• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA ELMA RAHMADAYANI NI PUTU WARDANI PUTU GEDE SUDIRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA ELMA RAHMADAYANI NI PUTU WARDANI PUTU GEDE SUDIRA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION

DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

UDAYANA

ELMA RAHMADAYANI NI PUTU WARDANI PUTU GEDE SUDIRA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini berbagai permasalahan terjadi di dunia kesehatan Indonesia, salah

satunya yang sedang marak dibahas adalah penggunaan vaksin palsu untuk

imunisasi. Vaksin palsu telah beredar sejak 13 tahun yang lalu dan baru terungkap

setelah adanya pemberitaan di media massa tentang bayi yang meninggal setelah

diimunisasi (Tempo, 2016). Masalah ini telah menimbulkan perdebatan tentang

siapa yang bertanggungjawab karena ada banyak pihak yang terlibat di dalamnya.

Terlepas dari penyebab lain, Kementerian Kesehatan menduga manajemen rumah

sakit dan tenaga medis terlibat karena terdapat 14 rumah sakit dan 23 fasilitas

kesehatan lain yang diperkirakan menggunakan vaksin palsu (BBC, 2016).

Lemahnya kerjasama antara tenaga medis membuat pelayanan kesehatan yang

diberikan menjadi tidak maksimal dan tidak memperhatikan kualitas karena

cenderung bekerja sendiri-sendiri. Hal itu menjadi permasalahan yang harus

diselesaikan dan salah satu solusi yang bisa memperbaiki kualitas pelayanan

kesehatan kedepannya adalah Interprofessional Education (IPE).

Interprofessional Education pertama kali dicetuskan oleh World Health Organization (WHO) sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kolaborasi

antara tenaga kesehatan yang berbeda agar dapat memandang suatu masalah dan

mampu menyelesaikannya secara holistik sehingga dapat mencapai hasil

pelayanan kesehatan yang berkualitas. Interprofessional Education dapat berjalan

apabila terdapat dua atau lebih individu dari profesi berbeda yang saling berbagi

(3)

menciptakan kolaborasi yang efektif dalam meningkatkan tingkat kesehatan

(WHO, 2010). Hasil yang lebih baik akan didapatkan apabila IPE dilakukan sejak

masa akademik karena penanaman konsep sejak dini akan membuat individu

terhindar dari sikap dan persepsi buruk saat bekerja antar profesi (Coster, 2008).

Interprofessional Education sudah ada lebih dari 30 tahun yang lalu dan sudah diterapkan di beberapa universitas di beberapa negara maju. Namun,

Indonesia merupakan negara yang terbilang baru mengenal dan melaksanakan IPE.

Sistem ini telah dilaksanakan oleh beberapa universitas besar salah satunya

Universitas Udayana. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana telah mulai

melaksanakan sistem IPE ini pada tahun 2015 dalam tahap pre-klinik/masa

akademik dan klinik.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Apa definisi Interprofessional Education?

1.2.2 Apa kompetensi dasar dari Interprofessional Education?

1.2.3Bagaimana pelaksanaan Interprofessional Education di Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui definisi Interprofessional Education

1.3.2 Mengetahui kompetensi dasar dari Interprofessional Education

1.3.3Mengetahui pelaksanaan Interprofessional Education di Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana

1.4 Manfaat

1.4.1 Memberikan informasi tentang Interprofessional Education

(4)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Interprofessional Education

Tantangan yang kini dihadapi oleh institusi kesehatan adalah mencari cara

untuk memaksimalkan pendayagunaan tenaga medis yang ada (Interprofessional

Education Collaborative Expert Panel, 2011). Beberapa negara telah

menunjukkan bahwa terbentuknya kolaborasi antara tenaga medis yang baik,

membuat kinerja tenaga medis lebih efisien, efektif, dan ekonomis dalam

menyelesaikan permasalahan kompleks yang sering muncul baik dari individu,

keluarga, dan masyarakat (Frenk dkk., 2010). Meningkatkan kemampuan

kolaborasi antara tenaga medis dapat menjadi solusi dalam peningkatan mutu

pelayanan kesehatan. Hal itu dapat direalisasikan dalam bentuk pendidikan

formal yaitu Interprofessional Education (IPE).

Interprofessional Education terjadi saat dua atau lebih individu dari profesi yang berbeda saling berbagi pengetahuan dan keterampilan serta belajar

satu sama lain yang bertujuan untuk menciptakan kolaborasi yang efektif dalam

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan (WHO, 2010). Definisi serupa

mengenai IPE adalah suatu sistem pembelajaran yang melibatkan dua atau lebih

profesi berbeda untuk memaksimalkan mutu pelayanan kesehatan dan

meningkatkan kemampuan dalam berkolaborasi sebagai tim (Lee, 2009). Melalui

pendidikan interdisipliner, diharapkan tenaga medis dapat berkolaborasi dengan

tenaga medis lainnya dengan disiplin ilmu yang berbeda untuk meningkatkan

pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang ada (Canadian Interprofessional

(5)

Interprofessional Education berpotensi sebagai media penanaman pengetahuan dan kemampuan dasar serta dianggap penting dalam

mengembangkan konsep kerjasama antara profesi kesehatan yang berbeda

(Mendez dkk., 2008; Coster, 2008). Sedangkan pelaksanaannya sendiri dapat

dilakukan pada tahap pre-klinis atau klinis, di ruang kelas atau dalam bentuk

praktek, melibatkan profesi bereda dari tenaga kesehatan, dan ada suatu target

keterampilan tertentu yang harus dicapai (Freeth dkk., 2009).

2.2 Kompetensi Dasar Interprofessional Education

Tolak ukur bahwa IPE telah berjalan dengan baik adalah dengan

tercapainya suatu kompetensi. Beberapa asosiasi dari beberapa negara yang telah

menerapkan sistem ini telah membuat kompetensinya masing-masing.

Dalam Report of an Expert Panel yang dilakukan oleh American

Association of Colleges of Nursing, American Association of Colleges of

Osteopathic Medicine (AACOM), American Association of Colleges of Pharmacy

(AACP), American Dental Education Association (ADEA), Association of

American Medical Colleges (AAMC), dan Association of Schools of Public

Health (ASPH) (2011) menyebutkan bahwa prinsip-prinsip dari kompetensi

interprofessional meliputi:

a. Patient/family centered (sering disebut “patient centered”)

b. Mengutamakan komunitas/penduduk

c. Hubungan yang terfokus

d. Mengutamakan proses

e. Terhubung dengan kegiatan pembelajaran, strategi pendidikan, dan penilaian

(6)

f. Dapat diintegrasikan

g. Peka terhadap konteks sistem/dapat diterapkan dalam bentuk praktek apapun

h. Dapat diterapkan disemua profesi

i. Stated in language common dan bermakna bagi semua profesi

j. Dorongan hasil

Berikut beberapa kompetensi yang telah di buat oleh beberapa asosiasi

interprofessional yang ada di dunia.

A. Interprofessional Education Collaborative Expert Panel (2011):

1. Nilai/Etik (Values/Ethics)

2. Peran/Tanggung Jawab (Roles/Responsibilities)

3. Interprofessional Communication Competencies

4. Tim dan Kerjasama (Team/Teamwork)

B. Canadian Interprofessional Health Collaborative (2010):

1. Komunikasi interprofesional (Interprofessional Communication)

2. Role Clarification

3. Patient/client/family center

4. Team functioning

5. Collaborative leadership

6. Interprofessional conflict resolution

C. Interprofessional Education Consortium (2002):

1. Family-Centered Practice

2. Integrated Services Collaboration/Group Process

3. Kepemimpinan

(7)

5. Assessment dan Outcome

6. Social Policy Issues

2.3 Pelaksanaan Interprofessional Education

2.3.1 Pelaksanaan Interprofessional Education di Dunia

Beberapa universitas jurusan ilmu kesehatan di beberapa negara seperti

Amerika, Kanada, Australia, dan Eropa telah menerapkan Interprofessional

Education. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa persepsi mahasiswa tentang IPE bernilai positif (Ker dkk., 2003). Sementara penelitian lain menunjukkan

bahwa rata-rata skor kesiapan mahasiswa kedokteran, kedokteran gigi,

keperawatan, kebidanan, fisioterapi, gizi kesehatan, farmasi, dan teknik okupasi

terhadap pelaksanaan IPE termasuk tinggi (Coster dkk., 2008).

All Together Better Health VII International Interprofessional Conference yang diadakan di Pittsburgh 2014 lalu diikuti oleh beberapa institusi seperti

American Interprofessional Health Collaborative (AIHC), Canadian

Interprofessional Health Collaborative (CIHC), Australasian Interprofessional

Practice and Education Network (AIPPEN), Centre for the Advancement of

Interprofessional Education (CAIPE), dan Nordic Interprofessional Network

(NITNET) membahas tentang segala yang berhubungan dengan Interprofessional

Education. Konferensi itu menunjukkan bahwa IPE sudah sangat berkembang (Univesity of Pittsburgh dan National Center of Interprofessional Education,

(8)

2.3.2 Pelaksanaan Interprofessional Education di Indonesia

Terdapat 12 universitas negeri di Indonesia yang melaksanakan pendidikan

formal yang di dalamnya terdapat dua atau lebih profesi kesehatan yang

memungkinkan terjadinya interaksi bahkan kolaborasi. Hal ini menjadi kelebihan

untuk dapat mengembangkan konsep IPE di Indonesia (DIKTI, 2006). Beberapa

faktor kunci yang perlu diperhatikan bagi seorang perencana dalam

mengimplementasikan Interprofessional Education, yaitu mempromosikan

interaksi interprofessional, dinamika kelompok, relevansi dan status, fasilitasi ahli,

dukungan fasilitator dan pelatihan, pelaksanaan organisasi, dan dukungan

organisasi (Reeves, 2007).

Dunia kesehatan Indonesia baru dikenalkan tentang IPE sejak tahun 2011

dan saat itulah pemerintah Indonesia memasukkan IPE dalam kurikulum kesehatan.

Beberapa universitas besar telah menerapkan IPE sebagai salah satu metode

pembelajaran kepada mahasiswa. Seminar atau program tertentu telah

dilaksanakan untuk menyukseskan IPE. Pemerintah Indonesia sendiri masih

mendapat kesulitan dalam pelaksanaan dan pengembangannya karena kurangnya

sumber daya manusia, fasilitas, dan motivasi seluruh pihak terkait untuk

menyukseskan IPE.

2.3.3 Pelaksanaan IPE di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Interprofessional Education pernah dibahas pada sebuah pertemuan di ruang sidang Fakultas Kedokteran Universitas Udayana hari Jumat, 30 Januari

2015. Pertemuan ini dihadiri oleh Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana (FK Unud) dan beberapa perwakilan lembaga di FK Unud. Pertemuan

(9)

(meliputi kerjasama, komunikasi, saling menghargai, menerapkan ilmu dan skill,

saling memberikan ilmu, refleksi diri, pengalaman interprofesional), tantangan yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan IPE, serta strategi yang akan dicoba

untuk diterapkan.

Pelaksanaan IPE di FK Unud akan diikuti oleh enam program studi, yaitu

Pendidikan Dokter, Pendidikan Dokter Gigi, Ilmu Keperawatan, Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Fisioterapi, dan Psikologi serta rencananya juga akan melibatkan

program studi Farmasi Universitas Udayana. Penerapan IPE diawali dengan

strategi :

a. Tatap muka : seminar yang menggabungkan seluruh prodi FK Unud dalam

satu forum

b. Himpunan Mahasiswa: melalui himpunan mahasiswa sekaligus Badan Semi

Otonom yang menjadikan FK menjadi Leader

c. Pertemuan kasus setiap 2 minggu

d. Dimana kurikulum pembelajaran tersebut ditekankan pada:

1) Sesuai dasar keilmuan

2) Ditekankan pada: teamwork, komunikasi (saling menghormati),

pemikiran kritis, technical skill (penyatuan skill yang berbeda)

3) Diawali dengan “strategi efektif” selanjutnya melakukan “praktek

(10)

Secara umum, penerapan sistem IPE di Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana adalah untuk mempersiapkan peserta didik yang mampu berkolaborasi

(collaboration practice) serta membentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku sesuai

dengan interprofessional team sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan

individu dan masyarakat (Utami, 2016).

Salah satu bentuk pelaksanaan IPE di Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana adalah pada tahap klinik. Kompetensi yang digunakan oleh sistem IPE

klinik FK Unud adalah kompetensi yang dibuat oleh CIHC 2010. Kompetensi

tersebut dapat dicapai dengan strategi pembelajaran (Learning Strategy) yang

diterapkan dalam IPE klinik berupa diskusi berkelompok menggunakan skenario

kasus. Unsur-unsur yang harus ada dalam berjalannya diskusi, yaitu: tempat

diskusi, waktu penyelenggaraan diskusi, peserta diskusi, skenario, pemimpin

jalannya diskusi, dan pembimbing (Utami, 2016).

(11)

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Interprofessional Education (IPE) merupakan suatu sistem pendidikan yang melibatkan dua atau lebih profesi berbeda untuk meningkatkan kolaborasi

sehingga dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Beberapa

institusi atau asosiasi interprofessional seperti American Association of Colleges

of Nursing, AACOM, AACP, ADEA, AAMC, dan ASPH serta CIHC telah

membuat kompetensi berdasarkan versinya masing-masing. Pelaksanaan IPE di

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang baru di mulai tahun 2015 sudah

(12)

DAFTAR PUSTAKA

BBC. 2016. Vaksin Palsu: Polisi Incar Individu, Kemenkes Sasar Fasilitas Kesehatan. [Online] Available from: http://www.bbc.com/[Accessed 20 Juli 2016]

Canadian Interprofessional Health Collaborative. 2007. Interprofessional Education & Core Competencies. Canada. h.8.

Coster, S. 2008. Interprofessional Attitudes Amongst Undergraduate Students In The Health Professions: A Longitudinal Questionnaire Survey. International Journal of Nursing Studies. [Online] 45 (2008), 1667–81. Tersedia di: http://www.elsevier.com/ijns [diunduh: 19 Juli 2016].

Freeth D, Ayida G, Berridge EJ, dkk. 2009. Multidisciplinary Obstetric Simulated Emergency Scenarios (MOSES): Promoting Patient Safety in Obstetrics with Teamwork-Focused Interprofessional Simulations. J Contin Educ Health Prof. [Online] 29 (2), 98–104. Tersedia di: http://onlinelibrary.wiley [diunduh: 19 Juli 2016]

Frenk. J., Chen, L., Bhutta, Z., A., Cohen, J., Crisp, N., Evans, E., Fineberg, H., Garcia, P., Ke, Y., Kelley, P., Kistnasamy, B., Meleis, A., Naylor, D., Pablos-Medez, A., Reddy, S., Scrimshaw, S., Sepulveda, J., Serwadda, D., Zurayk, H. 2010. Health professionals for a new century: transforming education to strengthen health systems in an interdependent world. A Global Independent Commission. The Lancet. [Online] 376 (9756), 1923-58. Tersedia di: http://www.thelancet.com [diunduh: 19 Juli 2016]

Direktorat Jendral Perguruan Tinggi. 2006. Jumlah Universitas Negeri di Indonesia. Tersedia di: http://www.dikti.go.id.

Interprofessional Education Collaborative Expert Panel. 2011. Core Competencies for Interprofessional Collaborative Practice: Report of an Expert Panel. Washington, D.C.: Interprofessional Education Collaborative.

Interprofessional Education Consortium (IPEC). 2002. Creating, Implementing, and Sustaining Interprofessional Education. Vol III. San Francisco, CA: Stuart Foundation

Ker, J., Mole, L., Bradley, P. 2003. Early Introduction to Interprofessional Learning: Simulated Ward Environment. Medical Education [Online] 37, 248-55. Tersedia di: http://onlinelibrary.wiley [diunduh: 19 Juli 2016]

Lee, R. 2009. Interprofessional Education: Principles and Application. Pharmacotherapy [Online] 29 (3), 154-64. Tersedia di: http://www.accp.com/ [diunduh 19 Juli 2016]

Mendez, P., 2008. The Potential Advantages and Disadvantages of Introducing Interprofessional Education Into the Healthcare Curricula in Spain. Nurse

Education Today [Online] 28 (2008), 327–36. Tersedia di:

http://www.elsevier.com/journal/nedt [diunduh 19 Juli 2016]

Reeves, S., Goldman, J., Oandasan, I. 2007. Key Factors in Planning and Implementing Interprofessional Education in Health Care Settings. Journal of Allied Health, 36, 231-4

(13)

Tempo. 2016. Begini Awal Terungkapnya Keberadaan Vaksin Palsu. [Online] Available from: http://m.tempo.co/[Accessed 20 Juli 2016].

Univesity of Pittsburgh dan National Center of Interprofessional Education. 2014. All Together Better Health VII International Interprofessional Conference. Pittsbhurg.

Utami, I.D.K. 2016. Interprofessional Education (IPE): Pedoman untuk Peserta Didik. Denpasar. p. 4-5

World Health Organization (WHO). 2010. Framework for action on interprofessional education & collaborative practice. Geneva: World Health Organization. Retrieved Juli 17, 2016 from http://whqlibdoc.who.int/ hq/2010/WHO_HRH_HPN_10.3_eng.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Penyebaran filariasis di Desa Buru Kaghu sejak pemekaran Kabupaten Sumba Barat Daya sampai dengan tahun 2011 terbatas pada informasi mikrofilaria yang ditemukan

tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dairi dengan Mengubah Undang-Undang Darurat Nomor

faktor predisposisi anemia pada ibu hamil, yang meliputi: jarak kehamilan, paritas, status gizi, pendidikan, pengetahuan, penghasilan, dan penyakit. Pengambilan

Hasil pengujian daya antibakteri ekstrak daun fertil dan ekstrak daun steril sisik naga terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli menunjukkan bahwa ekstrak daun fertil

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efek xenia berpengaruh nyata terhadap karakter warna biji dan tipe biji sedangkan untuk karakter panjang tongkol (cm), panjang

Pada sistem Time Division Multiple Access (TDMA), setiap pengguna menggunakan pita frekuensi yang sama, tetapi domain waktu di bagi menjadi beberapa slot untuk

Alasan utama UMTS menggunakan dua metoda akses jamak adalah untuk meningkatkan kualitas layanan ketika terdapat kepadatan trafik yang tidak seimbang antara transmisi data uplink

Peningkatan hasil deteksi dilakukan dengan filtering pada Kinect Utama menggunakan Moving Average dan Kalman Filter yang dimodifikasi, dilengkapi dengan dukungan data dari