• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan penyakit trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa ( American

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan penyakit trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa ( American"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Intensif Care Unit (ICU) 1. Definisi

Ruang rawat di RS dengan staf & perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien dengan penyakit trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa ( American Journal Of Critical Care, 2011).

Ruang rawat di RS dengan staf & perlengkapan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh karena kegagalan/ disfungsi suatu organ atau ganda akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidup reversible (Goran, S.F. 2010 ).

Merupakan unit yang merawat pasien dengan penyakit kritis yang mengalami kegagalan akut satu atau lebih organ vital yang mengancam jiwa dalam waktu dekat dan pasien dengan post operasi mayor yang memerlukan propilaksis monitoring ketat dan peralatan khusus (University of California Davis Health System,2009).

Dari definisi yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa ICU tidak terbatas hanya untuk menangani pasien pasca-bedah saja tetapi juga meliputi berbagai penyakit yang mengalami lebih dari satu disfungsi/gagal organ.

(2)

2. Standar Minimun Pelayanan ICU

Tingkat pelayanan ICU harus disesuaikan dengan kelas rumah sakit. Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah dan macam pasien yang dirawat.

Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut : a. Resusitasi jantung paru

b. Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator c. Terapi oksigen

d. Pemantauan EKG, Pulse Oksimetri terus menerus e. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral

f. Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh g. Pelaksanaan terapi secara titrasi

h. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien i. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama

transportasi pasien-pasien yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia gawat.

j. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien k. Kemampuan melakukan fisioterapi

3. Klasifikasi atau Stratifikasi Pelayanan ICU a. Pelayanan ICU Primer (standar minimal)

Pelayanan ICU primer mampu memberikan pengelolaan rerusitasi segera untuk pasien sakit gawat, pemantauan kardio respirasi jangka pendek dan mempunyai perang penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada

(3)

pasien medik atau bedah yang beresiko. Dalam ICU dilakukan ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler selama beberapa jam.

Kekhususan yang harus dimiliki :

1) Ruangan tersendiri letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat / IGD dan ruang darurat dan ruang perawatan lainya.

2) Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.

3) Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala.

4) Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung paru.

5) Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat.

6) Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.

7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu (Hb. Hematokrit, elektrolit, gula darah dan trombosit), radiologi, kemudahan diagnostik dan fisioterapi.

b. Pelayanan ICU Sekunder

Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskuler dan lain-lainnya. ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama melakukan dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu komplrks.

(4)

Kekhususan yang harus dimiliki :

1) Ruangan ICU letaknya dekat dengan kamar bedah, IGD dan ruang perawatan lain.

2) Memiliki ketentuan / kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan. 3) Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila

diperlukan.

4) Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan ICU yang bertanggung jawab secara keseluruhan.

5) Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.

6) Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.

7) Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis berapa lama dan dalam batae tertentu melakukan pemantauan invasive dan usaha-usaha penunjang hidup.

8) Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan

diagnostik dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam. 9) Memiliki ruangan isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.

c. Pelayanan ICU Tersier / Tertinggi

Merupakan klasifikasi tipe Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan / bantuan hidup multi-sistim yang kompleks dalam jangka waktu yang terbatas. ICU ini melakukan ventilasi mekanis pelayanan dukungan / bantuan renal

(5)

ekstrakorporal dan pemantuan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik.

Kekhususan yang harus dimiliki :

1) Memiliki ruangan khusus tersendiri didalam rumah sakit 2) Memiliki krieteria penderita masuk, keluar dan rujukan.

3) Memiliki dokter spesialis yang di butuhkan dan dapat dihubungi, dating setiap saat diperlukan.

4) Dikelolah seorang ahli anestesiologi atau dokter ahli konsultan intensive care yang lainyang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang mampu memberikan bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut. 5) Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien :

perawat sama dengan 1:! Untuk pasien dengan ventilator. Renal replacement therapy dan untuk kasus-kasus lainnya

6) Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.

7) Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan / terapi intensif baik non invasive maupun invasive.

8) Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan / terapi intensif baik non-invasif maupun invasive.

9) Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.

10) Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga medik dan para medic agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.

(6)

4. Kriteria Masuk ICU

Kriteria masuk ICU menurut prioritas, yaitu : a. Pasien Prioritas Satu.

Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis tidak stabil yang memerlukan terapi intensifdan tertitrasi, contoh :

1) Pasien paska bedah cardiotorasik 2) Pasien sepsis berat

3) pasien dengan gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa yang mana terapi pada priorotas 1 ini tidak memiliki batasan.

b. Pasien Prioritas Dua

Pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, contoh :

1) Pasien gagal jantung dan paru 2) Pasien gagal ginjal akut

3) Pasien paska pembedahan mayor c. Pasien Prioritas Tiga

Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis yang tidak stabil status kesehatannya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya secara sendirian maupun kombinasi. Adapun kemungkinan sembuh atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil, contoh :

1) Pasien dengan keganasan metastatik dengan penyulit infeksi

2) Pasien pericardial tamponady

3) Pasien dengan sumbatan jalan napas

(7)

Dengan pertimbangan luar biasa dan atas persetujuan kepala ICU indikasi masuk pada beberapa pasien bisa dikecualikan dengan catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian sewatu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien-pasien dengan prioritas 1,2,3, contoh:

1) Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan

hidup yang agresif dan hanya demi “ perawatan yang aman saja”

2) Pasien dengan keadaan vegetatif permanen

3) Pasien yang telah dipastikan mati batang otak

5. Indikasi Keluar ICU

Adapun indikasi keluar ICU antara lain, sebagai berikut :

a. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil. b. Terapi dan perawatan intensif tidak memberi hasil pada pasien. c. Dan pada saat itu pasien tidak menggunakan ventilator.

d. Pasien mengalami mati batang otak.

e. Pasien mengalami stadium akhir (ARDS stadium akhir)

f. Pasien/keluarga menolak dirawat lebih lanjut di ICU (pulang paksa) g. Pasien/keluarga memerlukan terapi yang lebih gawat mau masuk ICU

dan tempat penuh.

6. Masalah Yang Terjadi Di ICU

Masalah yang sering terjadi pada pasien yang dirawat diruang ICU, sebagai berikut :

a. Kolonisasi orofaringeal oleh gram negative enterik terjadi pada sebagian besar pasien di ICU karena imobilisasi, gangguan keasadaran,

(8)

instrumentasi (misalnya selang nasogastrik), hygiene buruk atau inhibisi sekresi asam lambung.

b. Di ICU > 50% infeksi Staphylococcus Aureus merupakan organisme yang paling sering ditemukan pada pasien ICU, bersifat resisten metisilin (MRSA).

c. Healt Care Associated Pneumonia (HCAP) menyerang 0,5 - 2% pasien di RS dan merupakan penyebab utama infeksi nasokomial (yaitu, karena luka, saluran kemih, infeksi aliran darah).

d. VAP merupakan adanya kuman pathogen yang bersifat bakterial yang berasal dari koloni kuman yang terdapat dalam rongga mulut dan lambung, setelah pemasangan intubasi endotrakheal.

B. Ventilasi Mekanik 1. Definisi

Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan napas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan napas buatan adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigen (Brunner dan Suddarth,2002).

Ventilasi mekanik adalah suatu system alat bantuan hidup yang di rancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan utama pemberian dukungan ventilasi mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan memperbaiki fungsi pernapasan kembali kedalam normal (Bambang Setiyohadi,2006)

Ventilasi mekanik merupakan alat bantu pernafasan bertekanan positif atau negatif yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien sehingga

(9)

mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama (Purnawan & Saryono,2010).

Dari definisi yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi yang sebagian atau seluruhnya dilaksanakan dengan bantuan mekanis dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama .

2. Tujuan Pemasangan Ventilasi Mekanik.

Tujuan pemasangan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolik pasien, memperbaiki hipoksemia, mengurangi kerja pernapasan, memaksimalkan transport oksigen, meningkatkan tingkat kenyamanan pasien, mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.

Di ruang rawat intensif ventilasi mekanik menjadi alat untuk bantuan hidup yang banyak digunakan sebagai propilaktik pada pasien pasca bedah, operasi besar seperti operasi thoraks, operasi abdominal, kraniotomi dan keadaan kritis lainnya dengan tujuan untuk mempertahankan oksigen dan eliminasi CO2 yang adekuat. Ventilasi mekanik merupakan juga terapi definitif pada klien kritis yang mengalami hipoksemia dan hiperkapnea. Tenaga perawat dan dokter harus mengerti kebutuhan pernapasan spesifik dan memahami prinsip-prinsip pemasangan ventilasi mekanik, operasional pemakaian alat perawatan ventilasi mekanik.

(10)

Ventilasi mekanik mulai digunakan secara luas pada pasien dengan anestesi atau dirawat di ICU pada tahun 1950-an. Perkembangan alat ini dipicu oleh dua hal yakni kebutuhan untuk menangani pasien polio dan semakin meningkatnya penggunaan muscle relaxants (pelemas otot) selama anestesi. Obat-obatan relaksan membuat pasien lumpuh sehingga membantu dokter bedah selama operasi. Akan tetapi obat-obatan tersebut juga melumpuhkan otot-otot pernapasan pasien sehingga menghentikan proses pernapasan.

3. Indikasi Penggunaan Ventilasi Mekanik a. Pasien Dengan Gagal Napas

Pasien dengan distress pernapasan, gagal napas, henti napas (apnue) maupun hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi pemberian ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah terintubasi dan pemasangan ventilasi mekanik sebelum terjadi gagal napas yang sebenarnya. Distres pernapasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenisasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasan dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).

b. Insufisiensi Jantung

Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan pernapasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah pada system pernapasan (sebagai akibat peningkatan kerja napas dan kebutuhan oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Dengan demikian, penggunaan ventilator pada kondisi ini ditujukan untuk

(11)

mengurangi beban kerja system pernapasan sehingga ikut menurunkan beban kerja jantung.

c. Disfungsi Neurologis

Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnue berulang juga mendapat ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi mekanik juga berfungsi untuk menjaga jalan napas pasien serta memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial. Hal ini ditujukan untuk mengurangi kadar CO2 yang merupakan zat vasodilator, sehingga bisa membantu menurunkan tekanan intrakranial.

d. Tindakan Operasi

Tindakan Operasi yang membutuhkan penggunaan anastesi dan sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilasi mekanik.

4. Sasaran Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik adalah memberikan support ventilasi pada pasien yang terintubasi. Sasaran fundamental terdiri dari sasaran fisiologis dan sasaran klinis. a. Sasaran Fisiologis :

1) Memberikan support dengan memenuhi kebutuhan gas inspirasi. 2) Memperbaiki volume paru

(12)

b. Sasaran Klinis :

1) Memperbaiki hipoksemia

2) Memperbaiki asidosis respiratorik akut 3) Memperbaiki distress pernafasan

4) Mencegah atau memprbaiki atelektasis memperbaiki kelelahan otot-otot pernafasan

5) Memungkinkan pemberian sedasi atau relaksan yang adekuat 6) Menurunkan konsumsi oksigen miokard

7) Menurunkan tekanan intracranial 8) Menstabilkan dinding thorax

5. Mode Dan Cara Kerja Ventilator

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan pengertian dari ventilator adalah suatu alat yang dipergunakan dalam hal membantu sebagian ataupun seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan

(13)

oksigenasi pasien. Sistem kerja ventilator itu sendiri terbagi menjadi beberapa macam cara kerjanya, yaitu :

a. Volume Cycled Ventilator. Prinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.

b. Pressure Cycled Ventilator. Prinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang status parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan. c. Cycled Ventilator. Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya

berdasarkan waktu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit).Normal ratio Inspirasi : Ekspirasi adalah 1 : 2

Adapun mode ventilator terbagi menjadi :

a. Mode Control. Pada mode ventilator ini kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa

(14)

menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: Controlled Respiration (CR), Controlled Mandatory Ventilation (CMV), Intermitten Positive Pressure Ventilation (IPPV). b. Mode Intermitten Mandatory Ventilation (IMV) / Sincronized

Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV): Pada mode ventilator ini memberikan bantuan nafas secara selang seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih memerlukan bantuan. c. Mode Assisted Spontaneus Breathing (ASB) / Pressure Suport (PS) :

Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak diberikan.

(15)

d. Mode Continous Positive Air Pressure (CPAP). Pada mode ventilator ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.

Dalam pemberian ventilator juga tentunya mempunyai beberapa prosedur. Prosedur dalam hal pemberian ventilator sebelum dipasang adalah dengan melakukan tes paru pada ventilator untuk memastikan pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan pengesetan awal adalah sebagai berikut:

a. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100% b. Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit c. Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB

d. Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik

e. Possitive End Expiratory Pressure (PEEP) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru dan untuk mencegah atelektasis.

Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang ditunjukkan oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas). Bila selama pengobatan serta perawatan di ruang ICU ini keadaan umum pasien membaik maka akan dilakukan penyapihan pada pasien. Penyapihan ini adalah menurunkan secara perlahan set-set dalam mesin ventilator dan disesuaikan dengan kondisi pasien dan bertujuan agar mesin ventilator itu bisa dilepas dan pasien tidak tergantung kepada mesin ventilator.

(16)

Beberapa kriteria pasien penyapihan ventilator adalah : a. Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB

b. Kekuatan inspirasi 20 cm H2O atau lebih besar c. Volume tidal 4-5 ml/kg BB

d. Frekwensi pernafasan kurang dari 20 kali/menit.

6. Komplikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik

Ventilator adalah alat untuk membantu pernapasan pasien, tapi bila perawatnya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti ;

a. Pada Paru

1) Baro trauma: tension pneumothorax, empisema subkutis, emboli udara vaskuler

2) Atelektasis / kolaps aleveoli diffuse 3) Infeksi paru

4) Keracunan oksigen

5) Jalan nafas buatan:king-king (tertekuk) terekstubasi, tersumbat 6) Aspirasi cairan lambung

7) Tidak berfungsinya penggunaan ventilator 8) Kerusakan jalan nafas bagian atas

b. Pada Sistem Kadiovaskuler

Hipotensi, menurunnya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi.

(17)

c. Pada Sistem Saraf Pusat 1) Vasokonstriksi cerebral

Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri PaCO2 dibawah normal akibat dari hiperventilasi

2) Oedema cerebral

Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari hipoventilasi.

3) Peningkatan tekanan intra kanial 4) Gangguan kesadaran

5) Gangguan tidur

d. Pada Sistem Gastrointestinal 1) Distensi lambung, ileus 2) Pendarahan lambung e. Gangguan lainnya

1) Obstruksi jalan nafas 2) Hipertensi

3) Tension pneumotoraks 4) Atelektase

5) Infeksi pulmonal

6) Kelainan fungsi gastrointestinal; dilatasi lambung, pendarahan 7) Gastrointestinal

8) Kelainan fungsi ginjal

(18)

C. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) 1. Pengertian

VAP adalah pneumonia yang terjadi pada pasien yang menggunakan ventilator > 48-72 jam setelah intubasi trakea (At a Glance, edisi kedua, 2002).

VAP adalah pneumonia yang terjadi lebih 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakheal (Shakeel amanullah, 2010).

VAP adalah infeksi pada paru yang ditandai dengan adanya infiltrate baru dan menetap pada paru setelah 48 jam pemasangan ventilasi mekanik yang ditandai dengan adanya demam, leukositosis atau leukopenia dan sputum yang purulen atau ada infiltrat baru, progresif, menetap pada foto thoraks dan hasil kultur darah ada mikroorganisme ( Wiryana, 2007 ).

Dari definisi yang di uraikan diatas dapat disimpulkan bahwa VAP adalah pneumonia yang berkembang 48 jam atau lebih setelah ventilasi mekanis diberikan dengan endotrakeal atau trakeostomi merupakan hasil dari invasi saluran pernapasan bagian bawah dan parenkim paru oleh mikroorganisme.

2. Etiologi

Umumnya, kuman penyebab VAP adalah patogen bersifat bakterial. Kuman ini berasal dari koloni kuman yang terdapat dalam rongga mulut dan lambung. Kuman ini bisa juga berasal dari kontaminasi kuman yang ditularkan melalui tenaga kesehatan Health Care Associated Pneumonia (HCAP). VAP akan memperburuk prognosis pasien yang menggunakan ventilator.

(19)

Menurut Martin, 2008 bakteri penyebab VAP mulai masuk ke paru-paru setelah diintubasi. Pada saat pertahanan saluran nafas terganggu oleh selang sehingga memudahkan kuman masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui pembentukan biofilm pada permukaan selang endotrakheal. Biofilm merupakan agregat kuman yang telah mengalami perubahan secara genetik sehingga kuman tersebut menjadi resisten baik terhadap sistem imun penjamu maupun antibiotik. Kemudian biofilm pada permukaan selang endotrakheal terlepas dan masuk ke saluran nafas sehingga menimbulkan VAP (Rumende, 2008 ).

Beberapa kuman ditenggarai sebagai penyebab VAP. Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah kuman gram negatif ( Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp, Serratai marcescens), Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae dan Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus (MSSA). Bakteri penyebab kelompok II adalah bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman anaerob, Legionella pneumophillia dan Methicillin Resistan Staphylococcus Aureus (MRSA). Bakteri penyebab kelompok III adalah Pseudomonas Aeruginosa, Acinetobacter spp dan MRSA.

Menegakkan diagnosis berdasarkan kombinasi : pemeriksaan klinis, mikrobiologi, kriteria radiografi. Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil dari dahak, darah, cara invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi aspirasi transthorakal dan biopsi aspirasi trachea.

(20)

3. Patogenesis

Patogenesin VAP sangat kompelks, Kollef (2004) dalam wiryana (2007) menyatakan insiden VAP tergantung pada lamanya paparan lingkungan penyelia kesehatan, dan faktor risiko lain. Faktor-faktor risiko ini meningkatkan kemungkinan terjadinya VAP dengan cara meningkatkan terjadinya kolonisasi traktus aerodigestif oleh mikroorganisme pathogen dan meningkatkan terjadinya aspilrasi sekret yang terkontaminasi ke dalam saluran nafas bawah. Kuman dalam aspirat tersebut akan menghasilkan biofilm di dalam saluran nafas bawah dan parenkin paru. Biofilm tersebut akan memudahkan kuman untuk menginvasi parenkin paru lebih lanjut sampai kemudian terjadi reaksi peradangan di parenkin paru. Cook dkk.(2002) dalam Wiryana (2007) menunjukkan bahwa lambung adalah reservoir utama kolonisasi dan aspirasi mikroorganisme. Hal ini dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti pemakaian obat yang memicu kolonisasi bakteri (antibiotika dan pencegah stress ulcer), posisi pasien yang datar, pemberian nutrisi enteral,dan derajat keparahan penyakit pasien.

Saluran pernafasan normal memiliki berbagai mekanisme pertahanan paru terhadap infeksi seperti glottis dan laring, reflek batuk, skeresi trakeobronkial, gerak mukosiller, imunitas humoral serta system fagostik. Pneumonia akan terjadi apabila pertahanan tersebut terganggu dan invasi mikroorganisme virulen. Sebagian besar VAP disebabkan oleh aspirasi kuman patogen yang berkolonisasi dipermukaan mukosa orofaring. Intubasi mempermudah masuknya kuman dan menyebabkan kontaminasi sekitar ujung pipa endotrakeal pada penderita dengan posisi terlentang. Kuman gram negatif dan Staphylococcus aureus merupakan koloni yang sering ditemukan disaluran pernafasan atas saat perawatan lebih dari 5

(21)

hari. VAP dapat pula terjadi akibat makroaspirasi lambung. Bronkoskopi serat optik, penghisapan lendir sampai trakea maupun ventilasi manual dapat menkontaminasi kuman patogen kedalam saluran pernafasan bawah.

Sirkuit ventilator dan alat-alat pernafasan dapat juga menjadi konstribusi terhadap patogenesis terjadinya pneumonia pada pasien yang menggunakan alat ventilasi mekanik apabila telah terkontaminasi dengan mikroorganisme.

4. Faktor Predisposisi atau Faktor Resiko VAP (Wiryana, Made, 2007) Faktor resiko pada VAP sangat banyak dibagi menjadi dua bagian :

a. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh, penyakit kronik (penyakit jantung PPOK, diabetes mellitus, alkoholisme), perawatan di rumah lama, merokok, intubasi endotrakheal, malnutrisi, umur lanjut, waktu operasi yang lama, sepsis, shock hemoragic, infeksi berat diluar paru, acut lung injuri serta bronkiektasis.

b. Faktor eksogen (Wiryana, Made, 2007): 1) Pembedahan

2) Penggunaan antibiotik 3) Peralatan terapi pernafasan

(22)

5. Diagnosis

Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC, Atlanta) diagnosis VAP adalah sebagai berikut:

a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di RS dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit.

b. Diagnosis pneumonia pada ventilasi mekanik ditegakkan atas dasar : 1) Foto thorak : terdapat infiltrate baru progresif.

2) Ditambah dua dari kriteria berikut : suhu tubuh > 38 C, sekret perulen, leukositosis atau leukopenia.

6. Kriteria Pneumonia

Kriteria pneumonia pada ventilasi mekanik berat menurut American Thoracic Society (ATS) :

a. Dirawat di ruang intensif

b. Gagal nafas yang memerlukan alat bantu nafas atau membutuhkan oksigen > 35 % untuk mempertahankankan oksigen > 90%

c. Perubahan radiologi secara progrsif berupa pneumonia multilobar cavity dan infiltrat paru

d. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ.

(23)

Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

a. Pewarnaan gram dan kultur dahak yang diaspirasi dari selang endotracheal atau tracheostomi.

b. Analisa gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit.

c. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respon terhadap pengobatan maka dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur diambil melalui tindakan bronchoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung dan bronchoalveolar lavage.

Kriteria diagnosis VAP yang bahan baku merupakan salah satu hal yang sangat penting dan sulit pada penanganan pasien kritis. Kriteria klinis yang banyak dipakai adalah berdasarkan American Colage of Chest Phycisian yang mendiagnosis pneumonia pada ventilasi mekanik : apabila terdapat gambaran infiltrate baru dan menetap ditambah satu dari kriteria berikut : adanya mikroorganisme patogen pada kultur sputum, kavitas pada gambaran radiologi atau bukti histopatologi adanya pneumonia atau dua dari kriteria berikut : demam, leukositosis atau leukopenia, dan sputum yang purulen. Dengan menggunakan kriteria tersebut pneumonia pada pasien yang menggunakan alat ventilasi mekanik mempunyai sensivitas 69% dan spesifitas 75%. Alternatif kriteria klinis yang belakangan sering dipakai adalah Clinical Pulmonary Infection Score yang terdapat pada tabel.

(24)

Kriteria Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS)

Komponen Value Point

emperature

Leukosit

Sekresi trachea

Oksigen PaO2 / FiO2 mmH

Foto toraks >36,5 dan <38,4 >38,5 dan <38,9 >39,0 dan <36,2 >4000 dan <11000 <4000 dan >11000 Sedikit Sedang Banyak Purulent

>240 atau adanya ARDS <240 dan tanpa ARDS Tidak ada infiltrat Difuse infiltrate Lokasi infiltrate 0 1 2 0 1 0 1 2 +1 0 2 0 1 2 (Am J Respir Crit Care Med, 2007)

Penilaian CPIS awal dilakukan dalam 48 jam sejak pertama kali pasien terintubasi dan menggunakan ventilasi mekanik di unit perawatan intensif dan pemeriksaan mikrobiologi dilakukan jika terdapat gejala klinis. Selanjutnya penilaian CPIS dilakukan berkala. Biakan kuman diambil berdasarkan teknik protected specimen brush, bronchoalvelor lavage, ataupun blind suctioning sekret bronchial. Diagnosis VAP ditegakkan setelah menyingkirkan adanya pneumonia sebelumnya, terutama pneumonia

(25)

komunitas Community Acquried Pneumonia (CAP). Bila awal pasien masuk unit perawatan intensif sudah menunjukkan gejala klinis pneumonia maka diagnosis VAP disingkirkan, namun jika gejala klinis dan biakan kuman didapatkan setelah 48 jam dengan ventilasi mekanik serta nilai total PIS ≥6, maka diagnosis VAP dapat ditegakkan, jika nilai total CPIS <6 maka diagnosis VAP disingkirkan.

7. Faktor- faktor yang Berhubungan dengan VAP a. Faktor Internal

1) Usia

Usia > 60 tahun (lansia), dimana secara alami setiap pertambahan umur akan menuruankan daya tahan tubuh terhadap prognosis VAP lebih buruk karena mudah terkena penyakit lain (komplikasi) yang memperberat keadaan umum pasien.

2) Tingkat kesadaran

Pasien dengan GCS 3-8 (coma :3, sopora coma : 6, sommolent : 8).

Pasien dengan kesadaran menurun cenderung obstruksi jalan nafas, karena tidak bisa menjaga jalan nafas dan mempertahankan jalan nafas, untuk mencapai oksigenisasi yang baik pasien akan memerlukan alat bantu nafas, resiko terjadi VAP.

3) Penyakit penyerta

Penyakit yang diderita pasien seperti PPOK, Asma, DM, Jantung, Alkoholisme, Sepsis, Shock, memperberat keadaan umum pasien sehingga penyakit sulit disembuhkan.

(26)

4) Dosis enteral nutrisi

Pemberian makanan cair ata susu harus bertahap dari 50 cc, bila toleransi lambung baik, naikkan bertahap sampai 150 cc, bila terlalubanyak member makanan pada pasien yang tirah baring bias terjadi refluk dari lambung sehingga bias terjadi aspirasi, bakteri yang ada di mulut masuk ke paru-paru, sehingga terjadi VAP.

5) Posisi kepala

Posisi kepala di atas tempat tidur - , bila tidak, bisa mengakibatkan aspirasi potensial terjadi pneumonia pada pasien yang menggunakan alat ventilasi mekanik.

b. Faktor External 1) Lama perawatan

Lama perawatan bisa menimbulkan pneumonia pada pasien yang menggunakan alat ventilasi mekanik sehingga meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien dan juga menambah biaya perawatan.

2) System suction

Bila melakukan penghisapan sekret paru pada system suction terbuka dan system suction tertutup tidak menggunakan teknik steril dapat mengakibatkan terjadi pneuomonia.

3) Durasi penggunaan alat ventilasi mekanik

Pasien dalam menggunakan ventilasi mekanik yang lama, potensial terjadi VAP. Karena alat invasif bisa menimbulkan infeksi.

(27)

D. Pencegahan

Pencegahan VAP dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara non farmakologi dan memakai farmakologi (Wiryana,2007). Cara non farmakologi merupakan cara rutin dan baku dilakukan di unit perawatan intensif. Pencegahan non farmakologi lebih mudah dan murah untuk dilaksanakan bila dibandingkan pencegahan VAP secara farmakologi.

1. Strategi non-farmakologi

a. Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.

Mencuci tangan telah direkomendasikan untuk mencegah terjadinya infeksi nasokomial. Pemakain sarung tangan steril pada saat dilakukan penghisapan sekret secara manual akan mencegah terjadinya VAP. Cuci tangan yang tidak benar yang mengakibatkan kontaminasi silang- pasien adalah faktor resiko terbesar untuk VAP. Pasien yang diintubasi dan menerima ventilasi mekanis sering perlu intervensi seperti suction atau manipulasi dari sirkuit ventilator. Intervensi ini meningkatkan kemungkinan kontaminasi silang antara pasien jika staf kesehatan tidak mencuci tangan yang tepat teknik. Strategi untuk menempatkan tanda di pintu pasien untuk mengingatkan petugas kesehatan untuk mencuci tangan mereka merupakan cara yang mudah dan hemat biaya yang dapat membantu meminimalkan penularan bakteri antara pasien.

b. Posisi kepala pasien - .

Pasien dengan ventilasi mekanik se aiknya posisi kepala - , mengurangi terjadinya aspirasi. Aspirasi isi lambung adalah penyebab lain potensi VAP, karena lambung berfungsi sebagai reservoir untuk bakteri.

(28)

c. Hindari pemberian nutrisi enteral dengan volume besar.

Pada umumnya pasien yang menerima ventilasi mekanis akan terpasang selang nasogastrik untuk pemberia nutrisi enteral, pemberian obat atau untuk dekomperasi lambung. Kehadiran selang nasogastrik ini akan mengganggu

spinchter gastroesophageal sehingga dapat menyebabkan refluks

gastrointestinal meningkat sehingga menyediakan rute bagi bakteri untuk ke orofaring dan saluran nafas bagian atas. Oleh karena itu, lambung yang penuh harus dihindari untuk mencegah refluks dari lambung dengan cara mengurangi volume cairan nutrisi atau menggunakan kateter yang kecil lansung ke usus kecil. Hati-hati pengguan narkotik dan anti kolenergik karena dapat mengganggu pergerakan lambung dan usus. Sehingga diperlukan monitoring volume residual lambung setelah pemberian nutrisi enteral. Dapat diberikan obat yang dapat meningkatkan pergerakan lambung dan usus seperti metoclopromide.

d. Intubasi nasal

Intubasi nasal yang lama lebih dari 48 jam harus dihindari karena berhubungan dengan sinusitis nasal. Sinusitis nasal dapat menjadi predisposisi terjadinya pneumonia melalui aspirasi sekret sinus yang sudah terkontaminasi ke dalam paru.

e. Pemeliharaan sirkuit ventilator

Sirkuit ventilator sebaiknya dimonitor secara rutin untuk menghindari kolonisasi mikroorganisme.

(29)

f. Penghisapan sekret subglotis.

Penghisapan sekret subglotis secara terus-menerus dapat dilakukan untuk mengurangi kolonosasi mikroorganisme, tekanan balon endotrakheal harus adekuat untuk menghindari masuknya sekret ke dalam paru.

g. Pengguaan ventilasi mekanik sesingkat mungkin

Waktu onset (dini/lambat) mencegah faktor resiko untuk infeksi oleh organisme patogen potensial.

h. Menghindari reintubasi

Terpapar mikroorganisme patogen didaerah mulut yang nantinya bisa migrasi

dan invasi ke paru, setelah terintubasi dan menggunakan ventilator, flora

oroparing akan mengalami perubahan dari gram positif menjadi negative dan virulent flora, sehingga bisa masuk ke paru dan menghasilkan VAP..

i. Pengguaan ventilasi masker non invasive untuk mencegah intubasi trakea

j. Humudifikasi atau pengguaan heat and moisture exchangers

Secara teori humudifikasi dapat menurunkan insiden pneumonia pada pasien yang menggunakan alat ventilasi mekanik dengan cara meminimalisasi pertumbuhan kolonisasi dalam sirkuit ventilator.

k. Fisioterapi dada

Sangat berguna bagi penderita penyakit paru baik yang bersifat akut

maupun kronis, sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkhus dan untuk mencegah penumpukan sekret.

(30)

l. Mobilisasi

Mobilisasi atau aktivitas di rumah sakit pada pasien istirahat total sangat penting sekali dilakukan (Kemenkes RI, 2011). Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan immobilisasi berada pada suatu

rentang. Mobilisasi terdiri dari Range Of Motion (ROM) dan Ambulasi. Lamanya tirah baring tergantung penyakit atau cedera dan status kesehatan klien sebelumnya. Komplikasi dari lamanya tirah baring salah satunya perubahan pada paru akan terjadi atelektasis dan pneumonia.

2. Strategi farmakologi a. Stress-ulcer prophylaxis

Peran PH lambung dalam terjadinya VAP masih menjadi kontroversi. Kolonosasi mikroorganisme di lambung meningkat dengan pemberian obat yang menurunkan PH lambung (histamine,H2 antagonis dan antasida). Diduga hal ini dapat menjadi sumber mikroorganisme terjadinya pneumonia. Pemberian sukralfat pada lambung diketahui dapat mencegah terjadinya pendarahan lambung tanpa menurunkan pH lambung. Penelitian menunjukkan pemberian sukralfat mempunyani insiden VAP yang lebih rendah dibandingkan dengan pemberian H2 antagonis. Kedua jenis obat tersebut tetap direkomendasikan untuk pencegahan pendarahan lambung, pemilihan diantara keduanya tergantung keuntungan dan kerugiannya.

b. Antibiotik profilaksis

Penggunaan antibiotik aerosol untuk mencegah pneumonia pada pasien yang menggunakan alat ventilasi mekanik karena tidak terbukti mempunyai

(31)

efektifitas dan dapat menimbulkan resistensi antibiotik. Penggunaan antibiotik intravena berspektrum luas untuk pencegahan pneumonia pada pasien yang menggunakan alat ventilasi mekanik juga tidak direkomendasikan.

c. Chlorhexidine oral

Chlorhexidine merupakan antimikroba dengan spektrum luas yang sangat efektif untuk menghambat bakteri gram(-),gram(+), ragi, jamur, protozoa, algae, dan virus. Chlorhexidine berbahan dasar gelatine terhidrolisa, mempunyai muatan positif, setelah berinteraksi dengan permukaan sel akan menghancurkan membrane sel untuk masuk ke dalam sel. Kemudian chlorhexidine akan mempresipitasi sitolasma sehingga terjadi kematian sel. Chlorhexidine akan diserap oleh lapisan hidrosiapatit permukaan gigi kemudian akan dilepaskan perlahan-lahan dalam bentuk aktif sampai dengan 7-10 hari berikutnya. Pada penelitian, Greenfeld dkk dalam Wiryana (2007) menyatakan bahwa chlorhexidine mempunyai kemampuan untuk menghambat pembentukan biofilm, suatu mekanisme kuman untuk menginvasi tubuh host.

Hal ini didukung oleh McGee DC dan Gould MK, 2003 dalam Wiryana (2007) yang menyatakan bahwa chlorhexidine lebih efektif mencegah

pembentukan biofilm bila dibandingkan dengan povidone iodine.

Chlorhexidine kurang bersifat toksik terhadap jaringan bila dibandingkan dengan povidone iodine dan cukup aman digunakan pada ulserasi aptosa, hal yang sering dijumpai pada pasien sakit kritis.

Chlorhexidine adalah cairan yang banyak digunakan oleh dokter gigi untuk menggontrol terjadinya plaque gigi. Mikroorganisme yang melekat pda plaque

(32)

gigi dapat juga menjadi penyebab pneumonia pada pasien yang menggunakan alat ventilasi mekanik. Pemakaian chlorhexidine oral dapat menurunkan insiden pneumonia pada pasien yang menggunakan alat ventilasi mekanik.

E. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan, informasi/media massa, sosial budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman, dan usia. (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan tentang ilmu keperawatan sangat diperlukan agar pelayanan keperawatan yang akan diberikan pada klien mempunyai tujuan jelas dan efektif. Pengetahuan tersebut memberikan dasar konseptual dan rasional terhadap metode pendekatan yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan keperawatan yang spesifik dan tepat (Johnson, 2002).

Pengetahuan adalah suatu bangunan statik yang berisi fakta-fakta, dibangun secara bertahap, langkah demi langkah dan mencakup tentang ide bahwa pengetahuan merupakan sebuah cara pandang terhadap sesuatu, sebuah perspektif, yang belum tentu benar tetapi cukup baik, sampai ditemukan sesuatu yang cukup baik (Kate dan Barbara,2002)

(33)

Berdasarkan beberapa pengertian pengetahuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil usaha seseorang untuk mengetahui suatu hal atau obyek dalam kehidupan sehari-harinya melalui panca indera. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

2. Tingkat Pengetahuan.

Menurut Bloom (1908) yang dikutip dari Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup di dalam kognitif mempunyai 6 tingkat yakni :

a. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat sesuatu yang dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari sesuatu bahan yang diterima atau dipelajari.

b. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menjelaskan meteri tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya, yaitu penggunaan hukum-hukum, rumus, materi, metode dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang ada.

d. Analisis (analysis) adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

(34)

e. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau atau objek dengan didasarkan pada kriteria yang ada.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (YB Mantra yang dikutip Notoadmojo, 2007).

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2008) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. 2) Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan ,tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan, (Thomas yang dikutip oleh Nursalam, 2008).

3) Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2008), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

(35)

Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

b. Faktor Eksternal 1) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam, 2002).

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut, Notoadmodjo,(2007) adalah :

a. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang bila ekonomi baik, tingkat pendidikan tinggi maka tingkat pengetahuan akan tinggi pula.

b. Kultur ( budaya dan agama)

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi yang baru akan disaring sesuai atau tidaknya dengan budaya yang ada apapun agama yang dianut.

c. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan maka akan mudah menerima hal baru dan akan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut.

(36)

d. Pengalaman

Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Pendidikan yang tinggi, maka pengalaman akan lebih luas, sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalamannya semakin banyak.

4. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut : a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan.

1) Cara coba salah (trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pimpinan-pimpinan masyarakat baik formal atau informal , ahli agama, pemegang pemerintah dan berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperolah dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.

(37)

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.

5. Sumber Pengetahuan

Berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pengetahuan. Upaya-upaya serta cara-cara tersebut yang dipergunakan dalam memperoleh pengetahuan yaitu :

a. Orang yang memiliki otoritas

Salah satu upaya seseorang mendapatkan pengetahuan yaitu dengan bertanya pada orang yang memiliki otoritas atau yang dianggapnya lebih tahu. Pada zaman modern ini, orang yang ditempatkan memiliki otoritas, misalnya dengan pengakuan melalui gelar, termasuk juga dalam hal ini misalnya, hasil publikasi resmi mengenai kesaksian otorotas tersebut, seperti buku-buku atau publikasi resmi pengetahuan lainnya.

b. Indra

Indra adalah peralatan pada diri manusia sebagai salah satu sumber internal pengetahuan. Dalam filsafat science modern menyatakan bahwa pengetahuan pada dasarnya adalah dan hanyalah pengalaman-pengalaman konkrit kita yang terbentuk karena persepsi indera, seperti persepsi penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pencicipan dengan lidah.

(38)

c. Akal

Dalam kenyataannya ada pengetahuan tertentu yang bias dibangun oleh manusia tanpa harus atau tidak bias mempersepsinya dengan indra terlebih dahulu. Pengetahuan apa dikitahui dengan pasti dan dengan sendirinya karena potensial akal.

d. Intuisi

Salah satu sumber pengetahuan yang mungkin adalah intuisi atau pemahaman yang langsung tentang pengetahuan yang tidak merupakan hasil pemikiran yang sadar atau persepsi rasa yang langsung. Intuisi dapat berarti kesadaran tentang data-data yang langsung dirasakan.

6. Pengukuran Pengetahuan

Dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat domain diatas pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang berisi pertanyaan sesuai materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden yang disesuaikan dengan tingkat pengetahuan yang di ukut.

Kriteria Tingkat Pengetahuan, menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu : Baik : Hasil presentase 76%-100%

Cukup : Hasil presentase 56%-75% Kurang : Hasil presentase < 56%

(39)

F. Sikap

1. Pengertian Sikap

Roger (1954) menjelaskan bahwa sikap adalah pendapat atau pandangan seseorang tentang suatu obyek yang mendahuluinya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi atau melihat objek. (Notoatmodjo, Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku,2007)

Sikap merupakan konsep yang sangat penting dalam komponen sosio-psikologis, karena merupakan kecenderungan bertindak dan berpersepsi. Allport (1954), menjelaskan bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berorientasi dengannya (Dikutip dari Notoatmodjo 2007:142).

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (

senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

amp ell(19 ) mendefinisikan sangat sederhana yakni : “An individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to object”. Jadi jelas di sini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

Newcomb (1981), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

(40)

pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku ( tindakan), atau reaksi tertutup (Notoatmodjo, Ilmu Perilaku Kesehatan, 2007).

Dari definisi yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi atau menilai, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, yang pada akhirnya akan menentukan kecendrungan perilaku seseorang terhadap sesuatu, baik suatu benda, manusia atau situasi yang sedang dihadapi, bahkan terhadap diri sendiri.

2. Karakteristik Sikap

Beberapa karakteristik sikap (Notoatmodjo, Ilmu Perilaku Kesehatan, 2007) : a. Sikap merupakan kecenderungan berpikir, berpersepsi dan bertindak. b. Sikap mempunyai daya pendorong (motivasi).

c. Sifat relatif lebih menetap, dibanding emosi dan pikiran.

d. Sikap mengandung aspek penilaian atau evaluative terhadap objek dan mempunyai 3 komponen, yakni komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif atau komponen perilaku.

Menurut Sax (1980) dalam bukunya yang berjudul Principle of Educational and Psychological Measurement and Evaluation, menunjukkan beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu arah intensitas, keluasan, konsisten dan spontanitas. Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Sikap

(41)

memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Sikap juga memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap. Sikap juga memiliki konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responsnya terhadap objek sikap termaksud.

Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam diri individu untuk waktu yang relatif panjang. Sikap yang sangat cepat berubah, yang labil, tidak dapat bertahan lama dikatakan sebagai sikap yang inkosisten. Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitasnya, yaitu menyangkut sejauh mana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar individu berkesempatan untuk mengemukakan sikapnya (Saefuddin, Sikap Manusia, 2010).

3. Komponen Sikap

Sama halnya dengan perilaku, para ahli psiokologi juga membagi sikap atas 3 komponen yaitu komponen kognitif, afektif dan psikomator (Saefudin, Sikap Manusia, 2010, hal.24-29).

a. Kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan,persepsi seseorang terhadap sesuatu, cara pandang seseorang terhadap suatu objek. Kepercayaan serta cara pandang

(42)

seseorang terhadap sesuatu dipengaruhi oelh pengalaman individu terhadap objek tersebut. Selain akan membentuk kepercayaan juga akan membentuk dasar pengetahuan akan objek tersebut, sehingga mendasari individu untuk bersikap dan perilaku terhadap objek yang sama. Kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selalu benar atau akurat. Kadang-kadang kepercayaan itu justru terbentuk karena kurang atau tidak adanya informasi yang benar mengenai objek tersebut.

b. Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional sujektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum koponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Rekasi emosional yang merupakan komponen afektif banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayaai sebagai benar dan berlaku objek termaksud.

c. Psikomotor

Komponen psikomotor menyangkut kecenderungan untuk berperilaku di dalam diri seseorang berkaitan dengan objek atau keadaan tertentu yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaan terhadap stimulus tersebut.

Pembentukan sikap yang utuh sangat ditentukan oleh pengetahuan, pikiran, keyakinan yang bias berasal dari pengalaman, serta emosi seseorang tentang suatu objek (Notoatmodjo, 2007).

(43)

4. Tingkatan Sikap

Sikap juga mempunyai beberapa tingkatan yaitu : a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan mempertahankan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, menyelesaikan dan mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subyek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon. d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatanya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain.

5. Pengukuran Sikap

Salah-satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia adalah masalah pengungkapan (assement) atau pengukuran (measurement) sikap. Salah-satu definisi sikap merupakan respons evaluatif yang dapat berbentuk positif maupun negatif. Dalam buku yang berjudul Principles of educational and

(44)

Psychological Measurement and Evaluation, menunjukkan beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitasnya. Penjelasannya sebagai berikut:

a. Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu seseorang sebagai objek.

b. Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda.

c. Sikap mempunyai keluasaan, maksudnya kesetujuan atau

ketidaksetujuan terhadap suatu obyek sikap dapat mengenai hanya yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat mencakup banyak sekali aspek yang ada dalam obyek sikap.

d. Sikap juga memiliki konsistensi, maksudnya kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responsnya terhadap objek sikap tersebut.

e. Sikap yang memiliki spontanitas, artinya menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan.

6. Metode Pengukuran Sikap

Beberapa diantara banyak metode pengungkapan sikap yang secara historik telah dilakukan orang.

a. Observasi Perilaku, di sini sikap ditafsirkan dari bentuk perilaku yang tampak. Dengan kata lain, untuk mengetahui sikap seseorang terhadap

(45)

sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah-satu indikator sikap individu.

b. Penanyaan Langsung, wajar bila banyak yang beranggapan bahwa sikap seseorang dapat diketahui dengan menanyakan langsung (direct questioning) pada yang bersangkutan.

Asumsi yang mendasari metode penanyaan langsung guna pengungkapan sikap pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan ke dua adalah asumsi keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya. Oleh karena itu, dalam metode ini, jawaban yang diberikan oleh mereka yang ditanyai dijadikan indikator sikap mereka. Telaah yang lebih mendalam dan hasil-hasil penelitian telah meruntuhkan asumsi-asumsi tersebut di atas (Edward, 2007).

Pengungkapan Langsung, suatu versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung (direct assement) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan aitem tunggal maupun dengan menggunakan aitem ganda (Ajzen, 1988). Pengungkapan langsung dengan aitem tunggal sangat sederhana, responden diminta menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju.

7. Struktur Dan Pembentukan Sikap a. Struktur Sikap

Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, afektif dan konatif (Azwar, 2000). Komponen kognitif

(46)

merupakan representasi apa yang di percayai seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu sudah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. Tentu saja kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidak adanya informasi yang benar mengenai obyek yang dihadapi.

Komponen afeksi merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional subyektif terhadap suatu obyek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Pada umumnya reaksi emosional yang merupakan komponen afeksi ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi obyek termaksud.

Komponen kognitif merupakan aspek kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi prilaku. Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena itu, adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk tendensi perilaku terhadap obyek. Pengertian kecenderungan berprilaku menunjukkan bahwa komponen afektif meliputi pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang. Memang kemudian masalah adalah tidak ada

(47)

jaminan bahwa kecenderungan berperilaku itu akan benar-benar di tampakkan dalam bentuk perilaku yang sesuai apabila individu berada dalam situasi yang termaksud.

b. Pembentukan Sikap

Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa,institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu (Azwar, 2000). Berikut ini akan diuraikan peranan masing-masing faktor tersebut dalam ikut membentuk sikap manusia.

1) Pengalaman pribadi

Apa yeng telah dan sedang kita alami ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis. Apakah penghayatan itu kemudian akan membentuk sikap positif atau negatif, akan tergantung pada berbagai faktor.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen yang ikut mempengaruhi sikap. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konfromis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lian dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

(48)

3) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap seseorang. Seseorang memiliki pola sikap dan perilaku tertentu dikarenakan mendapat reinforcement (penguatan, ganjaran) dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut.

4) Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televise, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan berfikir baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Apabila cukup kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalm pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman tentang baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

(49)

G. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau mahluk hidup yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri baik dapat diamati secara lansung atau secara tidak lansung. Kurt Lewin (1970) dalam Natoatmodjo (2007) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong dan kekuatan-kekuatan penahan.

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh karena itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Perilaku juga dapat dikatakan sebagai apa yang dikerjakan oleh organisme, baik yang diamati secara lansung ataupun tidak lansung (Notoatmodjo,2007).

Skinner 1938 seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons.

Dari definisi perilaku diatas dapat disimpulkan, prilaku dan gejala yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku mahluk hidup, termasuk perilaku manusia.

(50)

2. Respon Perilaku

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara peransang (stimulus) dan tanggapan (respon). Ia membedakan adanya dua respon, yakni :

a. Respondent respons atau reflexive, ialah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang disebut eliciting stimulus karena respons yang ditimbulkan relatif tetap. Responden respons (respondent behaviour) ini juga mencakup perilaku emosional atau emotional behaviour.

b. Operant respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu yang disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme oleh sebab itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat suatu perilaku yang telah dilakukan.

3. Stimulus Prilaku

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Perilaku tertutup (covert behaviour atau unobservable bahaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

Gambar

Foto toraks  &gt;36,5 dan &lt;38,4 &gt;38,5 dan &lt;38,9 &gt;39,0 dan &lt;36,2  &gt;4000 dan &lt;11000 &lt;4000 dan &gt;11000 Sedikit Sedang Banyak Purulent

Referensi

Dokumen terkait

Saya sarankan ketika mau berpromosi sebaiknya anda menggunakan web replika yang pertama yaitu yang diperoleh dari www.wecanbenetwork.com, karena dgn memberikan link

Mesin Pengolah Air dengan sistem modular ini akan membuat masyarakat di daerah bencana yang memerlukan air bersih tidak perlu lagi menempuh perjalanan jauh karena

ProfileActivty.java import android.app.ProgressDialog; import android.content.Context; import android.content.Intent; import android.net.Uri; import android.os.Bundle;

Humbang Hasundutan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan 42 15071902710300 HONDA SIHOTANG Kab.. Humbang Hasundutan Guru

Fungsi getc digunakan utk membaca satu aksara dari peranti input piawai. Contoh input piawai fail dan

Ibadah Perayaan Syukur Tahunan yang dirangkaikan dengan HUT Gereja Toraja ( Perayaan 70 Tahun Gereja Toraja) &amp; Hari Kemerdekaan RI, akan dilaksanakan pada tanggal

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Buddha Maitreya atas berkat, rahmat, kasih, serta bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul