• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Hidup 1. Pengertian Kualitas Hidup

Kualitas hidup didefinisikan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU no 23/1992 tentang kesehatan). Sedangkan menurut Donald kualitas hidup merupakan suatu terminologi yang menunjukan tentang kesehatan fisik, sosial dan emosi seseorang serta kemampuannya untuk melaksanakan tugas sehari-hari ( Donald dalam Rubyyana, 2012)

World Health Organization (WHO) mendefinisikan kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup, dan dalam kaitannya dengan tujuan, harapan, standar dan kekhawatiran. Kualitas hidup mencakup empat domain, yaitu kesehatan fisik, keadaan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan (WHO. 1997).

Kualitas hidup adalah berbagai pengalaman manusia yang salah satunya terkait dengan secara keseluruhan kesejahteraan. Ini berarti nilai berdasarkan fungsi subjektif dibandingkan dengan harapan pribadi dan didefinisikan oleh pengalaman subjektif, negara bagian dan persepsi (Revicki dalam Burckhardt & Anderson, 2003).

(2)

Kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dilihat dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi (Cohen & Lazarus dalam Larasati, 2011).

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap kesehatan fisik, sosial dan emosi yang dimilikinya. Hal tersebut berkaitan dengan keadaan fisik dan emosi individu tersebut dalam kemampuannya melaksanakan aktifitas sehari-hari yang ditunjang dengan sarana dan prasarana yang ada di lingkungan sekitar.

2. Aspek- Aspek Kualitas Hidup

Aspek –aspek kualitas hidup berdasarkan skala kualitas hidup dari WHO yang disebut dengan WHO Quality of Life (WHOQOL-BREF) terdiri dari 4 domain/aspek, yaitu :

a. Keadaan fisik (Physical)

Kesehatan fisik disini merupakan penggambaran dari kepuasan individu terhadap kesehatan fisiknya, yang mencakup tingkat energi dan kelelahan (energy and fantigue), rasa sakit dan ketidaknyamanan (pain and discomfort), dan lama waktu untuk tidur dan beristirahat (sleep and rest).

(3)

b. Keadaan Psikologis (Psychological).

Keadaan psikologis disini merupakan persepsi individu terhadap keadaan dirinya yang meliputi, gambaran diri dan penampilan (bodily and appearance), seberapa sering seseorang memiliki perasaan yang negatif seperti sedih, dan marah (negative felly), perasaan positif (positive felly), gambaran tentang kepuasan terhadap diri (self esteem), dan mengenai kemampuan seseorang dalam berfikir, belajar, mengingat dan berkonsentrasi (thingking, learning, memory and concentration).

c. Hubungan sosial (Social Relationship).

Hubungan sosial disini merupakan kemampuan individu dalam bergaul yang meliputi, hubungan personal antara individu dengan orang disekitarnya (personal relationship), dukungan yang didapat individu dari lingkungan sosialnya (social support), dan aktivitas seksual (sexual activity).

d. Hubungan dengan Lingkungan (Environment)

Hubungan dengan lingkungan disini lebih menunjukan tentang keadaan disekitar kehidupan individu yang meliputi, sumberdaya keuangan/ kemapuan finansial yang dimiliki individu (financial resources), kebebasan individu, keselaman fisik dan keamanan yang dimiliki individu (freedom, safety phisical and security), ketersedian akses dan kualitas fasilitas kesehatan dan sosial (health and social care : accessbility and quality), keadaan

(4)

lingkungan sekitar rumah (home environment), ketrampilan dan kesempatan untuk memperoleh informasi baru (opportunities for acquiring new information and skill), partisipasi dalam kegiatan rekreasi dan olahraga (partisipation in and opportunities for

recreation/leisure), kesehatan lingkungan seperti polusi,

kebisingan, lalu lintas dan iklim (physical environment

(pollution/noise/traffic/cimate)), dan ketersediaan sarana

transportasi di lingkungan sekitar tempat tinggal individu (transport). (WHO, 1997).

Aspek-aspek kualitas hidup dalam The Flanangan Quality of Life Scale (QOLS) oleh ( dalam Burckhardt & Anderson, 2003), aspek kualitas hidup adalah sebagai berikut :

a. Kesejahteraan Fisik

Kesejahteraan fisik meliputi kesejahteraan dan keamanan finansial, kesehatan fisik dan keselamatan pribadi.

b. Hubungan dengan orang lain

Hubungan dengan orang lain meliputi hubungan dengan orang tua, saudara dan kerabat lainnya, memiliki dan membesarkan anak-anak, hubungan dengan pasangana atau orang penting lainnya, dan hubungan dengan teman.

c. Sosial, Masyarakat dan kegiatan yang berkaitan dengan pemerintah.

(5)

Aspek tersebut terkait dengan membantu dan menolong orang lain, dan kegiatan yang berkaitan dengan pemerintah daerah dan nasional.

d. Pengembangan dan pemenuhan pribadi

Pengembangan dan pemenuhan pribadi meliputi pengembangan intelektual, pemahaman pribadi, peran dalam pekerjaan, kreatifitas dan eksoresi pribadi.

e. Aspek Rekreasi

Aspek rekreasi meliputi sosialisasi, kegiatan rekreasi pasif dan pengamatan, kegiatan rekreasi aktif dan partisipasi.

Berdasarkan uraian diatas maka aspek-aspek kualitas hidup mencakup empat domain, yaitu kesehatan fisik, keadaan psikologis, hubungan sosial dan lingkunganm keempat domain tersebut telah mencakup berbagai aspek yang dapat digali untuk menggambarkan kualitas hidup seseorang.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Berdasarkan uraian dari beberapa tokoh, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah :

a. Sosial demografi (Socio-demographic )

Berdasarkan literatur sebelumnya yang ditulis oleh Ardalan (2011) yang penelitiannya mengenai kualitas hidup lansia korban gempa Bam, menunjukan bahwa faktor sosial demografi mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Fakfor sosial demografi

(6)

meliputi, jenis kelamin, umur seseorang, tingkat pendidikan, dan status pernikahan.

b. Besarnya Jaringan dan Religiusitas

Besarnya jaringan yang dimaksud disini adalah hubungan individu yang meliputi jumlah saudara yang dimiliki, kalangan orang yang dikenal, jumlah keluarga yang dimiliki dan kepercayaan/agama yang diyakini individu (Lim, 2008).

c. Kecerdasan Emosi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup diantaranya adalah mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan penderitaan orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis, mengembangkan sikap empati (Ghozally, dalam Larasati, 2011).

Jadi berdasarkan uraian tersebut maka faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang diantaranya adalah, faktor sosial demografi, jaringan sosial, mengenali diri sendiri, kemampuan menyesuakan diri dan juga kepercayaan/ religiusitas seseorang. Koping religius merupakan usaha agar memiliki kecerdasan emosi yang dibalut dengan religiusitas seseorang atau kepercayaan seseorang.

(7)

B. Koping Religius 1. Pengertian Koping Religius

Koping adalah segala bentuk usaha, pikiran, serta tindakan untuk mengatasi situasi penuh tekanan (Lazarus & Folkman dalam Angganantyo, 2014). Terdapat beberapa jenis koping salah satunya adalah koping yang didasarkan pada kepercayaan atau agama. Koping tersebut sering disebut sebagai koping religius.

Koping religius merupakan suatu strategi dimana seseorang memiliki hubungan baik dengan Allah, dimana hal tersebut memiliki hubungan yang positif terhadap kesehatan mental dan kinerja seseorang, (Aldwin & Yancura dalam Komar, 2011). Seperti yang diungkapkan Wong dan Gorusch koping religius adalah suatu cara individu menggunakan keyakinannya dalam mengelola stres dan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan (Wong- McDonald dan Gorsuch dalam Utami, 2012). Pendapat Wong dan Gorush didukung oleh pertanyaan Wong dan Wong bahwa koping religius adalah strategi koping dengan memasukan pemahaman akan suatu kekuatan yang amat besar dalam hidup, dimana kekuatan tersebut dikaitkan dengan unsur keTuhanan (Wong & Wong dalam Angganantyo, 2014).

Kemudian Pargament mengungkapkan bahwa koping religius adalah upaya memahami dan mengatasi sumber-sumber stress dalam hidup dengan melakukan berbagai cara untuk mempererat hubungan individu dengan Tuhan (Pargament dalam Anggraini, 2014). Lebih

(8)

lanjut, Pargament menjelaskan bahwa keragaman koping religious dilihat berdasarkan individu, situasi, dan budaya yang membentuk berbagai religious coping tersebut (Pargament dalam Anggraini, 2014). Berdasarkan uraian sebelumnya maka koping religius merupakan salah satu strategi untuk mengurangi tingkat stress melalui aktivitas ibadah, memperbaiki hubungan dengan Tuhan, dan aktivitas spiritual lainnya (Anggraini, 2014). Koping religius yang diungkapkan Anggraini didukung oleh Safarian yang menyatakan bahwa koping religius memainkan peran penting dalam menurunkan atau menahan (reducing and buffering) efek stressor kerja pada individu (Safaria dalam Rachmawati dan Nashori, 2013).

2. Aspek-aspek Koping Religius

Aspek-aspek koping religius menurut Alfakseir & Goleman (2011) antara lain :

a. Merefleksikan dan fokus pada perbuatan dan praktik keagamaan ( Reflected a focus on religious deeds and practice). Meliputi mencari ketenangan dengan mengingat Allah, mencari ketenangan dan bimbingan dengan membaca Al-Qur‟an, memohon pada Nabi dan kyai (appealed to prophet and imams), membaca do‟a tertentu, menghadiri pengajian ketika marah, memohon kemudahan dengan berdo‟a.

(9)

b. Perasaan negatif terhadap Allah ( Highlighted negative fellings toward God).

Meliputi merasa bahwa Allah telah melupakan hambanya (bertanya-tanya apakah Allah benar-benar peduli), kecewa dengan rahmat dan kasih sayang Allah, marah terhadap Allah karena membiarkan masalah ini terjadi, dan menyadari bahwa Allah tidak dapat menjawab semua do‟a.

c. Pemaknaan dalam hati ( Related to the benevolent reapprasial). Aspek pemaknaan dalam hati meliputi menganggap bahwa situasi tersebut merupakan cobaan dari Allah, melihat situasi sebagai kehendak dari Allah, penderitaan adalah untuk pemurnian dosa-dosa, berusaha sabar karena Allah bersama orang-orang yang sabar, penderitaan dan kesulitan memperkuat keimanan, dan penderitaan dapat membawa hambanya lebih dekat kepada Allah.

d. Merefleksikan cara pasif dari koping religius (Reflected the passive way of religious coping).

Merefleksikan cara pasif antara lain adalah tidak mencoba untuk berbuat banyak ; hanya menduga Allah akan menanganinya, ditakdirkan untuk memiliki situasi tersebut sehingga tidak mencoba untuk mengubahnya, dan tidak berbuat banyak hanya mengaharapkan Allah memecahkan masalah hambanya.

(10)

e. Relevan dengan cara aktif untuk melakukan koping (Relevant to an active way of coping).

Mengembalikan situasi kepada Allah setelah melakukan semua secara maksimal, melakukan apa yang mampu untuk dilakukan dan menyerahkan sisanya kepada Allah, melakukan semua yang mampu dilakukan dan meminta kepada Allah atas kehendakNya (tawakal).

Dari 5 aspek yang dipaparkan oleh Alfakseir & Goleman, aspek-aspek tersebut dibagi menjadi 2 jenis yaitu koping positif dan koping negatif. Pargament mengidentifikasi dua jenis koping religious, yaitu positive koping religius dan negative koping religious yang berimplikasi terhadap kesehatan mental (Pargamaent dalam Anggraini, 2014).

a. Koping Religius Positif

Menurut Pargament, Koenig & Perez ( dalam Anggraini, 2014) koping religius Positif adalah sebuah ekspresi spiritualitas, hubungan yang aman dengan Tuhan, keyakinan bahwa ada makna yang dapat ditemukan dalam hidup, serta adanya hubungan spiritualitas dengan orang lain. Pargament (dalam Anggraini, 2014) menyebutkan beberapa bentuk koping religius positif, yaitu dukungan spiritualitas, penilaian kembali mengenai kebaikan dalam agamanya, serta adanya pendekatan kolaboratif atau aktif dalam mengatasi masalah.

(11)

Gaya pendekatan kolaboratif atau aktif ini menunjukkan adanya tanggungjawab bersama dalam proses penyelasaian masalah dan kerjasama individu dengan Tuhan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

b. Koping Religius Negatif

Menurut Pargament, Koenig & Perez (dalam Anggraini, 2014) koping religious negatif adalah sebuah ekspresi dari hubungan yang kurang aman dengan Tuhan, pandangan yang lemah dan kesenangan terhadap dunia, serta adanya perjuangan religiusitas dalam pencarian makna. Pargament (dalam Anggraini, 2014) menyebutkan bentuk dari koping religius negatif meliputi ketidakpuasan terhadap anggota jama‟ah tertentu dan adanya penilaian mengenai hal-hal negatif terhadap agamanya. Gaya pendekatan penangguhan atau pasif, yaitu individu tunduk pasrah pada tanggungjawab Tuhan dan menunggu solusi muncul melalui upaya aktif Tuhan dalam menyelesaikan masalah yang dialaminya.

Strategi religius koping menurut Pargament dalam Utami (2012) a. Collaborative ( Kolaboratif )

Merupakan strategi koping yang paling umum, dalam hal ini individu dan Tuhan tidak memainkan peran yang pasif dalam proses pemecahan masalah, tetapi keduanya bekerja

(12)

bersama-sama memecahkan masalah individu. Tuhan memberikan active voice yang digunakan sebagai petunjuk oleh individu dalam mempertimpangkan keputusan untuk menyelesaikan masalahnya.

b. Self-directing ( Mengarahkan diri )

Individu dibantu tindakannya dalam memecahkan masalahnya. Individu yang menggunakan strategi ini memandang dirinya sebagai orang yang diberi Tuhan kemampuan dan sumber-sumber untuk memecahkan masalah. c. Deferring ( Menunda )

Individu bergantung pada Tuhan dalam mencari tanda-tanda/isyarat untuk mengatakan kepada individu pendekatan pemecahan masalah yang akan digunakan. Seperti individu melakukan sholat tahajut atau sgolat istiqarah yang ditujukan untuk mencari petunjuk dari Allah dalam menyelesaikan masalah individu tersebut.

Berdasarkan uraian diatas maka koping religius terdiri dari lima aspek yakni, prektek ibadah, perasaan negatif terhadap Allah, pemaknaan dalam hati, pasif dalam melakukan koping, dan cara aktif utuk melakukan koping. Dari lima aspek tersebut terbagi menjadi 2 jenis yakni positif koping religius dan negatif koping religius.

(13)

C. Hubungan Antara Religius Coping dan Kualitas Hidup Warga Penyintas Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010.

Koping religius merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk mengatasi masalahnya dengan menggunakan unsur keagamaan seperti yang telah diungkapkan (Pargament dalam Anggraini, 2014) koping religius adalah upaya memahami dan mengatasi sumber-sumber stress dalam hidup dengan melakukan berbagai cara untuk mempererat hubungan individu dengan Tuhan.

Koping religius memiliki aspek-aspek yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan kualitas hidupnya, karena kualitas hidup yang baik tidak lepas dari upaya yang dilakukan individu agar dirinya tetap sehat baik secara fisik maupun psikis. Aspek koping religius yang pertama adalah perbuatan dan praktek ibadah, dalam melakukan ibadah sesuai yang diperintahkan Allah yakni sholat, membaca Al-Qur‟an, puasa dan lain sebagainya. Seorang individu yang melaksanakan sholat dan membaca Al-Quran dan memaknainya akan mendapatkan kesehatan rohani karena perasaan positif yang didapatkan dari ibadah dan do‟anya, sedangkan dengan melakukan puasa individu mendapatkan kesehatan secara jasmani, karena puasa juga sebagai upaya pembersihan organ pencernaan dan tubuh. Sehingga seseorang yang melakukan praktek ibadah juga akan memiliki kualitas hidup yang baik karena kondisi rohani, psikis dan fisiknya yang sehat.

(14)

Aspek yang kedua adalah perasaan negatif terhadap Allah, jika seorang individu merasa menyerah dengan situasi yang dialami dan memiliki perasaan negatif terhadap Allah maka individu tersebut akan merasa gundah, karena merasa tidak memiliki siapapun yang mampu menolongnya dalam situasi tersebut. Aspek berikutnya adalah pasif dalam melakukan Koping, seorang individu hanya diam dan menerima situasi yang rumit, tidak melakukan sesuatu dan tidak berusaha untuk keluar dari situasi yang rumit tersebut, dan hanya pasrah dengan keadaan dan sehingga hal tersebut justru membuat individu berkubang dalam situasi yang rumit. Seperti yang diungkapkan Gardner, Krageloh & Marcus (2013) dalam hasil penelitianya bahwa negatif koping religius justru meningkatkan stres pada subjeknya, dan sebaliknya positif koping religius mampu mengurangi stres pada subjeknya. Konsep negatif koping religius dan positif religius coping dikemukakan oleh Pargamen (dalam Anggraini, 2014).

Aspek berikutnya adalah pemaknaan dalam hati hal tersebut berpengaruh pada kondisi psikis seorang individu ketika menghadapi situasi yang sulit, seperti mengidap penyakit atau mengalami masalah yang cukup berat, sehingga pemaknaan dalam hati ini akan membuat seseorang mampu memaknai setiap situasi yang dialami dengan mengambil hikmah dari setiap kejadian, karena segala yang terjadi dalam kehidupan manusia tidak akan lepas dari ketentuan yang telah direncanakan oleh Allah. Seorang individu yang mampu memaknai setiap

(15)

situasi dengan mengingat Allah akan memiliki perasaan yang optimis, dan fikiran yang positif, individu tersebut akan merasa baik-baik saja sehingga dalam kegiatan sehari-hari tetap berjalan normal dan hubungan dengan orang lain dan lingkuangan tetap berjalan dengan baik.

Aspek yang terahir adalah menyerahkan segalanya kepada Allah setelah melakukan semua usaha, umat Allah mempunyai kehendak masing-masing sesuai rencana Allah, sehingga setelah seorang individu berusaha dan berbuat yang terbaik untuk mengatasi situasi yang sulit dalam hidup, individu tersebut harus mampu tawakal dan pasrah terhadap ketentuan yang akan terjadi karena segala yang terbaik hanya Allah yang tau. Individu akan memiliki perasaan yang tenang ketika menyerahkan segala sesuatunya kepada sang pencipta setelah melakukan segala hal dengan sekuat tenaga, sehingga memiliki hubungan yang baik dengan Tuhannya. Individu yang mampu menyerahkan diri kepada Allah akan memiliki perasaan dan fikiran yang sehat, karena tidak mengalami stress akibat situasi yang dihadapi, sehingga dengan berserah diri kepada Allah kualitas hidup seseorang akan tetap baik karena kondisi psikis yang tetap baik walaupun dalam situasi yang sulit.

Berdasarkan uraian berikut peneliti berasumsi bahwa kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh koping religius, jika seseorang mampu menhadapi permasalahanya dengan baik maka tidak akan timbul efek yang negatif dalam hidupnya, dan kualitas hidup individu tetap baik.

(16)

D. Hipotesis Penelitian Pada penelitian ini terdapat 2 hipotesia yaitu :

1. Ada hubungan positif antara koping religius positif dengan kualitas hidup seseorang, dimana bila tingkat koping religiusnya positif tinggi maka tingkat kualitas hidupnya juga tinggi, sebaliknya bila seseorang memiliki koping religius positif yang rendah maka kualitas hidupnya juga rendah.

2. Ada hubungan negatif antara koping religius negatif dan kualitas hidup seseorang, seseorang yang memiliki tingkat koping religius negatif yang rendah akan memiliki tingkat kualitas hidup yang tinggi, sedangkan seseorang dengan tingkat koping religius negatif yang tinggi akan memiliki kualitas hidup yang rendah.

Referensi

Dokumen terkait

Proporsi seroproteksi anti-HBs pada 100 anak usia 10– 12 tahun pasca imunisasi dasar hepatitis B lengkap 38%, dengan hasil seropositif 68,7% subjek respons rendah, 26,3% respons

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perusahaan yaitu pengetahuan, wawasan tentang teori-teori, praktik mengenai peranan pengendalian internal dalam

Metode-metode tersebut pada umumnya merupakan metode yang berisi kegiatan yang mengaktifkan siswa (seperti bekerja dan diskusi kelompok, presentasi, menanggapi, mengemukakan

Sebuah masyarakat tidak akan lepas dari unsur kebudayaan, baik dari cerminan karakteristik dari masyarakat tersebut ataupun sebagai sebuah

Dalam dunia Notaris, dikenal adagium: “setiap orang yang datang menghadap notaris telah benar berkata tidak berbanding lurus dengan berkata benar, yang artinya

Pada hasil penelitian di setiap Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah cenderung mengalami tanah longsor karena berkorelasi dengan rendahnya tutupan lahan yang terlihat oleh

Data Hasil Identifikasi Ngengat (Lepidoptera) di Jalur Blok Raflesia- Tandon, Taman Nasional Meru Betiri Resort Sukamade, Kabupaten Banyuwangi... Surat Ijin Masuk Kawasan

Berdasarkan analisis data penelitian, didapatkan hasil bahwa tingkat kunjungan wisatawan sangat dipengaruhi oleh peran Disparpora Kota Bukittinggi dalam