• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN PERKUATAN GESER BALOK BETON BERTULANG MENGGUNAKAN LAPIS GLASS FIBER REINFORCED POLYMER (GFRP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN PERKUATAN GESER BALOK BETON BERTULANG MENGGUNAKAN LAPIS GLASS FIBER REINFORCED POLYMER (GFRP)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PERKUATAN GESER BALOK BETON BERTULANG

MENGGUNAKAN LAPIS

GLASS FIBER REINFORCED POLYMER (GFRP)

Nama Peneliti :

Ir. Putu Deskarta MASc.

NIP: 196110251988031001

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

2016

(2)

besar sedangkan beton dan tulangan transversal sudah tidak kuat untuk menahan gaya geser. Pada penelitian ini, fiberglass dipergunakan sebagai lapis perkuatan geser untuk menambah masa pelayanannya.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan lapis GFRP dengan arah serat 00/900, ±450, 00 pada balok beton bertulang dalam menahan gaya geser. Pengujian kuat lentur menggunakan balok dengan ukuran 100 x 150 x 9500 mm yang diletakkan di atas dua tumpuan sederhana dan dibebani oleh dua beban terpusat pada jarak sepertiga bentang. Benda uji balok dibuat empat perlakuan yaitu balok tanpa penambahan lapis GFRP, balok dengan lapis GFRP arah serat 0o/90o, arah serat 0o, dan arah serat ±45o. Lapis GFRP diberikan pada bidang tinggi dari balok Lapis GFRP yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari serat glass (fiberglass) yang berbentuk woven roving dan resin epoksi. Adapun data yang diamati adalah model keruntuhan balok, hubungan beban dan lendutan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan penambahan lapis GFRP mampu memberikan perkuatan geser pada balok serta merubah pola keruntuhan geser tekan menjadi lentur. Penambahan lapis GFRP mampu meningkatkan beban saat tulangan mulai leleh rata-rata sebesar 12.48%. Sedangkan peningkatan yang terjadi untuk masing-masing arah serat 0o/90o, 0o, ±45o sebesar 13.744%, 11.374%, 12.322%. Penambahan lapis GFRP arah serat ±45o tidak dapat bekerja secara maksimal karena terlepasnya rekatan antara beton dengan GFRP.

(3)

Halaman HALAMAN JUDUL SURAT KEPUTUSAN SURAT KETERANGAN ABSTRAK ... i DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR NOTASI ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian ... 2 1.4 Manfaat Penelitian ... 2 1.5 Lingkup Penelitian. ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum ... 4

2.2 Material ... 4

2.2.1 Beton ... 4

2.2.2 Baja Tulangan ... 5

2.3 Glass Fiber Reinforced Polymer (GFRP) ... 7

2.3.1 Matrik Polymer ... 7

(4)

2.6 Perencanaan Penulangan Geser Menurut SK SNI T-15-1991-03 ... 14

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian ... 16

3.2 Pemilihan Bahan ... 16

3.3 Alat-alat Penelitian ... 16

3.4 Metode Pengambilan Sampel dan Data ... 17

3.4.1 Pengambilan Sampel ... 17

3.4.2 Pengukuran / Pengambilan Data ... 18

3.5 Kerangka Penelitian ... 19

3.5.1 Persiapan ... 19

3.5.2 Pemeriksaan Material ... 20

3.5.3 Pembuatan Adukan Beton ... 20

3.5.4 Pengujian Nilai Slump ... 21

3.5.5 Pencetakan Benda Uji ... 21

3.5.6 Penambahan Lapisan GFRP ... 21

3.5.7 Pengujian Benda Uji ... 22

3.5.7.1 Pengujian Kuat Tekan Beton ... 23

3.5.7.2 Pengujian Kuat Lentur Balok ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Kuat Tekan Beton ... 25

(5)

4.4.1 Model Keruntuhan Balok ... 28

4.4.2 Hubungan Beban dengan Lendutan ... 30

4.4.3 Beban pada Saat Tulangan Leleh ... 35

4.4.4 Analisa Balok pada Kondisi Beban Ultimit ... 36

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

(6)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1 Diagram tegangan-regangan beton……….. 5

Gambar 2.2 Hubungan tegangan-regangan baja tulangan………... 6

Gambar 2.3 Balok segi empat homogen ... 9

Gambar 2.4 (a)Keadaan tegangan pada elemen A1; (b)keadaan tegangan pada elemen A2; ... 10

Gambar 2.5 Trajektori tegangan utama balok homogen. Garis tak putus: trajektori tarik; garis putus-putus: trajektori tekan ………. 11

Gambar 2.6 Bentuk keruntuhan pada balok tinggi ... 12

Gambar 2.7 Jenis-jenis keruntuhan geser pada balok pendek ... 13

Gambar 2.8 Keruntuhan tarik diagonal pada balok dengan panjang menengah 14 Gambar 3.1 . Kerangka penelitian……….… 19

Gambar 3.2 Balok beton bertulang tanpa lapisan fiber……….…. . 21

Gambar 3.3 Balok beton bertulang dengan lapisan fiber………... . 22

Gambar 3.4 Pengujian kuat tekan beton……… . 23

Gambar 3.5 Model pengujian geser balok……….… . 24

Gambar 4.1 Gradasi pasir ... 26

Gambar 4.2 Gradasi batu pecah ... 28

Gambar 4.3 Hubungan tegangan-regangan baja yang diuji ... 30

Gambar 4.4 Lapis GFRP yang digunakan dalam penelitian ... 30

Gambar 4.5 Diagram tegangan-regangan lapis GFRP ... 31

Gambar 4.6 Model keruntuhan balok tanpa lapis GFRP ... 33

Gambar 4.7 Model keruntuhan balok dengan lapis GFRP; (a)Arah serat 0o/90o; (b)Arah serat 0o; (c)Arah serat ±45o ... 33

Gambar 4.8 Hubungan beban-lendutan balok tanpa lapis GFRP ... 34

Gambar 4.9 Hubungan beban-lendutan balok degan lapis GFRP arah 0o/90o 35

Gambar 4.10 Kegagalan balok di atas daerah perletakan ... 36

Gambar 4.11 Hubungan beban-lendutan balok degan lapis GFRP arah 0o ... 37

Gambar 4.12 Hubungan beban-lendutan balok dengan lapis GFRP arah ±45o 38

Gambar 4.13 Tegangan- regangan balok saat kondisi ultimit pada balok tanpa lapis GFRP ... 40

Gambar 4.14 Tegangan- ragangan balok saat kondisi ultimit pada balok dengan lapis GFRP ... 41

(7)

DAFTAR NOTASI

a : bentang geser

A : luas penampang melintang Av : luas penampang sengkang bw : lebar balok

c : jarak dari sumbu netral ke regangan maksimum beton Cc : gaya tekan beton

d : tinggi efektif balok

d’ : jarak serat terluar ke pusat tulangan tarik Ec : modulus elastisitas beton

Es : modulus elastisitas baja

: regangan

f : regangan GFRP

f’c : kuat tekan beton 28 hari

ff : tegangan fiber glass

fy : tegangan leleh baja

ft : tegangan tarik

h : tinggi balok

I : momen inersia penampang melintang L : panjang balok

Ln : panjang efektif balok

M : momen lentur

Mcr : momen yang menyebabkan terjadinya retak pada penampang akibat beban

luar

P : beban terpusat

s : jarak pusat ke pusat batang tulangan geser ke arah sejajar tulangan pokok penampang

Ts : gaya tarik oleh tulangan

Tf : gaya tarik oleh GFRP

V : gaya geser

Vc : kekuatan geser disumbangkan oleh beton

Vs : kekuatan geser total antara tulangan dan fiber glass

Vss : kekuatan geser disumbangkan oleh tulangan

Vsf : kekuatan geser disumbangkan oleh GFRP

Vn : kekuatan geser nominal

Vu : gaya geser terfaktor

y : jarak titik berat ke sumbu netral

(8)
(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beton merupakan campuran dari pasir, agregat, semen, dan air. Beton memiliki kemampuan untuk menerima gaya tekan tetapi lemah terhadap gaya tarik. Oleh karena itu pemberian tulangan sangat diperlukan untuk menambah kemampuan beton didalam menerima gaya tarik. Kemampuan beton bertulang memikul beban merupakan hasil kerjasama antara beton dengan tulangannya.

Apabila struktur yang terbuat dari beton bertulang tersebut mengalami penambahan beban melebihi besar beban yang telah direncanakan sebelumnya, maka struktur tersebut bisa runtuh. Keruntuhan akibat geser dapat terjadi jika struktur memikul gaya lintang yang sangat besar sedangkan beton dan tulangan transversal sudah tidak kuat untuk menahan gaya geser. Oleh karena itu struktur tersebut perlu diperkuat untuk menambah masa pelayanannya.

Salah satu alternatif untuk memperkuat struktur adalah dengan menggunakan Advanced Composite Materials ( ACM ). ACM adalah material yang terbuat dari fiber (serat) material sintetis seperti glass, aramid atau carbon yang disatukan oleh zat matrik, seperti epoksi atau polyester. Keuntungan dari penggunaan ACM adalah kuat tarik yang tinggi, ringan, tahan korosi dan tidak menghantarkan listrik. Ada berbagai jenis ACM, tergantung pada fiber yang dipakai. Yang umum dikenal ada tiga, yaitu GFRP (glass fiber reinforced

polymer), AFRP (aramid fiber reinforced polymer), dan CFRP (carbon fiber reinforced polymer). GFRP memakai fiber glass, AFRP memakai fiber aramid

dan CFRP memakai fiber carbon (Deskarta, 2001).

Fiber glass merupakan serat yang paling berkembang saat ini karena harganya yang murah dan lebih mudah didapatkan dipasaran. Kuat tarik yang tinggi dari GFRP dapat dimanfaatkan untuk menambah kemampuan tulangan didalam menerima gaya tarik. Arah dari serat glass akan ikut berperan terhadap kuat tarik GFRP, karena arah serat mempengaruhi jumlah serat yang dapat diisikan ke dalam matrik. Semakin cermat penataannya makin banyak serat dan

(10)

penguat yang dapat dimasukkan sehingga semakin besar pula kuat tariknya (Feldman dan Hartomo, 1995) .

Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudiasa (2002) penambahan lapis GFRP dapat meningkatkan kekuatan lentur balok beton bertulang sebesar 10,8% dibandingkan dengan balok tanpa lapis, juga bertambahnya kemampuan menahan beban sampai terjadinya retak pertama sebesar 20%. Kemudian dalam Tugas Akhir ini akan diteliti tentang pengaruh penambahan lapis GFRP pada balok beton bertulang didalam menahan gaya geser. Untuk memperoleh pengaruh penambahan lapis GFRP, maka pada penelitian ini dipergunakan balok beton bertulang yang masih dalam keadaan utuh dengan jumlah yang disesuaikan dengan tujuan penelitian ini.

.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas yaitu bagaimana pengaruh penambahan lapis GFRP dengan arah serat 00, ±450, 00/900 pada balok beton bertulang dalam menahan gaya geser.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan lapis GFRP dengan arah serat 00, ±450, 00/900 pada balok beton bertulang dalam menahan gaya geser.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan alternatif untuk memperkuat struktur bangunan beton bertulang terutama didalam menahan geser. Dengan cara memperkuat struktur, maka masa pelayanan dari struktur tersebut dapat ditingkatkan.

(11)

1.5 Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Benda uji terbuat dari beton bertulang yang berukuran 10 x 15 x 95 cm dengan tulangan tunggal.

2. Balok yang ditinjau dibebani dengan dua beban terpusat di atas dua tumpuan sederhana.

3. Zat matrik yang digunakan adalah epoksi.

4. Serat yang dipakai adalah serat glass jenis woven roving 600. 5. Lapis GFRP dipasang pada bidang tinggi balok sepanjang bentang

bersih dari balok beton bertulang dengan variasi arah serat 00, ±450, 00/900

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Perilaku balok beton bertulang pada keadaan runtuh karena geser sangat berbeda dengan keruntuhan karena lentur. Balok yang mengalami keruntuhan akibat geser akan langsung hancur tanpa adanya peringatan terlebih dahulu dan retak diagonalnya lebih lebar dibandingkan dengan retak lentur. Timbulnya retak diagonal sepanjang bidang yang tegaklurus terhadap bidang tegangan tarik utama merupakan akibat dari kecilnya kuat tarik beton. Disain terhadap geser merupakan suatu hal yang sangat penting didalam perencanaan struktur beton karena sifat dari keruntuhan geser adalah sangat getas. Sehingga diperlukan disain penampang yang cukup kuat untuk memikul beban geser luar rencana tanpa mencapai kapasitas geser balok tersebut.

2.2 Material 2.2.1 Beton

Beton terdiri dari partikel-partikel agregat yang dilekatkan oleh pasta yang terbuat dari semen portland dan air. Pasta itu mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel agregat. Beton tersebut akan mengeras sebagai akibat dari reaksi-reaksi kimia eksotermis antara semen dan air dan membentuk suatu bahan struktur yang padat dan dapat tahan lama (Ferguson, 1991). Bahan yang terbentuk ini mempunyai kekuatan tekan yang tinggi dan ketahanan terhadap tarik yang rendah atau kekuatan tariknya kira-kira 0,1 kali kekuatan terhadap tekan. Maka penguatan tarik dan geser harus diberikan pada daerah tarik dari penampang untuk mengatasi kelemahan pada daerah tarik dari elemen beton bertulang.

(13)

0,85 f‟c f‟c

Ec

Gambar 2.1 Diagram tegangan-regangan beton

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya kuat tekan maksimum tercapai pada saat nilai satuan regangan tekan (ε‟c) mencapai ±0,002.

Selanjutnya nilai tegangan f‟c akan turun dengan bertambahnya nilai regangan

sampai benda uji hancur pada nilai ε‟cu mencapai 0,003-0,005 (Dipohusodo,1996).

Pada SK SNI T-15-1991-03 menetapkan bahwa regangan kerja maksimum yang diperhitungkan di serat tepi beton tekan terluar adalah 0,003 sebagai batas hancur.

2.2.2 Baja Tulangan

Sifat beton yang lemah terhadap tarik mengakibatkan perlunya penempatan baja tulangan pada suatu penampang beton. Baja tulangan tersebut berfungsi untuk menahan gaya tarik yang bekerja, dan sering kali digunakan untuk memperkuat daerah tekan pada penampang beton.

Lekatan antara beton dengan baja tulangan sangat mempengaruhi kekuatan beton bertulang yang dihasilkan. Agar terjadi lekatan yang baik antara beton dengan baja tulangan, dapat menggunakan batang baja berpenampang bulat (BJTP) atau dapat juga menggunakan batang baja deformasi (BJTD) yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan secara khusus dengan cara diberi uliran teratur dengan pola tertentu.

0,003 0,001 0,002

(14)

y 0

A B C D

Untuk mengetahui mutu dari baja tulangan biasanya dilakukan pengujian di laboratorium. Adapun persamaan-persamaan yang digunakan yaitu:

A. Tegangan adalah beban dibagi dengan luas penampang mula-mula.

=

Ao P

(2.1)

dimana:

: Tegangan (MPa)

P : Beban (N)

Ao : Luas penampang mula-mula (mm2)

B. Regangan adalah pertambahan panjang dibagi dengan panjang mula-mula.

= L L  (2.2) dimana:

: Regangan (mm/mm) ΔL : Perpanjangan (mm) L : Panjang mula-mula (mm)

Hubungan antara tegangan dan regangan ini kemudian diplot dalam satu sumbu koordinat sepeti pada gambar 2.2

y su f f

Gambar 2.2 Hubungan tegangan-regangan baja tulangan

Daerah linier O-A pada gambar 2.2 merupakan daerah elastis, kemudian diikuti oleh daerah leleh yang diperlihatkan oleh garis horizontal yang nilai

Strain Hardening

sh

(15)

regangannya terus bertambah pada kondisi tegangan tetap. Tegangan yang terbentuk pada daerah leleh inilah yang disebut dengan tegangan leleh (yield

stress). Dengan peningkatan regangan ternyata nilai tegangan sedikit meningkat,

gejala ini disebut strain hardening. Kurva akan mencapai nilai maksimum bila tegangan tarik ultimitnya tercapai. Kemudian kurva tersebut akan turun lagi hingga material putus (Nawy, 1990).

Selain tegangan leleh (fy), sifat fisik baja yang penting adalah modulus

elastisitas (Es). Berdasarkan Hukum Hooke maka persamaan untuk mencari

modulus elastisitas adalah :

Es =

(2.3)

Dimana :

Es : Modulus elastisitas baja (Mpa)

: Tegangan (N)

: Regangan (mm/mm)

Dalam gambar 2.2 kemiringan garis linier O-A dikenal dengan modulus elastisitas baja yang menurut ketentuan SK SNI T-15-1991-03 nilainya adalah 200.000 MPa.

2.3 Glass Fiber Reinforced Polymer (GFRP)

GFRP merupakan material komposit yang bahannya dari serat gelas di dalam matrik polymer. Kekuatan komposit dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: arah serat dalam matrik, sifat mekanis serat serta kuat ikat serat-matrik.

2.3.1 Matrik Polymer

Matrik berfungsi sebagai jembatan dan pemegang serat agar tidak bergeser, pelindung terhadap goresan dan zat kimia ganas, serta pelintas tegangan ke serat. Matrik harus memenuhi syarat-syarat yaitu untuk mengikat serat-serat, menjaga permukaan agar tidak rusak, efisien memindahkan tegangan ke serat dengan perekatan dan gesekan bila komposit terbebani (Feldman dan Hartomo, 1995).

Ada empat tipe matrik yang digunakan pada GFRP yaitu: polymeric,

(16)

umum digunakan adalah tipe polymeric yang berupa epoksi (Jacobs dan Kilduff, 1997). Polymer epoksi dibuat dengan mereaksikan epikhlorohidrin dengan bisfenol-A (difenilol propana). Produk komersial merupakan campuran dan bila terlalu kental diberi pelarut, pengencer reaktif dan zat pengubah serta pemlastik. Epoksi biasanya dipakai untuk perekat, pelapis, komposit polymer-beton, resin tuang, cat, pernis dan lain-lain.

Industri teknik sipil dan konstruksi makin banyak menggunakan perekat epoksi karena kuat ikatan lebih besar daripada kuat kohesif beton konstruksi penahan beban. Kuat tensile beton 1,75-5 MN/m2 sedangkan epoksi 5 MN/m2 bahkan sampai 56 MN/m2 . Serta dengan menggunakan epoksi dapat menghemat waktu pengerjaan karena laju terbentuknya kekuatan lebih cepat daripada beton (Feldman dan Hartomo, 1995). Keunggulan dari polymer epoksi adalah :

1. Rekatannya bagus (pada beton dan logam) 2. Tahan bahan kimia

3. Pengerutan kecil

4. Kuat tensile, kempaan dan fleksural/ puntir bagus 5. Tahan korosi

2.3.2 Serat

Serat yang dahulu hanya dibuat dari bahan alami (contoh: kapas sampai yang hewani), kini dapat dibuat dari berbagai bahan, yaitu: mineral, sintetik (polymer/keramik) atau logam. Menurut ASTM, serat setidaknya memiliki panjang 100 kali diameternya dan minimum 5 mm.

Arah serat juga mempengaruhi jumlah serat yang dapat diisikan ke dalam matrik. Makin cermat penataannya, makin banyak serat dan penguat dapat dimasukkan. Bila sejajar dan berbentuk kumpulan kontinu (Roving) berpeluang sampai 90%, bila saling tegak lurus (Woven Roving) peluangnya 75% dan tatanan acak (Choped Strand Mat) hanya memberi peluang pengisian 15% sampai 50%. (Feldman dan Hartomo, 1995)

Serat memiliki sifat (properti) yang berbeda tergantung dari jenisnya, seperti terlihat pada tabel 2.1.

(17)

Tabel 2.1 Tipe fiber dan sifatnya

Fiber type Diameter Specific Young's Tensile Strain at graviti modulus strength failure

(mm) (MPa) (MPa) (%) Glass E (alkali sensitive) 0.01 2.5 72000 3450 4.8 AR (Alkali resistance) 0.013 2.7 80000 2480 3.6 Aramid Kevlar 29 0.012 1.44 62000 3620 3.6 Kevlar 49 0.01 1.44 117000 3620 2.5 Carbon I (High modulus) 0.008 1.9 380000 1790 0.5-0.7 II (High strength) 0.009 1.9 230000 2620 1-1.5

Serat gelas yang standar digunakan dalam material komposit adalah jenis E-glass. E-glass adalah serat gelas pertama yang dikembangkan sebagai serat yang menerus. Bahannya terbuat dari 55% silica, 20% calcium oxide, 15% aluminium oxide dan 10% boron oxide (Jacobs dan Kilduff, 1997).

2.4 Geser pada Penampang Homogen

Suatu balok sederhana yang homogen dan isotropis dapat dijadikan contoh untuk memahami mekanisme geser pada suatu balok. Pada Gambar 2.3 terlihat dua elemen yang sangat kecil, A1 dan A2 pada balok homogen.

Gambar 2.3 Balok segi empat homogen

(18)

Gambar 2.4 (a)Keadaan tegangan pada elemen A1; (b) keadaan tegangan pada elemen A2

Kekuatan tarik beton bertulang besarnya sekitar sepersepuluh dari kekuatan tekannya. Kekuatan tekan f‟c pada elemen A2 pada Gambar 2.4.b di atas

sumbu netral mencegah retak karena tegangan utama maksimum elemen ini adalah tekan. Untuk elemen A1 di bawah sumbu netral, tegangan utama

maksimumnya adalah tarik sehingga retak mudah terjadi. Semakin dekat ke perletakan, momen lentur dan juga ft berkurang dengan disertai bertambahnya

tegangan geser. Tegangan utama ft (maks) tarik bekerja pada bidang yang

kurang-lebih 450 terhadap normal penampang di dekat perletakan seperti terlihat pada Gambar 2.5. Karena kecilnya kekuatan tarik beton, maka timbul retak diagonal sepanjang bidang yang tegaklurus terhadap bidang tegangan tarik utama, dengan

(a)

(19)

demikian disebut retak tarik diagonal. Untuk mencegah retak itu diperlukan suatu penulangan “ tarik diagonal “ (Nawy, 1990).

Gambar 2.5 Trajektori tegangan utama balok homogen. Garis tak putus: trajektori tarik; garis putus-putus: trajektori tekan

2.5 Tipe-tipe Keruntuhan Geser

Ragam keruntuhan suatu balok tergantung dari kelangsingannya. Kelangsingan suatu balok biasanya dinyatakan sebagai ratio a/d untuk beban terpusat dimana a adalah bentang geser yaitu jarak antara titik pembebanan ke tumpuan dan d adalah tinggi efektif balok. Perbandingan bentang geser terhadap tinggi efektif balok (a/d) merupakan suatu faktor yang berpengaruh dalam kekuatan geser balok. Keruntuhan balok dapat dikelompokkan menjadi empat kategori umum (Wang,1994), yaitu:

1. Balok tinggi, dengan a/d < 1.

2. Balok pendek, dengan a/d sebesar 1 sampai sekitar 2,5.

3. Balok biasa dengan panjang menengah, dengan a/d dari 2,5 sampai 6. 4. Balok panjang, dengan a/d lebih besar dari 6.

1. Balok tinggi, dengan perbandingan a/d < 1. Untuk suatu balok tinggi, tegangan geser mempunyai pengaruh besar. Setelah terjadinya retak miring, balok ini cenderung berperilaku seperti pelengkung dimana beban dipikul oleh tekan dan oleh tarik di dalam tulangan memanjang. Segera setelah retak yang berhubungan dengan geser terjadi, balok dengan segera berubah menjadi pelengkung yang memperlihatkan cadangan kapasitas yang cukup besar. Pola keruntuhan yang mungkin diberikan di dalam Gambar 2.6; yaitu (1) Keruntuhan angker, yakni lepasnya tulangan tarik

(20)

dari perletakan; (2) Kehancuran di daerah perletakan; (3) Keruntuhan lentur (flexural railure) yang timbul akibat hancurnya beton di bagian atas dari pelengkungatau akibat melelehnya tulangan tarik; (4) Keruntuhan rib pelengkung akibat eksentrisitas dari tekanan di dalam pelengkung yang mengakibatkan retak tarik di atas perletakan pada titik 4 di dalam Gambar 2.6 atau keruntuhan pada bagian bawah dari rib di titik 5.

Gambar 2.6 Bentuk keruntuhan pada balok tinggi

2. Balok Pendek, 1 < a/d < 2,5. Seperti di dalam balok tinggi, balok pendek memiliki kekuatan geser yang melebihi kekuatan retak miring. Setelah retak lentur-geser terjadi, retak merambat lebih jauh ke dalam daerah tekan dengan naiknya beban. Retak ini juga merambat sebagai suatu retak sekunder menuju tulangan tarik dan kemudian menerus secara horisontal sepanjang penulangan tersebut. Keruntuhan akhirnya terjadi sebagai akibat dari (1) keruntuhan angker pada tulangan tarik yang disebut sebagai suatu keruntuhan “geser tarik (shear-tension) [Gambar 2.7 (a)]; (2) keruntuhan akibat hancurnya beton di sekitar daerah tekan, yang dinamakan keruntuhan “geser-tekan” ( shear-compression)” [Gambar 2.7 (b)].

(21)

Gambar 2.7 Jenis-jenis keruntuhan geser pada balok pendek

3. Balok Biasa dengan Panjang Sedang, 2,5 < a/d < 6. Untuk balok dengan panjang yang sedang, retak lentur vertikal adalah retak yang pertama terbentuk, disusul dengan retak lentur-geser miring. Pada mulanya beberapa retak lentur cenderung untuk melengkung dan membentuk segmen balok di antara retak, yang berupa “gigi” seperti terlihat di dalam Gambar 2.8. Apabila pangkal dari “gigi” ini menciut sebagai akibat dari bertambahnya retak lentur, maka ukurannya akan sedemikian hingga tidak akan sanggup untuk memikul momen akibat ΔT, akar gigi ini akan pecah dan membentuk retak geser-lentur yang miring. Daya kejadian yang tiba-tiba dari retak miring seperti ini, balok tidak lagi sanggup untuk meredistribusikan beban, seperti pada keadaan di dalam a/d yang lebih kecil. Dengan perkataan lain pembentukan dari retak miring mencerminkan kekuatan geser dari balok dari kategori ini yang telah diberikan istilah „keruntuhan tarik diagonal”.

(22)

Gambar 2.8 Keruntuhan tarik diagonal pada balok dengan panjang menengah

4. Balok Panjang, a/d > 6. Keruntuhan dari balok panjang dimulai dengan melelehnya penulangan tarik dan diakhiri dengan kehancuran beton pada penampang dengan momen maksimum. Disamping retak lentur yang hampir vertikal pada penampang dengan momen yang maksimum, maka sebelum keruntuhan, retak yang sedikit miring ( terhadap arah vertikal) kemungkinan terjadi di antara perletakan dan penampang dengan momen maksimum. Namun demikian, kekuatan daripada balok sepenuhnya tergantung kepada besarnya momen maksimum dan tidak dipengaruhi oleh besarnya gaya geser.

2.6 Perencanaan Penulangan Geser Menurut SK SNI T-15-1991-03

Adapun persamaan-persamaan menurut SK SNI T-15-1991-03 yang menjadi dasar perencanaan tulangan geser adalah:

Vu ≤ Ф Vn (2.11)

Atau

Vu ≤ Ф (Vc + Vs) (2.12)

Dimana: Vu : gaya geser terfaktor (KN)

Vc : kekuatan geser yang disumbangkan oleh beton (KN)

(23)

Ф : faktor reduksi (0,6)

Vn: kekuatan geser nominal (KN)

Untuk komponen struktur yang menahan geser dan lentur saja, gaya geser yang disumbangkan oleh beton (Vc) dapat dihitung dari:

Vc = (1/6 f ' ) bc w. d (2.13)

Untuk gaya geser yang disumbangkan oleh sengkang vertikal (Vs) SK SNI

T-15-1991-03 menganggap retak diagonal membentuk sudut 45o terhadap sumbu panjang balok Vs dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Vs = s d f Av. y. (2.14) Dimana: s : jarak pusat ke pusat batang tulangan geser ke arah sejajar tulangan

pokok penampang (mm)

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Badung.

3.2 Pemilihan Bahan

Pada penelitian ini pemilihan bahan yang digunakan mengacu pada persyaratan-persyaratan seperti yang telah ditetapkan dalam PBI 1971. Dalam hal ini dilakukan percobaan pendahuluan untuk memastikan bahwa bahan yang digunakan tersebut layak dipakai sebagai bahan pembuat beton bertulang seperti yang diisyaratkan.

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: - Semen : Semen Portland Type I merk Gresik

- Agregat Halus : Pasir dari Karangasem - Agregat Kasar : Batu Pecah dari Karangasem

- Air :Air dari PDAM di laboratorium Konstruksi Beton Fakultas Teknik Universitas Udayana

- Baja Tulangan :Baja tulangan polos Ø 11mm untuk tulangan logitudinal - :Baja tulangan polos Ø 4 mm untuk sengkang

- Serat gelas (fiber glass) berbentuk woven roving 600.

- Perekat epoksi dua komponen yang terdiri dari resin epoksi dan hardener dengan perbandingan campuran 1 : 1

3.3 Alat-alat Penelitian

Dalam penelitian ini alat-alat yang diperlukan sebagai berikut:

1. Satu set ayakan standar ASTM dan mesin pengayak yang berguna untuk menentukan gradasi dan modulus kehalusan agregat.

(25)

3. Satu set alat penguji nilai slump standar berupa kerucut Abrams terpancung dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah 20 cm, dan tinggi 30 cm , pelat baja 50 x 50 cm dan tongkat baja Ø16 mm dengan panjang 60 cm.

4. Timbangan Triple Beam Balance, kapasitas 2610 gram, ketelitian 0,1 gram.

5. Timbangan Heavy Duty, merk Ohaus, kapasitas 20 kg, ketelitian 1 gram. 6. Cetakan balok berukuran 100x150x950 mm dan cetakan silinder diameter

15 cm tinggi 30 cm.

7. Mesin pengaduk campuran beton (molen beton)

8. Alat uji geser merk Matest Sri Breambate Sopra 2430 buatan Italy dengan kapasitas 150 KN

9. Mesin desak merk Controls buatan Milano Italy kapasitas 2000 KN 10. Alat ukur lendutan (Dial Gauge).

11 Alat kelengkapan lainnya seperti: piknometer kapasitas 500 ml, gelas ukur kapasitas 1000 ml, jangka ukur, kotak takar, ember, sendok semen, kuas, amplas, gerinda, sikat kawat,kapi dan roller.

3.4 Metode Pengambilan Sampel dan Data 3.4.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dan data dilakukan dengan membuat sejumlah benda uji dalam bentuk balok dan silinder. Balok dibuat dengan ukuran 10 x 15 x 95 cm sebanyak 12 buah dan silinder dengan diameter 15 cm tinggi 30 cm sebanyak 12 buah. Proporsi campuran yang digunakan untuk mendapatkan kuat tekan beton berkisar 20 MPa. Balok yang digunakan pada penelitian ini didesain menjadi empat type seperti pada tabel 3.1.

(26)

Tabel 3.1 Variasi tulangan dan lapis fiber pada balok Type Tulangan lentur Tulangan geser Arah lapis B11,B12,B13 2 Ø11 Ø4 - 65 tanpa lapis B21,B22,B23 2 Ø11 Ø4 - 65 0o/90o

B31,B32,B33 2 Ø11 Ø4 - 65 0o

B41,B42,B43 2 Ø11 Ø4 - 65 ±45o

Lapis GFRP pada balok diberikan pada bidang tinggi dari balok tersebut. Serat yang dipakai sebagai lapisan pada tipe B2, B3, B4 memiliki berat jenis yang sama.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuat tekan beton yang diperoleh dari hasil pengujian kuat tekan silinder dan data kuat geser balok yang diperoleh dari hasil pengujian kuat lentur balok beton bertulang.

3.4.2 Pengukuran / Pengambilan Data

Data-data yang akan diambil dalam penelitian ini antara lain: model keruntuhan balok, hubungan beban dan lendutan. Adapun langkah-langkah untuk menguji kuat geser dilakukan dengan meletakkan benda uji yaitu balok beton bertulang pada alat kemudian diberi dua buah beban terpusat. Beban tersebut diberikan secara bertahap hingga balok mengalami keruntuhan. Pada bagian bawah balok dipasang alat Dial Gauge untuk mengetahui lendutan pada setiap pembebanan. Kemudian lendutan dan beban tiap tahapan dicatat serta digambarkan dalam bentuk grafik.

(27)

3.5 Kerangka Penelitian

Adapun tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka penelitian

3.5.1 Persiapan

Pekerjaan persiapan yang dilakukan adalah: a. Pengadaan bahan-bahan penelitian.

b. Pemeriksaan alat-alat penelitian, yaitu ketersediaan alat-alat dan kondisi mesin yang akan dipakai.

Persiapan Alat dan Material

Pemeriksaan Material

 Agregat Halus (pasir)

Agregat Kasar (Batu Pecah)

Pembuatan Adukan Beton

Mutu Beton Type f’c= 20 MPa

Pencetakan Benda Uji

Ukuran Balok 100x150x 950 mm

Perlakuan Pada Benda Uji

Tanpa lapis Arah 0o Arah 0o / 90o Arah ±45o

Uji Pembebanan

Hasil Pengamatan

Analisa Hasil

(28)

3.5.2 Pemeriksaan Material

Pemeriksaan terhadap material dalam pembuatan benda uji hanya dilakukan pada agregat halus (pasir) dan agregat kasar (batu pecah). Untuk semen dan air tidak dilakukan pengujian karena semen yang digunakan adalah semen Portland type I merk Gresik yang telah memenuhi Standar Industri Indonesia (SII) dan air yang akan digunakan adalah air PDAM yang layak untuk diminum sehingga memenuhi syarat yang ditentukan dalam PBI 1971.

Adapun pemeriksaan agregat yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Agregat Halus, meliputi:

Berat jenis (spesific gravity) dan penyerapan air (absorption)

Gradasi butiran (sieve analisys)

Kadar lumpur (mud content)

Berat satuan (unit weight)

Kadar air dalam agregat (surface moisture content) b. Agregat kasar, meliputi:

Berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorption)

Berat satuan (unit weight)

Gradasi butiran (sieve analysis)

Kadar air dalam agregat (surface moisture content),

3.5.3 Pembuatan Adukan Beton

Meliputi pertimbangan bahan, campuran dan pengadukan bahan. Agregat yang digunakan harus dalam keadaan kering udara (SSD). Mutu beton yang digunakan pada penelitian ini adalah f’c= 20 MPa. Tahapan-tahapan dari

pembuatan campuran adukan beton sebagai berikut:

 Masukkan semen dan pasir sesuai dengan kebutuhan ke dalam alat pengaduk beton yang selanjutnya diaduk.

 Tambahkan batu pecah sedikit demi sedikit sesuai kebutuhan sambil diaduk.

 Tuangkan air pada campuran semen, pasir dan batu pecah kemudian aduk merata selama ±10 menit.

(29)

3.5.4 Pengujian Nilai Slump

Pengujian nilai slump dilakukan untuk setiap perlakuan sebelum pencetakan benda uji. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kekentalan adukan beton yang dapat menggambarkan workabilitas dari beton.

Pengujian nilai slump dilakukan dengan memasukkan adukan beton kedalam kerucut Abrams secara berlapis. Masing-masing lapis setinggi sepertiga tinggi kerucut dan dirojok 25 kali. Setelah kerucut terisi penuh dan sudah dirojok 25 kali, permukaan diratakan dan didiamkan selama 30 detik, setelah itu kerucut diangkat. Besarnya nilai slump ditentukan dari tinggi penurunan adukan beton.

3.4.5 Pencetakan Benda Uji

Pencetakan benda uji dilakukan dengan menuangkan adukan beton ke dalam cetakan kemudian dirojok secara merata. Benda uji yang dibuat berupa silinder dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm serta balok dengan ukuran 10 x 15 x 95 cm.

Gambar 3.2 Balok beton bertulang tanpa lapisan fiber

3.4.6 Penambahan Lapis GFRP

Penambahan lapis GFRP dilakukan setelah beton berumur 14 hari. Adapun tahapan-tahapan penambahan lapis GFRP adalah sebagai berikut:

a. Meratakan permukaan beton yang akan dilapisi dengan menggunakan gerinda.

b. Setelah permukaan beton rata lalu dibersihkan dengan menggunakan amplas dan sikat kawat.

c. Pencampuran resin dan hardener dengan perbandingan 1 : 1

150 mm

100 mm 750 mm

Ø 4 –65mm

(30)

d. Malapisi resin epoksi pada permukaan beton yang akan dilapisi dengan menggunakan kapi.

e. Pemasangan serat gelas kemudian dijenuhkan dengan menggunakan

roller.

f. Melapisi resin epoksi untuk melindungi serat gelas kemudian dikeringkan.

Gambar 3.3 Balok beton bertulang dengan lapis GFRP

3.4.7 Pengujian Benda Uji

Pengujian dilakukan terhadap kuat tekan beton dengan benda uji silinder sedangkan untuk mengetahui kuat geser dilakukan dengan cara pengujian kuat lentur setelah beton berumur 28 hari. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan silinder adalah mesin desak merk Controls buatan Milano-Italy dengan kapasitas 2000 KN, dimana prosedur pengujian mengikuti standar SK SNI T-15-1991-03, sedangkan untuk menguji kuat lentur balok digunakan alat yaitu Matest Sri Breambate Sopra 2430 Italy dengan kapasitas 150 KN.

Lapis GFRP 100 mm 150 mm Lapis arah 0o 750 mm Ø 4-65mm Ø 11 mm Ø 4-65mm Lapis GFRP Lapis arah 0 / 90o 750 mm 100 mm Ø 11 mm 150 mm Lapis arah ± 45o 750 mm 100 mm Ø 11 mm 150 mm Lapis GFRP Ø4-65mm

(31)

3.4.7.1 Pengujian Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton adalah besarnya beban per-satuan luas, yang menyebabkan benda uji hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan. Tujuan dari pengujian kuat tekan beton adalah untuk mendapatkan besarnya kekuatan karakteristik beton yang akan digunakan dalam perhitungan geser balok.

Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan menggunakan benda uji silinder diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Pengujian kuat tekan beton dimodelkan seperti Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Pengujian kuat tekan beton

Kuat tekan dirumuskan sebagai berikut: f’c=

A P

dimana:

f’c: Kuat tekan beton (MPa)

P : Beban hancur beton (N)

A : Luas bidang tekan benda uji (mm2) P

Pelat baja

(32)

3.4.7.2 Pengujian Kuat Lentur Balok

Pengujian kuat lentur balok dilakukan dengan menggunakan benda uji balok dengan ukuran 10 x 15 x 95 cm. Pengujian kuat lentur balok dimodelkan seperti Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Model pengujian lentur balok Dial Gauge

10 cm 25 cm 25 cm 25 cm 10cm

(33)

4.1 Pengujian Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan beton dalam penelitian ini menggunakan benda uji berbentuk silinder dengan tinggi 30 cm dan diameter 15 cm pada umur 28 hari. Hasil kuat tekan rata-rata yang diperoleh adalah 24.37 MPa. Setiap sampel diambil satu buah benda uji silinder dan hasil kuat tekan yang diperoleh seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Hasil Kuat Tekan

Kode Silinder Umur Beton Slump P A

Kuat tekan silinder= P/A (hari) (cm) KN (mm2) (MPa) S11 28 13 395 17671.458 22.35 S12 28 14 420 17671.458 23.77 S13 28 14 400 17671.458 22.63 S21 28 16.5 465 17671.458 26.31 S22 28 17 360 17671.458 20.37 S23 28 14 520 17671.458 29.42 S31 28 14 370 17671.458 20.93 S32 28 12 420 17671.458 23.77 S33 28 10 420 17671.458 23.77 S41 28 10.5 520 17671.458 29.42 S42 28 14.5 395 17671.458 22.35 S43 28 12.5 485 17671.458 27.44 Rata-rata 24.37

4.2 Pengujian Kuat Tarik Baja

Pengujian tarik baja dilakukan di Laboratorium Logam Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana. Kuat tarik baja tulangan merupakan kekuatan baja tulangan untuk menerima gaya tarik sampai baja mulai meleleh dan akhirnya putus. Adapun hasil uji tarik baja ditampilkan pada Gambar 4.3. Untuk hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

(34)

0 100 200 300 400 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 Regangan (mm/mm) T e g a n g a n ( M P a D-11 D-4

Gambar 4.3 Hubungan tegangan-regangan baja yang diuji

Dari Gambar 4.3 dapat dilihat kuat leleh baja (fy) untuk masing-masing diameter

baja tulangan adalah sebagai berikut:

a. Baja diameter 4 mm : 216.537 MPa b. Baja diameter 11 mm : 378.79 MPa

4.3 Pengujian Kuat Tarik GFRP

GFRP pada penelitian ini menggunakan fiber glass yang berbentuk woven

roving dan resin epoksi seperti terlihat pada Gambar 4.4.

(35)

GFRP didapat diagram tegangan regangan (σ-ε) seperti terlihat pada Gambar 4.5 dengan tegangan tarik ultimit (ftu ) untuk arah 0o/90o, 0o dan ±45o masing-masing

sebesar 85.333 MPa, 80 MPa, dan 69.867 MPa. Data hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 3.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 Regangan (mm/mm) T e g a n g a n ( M P a )

Arah0/90 Arah 0 Arah 45

Gambar 4.5 Diagram tegangan-regangan lapis GFRP

Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa kuat tarik ultimate lapis GFRP dengan arah serat 0º/90º lebih besar 22.14% dibandingkan dengan kuat tarik lapis GFRP dengan arah serat ±45º. Sedangkan lapis GFRP dengan arah serat 0º miliki kekuatan tarik ultimate 14.5% lebih besar jika dibandingkan dengan kuat tarik lapis GFRP arah serat ±45º. Hal ini menunjukkan bahwa arah serat berpengaruh terhadap kekuatan tarik lapis GFRP. Semakin besar sudut yang dibentuk antara beban dengan serat semakin kecil kekuatan tarik lapis GFRP. Ini disebabkan karena kemampuan tarik serat tidak sepenuhnya termanfaatkan. Sedangkan besarnya modulus elastisitas lapis GFRP dengan arah serat 0º/90º dan 0º didapat

(36)

4.4 Hasil Pengujian Kuat Geser Balok Beton Bertulang

Dalam pengujian balok beton bertulang ini dilakukan dengan memberikan dua buah beban terpusat dengan jarak sepertiga bentang seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.5. Beban ditingkatkan secara bertahap dengan peningkatan 2,5 kN sampai balok mengalami keruntuhan. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah model keruntuhan balok , hubungan beban dan lendutan.

4.4.1 Model Keruntuhan Balok

Adapun model keruntuhan balok yang terjadi pada penelitian ini ada dua yaitu keruntuhan geser tekan dan keruntuhan lentur. Keruntuhan geser tekan terjadi diawali dengan adanya retak lentur saat beban kecil. Bila beban terus ditingkatkan maka akan terbentuk retak miring (diagonal) yang merupakan kelanjutan dari retak lentur yang terjadi pada daerah sepertiga bentang dari lokasi beban terpusat sampai daerah perletakan. Kemudian retak merambat lebih jauh ke dalam daerah tekan dengan naiknya beban. Hal inilah yang menyebabkan balok runtuh dan hancurnya beton di sekitar daerah tekan. Balok yang mengalami keruntuhan ini adalah balok yang tidak diberi lapis GFRP, yaitu balok dengan kode B11 sampai B13. Adapun model keruntuhan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.6. Balok yang mengalami keruntuhan lentur adalah semua balok yang diberikan lapis GFRP. Sebelum terjadinya suatu keruntuhan biasanya muncul retak halus pada permukaan beton. Tetapi pada penelitian ini retak halus pada balok tidak dapat terlihat karena ditutupi oleh lapis GFRP. Keruntuhan lentur diawali dengan munculnya retak miring yang terjadi pada daerah sepertiga bentang dari lokasi beban terpusat sampai daerah perletakan dan retak vertikal di tengah bentang. Dengan meningkatnya beban luar, retak awal mulai melebar kemudian merambat menuju sumbu netral penampang serta ditandai dengan meningkatnya lendutan di tengah bentang. Saat itulah retak pada balok dengan lapis GFRP baru terlihat yang ditandai dengan munculnya warna putih pada lapis GFRP. Warna putih itu akan mengikuti bentuk retak yang terjadi. Retak miring

(37)

GFRP (kecuali arah serat ±45o) sampai balok tersebut runtuh. Model keruntuhan ini dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.6 Model keruntuhan balok tanpa lapis GFRP

Gambar 4.7 Model keruntuhan balok dengan lapis GFRP; (a)Arah serat 0o/90o; (b)Arah serat 0o; (c)Arah serat ±45o

(b)

(c) (a)

(38)

keruntuhan.

A. Balok Tanpa Penambahan Lapis GFRP

Dari hasil pengujian diperoleh hubungan antara beban dan lendutan yang ditampilkan dalam bentuk graifik seperti dibawah ini.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Lendutan (mm) B e b a n ( k N ) B11 B12 B13

Gambar 4.8 Hubungan beban-lendutan balok tanpa lapis GFRP

Hubungan beban dan lendutan pada awal pembebanan masih berupa garis lurus yang memperlihatkan perilaku elastis penuh. Hal ini terjadi sampai beban rata-rata 22.5 kN. Sejalan dengan peningkatan beban, hubungan beban dan

(39)

yang ditandai dengan peningkatan lendutan yang besar tanpa diikuti dengan peningkatan beban yang berarti, kurva hubungan beban-lendutan menjadi semakin mendatar dibandingkan dengan sebelumnya. Balok mengalami keruntuhan pada saat balok telah mencapai beban ultimit yang ditandai dengan terbentuknya retak diagonal di sepanjang tinggi balok dari perletakan hingga ke pusat beban. Setelah itu penambahan beban menjadi semakin berkurang, sehingga grafik yang terbentuk semakin menurun.

B. Balok Dengan Penambahan Lapis GFRP Arah Serat 0o/90o

Dari hasil pengujian diperoleh hubungan antara beban dan lendutan yang ditampilkan dalam bentuk grafik seperti di bawah ini.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Lendutan (mm) B e ba n (k N ) B21 B22 B23

(40)

landai karena lendutan yang terjadi bertambah besar dan terus meningkat dengan pertambahan beban yang tidak begitu besar. Hal ini terjadi sampai beban rata-rata 80 kN. Pada saat baja tulangan mengalami leleh dan retak yang terjadi semakin lebar, muncul warna putih pada bagian balok yang mengalami retak sampai pada akhirnya GFRP robek sedikit demi sedikit. Kemampuan GFRP didalam menahan gaya tarik juga tampak pada grafik beban-lendutan yang menunjukkan terjadinya peningkatan jika dibandingkan dengan grafik beban-lendutan pada balok tanpa penambahan lapis GFRP. Setelah itu terjadi penurunan beban sampai pada akhirnya serat tekan beton hancur. Selain itu terjadi pula kegagalan di atas daerah perletakan yaitu pada balok tipe B23 seperti yang terlihat pada gambar 4.10.

Gambar 4.10 Kegagalan balok di atas daerah perletakan

C. Balok dengan Penambahan Lapis GFRP Arah Serat 0o

Dari hasil pengujian diperoleh hubungan antara beban dan lendutan yang ditampilkan dalam bentuk grafik seperti di bawah ini.

(41)

Gambar 4.11 Hubungan beban-lendutan balok degan lapis GFRP arah 0o

Hubungan beban dan lendutan pada awal pembebanan masih berupa garis lurus yang memperlihatkan perilaku elastis dari balok. Semakin bertambahnya beban, grafik beban-lendutan menjadi semakin landai dari sebelumnya. Hal ini terjadi sampai pada beban rata-rata 78.333 kN. Setelah itu grafik menjadi semakin datar yang menandakan tulangan leleh. Terlepasnya rekatan di sekitar daerah retak tidak begitu banyak, karena retak yang terjadi searah atau mengikuti arah serat GFRP. Berfungsinya lapis GFRP ini terlihat dari adanya peningkatan grafik jika

0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 5 10 15 20 25 Lendutan (mm) B e b a n ( k N ) B31 B32 B33

(42)

D. Balok dengan Penambahan Lapis GFRP Arah Serat ±45o

Dari hasil pengujian diperoleh hubungan antara beban dan lendutan yang ditampilkan dalam bentuk grafik seperti di bawah ini.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 5 10 15 20 25 30 Lendutan (mm) B e b a n ( k N ) B41 B42 B43

Gambar 4.12 Hubungan beban-lendutan balok dengan lapis GFRP arah ±45o

(43)

setelah itu grafik menjadi semakin landai dari sebelumnya. Pada kondisi ini grafik terlihat loncat-loncat naik dan turun berulang kali. Hal ini disebabkan oleh terlepasnya rekatan GFRP dari balok yang semakin lama semakin meluas sehingga balok tersebut runtuh. Pada balok yang diberi penambahan lapis GFRP arah serat ±45o ini, GFRP tidak robek sama sekali. Hal itu disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah serat yang berpotongan dengan retak jika dibandingkan dengan lapis GFRP arah 0o/90o dan 0o. Pada balok dengan kode B42 dan B43 juga mengalami keruntuhan di atas daerah perletakan selain serat tekan beton yang hancur di tengah bentang.

4.4.3 Beban pada Saat Tulangan Leleh

Beton, baja tulangan dan lapis GFRP mampu bekerja secara bersama-sama untuk memikul beban dari awal pembebanan sampai pada saat tulangan leleh. Hal itu terlihat dari grafik hubungan beban lendutan yang terus menanjak. Tetapi setelah tulangan leleh, grafik hubungan beban lendutan menjadi turun-naik. Tabel 4.3 menampilkan beban saat tulangan mulai leleh.

Table 4.2Beban saat tulangan leleh pada balok

Kode Arah Kuat tekan silinder

P saat tulangan leleh

P saat tulangan leleh rata-rata

Balok Lapisan (MPa) (kN) (kN)

B11 - 22.35 70 B12 - 23.77 73 70.333 B13 - 22.63 68 B21 0o/90o 26.31 80 B22 0o/90o 20.37 77.5 80 B23 0o/90o 29.42 82.5 B31 0o 20.93 77 B32 0o 23.77 80 78.333 79.111 B33 0o 23.77 78 B41 ±45o 29.42 81 B42 ±45o 22.35 76.5 79 B43 ±45o 27.44 79.5

(44)

pada balok dengan lapis GFRP untuk arah serat 0o/90o, 0o, ±45o jika dibandingkan dengan balok tanpa lapis untuk masing-masing arah serat rata-rata sebesar

13.744%, 11.374%, 12.322%.

4.4.4 Analisa Balok pada Kondisi Beban Ultimit

Asumsi yang digunakan pada analisa balok ini yaitu terjadinya lekatan yang sempurna antara beton dengan lapis GFRP, sehingga perkuatan yang diberikan dapat bekerja secara maksimal. Berikut ditampilkan analisa balok tanpa penambahan lapis GFRP (kode B11) dan balok dengan penambahan lapis GFRP (kode balok B21).

 Balok Tanpa Lapis GFRP (B11)

Gambar 4.13 Tegangan- regangan balok saat kondisi ultimit pada balok

tanpa lapis GFRP

Dari persamaan kesetimbangan gaya : Cc = Ts 0,85 f’c a b = As fy a = mm x x x 897 . 37 100 35 . 22 85 , 0 79 . 378 066 . 190 b . 0,85f' f . A c y s h d ε’cu εy c a Cc Ts d-a/2 regangan Tegangan balok Tegangan GFRP 0.85 f’c

(45)

85 , 0 1  Mu = As x fy x (d – a/2) = 190.066 x 378.79 x (130-37.897/2) = 7995163.863 Nmm = 7.995 KNm Pu = 6 Mn/ Ln = 6 x 7995163.863 / 750 = 63961.31N = 6.396 kN

 Balok dengan Penambahan Lapis GFRP (B21)

Gambar 4.14 Tegangan- regangan balok saat kondisi ultimit pada balok dengan lapis GFRP c c x c c c c h f f cu f ) 0015 . 0 225 . 0 ( 003 , 0 ) 150 ( 5 . 0 ' ) ( 5 . 0           ff = Ef. εf = 5926 x c c) 0015 . 0 225 . 0 (  = c c) 889 . 8 35 . 1333 (  h d ε’cu εy c a Cc Ts d-a/2 T f regangan Tegangan balok Tegangan GFRP 0.85 f’c εf z

(46)

0,85 f’c a .b= As .fy + 2. t. (h-c) .ff 0,85 26.31 a .100= 190.066 x 378.79 + 2 x 1.25 (150-c) c c) 889 . 8 35 . 1333 (  2236.35 .a = 71995.1 + 2.5 (150-c) c c) 889 . 8 35 . 1333 (  2236.35 .a = 71995.1 + ( 375-2.5c) c c) 889 . 8 35 . 1333 (  2236.35 .a = 71995.1 + c 25 . 500006 -3333.375 –3333.375 + 22.222c 2236.35 .a = 65328.35 + c 25 . 500006 + 22.222c a = (59550.5 + c 5 . 866677 + 44.445c)/ 2236.35 a = 29.212 + c 581 . 223 + 0.009c β . c = a 0.85 . c = 29.212 + c 581 . 223 + 0.009c 0 = 29.212 + c 581 . 223 + 0.009c – 0.85c 0 = 29.212c + 223.581- 0.841c2 didapat c = 41.189 mm a = β . c = 0.85 x 41.189 = 35.01 mm ff = c c) 889 . 8 35 . 1333 (  = 189 . 41 ) 189 . 41 889 . 8 35 . 1333 (  x = 23.482 MPa x C

(47)

= As x fy x (d-a/2)+ 2 x t x (h-c)x ff x (1/2 (h-c)+c-1/2a) = 190.066 x 378.79 x (130-35.01) + 2 x 1.25 x(150-41.189) x 23.482x(1/2 (150-41.189)+41.189-1/2 x 35.01) = 8597904.975 Nmm = 8.597 KNm Pu = 6 Mn/ Ln = 6 x 8597904.975/ 750 = 68783.239 N = 68.783 kN

Untuk hasil analisa balok yang lain disajikan dalam Tabel 4.3 Tabel 4.3 Hasil perhitungan analisa balok

Kode f'c a c ff Mu Pu (analisa) Pu (exp)

Balok (MPa) (mm) (mm) (MPa) (kNm) (kN) (kN)

B11 22.35 37.897 44.585 - 7.995 63.961 70 B12 23.77 35.633 41.921 - 8.077 64.613 73 B13 22.63 37.428 44.033 - 8.012 64.096 68 B21 26.31 35.01 41.18 23.482 8.597 68.783 80 B22 20.37 43.983 51.745 16.878 8.103 64.824 77.5 B23 29.42 31.772 37.379 26.782 8.802 70.418 82.5 B31 20.93 42.894 50.464 17.533 8.159 65.272 77 B32 23.77 38.318 45.08 20.688 8.405 67.242 80 B33 23.77 38.318 45.08 20.688 8.405 67.242 78 B41 29.42 30.93 36.389 27.752 8.858 70.869 81 B42 22.35 39.712 46.72 19.65 8.328 66.625 76.5 B43 27.44 32.919 38.729 25.538 8.727 69.822 79.5

(48)

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Lapis GFRP arah serat 0o/90o, 0o, ±45o mampu memberikan perkuatan geser pada balok, namun GFRP arah serat ±45o tidak dapat bekerja secara maksimal karena terlepasnya rekatan lapis GFRP dari balok.

2. Penambahan lapis GFRP pada balok dapat merubah model keruntuhan dari keruntuhan geser tekan (kode balok B11 sampai B13) menjadi keruntuhan lentur (kode balok 21 sampai B43).

3. Penambahan lapis GFRP pada balok mampu meningkatkan beban saat tulangan leleh jika dibandingkan dengan balok tanpa lapis GFRP rata-rata sebesar 12.48%.

4. Peningkatan beban saat tulangan leleh pada balok dengan lapis GFRP untuk arah serat 0o/90o, 0o, ±45o jika dibandingkan dengan balok tanpa lapis masing-masing sebesar 13.744%, 11.374% dan 12.322%.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan pada penelitian ini adalah:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan merencanakan kembali suatu balok yang memerlukan perkuatan geser yang lebih besar dari penelitian ini atau menggunakan serat glass yang lebih tipis, sehingga pengaruh penambahan lapis GFRP sebagai perkuatan geser dapat terlihat dengan jelas.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jenis serat lain seperti serat aramid atau carbon.

3. Hendaknya menggunakan mesin penggetar untuk meratakan adukan beton dalam cetakan silinder maupun balok sehingga dapat mengurangi rongga pada benda uji.

(49)

Departemen Pekerjaan Umum, 1991, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton

Untuk Bangunan Gedung, SK SNI T15-1991-03, Yayasan Lembaga

Pendidikan Masalah Bangunan, Bandung, 174 pp.

Dipohusodo, I.,1996, Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI

T-15-1991-03, PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 527 pp.

Deskarta, I P., 2001, Advanced Composite Materials untuk Struktur Bangunan, Maestro 17/III/2001: 42-43.

Ferguson, P.M., 1991, Dasar-dasar Beton Bertulang, Erlangga, Jakarta.

Feldman, D., dan Hartomo, A. J., 1995, Bahan PolimerKonstruksi Bangunan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 117 pp.

Jacobs, J.A., dan Kilduff, T.F., 1997, Engineering Materials Technology

Structures, Processing, Properties & Selections, by Prentice-Hall Inc.

Simon & Schuster/ A. Viacom Company Upper Saddle River, New Jersey. Nawy, E.G., 1990, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, PT. Eresco,

Bandung, 763 pp.

Portland Cement Assosiation (PCA), 1991, Fibre Reinforced Concrete,United State of America, 48 pp.

Sudiasa, I M. A., 2002, Perilaku Runtuh Balok Beton Bertulang dengan

Penambahan Lapis Glass Fibre Reinforced Polymer (GFRP), Tugas

Akhir, Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar.

Gambar

Gambar 2.1 Diagram tegangan-regangan beton
Gambar 2.2 Hubungan tegangan-regangan baja tulangan
Tabel 2.1 Tipe fiber dan sifatnya
Gambar  2.4  (a)Keadaan  tegangan  pada  elemen  A1;  (b)  keadaan  tegangan  pada elemen A2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat di simpulkan bahwa perkuatan menggunakan lembaran GFRP pada balok beton bertulang yang telah terbebani hingga leleh tulangan memiliki kapasitas lentur yang lebih

Lampiran 8 Data Hasil Pengujian Perkuatan Balok Beton Bertulang Dengan Fiber Glass Jacket Pada Kondisi Lentur

Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah untuk mengetahui kuat lentur maksimum, serta besarnya persentase kenaikan kuat lentur maksimum pada balok beton bertulang

Kesimpulan pada penelitian ini adalah peningkatan kapasitas beban aksial dengan penambahan 1 lapis GFRP-S jacketing dan 2 lapis GFRP-S jacketing masing-masing

Penelitian pada skripsi ini merupakan studi eksperimental untuk menyelidiki perilaku lentur elemen balok beton bertulang yang diperkuat dengan kombinasi GFRP dan

Berdasarkan hasil pengujian ini, dapat disimpulkan bahwa perkuatan balok dengan GFRP mampu menghambat retakan awal juga menahan kekuatan tarik dan lentur lebih

Berdasarkan hasil pengujian ini, dapat disimpulkan bahwa perkuatan balok dengan GFRP mampu menghambat retakan awal juga menahan kekuatan tarik dan lentur lebih

Perkuatan dengan metode jacketing menggunakan satu lapis Glass Fiber Reinforced Polymer (GFRP) dengan panjang sambungan (overlapping) yang bervariasi mampu meningkatkan