuransi pihak ketiga, (5) Dokumen sertifikat kecakapan pilot dan personil kabin, (6) Daftar pemerikasaan ruang kemudi (cockpit checklist), (7) Kapasitas (load

sheet) termasuk daftar penumpang (manifest), (8) Catatan perawatan pesawat udara

(aircraft maintenance log), (9) Buku pedoman penerbangan pesawat udara (aircraft

(26)

Kantor Otoritas Bandar Udara Kelas 1 terdiri dari:

a. Bagian Tata Usaha

b. Bidang pelayanan dan pengoprasian Bandar Udara

c. Bidang Keamanan dan Angkutan Udara

d. Bidang Inspektur Penerbangan

e. Kelompok Jabatan Fungsional

1.5.4 Defenisi Keselamatan Penerbangan

Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.

Penerbangan merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang mempunyai karakteristik mampu bergerak dalam waktu cepat, menggunakan teknologi tinggi, padat modal, manajemen yang andal, serta memerlukan jaminan keselamatan dan keamanan yang optimal, perlu dikembangkan potensi dan peranannya yang efektif dan efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis.

Keselamatan penerbangan adalah hal-hal yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan penerbangan, investigasi, kecelakaan penerbangan dan pencegahan terjadinya kecelakaan penerbagan melalui pembuatan peraturan pendidikan dan

(27)

pelatihan. Pada penerbangan baik militer maupun sipil, keselamatan penebagan dilakukan oleh pemerintah.

Pada pasal 1 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001, keselamatan penerbangan adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan penerbangan yang lancar sesuai dengan prosedur operasi dan persyaratan kelaikan teknis terhadap sarana dan prasarana penerbangan beserta penunjangnya.

Dalam Pasal 1 ayat 48 Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 tahun 2009, keselamatan penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.

1.5.4.1 Pengawasan Keselamatan Penerbangan

Pada ayat 2 Pasal 312 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, pengawasan keselamatan penerbangan merupakan kegiatan pengawasan berkelanjutan untuk melihat pemenuhan peraturan keselamatan penerbangan yang dilaksanakan oleh penyedia jasa penerbangan dan pemangku kepentingan lainnya yang meliputi audit, inspeksi, pengamatan (surveillance) dan pemantauan (monitoring).

1. Audit, adalah pemeriksaan yang terjadwal, sistematis, dan mendalam, terhadap prosedur, fasilitas, personil dan dokumentasi organisasi penyedia jasa penerbangan untuk melihat tingkat kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku.Direktorat Jenderal Perhubungan Udara melaksanakan audit yang mengkombinasikan pendekatan produk dan sistem yang terdiri dari:

(28)

a.Audit terjadwal, yaitu audit berdasarkan siklus kalender.

b.Audit tidak terjadwal, yaitu audit berdasarkan kejadian, dilaksanakan pada saat inspektur berada di lokasi atau program audit yang harus dijalankan.

c.Audit berbasis resiko, yaitu audit berdasarkan profil risiko penyedia jasa penerbangan yang mengindikasikan penyedia jasa penerbangan mengelola resikonya dengan baik. Pemerintah dapat melakukan audit berbasis resiko sewaktu-waktu atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Audit berbasis resiko dapat menjadi audit lanjutan dari audit terjadwal apabila pada penyedia jasa penerbangan ditemukan adanya kelemahan pada aspek keselamatan penerbangan.

Ketiga audit di atas dilakukan secara terbuka atau rahasia dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal.

2. Inspeksi, adalah pemeriksaan sederhana terhadap pemenuhan standar suatu produk akhir objek tertentu petunjuk pelaksanaan inspeksi diatur lebih lanjut oleh keputusan Direktur Jenderal.

3. Pengamatan (surveillance), adalah kegiatan penelusuran yang mendalam atas bagian tertentu dari prosedur, fasilitas, personel dan dokumentasi organisasi penyedia jasa penerbangan untuk melihat tingkat kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Aktivitas utama untuk memastikan keselamatan penerbangan nasional yang berkesinambungan pada penyedia jasa penerbangan, berupa:

(29)

a. Produk (pemeriksaan pekerjaan perorangan, aktivitas, atau proses), atau

b. Sistem (pemeriksaan proses menyeluruh pada perusahan dan sistem).

4. Pemantauan (monitoring), adalah kegiatan evaluasi terhadap data, laporan dan informasi untuk mengetahui kecenderungan kinerja keselamatan penerbangan. Petunjuk pelaksanaan pemantauan diatur lebih lanjut oleh keputusan Direktur Jenderal.

1.6 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak, kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.

Untuk memberikan batasan yang jelas mengenai penelitian ini, penulis mendefenisikan konsep-konsep yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Peran Kantor Otoritas Bandar Udara Kantor Otoritas Bandar Udara mempunyai tugas pelaksanaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan penggunaan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) dan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) serta Daerah Lingkungan Kepentingan Bandar Udara (DLKP) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pengawasan Keselamatan Penerbangan Pengawasan merupakan upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari. Keselamatan penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya

(30)

persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Pengawasan Keselamatan Penerbangan merupakan kegiatan pengawasan berkelanjutan untuk melihat pemenuhan peraturan keselamatan penerbangan yang dilaksanakan oleh penyedia jasa penerbangan dan pemangku kepentingan lainnya.

1.7 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah sebagai petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau suatu informasi ilmiah yang membantu penelitian sehinggga dari informasi tersebut diketahui bagaimana caranya mengukur variabel penelitian tersebut.

Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Peran Kantor Otoritas Bandar Udara dengan indikator sebagai berikut:

a. Fungsi Kantor Otoritas Bandar Udara KNIA dalam mengawasi dan mengendalikan semua kegiatan kebandarudaraan yang menjadi wewenangnya.

b. Tugas Pokok Kantor Otoritas Bandar Udara KNIA dalam menyelenggarakan tugas pelaksanaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan penggunaan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) dan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) serta Daerah Lingkungan Kepentingan Bandar Udara (DLKP) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Wewenang Kantor Otoritas Bandar Udara KNIA dalam melaksanakan fungsi dan tugas pokoknya.

(31)

2. Pengawasan Keselamatan Penerbangan Adapun indikator yang digunakan dalam konsep keselamatan penerbangan terdapat dalam pasal 312 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, yang meliputi audit, inspeksi, pengamatan (surveillance), dan pengamatan (monitoring) yang lebih lanjut di jelaskan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2010.

a. Audit, adalah pemeriksaan yang terjadwal, sistematis, dan mendalam, terhadap prosedur, fasilitas, personel dan dokumentasi organisasi penyedia jasa penerbangan untuk melihat tingkat kepatuhan terhadap ketentuan dan peratran yang berlaku.

b. Inspeksi, adalah pemeriksaan sederhana terhadap pemenuhan standar suatu produk akhir objek tertentu petunjuk pelaksanaan inspeksi diatur lebih lanjut oleh keputusan Direktur Jenderal.

c. Pengamatan (surveillance), adalah kegiatan penelusuran yang mendalam atas bagian tertentu dari prosedur, fasilitas, personel dan dokumentasi organisasi penyedia jasa penerbangan untuk melihat tingkat kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku.

d. Pemantauan (monitoring), adalah kegiatan evaluasi terhadap data, laporan, dan informasi untuk mengetahui keenderungan kinerja keselamatan penerbangan. Petunjuk pelaksanaan pemantauan diatur lebih lanjut oleh keputusan Direktur Jenderal perhubungan udara.

(32)

1.8 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan yang disusun dalam rangka memaparkan segala keseluruhan hasil penelitian ini secara singkat dapat diketahui sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB III: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian.

BAB IV: PENYAJIAN DATA

Bab ini berisi hasil wawancara dari berbagai informan yang telah di kumpul dalam bentuk data yang akan dianalisis oleh penulis.

BAB V: ANALISA DATA

Bab ini berisi tentang uraian data-data yang akan diperoleh setelah melaksanakan penelitian.

(33)

Bab ini memuat kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pembahasan dan perancangan Model Balanced Scorecard IBI Darmajaya yang telah dikemukakan, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1)

Berapa selisih antara kendaraan roda empat yang melaju ke arah kiri dengan ke arah kanan.. Apakah perempatan yang kalian amati perlu diberi lampu

Hasil-hasil studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan petani melalui penerapan diversifikasi usahatani kelapa, secara vertikal dengan memproduksi gula

Unjuk kerja Unjuk kerja Unjuk kerja Tes identifikasi Uji prosedur Tes identifikasi  tunjukkanlah salah satu dari berbagai ragam piranti lunak yang termasuk dalam kelompok pengolah

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Pemaparan latar belakang diatas, bisa diketahui bahwa ruang lingkup pembahasan tentang berbuat baik kepada orang-orang lemah dalam Kitab Abu Dawud no indeks 2594 meliputi

kontradiktif tentang berjalan di depan orang salat dalam Sunan Abi@ Da>wud no. Sedangkan metode yang digunakan deskriptif guna untuk. melukiskan fakta dan data yang ada.