• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN NUMERIS MODEL KONTINU ARUS LALU LINTAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYELESAIAN NUMERIS MODEL KONTINU ARUS LALU LINTAS"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENYELESAIAN NUMERIS MODEL KONTINU

ARUS LALU LINTAS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Oleh :

Bernadetta Ambar Sulistiyawati NIM: 133114011

PROGRAM STUDI MATEMATIKA, JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

NUMERICAL SOLUTION TO A CONTINUOUS MODEL OF

TRAFFIC FLOWS

Thesis

Presented as a Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Degree of Sarjana Sains

in Mathematics

By :

Bernadetta Ambar Sulistiyawati Student Number: 133114011

MATHEMATICS STUDY PROGRAM, DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA

(3)

SKRIPSI

PEi\YELESAIAI\

I\{UMERIS

MODEL KOI\TINU

ARUS

LALU LII\TAS

Oleh:

Bernadetta Ambar Sulistiyawati NIM: 133i14011

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

rfux/-4.,

Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc.,

Ph.D.

Tanggal 2l Februari 2017

(4)

SKRIPSI

PEI\YELESAIAN

NUMERIS

UNTUK MODEL KONTINU

ARUS

LALU LINTAS

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Bernadetta Ambar Sulistiyawati

NIM: 13311401I

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

Pada tanggal 28 Februari 2017

dan dinyatakan telah memenuhi symat

Ketua

Susunan Panitia Penguji Nama Lengkap

Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D. Sekretaris Febi Sanjay4 M.Sc.

Anggota

Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D.

...4W..

da-fu&",

Yogyakart4 28 Februari 2017 Fakultas Sains dan Teknologi

Tanda Tangan i' - ti,!\.r i:,;',:.'-: :;'-.

**"

inl

nbf*,

rtr

&t

..-

';

ii

l!

fJ;

5\ lbL"

YrWtffi$L/-,

a't) i.,

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuatkarya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Februai 2Al7

(6)

vi

MOTTO

Segala perkara dapat kutanggung didalam Dia yang memberi kekuatan

kepadaku” (Filipi 4:13)

“Visi tanpa tindakan hanyalah sebuah mimpi. Tindakan tanpa visi

hanyalah membuang waktu. Visi dengan tindakan akan mengubah

dunia!” (Joel Arthur Barker)

“Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menunggu, namun

hanya didapatkan oleh mereka yang bersemangat mengejarnya”

(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa

menyertaiku

(8)

viii

ABSTRAK

Arus lalu lintas dimodelkan dan diteliti dalam skripsi ini. Kemacetan menjadi masalah lalu lintas yang sering terjadi di kota. Oleh karena itu, penulis membahas model matematika yang berhubungan dengan arus lalu lintas. Pembahasan mencakup bagaimana kondisi kepadatan lalu lintas yang dilihat dari pergerakan kendaraan secara makro, bukan pegerakan setiap kendaraan.

Model matematika masalah arus lalu lintas berbentuk persamaan diferensial parsial yang dapat ditulis dalam bentuk hukum konservasi. Model tersebut diselesaikan dengan menggunakan teori linearisasi persamaan diferensial untuk mencari solusi analitisnya. Selain itu, penulis akan menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs dan sistem relaksasi Jin-Xin untuk menyelesaikan model tersebut secara numeris

Solusi analitis dan numeris akan disimulasikan dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB. Penelitian ini akan menguji metode mana yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah arus lalu lintas jika dibandingkan dengan solusi analitisnya. Analisis hasilnya dengan melihat simulasi yang dihasilkan dan seberapa besar erornya. Semakin kecil nilai erornya maka semakin baik metode numeris yang digunakan.

Kata kunci: arus lalu lintas, persamaan diferensial parsial, hukum kekekalan,

(9)

ix

ABSTRACT

A traffic flow is modeled and studied in this thesis. A traffic jam becomes the problem that often occurs in a city. Therefore, the author discusses about the mathematical models that is related to the traffic flow. It explores on traffic density conditions seen from the macro movement of the vehicles, not each vehicles.

Mathematical model of traffic flow problem is in the form of partial differential equations that could be written in the form of conservation laws. The model is solved using linearization theory of differential equations to find analytical solutions. In addition, the author uses Lax-Friedrichs finite volume method and Jin-Xin relaxation system to solve the model numerically.

Analytical and numerical solutions to the model are simulated using MATLAB software. This study examines the methods which could be used to solve the traffic flow problem if it is compared with the analytical solution as the previous solution. The results are analyzed by viewing the simulation outcomes along with the errors. The smaller the errors, the better the numerical method that is used.

Keywords: traffic flow, partial differential equations, conservation laws, finite

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah mencurahkan rahmat dan roh kudusNya sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat dengan tujuan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Univesitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa penulis melibatkan banyak pihak untuk membantu dalam menghadapi berbagai macam tantangan, kesulitan, dan hambatan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi dan dosen pembimbing skripsi.

2. Bapak Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D., selaku Kaprodi Matematika.

3. Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

4. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, SJ., Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., Bapak Dr. rer. nat. Herry P. Suryawan, S.Si., M.Si., dan Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si. selaku dosen-dosen Prodi Matematika yang telah memberikan banyak pengetahuan kepada penulis selama proses perkuliahan.

5. Bapak/Ibu dosen/karyawan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah berdinamika bersama selama penulis berkuliah.

6. Kedua orang tua dan adik yang telah membantu dan mendukung saya selama proses pengerjaan skripsi.

7. Teman-teman Matematika 2013: Inge, Yui, Sorta, Melisa, Agung, Laras, Ezra, Yuni, Rey, Dion, Wahyu, Indra, Bintang, Tia, Lya, Andre, Sisca, Natali, Yola, Sari, Dita, dan Kristo yang selalu memotivasi, memberi masukan dan keceriaan, dan masih banyak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan ini.

8. Kakak-kakak, teman-teman dan adik-adik: Vincent, Kak Chandra, Kak Happy, Arka, Monic, Kak Lia, Tessa, Vania, Cicil, Kak Arum, Kak Yohan,

(11)

Kak Tika, Kak Kristin, dan yang lainnya, terimakasih untuk semangat dan

dukungannya selama penulis berkuliah dan menulis skripsi ini.

9.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam proses

penulisan skripsi ini.

Semoga segala perhatian, dukungan, bantuan dan cinta yang telah diberikan

mendapatkan balasan dari Tuhan Yesus Kristus. Penulis menyadari bahwa masih

banyak kekurangan dalam penulisan skripsi

ini.

Oleh karena

itu,

penulis

mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi referensi belajar yang baik.

Yogyakarta, 28 Februai 2017

Bernadetta Ambar Sulistiawati

(12)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH TINTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama

: Bernadetta Ambar Sulistiyawati Nomor Mahasiswa : 133114011

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENYELESAIAN NUMERIS MODEL KONTINU ARUS LALU LINTAS

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Intemet atau media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencatumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 28 Februari2017

Yang menyatakan

cM

(Bemadetta Ambar Sulistiyawati)

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... v

MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 4 D. Tujuan Penulisan ... 5 E. Manfaat penulisan ... 5 F. Metode Penulisan ... 5 G. Sistematika Penulisan ... 6

BAB IIPERSAMAAN DIFERENSIAL... 8

A. Turunan ... 8

B. Integral ... 12

C. Penurunan Numeris ... 15

D. Klasifikasi Persamaan Diferensial ... 17

(14)

xiv

F. Metode Volume Hingga ... 21

G. Metode Garis ... 23

H. Matriks Jacobian ... 24

I. Nilai Eigen dan Vektor Eigen ... 25

BAB III PENYELESAIAN MODEL ARUS LALU LINTAS ... 28

A. Hubungan Kecepatan, Kepadatan, dan Arus Lalu Lintas... 28

B. Model Deterministik Arus Lalu Lintas ... 30

C. Linearisasi Model Lalu Lintas ... 38

D. Gelombang Kepadatan Lalu Lintas ... 49

E. Interpretasi Gelombang Lalu Lintas ... 53

F. Contoh Arus Lalu Lintas yang Hampir Seragam ... 54

G. Metode Karakteristik Lalu Lintas Tidak Seragam ... 58

H. Lalu Lintas dari Lampu Merah ke Hijau ... 64

I. Hubungan Linear Antara Kecepatan dan Kepadatan ... 74

J. Nilai Kepadatan Awal Tidak Konstan ... 79

K. Solusi Analitis ... 85

BAB IVSIMULASI NUMERIS ARUS LALU LINTAS ... 89

A. Metode Volume Hingga Lax–Friedrichs ... 89

B. Sistem Relaksasi Jin–Xin ... 93

C. Eror Solusi Numeris ... 99

D. Simulasi Solusi Analitis dan Numeris ... 100

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan

sistematika penulisan skripsi ini.

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari–hari, kita sering menjumpai suatu model

matematika yang berbentuk persamaan, baik linear ataupun nonlinear, serta sistem

persamaan linear maupun nonlinear yang memuat diferensial, integral, dan

persamaan diferensial biasa ataupun persamaan diferensial parsial. Model

matematika tersebut dapat diselesaikan dengan dua cara, yaitu penyelesaian analitis

dan penyelesaian bukan analitis. Penyelesaian analitis adalah penyelesaian model

matematika dengan menggunakan teori atau metode analisis matematika yang telah

ada sedemikian sehingga hasil yang diperoleh merupakan penyelesaian eksak.

Penyelesaian bukan analitis adalah penyelesaian model matematika dengan metode

pendekatan diskret sehingga penyelesaian yang diperoleh merupakan penyelesaian

pendekatan, dan bukan penyelesaian eksak. Penyelesaian pendekatan diskret itu

disebut penyelesaian numeris.

Penyelesaian numeris adalah penyelesaian yang dicari dengan

menggunakan metode numeris. Metode numeris merupakan salah satu bagian dari

(16)

2010). Perkembangan komputer digital yang pesat menyebabkan metode numeris

banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah nyata, yang penyelesaian

eksaknya sangat sulit diperoleh, khususnya model matematika dalam bentuk

persamaan diferensial.

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang melibatkan turunan dari

satu atau lebih variabel terikat yang berhubungan dengan satu atau lebih variabel

bebas. Ada dua jenis persamaan diferensial berdasarkan banyaknya variabel bebas,

yaitu persamaan diferensial biasa yang hanya melibatkan turunan biasa dan

persamaan diferensial parsial yang melibatkan turunan parsial. Ada dua jenis

persamaan diferensial parsial, yaitu persamaan diferensial parsial linear dan

nonlinear. Beberapa contoh model dari persamaan diferensial parsial adalah model

arus lalu lintas di jalan yang ramai, aliran darah yang melalui dinding tabung elastis,

dan gelombang kejut sebagai kasus khusus dari teori umum dinamika gas dan

hidrolika (Wazwaz, 2009). Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai persamaan

diferensial parsial untuk model kontinu arus lalu lintas.

Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 mengatur tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan. Lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas

jalan, sedangkan rambu lalu lintas adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa

lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau panduan yang berfungsi sebagai

peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan. Lampu lalu lintas

adalah lampu yang mengendalikan arus lalu lintas bagi pengguna jalan raya di

persimpangan jalan, tempat penyeberangan bagi pejalan kaki, dan tempat lalu lintas

(17)

memperlancar aliran lalu lintas. Walaupun demikian, tidak bisa dijamin bahwa

kemacetan dapat teratasi dengan adanya lampu lalu lintas. Masalah transportasi

yang paling sering terjadi beberapa tahun terakhir ini adalah kemacetan lalu lintas.

Dalam skripsi ini tidak akan dibahas bagaimana cara mengatasi kemacetan lalu

lintas, namun bagaimana cara merumuskan model deterministik untuk arus lalu

lintas secara kontinu.

Model kontinu arus lalu lintas secara umum adalah 𝜕𝜌

𝜕𝑡 + 𝜕

𝜕𝑥(𝜌𝑢) = 0

dengan 𝜌(𝑥, 𝑡) adalah kepadatan lalu lintas dan 𝑢(𝜌(𝑥, 𝑡)) adalah kecepatan kendaraan yang bergantung pada variabel waktu (𝑡) dan panjang ruas jalan (𝑥) serta domain ruangnya merupakan interval tertutup [𝑎, 𝑏]. Pada skripsi ini kita akan menemukan kepadatan kendaraan setelah lampu menyala merah menjadi hijau

dalam satu dimensi yang diilustrasikan oleh Gambar 1.

Gambar 1 Ilustrasi masalah lalu lintas pada perempatan jalan.

Persamaan di atas disebut persamaan diferensial parsial yang berhubungan dengan

(18)

jalan. Kecepatan kendaraan adalah jarak yang ditempuh kendaraan setiap satuan

waktu.

Penyelesaian persamaan diferensial parsial tersebut memiliki dua

komponen penting yang tidak diketahui, yaitu kepadatan lalu lintas dan kecepatan kendaraan. Secara umum, penyelesaian model kontinu arus lalu lintas tersebut cukup sulit diselesaikan secara analitis, sehingga diperlukan penyelesaian numeris

untuk memecahkannya. Banyak metode numeris yang dapat digunakan untuk

memecahkannya, antara lain metode volume hingga Lax-Friedrichs dan sistem

relaksasi Jin-Xin. Pada skripsi ini akan dibandingkan antara metode volume hingga

Lax-Friedrichs dan sistem relaksasi Jin-Xin untuk melihat metode mana yang

paling baik dengan eror sekecil mungkin. Referensi utama tentang masalah arus

lalu lintas dalam skripsi ini adalah Haberman (1998). Sedangkan untuk metode

volume hingga Lax-Friedrichs merujuk pada LeVeque (1992, 2002) dan sistem

relaksasi Jin-Xin merujuk pada Yohana (2012).

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibicarakan pada tugas akhir ini adalah:

1. Bagaimana memodelkan secara kontinu arus lalu lintas dalam bentuk persamaan

diferensial parsial?

2. Bagaimana menyelesaikan model kontinu arus lalu lintas secara numeris?

3. Bagaimana perbandingan tingkat eror antara metode volume hingga

(19)

Pembahasan masalah dalam skripsi ini dibatasi pada penyelesaian

persamaan diferensial parsial untuk model kontinu arus lalu lintas yang pergerakan

kendaraannya hanya satu arah pada ruas jalan, dengan asumsi kendaraan tidak

saling mendahului.

D. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan skripsi ini, yaitu

1. Memodelkan dan menyelesaikan persamaan arus lintas yang kontinu.

2. Membandingkan eror antara metode volume hingga Lax-Friedrichs dan sistem

relaksasi Jin-Xin, jika diterapkan pada model kontinu arus lalu lintas.

E. Manfaat penulisan

Dengan memodelkan persamaan arus lalu lintas secara kontinu, kita dapat

menyimulasikan pergerakan kendaraan satu arah pada ruas jalan yang bergantung

pada waktu dan panjang ruas jalan.

F. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode

studi pustaka, yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku atau

jurnal-jurnal yang berkaitan dengan persamaan diferensial parsial untuk model kontinu

(20)

G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL

A. Turunan

B. Integral

C. Penurunan Numeris

D. Klasifikasi Persamaan Diferensial

E. Metode Karakteristik

F. Metode Volume Hingga

G. Metode Garis

H. Matriks Jacobian

I. Nilai Eigen dan Vektor Eigen

BAB III PENYELESAIAN NUMERIS ARUS LALU LINTAS

A. Hubungan Kecepatan, Kepadatan, dan Arus Lalu Lintas

B. Model Deterministik Arus Lalu Lintas

(21)

E. Interpretasi Gelombang Lalu Lintas

F. Contoh Arus Lalu Lintas yang Hampir Seragam

G. Metode Karakteristik Lalu Lintas Tidak Seragam

H. Lalu Lintas dari Lampu Merah ke Hijau

I. Hubungan Linear antara Kecepatan dan Kepadatan

J. Nilai Kepadatan Awal Tidak Konstan

K. Solusi Analitis

BAB IV SIMULASI NUMERIS ARUS LALU LINTAS

A. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs

B. Sistem Relaksasi Jin-Xin

C. Eror Solusi Numeris

D. Simulasi Solusi Analitis dan Numeris

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

(22)

8

BAB II

PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pada bab ini akan dipaparkan landasan teori yang digunakan dalam skripsi

ini, yaitu turunan, integral, penurunan numeris, klasifikasi persamaan diferensial,

metode karakteristik, metode garis, matriks Jacobian, dan nilai eigen serta vektor

eigen.

A. Turunan

Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi dan contoh dari turunan, hubungan

turunan dan fungsi kontinu, serta aturan Leibniz.

Definsi 2.1.1

Diberikan fungsi 𝑓: 𝐷𝑓⊆ ℝ → ℝ dan 𝑎 ∈ 𝐷𝑓.

Turunan / derivatif dari fungsi 𝑓 di titik 𝑎 didefinisikan sebagai 𝑓′(𝑎) = lim

ℎ→0

𝑓(𝑎 + ℎ) − 𝑓(𝑎) ℎ

dengan syarat bahwa nilai limit tersebut ada.

Definisi 2.1.2

Definisi lain untuk turunan, jika diambil subtitusi 𝑥 = 𝑎 + ℎ dan ℎ = 𝑥 − 𝑎 maka ℎ → 0 jika dan hanya jika 𝑥 → 𝑎, sehingga

𝑓′(𝑎) = lim 𝑥→𝑎

𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑎) 𝑥 − 𝑎

Jika nilai 𝑓′(𝑎) ada, maka fungsi 𝑓 dikatakan mempunyai turunan atau derivatif di titik 𝑎.

(23)

Contoh 2.1.1

Tentukan turunan fungsi 𝑓(𝑥) = 𝑥2− 3𝑥 di 𝑥 = 2. Penyelesaian: 𝑓′(2) = lim ℎ→0 𝑓(2 + ℎ) − 𝑓(2) ℎ = lim ℎ→0 (2 + ℎ)2− 3(2 + ℎ) − (22− 3 ∙ 2) ℎ = lim ℎ→0 4 + 4ℎ + ℎ2− 6 − 3ℎ + 2 ℎ = lim ℎ→0 ℎ2+ ℎ ℎ = lim ℎ→0ℎ + 1 = 1. Definisi 2.1.3

Diberikan fungsi 𝑓: 𝐷𝑓 ⊆ ℝ → ℝ , maka turunan atau derivatif dari fungsi 𝑓 untuk setiap titik 𝑥 ∈ 𝐷𝑓 adalah

𝑓′(𝑥) = lim ℎ→0 𝑓(𝑥 + ℎ) − 𝑓(𝑥) ℎ atau 𝑓′(𝑥) = lim 𝑦→𝑥 𝑓(𝑦) − 𝑓(𝑥) 𝑦 − 𝑥 dengan syarat bahwa nilai limit tersebut ada.

Contoh 2.1.2

Tentukan turunan fungsi 𝑓′(𝑥) jika diketahui 𝑓(𝑥) = 𝑥3. Penyelesaian:

𝑓′(𝑥) = lim ℎ→0

𝑓(𝑥 + ℎ) − 𝑓(𝑥) ℎ

(24)

= lim ℎ→0 (𝑥 + ℎ)3− 𝑥3 ℎ = lim ℎ→0 𝑥3 + 3𝑥2ℎ + 3𝑥ℎ2+ ℎ3− 𝑥3 ℎ = lim ℎ→0 3𝑥2ℎ + 3𝑥ℎ2+ ℎ3 ℎ = lim ℎ→03𝑥 2 + 3𝑥ℎ + ℎ2 = 3𝑥2. Contoh 2.1.3

Tentukan turunan pertama fungsi 𝑓(𝑥) =𝑥+1𝑥+2. Penyelesaian: 𝑓′(𝑥) = lim 𝑦→𝑥 𝑓(𝑦) − 𝑓(𝑥) 𝑦 − 𝑥 = lim 𝑦→𝑥 𝑦 + 1 𝑦 + 2 −𝑥 + 1𝑥 + 2 𝑦 − 𝑥 = lim 𝑦→𝑥 (𝑦 + 1)(𝑥 + 2) − (𝑥 + 1)(𝑦 + 2) (𝑥 + 2)(𝑦 + 2) 𝑦 − 𝑥 = lim 𝑦→𝑥 𝑥𝑦 + 2𝑦 + 𝑥 + 2 − 𝑥𝑦 − 2𝑥 − 𝑦 − 2 (𝑥 + 2)(𝑦 + 2) 𝑦 − 𝑥 = lim 𝑦→𝑥 𝑦 − 𝑥 (𝑥 + 2)(𝑦 + 2) 𝑦 − 𝑥 = lim 𝑦→𝑥 1 (𝑥 + 2)(𝑦 + 2) = 1 (𝑥 + 2)2 .

(25)

Teorema 2.1.1

Jika 𝑓(𝑥) mempunyai turunan atau terdiferensial di 𝑥 = 𝑎, maka 𝑓(𝑥) kontinu di 𝑥 = 𝑎.

Bukti dapat dilihat pada buku karangan Hallet. H, Gleason, McCallum, dkk yang

berjudul Calculus (Single and Multi Variable).

Teorema 2.1.2

Jika 𝑓 dan 𝑔 kedua fungsi yang mempunyai turunan, maka fungsi komposisi 𝑓 ∘ 𝑔 juga mempunyai turunan yaitu

(𝑓 ∘ 𝑔)′(𝑥) = 𝑓(𝑔(𝑥))𝑔(𝑥)

dengan menggunakan notasi Leibniz, rumus di atas dapat dibagi menjadi dua kasus

yaitu:

Kasus 1. Jika 𝑦 = 𝑓(𝑢) fungsi terhadap 𝑢 dan 𝑢 = 𝑔(𝑥) fungsi terhadap 𝑥 yang

keduanya terdiferensial, maka 𝑑𝑦 𝑑𝑥= 𝑑𝑦 𝑑𝑢∙ 𝑑𝑢 𝑑𝑥.

Kasus 2. Jika 𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦) fungsi terhadap 𝑥 dan 𝑦 yang terdiferensial dengan 𝑥 =

𝑔(𝑡) dan 𝑦 = ℎ(𝑡) fungsi terhadap 𝑡 yang juga terdiferensial maka 𝑑𝑧 𝑑𝑡 = 𝜕𝑧 𝜕𝑥∙ 𝑑𝑥 𝑑𝑡 + 𝜕𝑧 𝜕𝑦∙ 𝑑𝑦 𝑑𝑡.

Bukti dapat dilihat pada buku karangan Hallet. H, Gleason, McCallum, dkk yang

berjudul Calculus (Single and Multi Variable).

Contoh 2.1.1

Tentukan turunan (𝑑𝑦𝑑𝑥) jika diketahui 𝑦 = 𝑢2 + 3𝑢 dan 𝑢 = 3𝑥2 + 5𝑥 − 1. Penyelesaian:

(26)

Dipandang 𝑑𝑦 𝑑𝑥= 𝑑(𝑢2+ 3𝑢) 𝑑𝑢 ∙ 𝑑(3𝑥2+ 5𝑥 − 1) 𝑑𝑥 , 𝑑𝑦 𝑑𝑥 = (2𝑢 + 3) ∙ (6𝑥 + 5). Karena 𝑢 = 3𝑥2 + 5𝑥 − 1, maka didapat 𝑑𝑦

𝑑𝑥 = (2(3𝑥2+ 5𝑥 − 1) + 3) ∙ (6𝑥 + 5).

Contoh 2.1.2

Diketahui 𝑧 = 𝑥3+ 3𝑥𝑦, dengan 𝑥 = 5𝑡2 dan 𝑦 = 𝑡2 + 7𝑡. Tentukan 𝑑𝑧 𝑑𝑡. Penyelesaian: 𝑑𝑧 𝑑𝑡 = 𝜕(𝑥3+ 3𝑥𝑦) 𝜕𝑥 ∙ 𝑑(5𝑡2) 𝑑𝑡 + 𝜕(𝑥3+ 3𝑥𝑦) 𝜕𝑦 ∙ 𝑑(𝑡2+ 7𝑡) 𝑑𝑡 , 𝑑𝑧 𝑑𝑡= (3𝑥2+ 3𝑦) ∙ 10𝑡 + 3𝑥 ∙ (2𝑡 + 7), 𝑑𝑧 𝑑𝑡= 30𝑥2𝑡 + 30𝑦𝑡 + 6𝑥𝑡 + 21𝑥. B. Integral

Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi dan contoh dari integral tak tentu dan

integral tertentu.

Definisi 2.2.1

Integral suatu fungsi dapat didefinisikan sebagai invers/anti turunan fungsi yang dinotasikan oleh ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 = 𝐹(𝑥), yang artinya integral fungsi 𝑓(𝑥) terhadap 𝑥.

Contoh 2.2.1

Tentukan integral dari fungsi 𝑓(𝑥) = 2𝑥. Penyelesaian:

(27)

∫ 2𝑥 𝑑𝑥 = 𝑥2+ 𝑐, 𝑐 ∈ ℝ.

Definsi 2.2.2

Misalkan 𝑔 adalah fungsi bernilai real yang terdefinisi pada interval [𝑎, 𝑏] dan {𝑥0, 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛−1, 𝑥𝑛} dengan 𝑎 = 𝑥0 < 𝑥1 < 𝑥2 < ⋯ < 𝑥𝑛−1 = 𝑏 yang merupakan partisi pada [𝑎, 𝑏], 𝑓 dikatakan terintegral Riemann pada interval [𝑎, 𝑏] jika limit berikut ada

∫ 𝑓(𝑥) 𝑏 𝑎 𝑑𝑥 = lim ‖∆𝑥‖→0∑ 𝑓(𝑥𝑗 ∗)(𝑥 𝑗− 𝑥𝑗−1) 𝑛 𝑗=1

dengan ‖∆𝑥‖ = max1≤𝑗≤𝑛(𝑥𝑗 − 𝑥𝑗−1) dan 𝑥𝑗∗ ∈ [𝑥𝑗−1, 𝑥𝑗] disebut titik evaluasi (𝑡𝑎𝑔).

Jumlahan Riemann didefinisikan sebagai

∑ 𝑓(𝑥𝑗)(𝑥 𝑗− 𝑥𝑗−1) 𝑛 𝑗=1 . Definisi 2.2.3

Jika 𝑓 merupakan fungsi kontinu pada interval tertutup [𝑎, 𝑏], kita dapat membagi interval tertutup [𝑎, 𝑏] menjadi 𝑛 sub interval yang lebarnya sama yaitu ∆𝑥𝑖 = (𝑏 − 𝑎) 𝑛⁄ dengan 𝑖 = 1,2,3 … , 𝑛. Diambil 𝑥0(= 𝑎), 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛(= 𝑏) menjadi titik sampel dari subinterval dan 𝑥1∗, 𝑥2∗, … , 𝑥𝑛∗ sembarang titik sampel dari subinterval sehingga 𝑥𝑖 yang terletak pada subinterval ke-𝑖 [𝑥

𝑖−1, 𝑥𝑖]. Maka integral tertentu dari fungsi 𝑓 pada interval tertutup [𝑎, 𝑏] didefinisikan sebagai

∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥𝑏 𝑎 = lim 𝑛→∞∑ 𝑓(𝑥𝑖 ∗)∆𝑥 𝑖 𝑛 𝑖=1 .

(28)

Contoh 2.2.2

Tentukan integral fungsi 𝑓(𝑥) = 2𝑥 − 3 pada interval tertutup [0,3] dengan menggunakan definisi.

Penyelesaian:

Bagi interval [0,3] kedalam 𝑛 subinterval yang sama panjang dengan ∆𝑥𝑖 = 𝑏 − 𝑎

𝑛 =

3 𝑛. Ambil titik sampel 𝑥𝑖= 𝑎 + ∆𝑥

𝑖𝑖 = 0 +𝑛3𝑖 =3𝑖𝑛. Jadi, 𝑓(𝑥𝑖) = 𝑓(𝑥

𝑖) = 2 (3𝑖𝑛) − 1 =6𝑖𝑛 − 1. Kemudian, jumlahan Riemman didapat

∑ 𝑓(𝑥𝑖∗)∆𝑥𝑖 𝑛 𝑖=1 = ∑ (6𝑖 𝑛 − 1) 3 𝑛 𝑛 𝑖=1 = 3 𝑛∑ ( 6𝑖 𝑛 − 1) 𝑛 𝑖=1 = 3 𝑛(∑ 6𝑖 𝑛 𝑛 𝑖=1 − ∑ 1 𝑛 𝑖=1 ) = 3 𝑛( 6 𝑛∑ 𝑖 𝑛 𝑖=1 − ∑ 1 𝑛 𝑖=1 ) = 3 𝑛( 6 𝑛 1 2𝑛(𝑛 + 1) − 𝑛) = 9(𝑛 + 1) 𝑛 − 3 = 6 + 9 𝑛. Jadi, ∫ (2𝑥 + 1)𝑑𝑥3 0 = lim 𝑛→∞(6 + 9 𝑛) = 6.

(29)

C. Penurunan Numeris

Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi deret Taylor dan hampiran metode

numeris.

Teorema 3.3.1

Misalkan 𝑓 fungsi kontinu dan terdiferensial takhingga kali. Fungsi 𝑓 dapat dideretkan secara Taylor di sekitar titik 𝑥 = 𝑐 dengan 𝑐 ∈ ℝ, yaitu

𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑐) +𝑓 ′(𝑐) 1! (𝑥 − 𝑐) + 𝑓′(𝑐) 2! (𝑥 − 𝑐)2+ 𝑓′(𝑐) 3! (𝑥 − 𝑐)3+ ⋯. Kasus khusus untuk nilai 𝑐 = 0, deret Taylor disebut deret Maclaurin.

Bukti dapat dilihat pada buku karangan Dale Varberg, dkk yang berjudul Kalkulus

Edisi Kesembilan Jilid 2.

Teorema 3.3.2 (Teorema Taylor dengan suku sisa Lagrange)

Jika 𝑓, 𝑓′, 𝑓′′, … , 𝑓(𝑛) kontinu pada interval [𝑎, 𝑏] dan 𝑓(𝑛+1) kontinu pada interval (𝑎, 𝑏) maka untuk setiap 𝑥 dan 𝑐 dalam [𝑎, 𝑏] terdapat bilangan 𝜉 di antara 𝑥 dan 𝑐 sehingga berlaku 𝑓(𝑥) = ∑𝑓 𝑘(𝑐) 𝑘! (𝑥 − 𝑐)𝑘+ 𝐸𝑛 𝑛 𝑘=0 dengan 𝐸𝑛 =𝑓 (𝑛+1)(𝜉) (𝑛+1)! (𝑥 − 𝑐)𝑛+1.

Bukti dapat dilihat pada buku karangan Dale Varberg, dkk yang berjudul Kalkulus

Edisi Kesembilan Jilid 2.

Definisi 3.3.2

Dipandang fungsi 𝑦 = 𝑓(𝑥). Turunan fungsi 𝑦 terhadap variabel 𝑥 didefinisikan oleh

(30)

𝑓′(𝑥) = lim ∆𝑥→0

𝑓(𝑥 + ∆𝑥) − 𝑓(𝑥)

∆𝑥 .

Tidak semua fungsi dapat diturunkan secara langsung karena sering kali hanya

diketahui beberapa titik pada data awal, fungsi tidak diketahui secara eksplisit atau

fungsi mempunyai bentuk yang sangat rumit. Oleh karena itu, dalam perhitungan

turunan fungsi dapat diselesaikan dengan metode numeris yang hasilnya berupa

hampiran mendekati nilai turunan sebenarnya tetapi dengan eror yang sekecil

mungkin. Contoh-contoh di bawah ini merupakan fungsi yang sulit untuk

diturunkan secara langsung, antara lain

(1) 𝑓(𝑥) = cos 𝑥+𝑒

−𝑥 3𝑥 sin 𝑥 √sin(4𝑥3)+𝑥2tan(5𝑥)

(2) 𝑓(𝑥) = 𝑥2ln(8𝑥3)𝑒(5𝑥2+3𝑥+2) Tiga hampiran metode numeris yaitu

1. Hampiran beda maju

Dipandang fungsi 𝑓 = 𝑓(𝑥). Turunan 𝑦 terhadap variabel 𝑥 didefinisikan oleh

𝑓′(𝑥) = lim ∆𝑥→0

𝑓(𝑥 + ∆𝑥) − 𝑓(𝑥)

∆𝑥 ,

atau untuk ∆𝑥 tertentu menjadi

𝑓′(𝑥) ≈𝑓(𝑥 + ∆𝑥) − 𝑓(𝑥)

∆𝑥 .

2. Hampiran beda mundur

Dipandang fungsi 𝑓 = 𝑓(𝑥). Turunan 𝑦 terhadap variabel 𝑥 didefinisikan oleh

𝑓′(𝑥) = lim ∆𝑥→0

𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑥 − ∆𝑥)

(31)

atau untuk ∆𝑥 tertentu menjadi

𝑓′(𝑥) ≈𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑥 − ∆𝑥)

∆𝑥 .

3. Hampiran beda pusat

Dipandang fungsi 𝑓 = 𝑓(𝑥). Turunan 𝑦 terhadap variabel 𝑥 didefinisikan oleh

𝑓′(𝑥) = lim ∆𝑥→0

𝑓(𝑥 + ∆𝑥) − 𝑓(𝑥 − ∆𝑥)

2∆𝑥 ,

atau untuk ∆𝑥 tertentu menjadi

𝑓′(𝑥) ≈𝑓(𝑥 + ∆𝑥) − 𝑓(𝑥 − ∆𝑥)

2∆𝑥 .

D. Klasifikasi Persamaan Diferensial

Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi dan contoh dari persamaan diferensial,

persamaan diferensial biasa, dan persamaan diferensial parsial.

Definisi 2.4.1

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang melibatkan turunan satu atau

lebih variabel terikat yang berhubungan dengan satu atau lebih variabel bebas.

Contoh 2.4.1

Beberapa contoh di bawah ini merupakan persamaan diferensial: 𝑑𝑦 𝑑𝑡 = 𝑦 + 2, (2.4.1) 𝜕𝑢 𝜕𝑡 + 𝜕𝑢 𝜕𝑥 = 𝑓(𝑢), (2.4.2) 𝑑2𝑦 𝑑𝑥2+ 2𝑦 ( 𝑑𝑦 𝑑𝑥) 2 = 0, (2.4.3)

(32)

𝜕2𝑣 𝜕𝑦2− 𝜕2𝑣 𝜕𝑥2 − 𝜕2𝑣 𝜕𝑥𝜕𝑦= 0. (2.4.4) Definisi 2.4.2

Persamaan diferensial biasa adalah persamaan diferensial yang hanya melibatkan

turunan biasa terhadap satu variabel bebas.

Contoh 2.4.2

Contoh dari persamaan diferensial biasa terdapat pada persamaan (2.4.1) dan (2.4.3). Persamaan (2.4.1) adalah persamaan diferensial biasa order satu dengan 𝑡 merupakan variabel bebas, sedangkan 𝑦 merupakan variabel terikat. Persamaan (2.4.3) adalah persamaan diferensial biasa tingkat dua dengan 𝑥 merupakan variabel bebas sedangkan 𝑦 merupakan variabel terikat.

Definisi 2.4.3

Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang menyatakan

hubungan antara turunan/derivatif parsial dengan variabel-variabel bebasnya.

Contoh 2.4.3

Contoh dari persamaan diferensial biasa terdapat pada persamaan (2.4.2) dan (2.4.4). Persamaan (2.4.2) adalah persamaan diferensial parsial order satu dengan 𝑡 dan 𝑥 merupakan variabel bebas, sedangkan 𝑢 merupakan variabel terikat. Persamaan (2.4.4) adalah persamaan diferensial biasa tingkat dua dengan 𝑥, 𝑦, dan 𝑧 merupakan variabel bebas, sedangkan 𝑣 merupakan variabel terikat.

(33)

E. Metode Karakteristik Definisi 2.5.1

Persamaan diferensial parsial dikatakan linear jika:

a) tidak ada perkalian antara variabel-variabel tak bebas dengan dirinya sendiri

atau dengan turunan-turunannya,

b) tidak ada fungsi transendental (trigonometri, logaritma, eksponensial,

siklometri, hiperbolik) yang terlibat dari fungsi dalam variabel-variabel tak

bebas.

Definisi 2.5.2

Tingkat atau order dalam persamaan diferensial parsial didefinisikan sebagai

tingkat dari turunan tertinggi yang muncul pada persamaan diferensial parsial.

Definisi 2.5.3

Dipandang persamaan diferensial parsial linear order satu berikut 𝑎(𝑥, 𝑦)𝑢𝑥+ 𝑏(𝑥, 𝑦)𝑢𝑦+ 𝑐(𝑥, 𝑦)𝑢 = 𝑓(𝑥, 𝑦). Kurva-kurva yang memenuhi persamaan diferensial biasa yaitu

𝑑𝑥 𝑎(𝑥, 𝑦)=

𝑑𝑦 𝑏(𝑥, 𝑦) disebut kurva karakteristik persamaan diferensial tersebut. Catatan: notasi 𝑢𝑥 bermakna 𝜕𝑢(𝑥, 𝑦) 𝜕𝑥⁄ .

Penurunan persamaan diatas dapat dilihat pada buku karangan Lokenath Debnath

yang berjudul Nonlinear Partial Differential Equations for Scientists and Engineers. Misalkan persamaan diferensial biasa diatas mempunyai penyelesaian ℎ(𝑥, 𝑦) = 𝑘, dengan membuat transformasi

(34)

𝜂 = ℎ(𝑥, 𝑦), maka 𝑢𝑥 =𝜕𝑢(𝑥, 𝑦) 𝜕𝑥 = 𝜕𝑢 𝜕𝜉 𝜕𝜉 𝜕𝑥+ 𝜕𝑢 𝜕𝜂 𝜕𝜂 𝜕𝑥, atau 𝑢𝑥= 𝑢𝜉. 1 + 𝑢𝜂ℎ𝑥, atau 𝑢𝑥 = 𝑢𝜉+ 𝑢𝜂ℎ𝑥, dan 𝑢𝑦 =𝜕𝑢(𝑥, 𝑦) 𝜕𝑦 = 𝜕𝑢 𝜕𝜉 𝜕𝜉 𝜕𝑦+ 𝜕𝑢 𝜕𝜂 𝜕𝜂 𝜕𝑦, atau 𝑢𝑥= 𝑢𝜉. 0 + 𝑢𝜂𝜂𝑦, atau 𝑢𝑥 = 𝑢𝜂𝜂𝑦, atau 𝑢𝑥 = 𝑢𝜂ℎ𝑦. Contoh 2.5.1

Tentukan penyelesaian dari persamaan 𝑢𝑥+ 𝑦𝑢𝑦 = 𝑥 dengan 𝑢(1, 𝑦) = cos 𝑦. Penyelesaian:

Karakteristik dari persamaan tersebut diberikan oleh 𝑑𝑥

1 = 𝑑𝑦

(35)

∫ 𝑑𝑥 = ∫𝑑𝑦 𝑦 , 𝑥 + 𝑘 = ln 𝑦,

𝑒𝑥𝑒𝑘= 𝑦,

𝑦 = 𝑐𝑒𝑥 atau c = 𝑦𝑒−𝑥. Kemudian, ditransformasi menjadi

𝜉 = 𝑥 atau 𝑥 = 𝜉, 𝜂 = 𝑦𝑒−𝑥 atau 𝑦 = 𝜂𝑒𝑥. Persamaan diferensial parsial tersebut menjadi

𝑢𝜉 = 𝜉, sehingga, 𝜕𝑢 𝜕𝜉 = 𝜉, ∫ 𝜕𝑢 = ∫ 𝜉𝜕𝜉, 𝑢 =𝜉2 2 + 𝑔(𝜂) = 𝑥2 2 + 𝑔(𝑦𝑒−𝑥), dan u(1, 𝑦) = cos 𝑦 =12+ 𝑔(𝑦𝑒−1).

Misal 𝑧 =𝑦𝑒 maka 𝑦 = 𝑒𝑧 didapat 𝑔(𝑧) = cos 𝑒𝑧 −12. Jadi, penyelesaiannya 𝑢 =𝑥22+ 𝑐𝑜𝑠(𝑦𝑒−𝑥) −1

2.

F. Metode Volume Hingga

Pada subbab ini akan dijelaskan skema upwind dan skema volume hingga

(36)

1. Skema Upwind

Dipandang persamaan diferensial hiperbolik order satu yaitu 𝑞𝑡+ 𝑐𝑞𝑥 = 0

dengan 𝑐 ∈ ℝ+ (arah rambatannya ke kanan). Skema upwind untuk persamaan diatas adalah

𝑄𝐼𝑛+1 = 𝑄 𝐼𝑛−

∆𝑡

∆𝑥(𝐹𝑖+1 2𝑛 ⁄ − 𝐹𝑖−1 2𝑛 ⁄ ). Fluks upwind untuk 𝐹𝑖−1 2𝑛 dan 𝐹

𝑖+1 2𝑛 ⁄ didefinisikan sebagai 𝐹𝑖+1 2𝑛 ≈ 𝑓(𝑞(𝑥𝑖, 𝑡𝑛)), 𝐹𝑖+1 2𝑛 ≈ 𝑐𝑞(𝑥𝑖, 𝑡𝑛), 𝐹𝑖+1 2𝑛 ≈ 𝑐𝑄𝑖𝑛, dan 𝐹𝑖−1 2𝑛 ≈ 𝑓(𝑞(𝑥𝑖−1, 𝑡𝑛)), 𝐹𝑖−1 2𝑛 ≈ 𝑐𝑞(𝑥𝑖−1, 𝑡𝑛), 𝐹𝑖−1 2𝑛 ≈ 𝑐𝑄𝑖−1𝑛 .

2. Skema Volume Hingga

Dipandang persamaan diferensial parsial berbentuk hukum kekekalan

hiperbolik

𝑞𝑡+ 𝑓(𝑞)𝑥 = 0

Diambil nilai 𝑄𝑖𝑛 sebagai pendekatan nilai rata-rata interval ke-𝑖 pada waktu ke 𝑡𝑛 sebagai berikut

𝑄𝑖𝑛 = 1

∆𝑥∫ 𝑞(𝑥, 𝑡𝑛)𝑑𝑥 𝑥𝑖+1 2⁄

(37)

dengan ∆𝑥 = 𝑥𝑖+1 2− 𝑥𝑖−

1

2 , yang fluks volume hingganya pada 𝑥 = 𝑥𝑖+ 1 2 diberikan oleh 𝐹 𝑖+12 𝑛 = 1 ∆𝑡∫ 𝑓(𝑞(𝑥𝑖, 𝑡))𝑑𝑡 𝑡𝑛+1 𝑡𝑛 maka 𝑄𝑖𝑛+1− 𝑄𝑖𝑛 ∆𝑡 + 𝐹 𝑖+12 𝑛 − 𝐹 𝑖−12 𝑛 ∆𝑥 = 0, atau 𝑄𝑖𝑛+1− 𝑄 𝑖𝑛 ∆𝑡 = − 𝐹 𝑖+12 𝑛 − 𝐹 𝑖−12 𝑛 ∆𝑥 , atau 𝑄𝑖𝑛+1− 𝑄 𝑖𝑛 = −∆𝑡 𝐹 𝑖+12 𝑛 − 𝐹 𝑖−12 𝑛 ∆𝑥 , atau 𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖𝑛− ∆𝑡 ∆𝑥(𝐹𝑖+12 𝑛 − 𝐹 𝑖−12 𝑛 ). G. Metode Garis

Metode garis merupakan teknik secara umum untuk menyelesaikan

persamaan diferensial parsial dengan menggunakan beda hingga yang berhubungan

dengan turunan pada ruang dan persamaan diferensial biasa pada turunan waktu.

Definisi 2.6.1

Persamaan diferensial parsial order satu dikatakan hiperbolik jika matriks Jacobian

(38)

Definisi 2.6.2

Dipandang persamaan diferensial parsial hiperbolik order satu dalam domain ruang 0 ≤ 𝑥 ≤ 𝐿 dan domain waktu 𝑡 > 0

𝑢𝑡+ 𝑣𝑢𝑥 = 0 (2.6.1)

Persamaan di atas disebut persamaan adveksi linear dengan 𝑣 adalah konstanta yang menyatakan kecepatan arus. Aproksimasi metode garis pada persamaan (2.6.1)

yaitu: 𝑑𝑢𝑖 𝑑𝑡 = −𝑣 𝑢𝑖 − 𝑢𝑖−1 ∆𝑥 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑛 dengan ∆𝑥 =𝐿𝑛.

Catatan: Persamaan dapat ditulis sebagai persamaan diferensial biasa jika persamaan hanya bergantung pada satu variabel bebas (𝑡).

H. Matriks Jacobian

Diketahui 𝑦̅ = 𝑓(𝑥̅) yang terdiri dari 𝑛 buah persamaan dengan 𝑥̅ = (𝑥1, 𝑥2, 𝑥3, … , 𝑥𝑛) yaitu 𝑦̅ = [ 𝑓1(𝑥̅) 𝑓2(𝑥̅) .. . 𝑓𝑛(𝑥̅)] , (2.7.1)

(39)

{ 𝑦1 = 𝑓1(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛), 𝑦2 = 𝑓2(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛), . . . 𝑦𝑛 = 𝑓𝑛(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛). (2.7.2)

Matriks Jacobian didefinisikan sebagai

𝐽(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛) = [ 𝜕𝑦1 𝜕𝑥1 ⋯ 𝜕𝑦1 𝜕𝑥𝑛 ⋮ ⋱ ⋮ 𝜕𝑦𝑛 𝜕𝑥1 ⋯ 𝜕𝑦𝑛 𝜕𝑥𝑛] . (2.7.3)

Determinan Jacobian didefiniskan sebagai

|𝐽| = |𝜕(𝑦1, 𝑦2, … , 𝑦𝑛)

𝜕(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛)|. (2.7.4)

I. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Definisi 2.8.1 (Leon, 2001)

Misalkan 𝑨 adalah suatu matriks 𝑛 × 𝑛. Skalar 𝜆 disebut sebagai suatu nilai eigen atau nilai karakteristik (characteristic value) dari 𝑨 jika dan hanya jika terdapat suatu vektor tak nol x, sehingga 𝑨x = 𝜆x. Vektor x disebut vektor eigen atau

vektor karakteristik yang berkorespondensi dengan 𝜆. Contoh 2.8.1

Tentukan nilai eigen jika diketahui

𝑨 = (4 −2

1 1 ) dan x= (21). Penyelesaian:

(40)

Karena

𝑨x= (4 −21 1 ) (21) = (63) = 3 (21) = 3x.

Dari persamaan ini terlihat bahwa 𝜆 = 3 adalah nilai eigen dari 𝑨 dan x merupakan vektor eigen dari 𝜆. Sesungguhnya, sembarang kelipatan taknol dari vektor eigen x akan menjadi vektor eigen, karena

𝑨(𝛼𝐱) = 𝑨𝛼𝐱 = 𝛼𝑨𝐱 = α𝜆𝐱 = 𝜆(𝛼𝐱)

Jadi, sebagai contoh (4,2)𝑇 juga vektor eigen milik 𝜆 = 3. Hal ini dapat di lihat dari (4 −2

1 1 ) (42) = (126) = 3 (42).

Contoh 2.8.2

Carilah nilai-nilai eigen dan vektor eigen yang bersesuaian dengan matriks

𝑨 = (3 2 3 −2) Penyelesaian:

Persamaan karakteristiknya adalah

|3 − 𝜆 2

3 −2 − 𝜆| = 0, atau 𝜆2− 𝜆 − 12 = 0.

Jadi, nilai-nilai eigen dari 𝑨 adalah 𝜆1 = 4 dan 𝜆2 = −3. Untuk mencari vektor eigen yang dimiliki oleh 𝜆1 = 4, kita harus menentukan ruang nol dari 𝑨 − 4𝑰.

𝑨 − 4𝑰 = (−13 −62 ) Dengan menyelesaikan (𝑨 − 4𝑰)𝐱 = 𝟎, kita mendapatkan

(41)

Jadi semua kelipatan tak nol (2,1)𝑇 adalah vektor eigen milik 𝜆

1 dan {(2,1)𝑇} adalah suatu vektor eigen untuk ruang eigen yang bersesuaian dengan 𝜆1. Dengan cara yang sama, untuk mendapatkan vektor eigen bagi 𝜆2, kita harus menyelesaikan Pada kasus ini, {(−1,3)𝑇} adalah basis untuk 𝑁(𝑨 + 3𝑰) dan sembarang kelipatan taknol dari {(−1,3)𝑇} adalah vektor eigen milik 𝜆

2. Di sini, 𝑁 melambangkan ruang nol.

(42)

28

BAB III

PENYELESAIAN MODEL ARUS LALU LINTAS

A. Hubungan Kecepatan, Kepadatan, dan Arus Lalu Lintas

Dalam masalah arus lalu lintas, ada tiga variabel dasar lalu lintas yaitu

kecepatan kendaraan, kepadatan lalu lintas, dan arus lalu lintas. Untuk

menunjukkan ketiga hubungan variabel tersebut, ada salah satu kemungkinan yang

terjadi yaitu situasi lalu lintas yang sederhama. Misalkan, lalu lintas pada jalan yang sama bergerak dengan kecepatan konstan 𝑢0 dan kepadatan lalu lintas konstan 𝜌0. Ilustrasi ditunjukan oleh Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Lalu lintas kendaraan konstan.

Karena kecepatan setiap kendaraan konstan maka jarak antar kendaraan

akan tetap konstan. Oleh karena itu, kepadatan lalu lintas tidak akan berubah seperti jumlah kendaraan yang diamati oleh pengamat per jamnya. Setelah waktu 𝜏 jam, setiap kendaraan bergerak sejauh 𝜏𝑢0, yaitu pergerakan pengemudi dalam kendaraan akan sama dengan kecepatan kendaraan dikalikan dengan waktu. Jadi, jumlah kendaraan dalam jarak 𝜏𝑢0 adalah banyaknya kendaraan yang diamati oleh pengamat yang melewati posisi pengamat setelah waktu 𝜏 jam (lihat Gambar 3.2).

(43)

Gambar 3.2 Jarak kendaraan yang bergerak dengan kecepatan konstan dalam

waktu 𝜏 jam.

Misalkan 𝜌0 adalah banyaknya kendaraan per mil dan 𝜏𝑢0 adalah jarak pergerakan kendaraan, maka 𝜌0𝜏𝑢0 adalah banyaknya kendaraan yang melewati pengamat setelah waktu 𝜏 jam. Jumlah kendaraan per jam disebut arus lalu lintas. Secara matematis arus lalu lintas didefinisikan oleh

𝑞 = 𝜌0𝑢0. (3.1.1)

Persamaan tersebut telah diturunkan dari masalah yang telah

disederhanakan. Hal ini digunakan untuk menunjukkan hukum dasar dari masalah

lalu lintas bahwa arus lalu lintas sama dengan kepadatan lalu lintas dikalikan dengan kecepatan kendaraan. Jika variabel pada lalu lintas bergantung pada 𝑥 dan 𝑡 seperti 𝑞(𝑥, 𝑡), 𝜌(𝑥, 𝑡), 𝑢(𝑥, 𝑡) maka dapat ditunjukkan bahwa

𝑞(𝑥, 𝑡) = 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑢(𝑥, 𝑡). (3.1.2) Persamaan (3.1.2) dapat ditunjukkan dengan memisalkan jumlah kendaraan yang melewati 𝑥 = 𝑥0 dengan perbedaan waktu ∆𝑡 yang sangat kecil seperti waktu antara 𝑡0 dan 𝑡0+ ∆𝑡. Jika ∆𝑡 sangat kecil, maka kendaraan bergerak lambat. 𝜌 dan 𝑢 adalah fungsi kontinu yang bergantung pada 𝑥 dan 𝑡, sehingga 𝜌(𝑥, 𝑡) dan 𝑢(𝑥, 𝑡) dapat didekati sebagai fungsi konstan dengan nilai 𝑥 = 𝑥0 dan 𝑡 = 𝑡0. Perbedaan

𝑢𝑜𝜏

(44)

waktu ∆𝑡 yang sangat kecil dan kendaraan melewati ruas jalan yang sempit maka arus lalu lintas dapat diaproksimasi dengan 𝑢(𝑥, 𝑡)∆𝑡 yang melalui pengamat, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3. Oleh karena itu, banyaknya kendaraan

yang melewati ruas jalan dapat diaproksimasi dengan 𝑢(𝑥, 𝑡)∆𝑡𝜌(𝑥, 𝑡) sehingga arus lalu lintas diberikan oleh persamaan (3.1.2). Fungsi konstan 𝑢0 dan 𝜌0 tidak membutuhkan modifikasi seperti fungsi 𝑢(𝑥, 𝑡) dan 𝜌(𝑥, 𝑡). Akibatnya, ada tiga variabel dasar dalam masalah lalu lintas yaitu kepadatan lalu lintas 𝜌(𝑥, 𝑡), kecepatan kendaraan 𝑢(𝑥, 𝑡), dan arus lalu lintas 𝑞(𝑥, 𝑡) yang sesuai pada persamaan (3.1.2).

Gambar 3.3 Aproksimasi perbedaan pergerakan kendaraan dalam waktu ∆𝑡.

B. Model Deterministik Arus Lalu Lintas

Misalkan kondisi awal untuk kepadatan arus lalu lintas (𝜌(𝑥, 𝑡)) dan kecepatan kendaraan (𝑢(𝑥, 𝑡)) diketahui pada panjang jalannya yang tak terhingga. Pergerakan setiap kendaraan didefinisikan dengan persamaan diferensial biasa

order satu, yaitu:

𝑑𝑥

𝑑𝑡 = 𝑢(𝑥, 𝑡) (3.2.1)

dengan 𝑥(0) = 𝑥0.

(45)

Persamaan (3.2.1) menyatakan persamaan yang bergantung pada posisi

setiap kendaraan pada waktu tertentu. Penyelesaian dari persamaan tersebut berupa

fungsi kepadatan lalu lintas (𝜌(𝑥, 𝑡)). Akibatnya, kecepatan kendaraan mempengaruhi kepadatan lalu lintas.

Diketahui interval panjang ruas jalan dari 𝑥 = 𝑎 sampai 𝑥 = 𝑏 seperti pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Kendaraan yang masuk dan keluar dari ruas jalan.

Jadi, jumlah kendaraan (𝑁) pada interval 𝑥 = 𝑎 sampai 𝑥 = 𝑏 adalah 𝑁 = ∫ 𝜌(𝑥, 𝑡) 𝑑𝑥.𝑏

𝑎

(3.2.2)

Jika tidak ada ruas jalan lain yang digunakan untuk masuk dan keluarnya kendaraan, maka jumlah kendaraan dari 𝑥 = 𝑎 sampai 𝑥 = 𝑏 akan berubah yang perubahannya hanya dipengaruhi oleh posisi di 𝑥 = 𝑎 dan 𝑥 = 𝑏. Jumlah kendaraan akan berkurang jika kendaraan-kendaraan keluar dari daerah melalui 𝑥 = 𝑏, tetapi jumlah kendaraan akan bertambah jika kendaraan-kendaraan masuk ke dalam

daerah melalui 𝑥 = 𝑎. Perubahan jumlah kendaraan (𝑑𝑁𝑑𝑡) yaitu jumalhkendaraan dalam waktu tertentu yang masuk ke daerah melalui 𝑥 = 𝑎 dikurangi dengan

(46)

jumlah kendaraan dalam waktu tertentu yang keluar dari daerah melalui 𝑥 = 𝑏 dirumuskan dengan 𝑑 𝑑𝑡𝑁 = 𝑑 𝑑𝑡∫ 𝜌(𝑥, 𝑡) 𝑑𝑥 𝑏 𝑎 , 𝑑𝑁 𝑑𝑡 = 𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑏, 𝑡), (3.2.3)

dengan 𝑞(𝑥, 𝑡) adalah perubahan jumlah kendaraan tiap satuan waktu. Penyelesaian persamaan (3.2.3) tersebut sulit untuk dicari dengan cara langsung sehingga

diselesaikan sebagai berikut 𝑁(𝑡 + ∆𝑡) − 𝑁(𝑡)

∆𝑡 ≈ 𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑏, 𝑡) ,

𝑁(𝑡 + ∆𝑡) − 𝑁(𝑡) ≈ 𝑞(𝑎, 𝑡)∆𝑡 − 𝑞(𝑏, 𝑡)∆𝑡 , (3.2.4) dengan 𝑁(𝑡 + ∆𝑡) − 𝑁(𝑡) adalah perubahan jumlah kendaraan antara waktu 𝑡 dan 𝑡 + ∆𝑡.

Jika 𝑞(𝑥, 𝑡) adalah perubahan jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan pada waktu tertentu, maka ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡)𝑑𝑡𝑡𝑡1

0 adalah jumlah kendaraan yang melewati

ruas jalan pada waktu tertentu antara 𝑡 = 𝑡0 dan 𝑡 = 𝑡1. Pada penurunan pendekatan nya, 𝑡 + ∆𝑡 = 𝑡1 dan 𝑡 = 𝑡0 yang integralnya mendekati 𝑞(𝑥, 𝑡)∆𝑡, sehingga

𝑁(𝑡1) − 𝑁(𝑡0) = ∫ 𝑞(𝑎, 𝑡)𝑑𝑡𝑡1 𝑡0 − ∫ 𝑞(𝑏, 𝑡)𝑑𝑡 𝑡1 𝑡0 = ∫ (𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑏, 𝑡)) 𝑡1 𝑡0 𝑑𝑡. (3.2.5)

(47)

𝑁(𝑡1) − 𝑁(𝑡0) = ∫ (𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑏, 𝑡)) 𝑡1 𝑡0 𝑑𝑡, 𝑁(𝑡1) − 𝑁(𝑡0) 𝑡1 − 𝑡0 = ∫ (𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑏, 𝑡))𝑡1 𝑡0 𝑑𝑡 𝑡1 − 𝑡0 , lim 𝑡1→𝑡0 𝑁(𝑡1) − 𝑁(𝑡0) 𝑡1− 𝑡0 = lim𝑡1→𝑡0 ∫ (𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑏, 𝑡))𝑡𝑡1 0 𝑑𝑡 𝑡1− 𝑡0 , 𝑑𝑁(𝑡1) 𝑑𝑡1 = 𝑑 𝑑𝑡1∫ (𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑏, 𝑡)) 𝑡1 𝑡0 𝑑𝑡. (3.2.6)

Menurut Teorema Fundamental Kalkulus, persaman (3.2.6) menghasilkan 𝑑𝑁(𝑡1)

𝑑𝑡1 = 𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑏, 𝑡).

(3.2.7)

Di sini 𝑡1 dapat berada di sembarang waktu 𝑡 sehingga notasi 𝑡1 dapat digantikan dengan notasi 𝑡 jadi diperoleh

𝑑𝑁(𝑡)

𝑑𝑡 = 𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑏, 𝑡).

(3.2.8)

Dengan mengkombinasikan antara persamaan (3.2.1) dan (3.2.8) diperoleh 𝑑

𝑑𝑡∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 𝑏

𝑎

= 𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑏, 𝑡) . (3.2.9) Persamaan di atas menunjukkan bahwa tidak ada kendaraan yang masuk atau keluar

tanpa melalui batas dan perubahan banyaknya kendaraan hanya terjadi pada batas lalu lintas. Hal ini bukan berarti bahwa banyaknya kendaraan antara 𝑥 = 𝑎 dan 𝑥 = 𝑏 konstan. Jadi, persamaan (3.2.9) disebut hukum konservasi berbentuk integral yang menunjukkan panjang lalu lintasnya berhingga di antara 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏.

(48)

Contoh:

Misalkan 𝑥 menuju ±∞ sehingga aliran kendaraan menuju nol pada jalan layang yang takhingga panjangnya yaitu

lim

𝑥→±∞𝑞(𝑥, 𝑡) = 0 Dengan menggunakan persamaan (3.2.9) didapat

𝑑 𝑑𝑡∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 ∞ −∞ = 0, atau ∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥∞ −∞ = 𝑐, dengan 𝑐 adalah konstan.

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa jumlah kendaraan akan tetap konstan pada

sepanjang waktu, tetapi hanya bisa diselesaikan jika kondisi awal jumlah kendaraan

adalah 𝑁0 atau kondisi awal kepadatan lalu lintas 𝜌(𝑥, 0) diketahui, sehingga: ∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 ∞ −∞ = 𝑁0 = ∫ 𝜌(𝑥, 0)𝑑𝑥 ∞ −∞ .

Hukum konservasi berbentuk integral pada persamaan (3.2.9) disebut hukum

konservasi lokal pada posisi setiap jalan. Permasalahan yang diselesaikan dengan tiga cara itu, titik akhir pada ruas jalan adalah 𝑥 = 𝑎 dan 𝑥 = 𝑏 yang merupakan kondisi (variabel terikat) tambahan. Dari keterangan di atas, persamaan (3.2.9)

harus diganti dengan turunan parsial yaitu 𝜕

𝜕𝑡∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 𝑏

𝑎

= 𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑏, 𝑡). (3.2.10) Diasumsikan 𝑥 = 𝑎 dan 𝑥 = 𝑏 adalah posisi yang tetap pada setiap waktu (lihat persamaan 3.2.9).

(49)

(1) Perhatikan integral konservasi dari kendaraan dalam interval yang kecil pada jalan layang dari 𝑥 = 𝑎 sampai 𝑥 = 𝑎 + ∆𝑎.

Persamaan (3.2.10) menjadi 𝜕 𝜕𝑡∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 𝑎+∆𝑎 𝑎 = 𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑎 + ∆𝑎, 𝑡) 1 −∆𝑎 𝜕 𝜕𝑡∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 𝑎+∆𝑎 𝑎 = 1 −∆𝑎(𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑎 + ∆𝑎, 𝑡)) lim ∆𝑎→0 1 −∆𝑎 𝜕 𝜕𝑡∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 𝑎+∆𝑎 𝑎 = lim ∆𝑎→0 1 −∆𝑎(𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑎 + ∆𝑎, 𝑡)) lim ∆𝑎→0 𝜕 𝜕𝑡 1 −∆𝑎∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 𝑎+∆𝑎 𝑎 = lim ∆𝑎→0 𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑎 + ∆𝑎, 𝑡) −∆𝑎 (3.2.11)

Pada persamaan (3.2.10), ruas kanan adalah definisi turunan dari 𝑞(𝑎, 𝑡) terhadap 𝑎 yaitu 𝜕

𝜕𝑎𝑞(𝑎, 𝑡). Sedangkan, ruas kiri adalah limitnya yang ditunjukkan dengan dua cara, yaitu:

a. Integral adalah luas daerah di bawah kurva 𝜌(𝑥, 𝑡) antara 𝑥 = 𝑎 dan 𝑥 = 𝑎 + ∆𝑎. Dengan ∆𝑎 yang cukup kecil, maka jumlah kendaraan antara 𝑥 = 𝑎 dan 𝑥 = 𝑎 + ∆𝑎 adalah

1

−∆𝑎∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 𝑎+∆𝑎

𝑎

≈ − 𝜌(𝑎, 𝑡) (3.2.12) Oleh karena itu, persamaan (3.2.11) dapat diturunkan menjadi

𝜕

𝜕𝑡𝜌(𝑎, 𝑡) + 𝜕

𝜕𝑎𝑞(𝑎, 𝑡) = 0.

(50)

b. Fungsi 𝑁(𝑥̅, 𝑡), jumlah kendaraan di jalan raya di antara sembarang posisi tetap 𝑥0 dan variabel posisi 𝑥 yaitu:

𝑁(𝑥̅, 𝑡) ≡ ∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥𝑥̅ 𝑥0

. (3.2.14)

Kelajuan rata-rata kendaraan antara 𝑎 dan 𝑎 + ∆𝑎 setiap mil adalah 1 −∆𝑎∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 𝑎+∆𝑎 𝑎 =𝑁(𝑎 + ∆𝑎, 𝑡) − 𝑁(𝑎) −∆𝑎 , lim ∆𝑎→0 1 −∆𝑎∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 𝑎+∆𝑎 𝑎 = lim ∆𝑎→0 𝑁(𝑎 + ∆𝑎, 𝑡) − 𝑁(𝑎) −∆𝑎 .

Dengan menggunakan Teorema Fundamental Kalkulus didapat 𝜕𝑁(𝑎, 𝑡)

𝜕𝑎 = 𝜌(𝑎, 𝑡).

(3.2.15)

Persamaan (3.2.10) dapat diselesaikan juga dengan menggunakan

metode (a) atau (b). Karena persamaan (3.2.10) mengandung semua nilai 𝑎, maka 𝑎 dapat digantikan dengan 𝑥 yaitu

𝜕 𝜕𝑡𝜌(𝑥, 𝑡) + 𝜕 𝜕𝑥[𝑞(𝑥, 𝑡)] = 0, (3.2.16) atau 𝜕𝜌 𝜕𝑡 + 𝜕𝑞 𝜕𝑥= 0. (3.2.17)

Persamaan ini disebut persamaan diferensial parsial yang menunjukkan

hubungan antara kepadatan lalu lintas dan arus lalu lintas yang

diasumsikan bahwa jumlah kendaraan tetap pada waktu tertentu yang

disebut hukum konservasi.

(51)

Perhatikan hukum konservasi berbentuk integral pada persamaan (3.2.10) untuk

berhingga ruas garis pada jalan layang antara 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏. Diambil turunan parsial terhadap 𝑏, yaitu 𝑏 = 𝑎 + ∆𝑎 yang dibagi dengan ∆𝑎 dan diambil limit ∆𝑎 → 0, didapat 𝜕𝜌(𝑏, 𝑡) 𝜕𝑡 = − 𝜕 𝜕𝑏(𝑞(𝑏, 𝑡)). (3.2.18)

Karena 𝑏 merepresentasikan sembarang posisi di jalan raya sehingga 𝑏 dapat digantikan dengan 𝑥. Jadi, persamaan tersebut memenuhi persamaan hukum konservasi seperti pada persamaan (3.2.16).

(3) Penurunan hukum konservasi pada ruas jalan yang panjangnya berhingga

antara 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏 yang hubungannya dengan ruas kanan pada persamaan (3.2.16) . 𝑞(𝑎, 𝑡) − 𝑞(𝑏, 𝑡) = − 𝜕 𝜕𝑡∫ [𝑞(𝑥, 𝑡)]𝑑𝑥 𝑏 𝑎 . (3.2.19)

Dari persamaan (3.2.16) didapat

∫ [𝜕𝜌(𝑥, 𝑡) 𝜕𝑡 + 𝜕𝑞(𝑥, 𝑡) 𝜕𝑥 ] 𝑏 𝑎 𝑑𝑥 = 0. (3.2.20)

Persamaan di atas dapat diturunkan terhadap 𝑏 seperti pada persamaan (3.2.16), yang akan didapat seperti pada kasus (1) dan (2). Persamaan (3.2.20)

adalah definisi dari beberapa kuantitas integral yang hasilnya selalu nol untuk

setiap nilai yang bebas yang diambil limitnya. Fungsi yang diintegralkan yang

hasilnya nol untuk sembarang interval adalah fungsi nol. Oleh karana itu,

didapat persamaan (3.2.10).

(52)

𝜕𝜌 𝜕𝑡 +

𝜕𝑞

𝜕𝑥 = 0. (3.2.21)

Persamaan (3.2.21) sesuai jika tidak ada jalan yang masuk ataupun keluar yang

menginterpretasikan hukum konservasi dalam berbagai situasi dengan tidak adanya lalu lintas. Secara umum, jika 𝜌 adalah kepadatan dari kuantitas lokal dan 𝑞 adalah arus dari kuantitas batas persimpangan maka persamaannya seperti pada persamaan (3.2.21). Namun masalah arus lalu lintas didefinisikan sebagai

𝑞 = 𝜌𝑢.

Oleh karena itu, hukum konservasi dapat ditulis sebagai 𝜕𝜌

𝜕𝑡 + 𝜕

𝜕𝑥(𝜌𝑢) = 0.

(3.2.22)

Persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial parsial untuk

masalah lalu lintas yang berhubungan dengan kepadatan lalu lintas dan

kecepatan kendaraan.

C. Linearisasi Model Lalu Lintas

Dipandang model deterministik arus lalu lintas berbentuk persamaan

diferensial parsial 𝜕𝜌 𝜕𝑡 + 𝜕 𝜕𝑥(𝜌𝑢) = 0, (3.3.1) atau 𝜕𝜌 𝜕𝑡 + 𝜕𝑞 𝜕𝑥 = 0. (3.3.2)

(53)

𝜕𝜌 𝜕𝑡 + 𝜕𝑞 𝜕𝜌 𝜕𝜌 𝜕𝑥= 0.

Karena 𝑞 merupakan fungsi yang hanya bergantung pada 𝜌 maka 𝜕𝜌 𝜕𝑡 + 𝑑𝑞 𝑑𝜌 𝜕𝜌 𝜕𝑥 = 0, (3.3.3)

dengan 𝜌 adalah fungsi kontinu non linear. Diketahui nilai awal kepadatan lalu lintas

𝜌(𝑥, 0) = 𝑓(𝑥).

Persamaan diferensial parsial untuk arus lalu lintas tersebut tidak dapat

diselesaikan dengan menggunakan integral seperti contoh di bawah ini apabila

diketahui nilai awal 𝜌(0) = 𝜌0 yang dapat diselesaikan mirip dengan cara menyelesaikan persamaan diferensial biasa.

Contoh 1

Akan diselesaikan

𝜕𝜌 𝜕𝑡 = 0.

Persamaan diferensial tersebut dapat langsung diintegralkan, yaitu

∫ 𝜕𝜌 = 0 ∫ 𝜕𝑡, 𝜌 = c, dengan 𝑐 ∈ ℝ.

Diketahui 𝜌(0) = 𝜌0 maka penyelesaian pada Contoh 1 adalah 𝜌 = 𝜌0.

Contoh 2

(54)

𝜕𝜌

𝜕𝑡 = −𝜌 + 2𝑒𝑡.

Persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan variabel terpisah 𝜕𝜌

𝜕𝑡 + 𝜌 = 2𝑒𝑡. Faktor integralnya 𝜇(𝑡) = 𝑒∫ 𝑑𝑡 = 𝑒𝑡.

Persamaan tersebut dikali dengan 𝑒𝑡 menjadi 𝑒𝑡𝜕𝜌 𝜕𝑡 + 𝑒𝑡𝜌 = 2𝑒2𝑡, 𝜕 𝜕𝑡(𝑒𝑡𝜌) = 2𝑒2𝑡, ∫ 𝜕(𝑒𝑡𝜌) = 2 ∫ 𝑒2𝑡𝜕𝑡, 𝑒𝑡𝜌 = 𝑒2𝑡+ 𝑐, 𝜌 = 𝑒𝑡+ 𝑐𝑒−𝑡. Diketahui 𝜌(0) = 𝜌0 maka 𝑒0+ 𝑐𝑒0 = 𝜌 0, 1 + 𝑐 = 𝜌0, 𝑐 = 𝜌0 − 1. Penyelesaian pada Contoh 2 adalah

𝜌 = 𝑒𝑡+ (𝜌

0− 1)𝑒−𝑡.

Contoh 3

(55)

𝜕𝜌

𝜕𝑡 = −𝑥𝜌.

Karena 𝜌 adalah fungsi yang bergantung pada 𝑥 dan 𝑡 maka persamaan diferensial parsial tersebut dapat diselesaikan dengan metode variabel terpisah yaitu

𝜕𝜌 𝜌 = −𝑥 𝜕𝑡, ∫𝜕𝜌 𝜌 = ∫ −𝑥 𝜕𝑡, ln|𝜌| = −𝑥𝑡 + 𝑐, 𝑒ln|𝜌|= 𝑒−𝑥𝑡+𝑐, 𝑒ln|𝜌| = 𝑒−𝑥𝑡𝑒𝑐. Dimisalkan 𝑒𝑐 = 𝑐 3 maka 𝑒ln|𝜌| = 𝑐 3𝑒−𝑥𝑡, 𝜌 = 𝑐3𝑒−𝑥𝑡.

Untuk nilai 𝑥 konstan yang lain mungkin bervariasi, oleh karena itu penyelesaian persamaan diferensial parsial tersebut adalah

𝜌(𝑥, 𝑡) = 𝑐3(𝑥)𝑒−𝑥𝑡. Diketahui kondisi awal 𝜌(𝑥, 0) = 𝑓(𝑥) berarti

𝑐3(𝑥)𝑒0 = 𝑓(𝑥), 𝑐3(𝑥) = 𝑓(𝑥). Jadi, didapat penyelesaiannya yaitu

𝜌(𝑥, 𝑡) = 𝑓(𝑥)𝑒−𝑥𝑡.

Misalkan diketahui nilai awal dari kepadatan lalu lintas konstan yang tidak bergantung pada variabel 𝑥 yaitu

(56)

𝜌(𝑥, 0) = 𝜌0.

Dengan kata lain, kepadatan lalu lintas tetap konstan karena semua kendaraan

bergerak dengan kecepatan yang sama. Akibatnya, nilai akhir kepadatan lalu lintas

akan tetap konstan seperti nilai awalnya

𝜌(𝑥, 𝑡) = 𝜌0.

Kepadatan lalu lintas yang konstan tersebut merupakan kepadatan di titik

ekuilibrium. Jika kepadatan lalu lintas relatif konstan, persamaan diferensial

tersebut dapat diselesaikan dengan perturbasi atau usikan, misalkan

𝜌(𝑥, 𝑡) = 𝜌0+ 𝜀𝜌1(𝑥, 𝑡), (3.3.4) dengan 𝜀 adalah konstan yang cukup kecil dan |𝜀𝜌1| ≪ 𝜌0 yang disebut perturbasi kepadatan lalu lintas.

Asumsikan nilai awal kepadatan lalu lintas adalah fungsi terhadap 𝑥 diketahui dan mendekati konstan 𝜌0, sehingga

𝜌(𝑥, 0) = 𝜌0+ 𝜀𝑓(𝑥). (3.3.5) Persamaan (3.3.5) juga merupakan perturbasi kepadatan lalu lintas yang nilai

awalnya diketahui yaitu 𝜌(𝑥, 0) = 𝑓(𝑥) sehingga persamaan (3.3.4) dapat disubstitusikan ke dalam persamaan (3.3.3) menjadi

𝜕 𝜕𝑡(𝜌0+ 𝜀𝜌1) + 𝑑𝑞 𝑑𝜌(𝜌0+ 𝜀𝜌1) 𝜕 𝜕𝑥(𝜌0+ 𝜀𝜌1) = 0, 𝜀𝜕𝜌1 𝜕𝑡 + 𝑑𝑞 𝑑𝜌(𝜌0+ 𝜀𝜌1)𝜀 𝜕𝜌1 𝜕𝑥 = 0, 𝜕𝜌1 𝜕𝑡 + 𝑑𝑞 𝑑𝜌(𝜌0+ 𝜀𝜌1) 𝜕𝜌1 𝜕𝑥 = 0. (3.3.6)

(57)

𝑑𝑞 𝑑𝜌(𝜌0+ 𝜀𝜌1) = 𝑑𝑞 𝑑𝜌(𝜌0) + 𝜀𝜌1 𝑑2𝑞 𝑑𝜌2(𝜌0) + (𝜀𝜌1)2 2! 𝑑3𝑞 𝑑𝜌3(𝜌0) + (𝜀𝜌1)3 2! 𝑑4𝑞 𝑑𝜌4(𝜌0) + ⋯.

Order tingkat tinggi dalam ekspansi deret Taylor diabaikan. Oleh karena itu,

didapat

𝑑𝑞

𝑑𝜌(𝜌0+ 𝜀𝜌1) = 𝑑𝑞 𝑑𝜌(𝜌0). Dari ekspansi deret Taylor maka persamaan (3.3.6) menjadi

𝜕𝜌1 𝜕𝑡 + 𝑑𝑞 𝑑𝜌(𝜌0) 𝜕𝜌1 𝜕𝑥 = 0, (3.3.7) atau 𝜕𝜌1 𝜕𝑡 + 𝑐 𝜕𝜌1 𝜕𝑥 = 0 (3.3.8) dengan 𝑐 = 𝑑𝑞 𝑑𝜌⁄ (𝜌0).

Selanjutnya, kita akan menyelesaikan persamaan (3.3.8) yang terkait dengan

linearisasi masalah lalu lintas. Kondisi awal kepadatan lalu lintas adalah usikan

awal kepadatan lalu lintas yang diketahui

𝜌1(𝑥, 0) = 𝑓(𝑥).

Didefinisikan koordinat ruang lain yaitu 𝑥′ yang bergerak dengan kecepatan konstan 𝑐. Diasumsikan dua sistem koordinat 𝑥 dan 𝑥′ yang asalnya sama di 𝑡 = 0 (lihat Gambar 3.5)

(58)

Gambar 3.5 Kendaraan bergerak dengan kecepatan 𝑐

Setelah waktu 𝑡, sistem koordinat berpindah pada jarak 𝑐𝑡 karena kendaraan bergerak dengan kecepatan konstan 𝑐 yang diilustrasikan oleh Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Ilustrasi 𝑥′ yang bergerak dengan kecepatan 𝑐.

Oleh karena itu, jika 𝑥′= 0 maka 𝑥 = 𝑐𝑡. Di sisi lain pada 𝑥′, 𝑥 = 𝑥′+ 𝑐𝑡 atau 𝑥′ = 𝑥 − 𝑐𝑡. Persamaan diferensial parsial yang dihasilkan dari linearisasi arus lalu lintas yang bergerak pada sistem koordinat akan diselidiki apa yang terjadi. Sebagai

gantinya, penyelesaiannya bergantung pada 𝑥 dan 𝑡 atau 𝑥′ dan 𝑡. Pengubahan variabel yang melibatkan turunan parsial dilakukan untuk memudahkan dalam

menjelaskan perbedaan notasi setiap variabel yang digunakan. Variabel 𝑥′ dan 𝑡′

Bergerak dengan kecepatan 𝑐 𝑐 𝑥 = 0 𝑥′= 0 𝑡 = 0 𝑥 = 0 𝑥′= 0 𝑡 = 0 𝑥 𝑐𝑡 𝑥′ 𝑥′

(59)

dengan 𝑡′ = 𝑡 digunakan untuk bergeraknya sistem koordinat. Akibatnya, pengubahan variabel yang digunakan adalah

𝑥′ = 𝑥 − 𝑐𝑡, 𝑡′= 𝑡.

Aturan rantai turunan parsial dilakukan untuk menyatakan persamaan

diferensial parsial dalam bentuk variabel baru yaitu 𝜕 𝜕𝑥= 𝜕 𝜕𝑥′ 𝜕𝑥′ 𝜕𝑥 + 𝜕 𝜕𝑡′ 𝜕𝑡′ 𝜕𝑥, 𝜕 𝜕𝑥= 𝜕 𝜕𝑥′1 + 𝜕 𝜕𝑡′0, 𝜕 𝜕𝑥= 𝜕 𝜕𝑥′. dan 𝜕 𝜕𝑡 = 𝜕 𝜕𝑥′ 𝜕𝑥′ 𝜕𝑡 + 𝜕 𝜕𝑡′ 𝜕𝑡′ 𝜕𝑡, 𝜕 𝜕𝑡 = 𝜕 𝜕𝑥′(−𝑐) + 𝜕 𝜕𝑡′1, 𝜕 𝜕𝑡 = −𝑐 𝜕 𝜕𝑥′+ 𝜕 𝜕𝑡′. Walaupun 𝑡 = 𝑡′ tetapi 𝜕 𝜕𝑡≠ 𝜕

𝜕𝑡′ karena hasil tersebut diperoleh dari definisi dua

turunan parsial. 𝜕𝑡𝜕 merupakan turunan terhadap waktu pada titik 𝑥 = 0, sedangkan 𝜕

𝜕𝑡′ merupakan turunan terhadap waktu terhadap titik 𝑥′ yang bergerak dengan

kecepatan 𝑐. Perubahan waktu mungkin berbeda pada kedua sistem tersebut. Hal itu menekankan pada pentingnya memaparkan variabel waktu yang baru 𝑡′, yang menyatakan perbedaan notasi antara titik 𝑥 dan titik 𝑥′.

(60)

Oleh karena itu, persamaan (3.3.8) pada sistem koordinat yang bergerak dengan kecepatan 𝑐 menjadi

−𝑐𝜕𝜌1 𝜕𝑥′+ 𝜕𝜌1 𝜕𝑡′ + 𝑐 𝜕𝜌1 𝜕𝑥′ = 0, 𝜕𝜌1 𝜕𝑡′ = 0.

Persamaan diferensial parsial tersebut mempunyai penyelesaian 𝜕𝜌1 = 0𝜕𝑡′,

∫ 𝜕𝜌1 = ∫ 0𝜕𝑡′, 𝜌1 = konstan.

Untuk nilai 𝑥 yang berbeda, nilai 𝜌1 juga kemungkinan tidak konstan tetapi 𝜌1 adalah fungsi terhadap 𝑥′,

𝜌1 = 𝑔(𝑥′)

dengan 𝑔(𝑥′) merupakan fungsi yang berubah–ubah terhadap 𝑥. Variabel aslinya adalah

𝜌1 = 𝑔(𝑥 − 𝑐𝑡). (3.3.9)

Subtitusikan persamaan (3.3.9) ke persamaan (3.3.8). Dengan menggunakan aturan

rantai diperoleh 𝜕𝜌1 𝜕𝑥 = 𝑑𝑔 𝑑(𝑥 − 𝑐𝑡) 𝜕(𝑥 − 𝑐𝑡) 𝜕𝑥 , 𝜕𝜌1 𝜕𝑥 = 𝑑𝑔 𝑑(𝑥 − 𝑐𝑡), dan 𝜕𝜌1 𝜕𝑡 = 𝑑𝑔 𝑑(𝑥 − 𝑐𝑡) 𝜕(𝑥 − 𝑐𝑡) 𝜕𝑡 ,

(61)

𝜕𝜌1 𝜕𝑡 = −𝑐

𝑑𝑔 𝑑(𝑥 − 𝑐𝑡).

Sehingga terbukti bahwa persamaan (3.3.8) dipenuhi oleh persamaan (3.3.9).

Walaupun demikian, persamaan (3.3.8) melibatkan turunan parsial yang bergantung terhadap 𝑥 dan 𝑡 yang dapat diintegralkan pada sistem koordinat yang bergerak dengan kecepatan 𝑐. Penyelesaian secara umum persamaan (3.3.8) mengandung fungsi yang berubah-ubah, seperti pada Contoh 3. Penyelesaian

umumnya adalah

𝜌1(𝑥, 𝑡) = 𝑔(𝑥 − 𝑐𝑡).

Tetapi 𝜌1(𝑥, 0) = 𝑓(𝑥), sehingga 𝑓(𝑥) = 𝑔(𝑥). Akibatnya, penyelesaian dari persamaan diferensial parsial dipenuhi dengan kondisi awal

𝜌1(𝑥, 𝑡) = 𝑓(𝑥 − 𝑐𝑡),

𝜌(𝑥, 𝑡) = 𝜌0+ 𝜖𝑓(𝑥 − 𝑐𝑡). (3.3.10) Jika kendaraan bergerak dengan kecepatan konstan, maka kepadatan lalu

lintas tetap sama. Kepadatan lalu lintas tersebut menyebar seperti gelombang yang

disebut gelombang kepadatan lalu lintas dengan kecepatan gelombang 𝑐. Perlu dingat bahwa kecepatan kendaraan mungkin berbeda dari kecepatan saat kendaraan tersebut bergerak. Sepanjang kurva yang 𝑥 − 𝑐𝑡 = konstan, maka kepadatan lalu lintas akan tetap sama. Garis tersebut disebut karakteristik dari persamaan

diferensial parsial

𝜕𝜌1 𝜕𝑡 + 𝑐

𝜕𝜌1 𝜕𝑥 = 0.

Gambar

Gambar 1 Ilustrasi masalah lalu lintas pada perempatan jalan.
Gambar 3.2 Jarak kendaraan yang bergerak dengan kecepatan konstan dalam  waktu
Gambar 3.5 Kendaraan bergerak dengan kecepatan
Diagram  Dasar  Lalu  Lintas  Jalan  diperlihatkan  pada  gambar  3.9.  Kemungkinan,  gradien yang positif berarti kepadatan lalu lintas lebih kecil daripada kapasitas jalan  yang bersesuaian, dan gradien yang negatif berarti kepadatan lalu lintas lebih be
+7

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Saragih,

Fenomena yang terjadi di PT Kertas Padalarang yaitu rendahnya kinerja karyawan Biro Produksi, yudisium kinerja menurun, hasil produksi belum mencapai target,

[r]

Laporan Realisasi Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Produk Domestik Regional Bruto pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara,.. Tahun 2011 (Dalam

Pada Volume &gt; 2650 kendaraan/jam atau dimulai dari interval volume 2650 – 3050 kendaraan/jam depan STIE Kerjasama, proporsi kendaraan tidak bermotor memberikan pengaruh

[r]

The results of analysis of the ratio of local financial independency, routine capability index, and, local finance dependency ratio indicate that the financial independency of

Untuk menguji bahwa variabel cutter speed, feed rate dan dept of cut memang benar mempengaruhi nilai kekasaran, hal ini perlu dilakukan pengujian hipotesanya dengan