ABSTRACT
Peanut stripe virus (PStV) is an important disease causing yield reduction of 30-60% in the peanut growing area in Indonesia. One way of controlling PStV is through early detection. The aim of this experiment was to produce PStV anticera for virus detection as well as seed certification. The experiment was conducted at virology laboratory and green-house of the Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development, Bogor. Leaves of peanut cultivar Gajah were collected and virus purification was conducted following the Fukumoto’s method. The purified virus was analyzed using spectrophotometer at 280 and 260 nm wave length. The peak of virus absorbance was 257 nm and the ratio A 260/280 was 2.4. Concentration of purified virus were 90-144 µg/100 g of infected leaf. The titer of anticera against PStV obtained were 50 mg/ml. The purified virus particles were then injected into local rabbit using manual procedure in the concentrations of 50-100 µg/ml every week for 4 weeks. The blood was further collected 1 week after the latest injection and the immunoglobulin were purified using DEAE chromatography. Using the dot immuno binding assay (DIBA) method, the virus could be detected up to 1:500 dilution of fresh leaf extract and up to 1:2.000 dilution of anticera for immuno electron microscopy (IEM) of original extract. Virus was not detected on healthy plants as control.
[Keywords: Arachis hypogeae, peanut stripe virus, polyclonal antibody, DIBA, IEM]
ABSTRAK
Peanut stripe virus (PStV) merupakan salah satu penyakit
penting pada tanaman kacang tanah yang disebabkan oleh virus. Kehilangan hasil akibat penyakit ini berkisar 30-60%. Salah satu alternatif untuk mengendalikan perkembangan virus adalah dengan deteksi dini. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan antiserum PStV yang dapat digunakan untuk mendeteksi virus PStV dan sebagai sarana dalam melakukan sertifikasi benih. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium virologi Balai Besar Penelitian dan Pengembang-an Bioteknologi dPengembang-an Sumberdaya Genetik PertPengembang-aniPengembang-an, Bogor. Perbanyakan virus dilakukan pada tanaman kacang tanah varietas Gajah. Pemurnian virus dilakukan mengikuti metode Fukumoto. Virus murni yang diperoleh dianalisis menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 280 dan 260 nm.
Hasil purifikasi absorban virus yang tertinggi diperoleh pada 257 nm dan A 260/280 = 2,4. Konsentrasi virus murni hasil pemurnian berkisar antara 90-144 µg/100 g daun dengan titer antisera 50 mg/ml. Partikel virus murni kemudian disuntikkan pada kelinci lokal menggunakan prosedur konvensional de-ngan konsentrasi 50-100 µg/ml setiap mingu selama 4 minggu. Satu minggu setelah empat kali penyuntikan, darah kelinci diambil kemudian imunoglobulin dimurnikan menggunakan kromatografi DEAE. Dengan metode dot immuno binding
assay (DIBA), virus dapat terdeteksi sampai pengenceran 500
kali ekstrak daun segar, sedangkan dengan immuno electron
microscopy (IEM) virus terdeteksi hingga 2.000 kali. Pada
tanaman kontrol (virus free) virus tidak terdeteksi. [Kata kunci: Arachis hypogaea, peanut stripe virus, antibodi poliklonal, DIBA, IEM]
PENDAHULUAN
Salah satu penyebab rendahnya produksi tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) di Indonesia adalah serangan virus, terutama peanut stripe virus (PStV) penyebab penyakit bilur kacang tanah. Infeksi PStV menimbulkan gejala bercak-bercak hijau tua yang tidak beraturan dan mosaik pada daun. Penyakit tersebut tersebar di seluruh areal pertanaman kacang tanah di Indonesia (Saleh et al. 1989). Selain dapat menginfeksi kacang tanah, PStV dapat pula me-nyerang tanaman lain seperti Glycine max, Lupinus
albus, Nicotiana benthamiana, Trifolium incarnatum, T. subberaneus, T. vesiculosum, Vigna unguiculata, Crotalaria incana, Desmodium trifolium, Vigna radiata, Indigofera amoena, Peuralia phaseoloides, Stylosanthes capitata, dan S. scraba (Demski et al.
1984; Natural et al. 1989; Wongkaew 1989).
Pendekatan yang biasa dilakukan untuk mengatasi serangan PStV adalah melalui pengendalian terpadu, antara lain penggunaan varietas tahan. Hasil seleksi terhadap 11.000 genotipe kacang tanah koleksi ICRISAT yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa semua genotipe tersebut rentan terhadap PStV (Saleh dan Baliadi 1988). Alternatif lain yang murah dan mudah adalah penggunaan benih bebas virus dengan
Produksi antibodi poliklonal peanut stripe virus
Production of polyclonal antibody to peanut stripe virus
Ifa Manzila1, Jumanto H.1, Rusmilah Suseno2, dan S. Hendrastuti H.2
1Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jalan Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111, Indonesia
tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan sumber infeksi virus. Hasil penelitian Saleh et al. (1991) me-nunjukkan bahwa penggunaan benih sehat dapat menurunkan laju perkembangan penyakit. Upaya lain adalah melakukan monitoring secara berkala melalui pengamatan visual terhadap gejala yang muncul. Namun cara ini sulit dilakukan, karena adanya ke-mungkinan munculnya infeksi laten atau bahkan infeksi virus lain yang gejalanya mirip (Bos 1990).
Cara yang paling tepat dan cepat untuk mendeteksi gejala yang disebabkan oleh virus ialah dengan uji serologi. Cara ini telah banyak dikembangkan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi patogen antara lain
barley yellow dwarf virus, citrus tristeza virus, dan banana streak disease ( Hu et al. 1985; Lockhart 1986;
Lee et al. 1987). Menurut Somowiyarjo et al. (1990), antibodi potivirus yang dihasilkan dari burung puyuh betina dapat digunakan untuk mendeteksi sediaan ekstrak kasar sampai pengenceran 10-6-10-7. Dengan
demikian hasil deteksi dan identifikasi dengan meng-gunakan teknik serologi cepat diketahui sehingga tindakan pencegahan dapat segera dilakukan.
Pelaksanaan uji serologi membutuhkan antiserum (antibodi poliklonal) yang spesifik bagi masing-masing virus yang akan dideteksi. Selama ini antiserum untuk keperluan uji serologi diperoleh dari luar negeri. Mengingat harga antiserum mahal dan keragaman jenis virus di Indonesia sangat tinggi, pembuatan antiserum lokal mutlak diperlukan.
Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi anti-serum terhadap PStV yang dapat digunakan dalam uji serologi untuk mendeteksi PStV serta mengevaluasi penggunaannya dalam uji immuno electron microscopy (IEM) dan dot immuno binding assay (DIBA). Anti-serum dapat pula digunakan sebagai salah satu sarana dalam melakukan sertifikasi benih.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Contoh tanam-an sakit ytanam-ang diuji berasal dari Bogor dtanam-an Pasurutanam-an.
Produksi tanaman sakit dan pembuatan antigen
Sebagai sumber inokulum digunakan daun kacang tanah varietas Gajah yang terinfeksi PStV. Chenopodium
amaranticolor dan Phaseolus vulgaris cv. Top Crop
digunakan sebagai tanaman indikator untuk memasti-kan identitas virus yang digunamemasti-kan sebagai inokulum.
Strain PStV yang didapat selanjutnya diinokulasi-kan secara mediinokulasi-kanis pada daun kacang tanah umur 14 hari setelah tanam untuk perbanyakan virus. Daun ter-infeksi digerus dalam bufer ekstraksi (0,05 M bufer kalium fosfat K-PB, pH 7,0) dengan perbandingan 1:2 b/v, disaring kemudian diinokulasikan secara meka-nis pada suhu 25-26oC pada daun kacang tanah yang
telah ditaburi karborundum 600 mesh. Setelah 7-14 hari gejala infeksi PStV akan muncul. Tanaman bergejala ini digunakan sebagai sumber inokulum dalam pemurnian antigen.
Pemurnian PStV
Virus dimurnikan dari daun kacang tanah yang ter-infeksi PStV menurut metode Fukumoto et al. (1986). Daun terinfeksi dilumatkan dalam 0,5 M K-PB pH 8,0 yang mengandung 0,1% merkaptoetanol dan 0,01 M EDTA (etilen diamin asetat). Perbandingan antara daun kacang tanah terinfeksi PStV dan bufer ekstraksi adalah 1:2 b/v.
Ke dalam gerusan daun tanaman sakit selanjutnya ditambahkan 0,8x volume campuran kloroform dan karbontetraklorida (1:1). Campuran diemulsikan meng-gunakan pengaduk magnetis dan disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit. Setelah dipisah-kan dari endapannya, supernatan yang diperoleh ditambah polietilen glikol (PEG) 6.000 dan Triton X-100, dengan konsentrasi berturut-turut 5% dan 0,5%, diaduk selama 60 menit dan disentrifugasi pada 15.000 rpm selama 20 menit. Setelah dipisahkan dari supernatan, pelet (endapan) yang didapat dilarutkan dengan 50 ml 0,25 M K-PB pH 8,0 yang mengandung 0,1% merkaptoetanol dan 0,1% Triton X-100, dan di-sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit. Setelah dipisahkan dari endapan, super-natan disentrifugasi dengan kecepatan 30.000 rpm selama 60 menit. Endapan yang dihasilkan dipisahkan dari supernatan, dilarutkan kembali dengan 0,25 M K-PB pH 8,0 yang mengandung 0,1% merkaptoetanol dan 0,1% Triton X-100, dan disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang mengandung partikel virus dimurnikan dengan sentrifugasi gradien sukrosa 10-40% pada kecepatan 22.000 rpm selama 120 menit. Setelah sentrifugasi, zona virus diambil dan diendapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 30.000 rpm selama 60 menit. Endapan virus murni dilarutkan dengan 0,01 M K-PB dan diana-lisis kemurniannya dengan spektrofotometer Hitachi U2000 pada panjang gelombang 260 nm dan mikroskop elektron.
Untuk mengukur hasil purifikasi, virus murni se-banyak 1-10 µl disuspensikan ke dalam bufer 0,01 M PB pH 7,0 sehingga mencapai 300-400 µl. Hasil pemurnian kemudian diukur dengan menggunakan spektro-fotometer. Respons serapan absorban diamati pada panjang gelombang (λ) 220-300 nm. Nilai koefisien ekstensi yang digunakan adalah 6, artinya nilai absorban pada A260 = 6 setara dengan kandungan virus 1 mg/ml. Tingkat kemurnian virus dianggap tinggi bila perbandingan absorban A 260/280 > 2. Pada pengukuran imunoglobulin (Ig), A280 = 1,4 setara dengan kandungan virus 1 mg/ml globulin.
Produksi antiserum
Untuk memproduksi antiserum (poliklonal antibodi), virus murni ditambah freud adjuvant complete (1:1) disuntikkan secara intramuskuler pada kelinci. Konsentrasi virus setiap kali penyuntikan adalah 50-100 µg/ml. Penyuntikan dilakukan empat kali dengan interval waktu 1 minggu.
Satu minggu setelah penyuntikan terakhir, darah kelinci diambil dengan cara mengiris pembuluh vena pada telinga dan darah ditampung dalam gelas paruh. Darah kelinci disimpan semalam pada suhu 4ºC untuk memisahkan sel-sel darah dengan serumnya. Selanjut-nya antiserum disentrifugasi untuk mengendapkan sel-sel darah merah yang tersisa, lalu diukur titernya dengan teknik mikropresipitasi dan selanjutnya di-gunakan untuk pengujian IEM dan DIBA.
Uji ELISA-IEM dan DIBA
Deteksi PStV dengan menggunakan IEM dilakukan mengikuti prosedur Lesemann (1990). Grid dilapisi antiserum dengan cara diletakkan selama 10 menit di atas cairan antiserum dengan konsentrasi 1:100, 1:200, 1:500, 1:1.000, 1:2.500 yang diteteskan pada cawan petri berlapis lilin. Satu lembar daun termuda tanaman kacang tanah terinfeksi PStV dilumatkan dalam 1 ml 0,1 M K-PB pH 7,0 untuk memperoleh cairan ekstrak. Grid yang sudah dilapisi antiserum diletakkan pada cairan ekstrak dan diinkubasi selama 10 menit. Setelah itu grid dicuci dengan cara meneteskan PB, diwarnai dengan 2% uranil asetat, dikeringkan, dan diamati di bawah mikroskop elektron.
Deteksi PStV dengan menggunakan DIBA dilakukan mengikuti prosedur Pelfree dan Elliott (1982) serta Nakano (1998 tidak diterbitkan). Satu sampel daun diameter 1 cm dimasukkan ke dalam kantong plastik kecil. Tiap sampel daun dipotong bundar dengan menggunakan tabung reaksi berdiameter 1 cm, kemudian dilumatkan dalam pelarut tris buffer saline
(TBS : 0,02 M Tris-base; 0,5 M NaCl) sebanyak 1 ml. Sebanyak 3 µl cairan sampel tersebut diteteskan pada membran nitroselulosa, lalu dikeringanginkan. Mem-bran direndam dalam 10 ml larutan blocking (TBS + 2% susu skim + 2% Triton X-100) dan diinkubasi selama 60 menit sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm. Membran dicuci tiga kali dengan air suling, selanjut-nya direndam dalam TBS + 2% susu skim yang telah mengandung antiserum (1:5.000 pengenceran optimal), dan diinkubasi semalam pada suhu kamar. Membran dicuci kembali dengan tris-tween buffer saline (TTBS) tiga kali, kemudian ditambahkan konjugat goat
anti-rabbit alkaline phosphate conjugate (GAR) yang
diencerkan 3.000 kali dalam TBS + 2% susu skim dan diinkubasi selama 60 menit sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm. Selanjutnya membran dicuci kembali dengan TTBS empat kali. Tiap pencucian berlangsung 3 menit sambil digoyang pada 100 rpm. Setelah itu dimasukkan 30 µl nitro blue tetrazolium (NBT) ke dalam 10 ml bufer substrat dan digoyang selama 5 menit. Larutan bromo chloro indolil phosphate (BCIP) 30 µl diteteskan ke dalam larutan NBT sambil tetap di-goyang. Reaksi positif ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi ungu. Proses dihentikan bila dianggap cukup dengan cara membuang larutan dan mengganti-nya dengan dH2O.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman sakit dan pemurnian virus
Setelah diinokulasikan ke tanaman indikator C.
amaranticolor dan P. vulgaris cv. Top Crop, contoh
tanaman kacang tanah sakit dari Bogor dan Pasuruan menyebabkan munculnya gejala lesio lokal pada C.
amaranticolor dan tidak menimbulkan gejala pada P. vulgaris cv. Top Crop. Pada tanaman kacang tanah,
inokulum yang sama menimbulkan gejala awal pada daun muda berupa bercak hijau samar yang dikelilingi oleh jaringan warna hijau yang agak muda (klorosis) dan daun agak berkerut. Semakin lama muncul bercak tidak beraturan atau belang (Gambar 1). Kedua isolat PStV yang digunakan menghasilkan jumlah lesio lokal pada daun C. amaranticolor yang hampir sama yaitu 26 dan 28. Hal tersebut mengindikasikan bahwa con-toh kacang tanah dari Bogor dan Pasuruan terinfeksi PStV.
Partikel virus murni berhasil diperoleh dari isolat Pasuruan, sedangkan isolat Bogor terkendala dengan terjadinya agregasi. Kemurnian partikel virus PStV dibuktikan dengan hasil pengamatan menggunakan mikroskop elektron yang hanya menghasilkan satu
macam partikel virus berbentuk seperti batang lentur atau filamen. Panjang virus berkisar 690-750 nm dengan diameter sekitar 12 nm (Gambar 2). Karakteris-tik isolat Pasuruan sesuai dengan hasil pengamatan dengan menggunakan spektrofotometer dengan puncak serapan pada panjang gelombang 257 nm (Gambar 3) yang mengindikasikan keberhasilan pe-murnian partikel virus dari daun yang terinfeksi. Angka absorbansi virus yang diperoleh adalah 2,4, yang menunjukkan tingkat kemurnian yang cukup tinggi. Perolehan partikel virus berkisar antara 90-144 µg untuk setiap 100 g daun kacang tanah terinfeksi PStV. Hasil yang cukup tinggi ini karena digunakan daun terinfeksi yang masih segar. Menurut Lockhart (1986), penggunaan jaringan daun segar menghasilkan kon-sentrasi virus 10% lebih tinggi daripada jaringan daun yang telah dibekukan. Demikian pula hasil penelitian Lee et al. (1987) pada citrus tristeza virus (CTV) menunjukkan bahwa setiap 100 g jaringan daun yang diekstraksi menghasilkan 40-750 µg partikel virus.
Pembuatan antibodi poliklonal
Imunoglobulin diperoleh dari antiserum yang dibuat dari sediaan virus murni isolat Pasuruan seminggu setelah penyuntikan terakhir. Setelah dimurnikan dengan DEAE selulosa, hasil pemurnian diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 280 nm. Absorban yang diperoleh adalah 2.249 yang setara dengan 1,6 mg/ml protein (Gambar 4).
IEM dan DIBA
Antiserum murni (imunoglobulin) yang diperoleh diujikan terhadap ekstrak daun kacang tanah sakit. Deteksi PStV dengan menggunakan metode IEM memberikan hasil positif sampai dengan pengenceran
Gambar 2. Morfologi partikel peanut stripe virus murni dari
tanaman kacang tanah; dilihat dengan mikroskop elektron pada skala 200 nm.
Fig. 2. Morphology of purified peanut stripe virus particle of
peanut observed with electron microscopy at bar 200 nm.
Gambar 1. Gejala peanut stripe virus pada daun kacang tanah.
Fig. 1. Symptom of peanut stripe virus on peanut leaves.
Gambar 3. Puncak serapan peanut stripe virus pada 257 nm
dari ekstrak tanaman yang diinokulasi PStV; konsentrasi setelah filtrasi dengan sucrose density gradiens (10-40%) menggunakan spektrofotometer.
Fig. 3. Absorbance peak of peanut stripe virus at 257 nm of
crude extracted plant concentrated with sucrose dencity gradient (10-40%) step filtration using spectrophotometer.
3
0 1 , 5
220 240 260 280 300
Gambar 4. Angka serapan virus murni antiserum poliklonal
peanut stripe virus diamati dengan spektrofotometer.
Fig 4. Absorbance of pure polyclonal antiserum of peanut
stripe virus particles observed with spectrophotometer.
3 . 0 0 0
1 . 5 0 0
0
2 4 0 2 6 0 2 8 0 3 0 0 3 2 0
Panjang gelombang/Wave length (nm) Puncak serapan
Absorbance peach
Panjang gelombang/Wave length (nm)
Puncak serapan
antiserum 2.000 kali (Gambar 5), dan dengan meng-gunakan metode DIBA sampai pengenceran 500 kali (Gambar 6). Hasil penelitian ini lebih baik daripada penelitian yang dilakukan oleh Lockhart (1986) pada
banana streak virus yang menunjukkan puncak hasil
pemurnian pada 254 nm dengan absorban 1,26. Peng-ujian dengan teknik immunodiffusion antiserum BSV tidak bereaksi dengan ekstrak kasar tanaman ter-infeksi, tetapi dapat bereaksi dengan virus murni yang homolog sampai pengenceran 512 kali. Pengamatan
dengan mikroskop elektron menghasilkan 13 partikel virus pada setiap bidang pandang (Gambar 5).
Dengan menggunakan metode IEM dan DIBA, antibodi poliklonal bersifat spesifik terhadap PStV. Walaupun kedua metode tersebut dapat diaplikasikan pada tanaman kacang tanah sakit, deteksi serologis PStV pada benih tidak selalu meyakinkan karena titer PStV dalam benih sangat rendah. Hal ini diduga karena sangat sedikitnya kandungan virus dalam biji dan tingginya kandungan lemak sehingga mungkin perlu dilakukan modifikasi menggunakan bufer tertentu. Hal ini didukung oleh Lockhart (1986) dan Hunter et al. (1990) yang menyatakan bahwa konsentrasi virus lebih tinggi pada pH 6,8-7,5 daripada pH rendah, demikian pula dengan penggunaan bufer. Konsentrasi virus yang diperoleh lebih tinggi bila menggunakan bufer Tris-Cl, Tris-citrate atau metode filtrasi celite daripada bila menggunakan bufer fosfat atau sitrat. Hasil penelitian Lee et al. (1987) juga menunjukkan bahwa penggunaan polivinil pirolidon (PVP) dan polietilen glikol p-isooktilfenil eter (PGIE) pada saat pemurnian akan meningkatkan jumlah partikel virus utuh dan tidak rusak hingga 31%. Pada penelitian ini bufer yang digunakan adalah bufer fosfat.
KESIMPULAN
Partikel PStV berhasil dimurnikan dari daun kacang tanah menggunakan metode Fukomoto yang dimodifi-kasi. Konsentrasi virus murni yang diperoleh berkisar 90-144 µg/100 g daun tanaman terinfeksi.
Tingkat kemurnian partikel virus ditunjukkan dengan puncak serapan pada 257 nm dan angka absorbansi 2,4 berdasarkan hasil pengamatan dengan spektrofoto-meter dan mikroskop elektron. Antibodi poliklonal efektif untuk mendeteksi virus pada daun kacang tanah terinfeksi PStV sampai pengenceran 500 kali de-ngan metode DIBA dan 2.000 kali dede-ngan metode IEM.
DAFTAR PUSTAKA
Bos, L. 1990. Pengantar Virologi Tumbuhan (terjemahan). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 226 hlm. Demski, V., R. Reddy, S. Wongaew, M. Iwaki, N. Saleh, and Z.
Xu. 1984. Peanut stripe a new seed borne potyvirus from China infecting peanut (Arachis hypogaea). Plant Dis. 78(7): 708-711.
Fukumoto, F., P. Thongmeearkom, M. Iwaki, D. Choopanya, N. Sarindu, N. Deema, and T. Tsuchizaki. 1986. Peanut chlorotic ring mottle virus occurring on peanut in Thailand. Tech. Bull. Trop. Agric. Res. Center, Japan (21): 238.
Gambar 6. Reaksi peanut stripe virus (PStV) dengan
anti-serum homolog dalam dot immuno binding assay (DIBA). Partikel PStV diperoleh menggunakan antiserum pada mem-bran nilon (nitro cellulose memmem-brane) dari ekstrak kasar daun terinfeksi.
Fig. 6. Reaction of peanut stripe virus (PStV) with its
homologous antiserum in dot immuno binding assay (DIBA). PStV particle were trapped by antiserum-coated on nitro cellulose membrane from a crude leaf extract.
Gambar 5. Reaksi peanut stripe virus (PStV) dengan
anti-serum homolog dalam immuno electron microscopy (IEM). Partikel PStV diperoleh menggunakan antiserum-grids yang dilapisi karbon dari ekstrak kasar daun terinfeksi. Skala bar = 200 nm.
Fig. 5. Reaction of peanut stripe virus (PStV) with its
homologous antiserum in immuno electron microscopy (IEM). PStV particles were trapped by antiserum-coated carbon grids from crude leaf extract. Scale bar = 200 nm.
Hu, J.S., W.F. Rochow, and R.R. Dietert. 1985. Production and use of antibodies from hen eggs for the SGV isolate of barley yellow dwarf virus. Phytophatology 75: 914-919. Hunter, B.G., J. Richardson, R.G. Dietzgen, A. Karu, E.S. Sylvester, A.G. Jackson, and T.J. Morris. 1990. Purification and characterization of strawberry crinkle virus. Phyto-pathology 80: 282-287.
Lee, R.F., S.M. Garnsey, R.H. Brlansky, and A.C. Goheen. 1987. A purification procedure for enhancement of citrus tristeza virus yields and its application to other phloem-limited viruses. Phytopathology 77: 543-549.
Lesemann, D.E. 1990. Immunoelectron microscopy for the identification of plant viruses. Institute of Virus Diseases of Plants, Biologische Bundesamtalt Fur Land Und Forstwirtschft, Braunscheweig.
Lockhart, B.E.L. 1986. Purification and serology of a bacilliform virus associated with banana streak disease. Phytopathology 76(10): 5.
Natural, M.P., F. L. Mangaban, and L.D. Valencia. 1989. Groundnut virus research in the Phillippines. Summary Proceeding of the Second Coordinators Meeting on Peanut stripe virus, 1-4 August 1989. ICRISAT, India. 12 pp. Palfree, R.G.E. and B.E. Elliott. 1982. An enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) for detergent solubilized 1a
glycoproteins using nitrocellulose membrane discs. J. Immunol. Methods 52: 395-408.
Saleh, N., K.J. Middleton, Y. Baliadi, N. Horn, and D.V.R. Reddy. 1989. Research on peanut stripe virus in Indonesia. Summary Proceeding of the Second Coordinators Meeting on Peanut Stripe Virus, 1-4 August 1989. ICRISAT, India. p. 9-10.
Saleh, N., Y. Baliadi, A. Munif, S. Karsono, Riwanodja, dan Suwono. 1991. Pengendalian peanut stripe virus pada kacang tanah dengan cara kultur teknis dan insektisida. Risalah Seminar Tahunan Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. hlm. 193-198. Saleh, N. dan Y. Baliadi. 1988. Penyaringan ketahanan
genotipe kacang tanah terhadap peanut stripe virus. Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. hlm. 115-117. Somowiyarjo, S., N. Sako, and F. Nonaka. 1990. Production
of avian antibodies to three potyviruses in conturnix quail. J. Virological Methods 28: 126-132.
Wongkaew, S. 1989. Groundnut virus research in Thailand. Summary Proceedings of the Second Coordinators Meeting on Peanut Stripe Virus, 1-4 August 1989. ICRISAT, India. p. 18-19.