Modul ke:
Fakultas
Program Studi
OTONOMI DAERAH
A. Pengertian Otonomi DaerahB. Latar Belakang Otonomi Daerah C. Tujuan & Prinsip Otonomi Daerah
D. Perkembangan UU Otonomi Daerah di Indonesia E. Model Desentralisasi
F. Pembagian Urusan Pemerintahan G. Otonomi Daerah dan Demokratisasi H. Implementasi Otonomi Daerah
Udjiani Hatiningruym, SH.,M Si
11
EKONOMI DAN BISNIS Manajemen
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah.
Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan
namos.
Autos berarti sendiri.
Namos berarti aturan atau undang-undang.
Sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna
Pengertian otonomi daerah berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah :
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan
Latar belakang otonomi daerah di Indonesia:
Aspek Internal Aspek Eksternal
Yaitu kondisi yang terdapat dalam negara Indonesia
yang mendorong
penerapan otonomi daerah di Indonesia.
Yaitu faktor dari luar negara Indonesia yang mendorong dan
mempercepat
implementasi otonomi daerah di Indonesia.
Aspek Internal
Latar belakang ini timbul:
sebagai tuntutan atas buruknya pelaksanaan
mesin pemerintahan yang dilaksanakan
secara sentralistik.
Terdapat kesenjangan dan ketimpangan yang
cukup besar antara pembangunan yang
terjadi di daerah dengan pembangunan yang
dilaksanakan di kota-kota besar.
Aspek Eksternal
Yang menjadi salah satu pemicu lahirnya otonomi
daerah di Indonesia pada aspek ini adalah adanya keinginan modal asing untuk memassifkan
investasinya di Indonesia.
Dorongan internasional mungkin tidak langsung
mengarah kepada dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah, tetapi modal internasional sangat berkepentingan untuk melakukan efisiensi dan
biaya investasi yang tinggi sebagai akibat dari korupsi dan rantai birokrasi yang panjang.
C. Tujuan & Prinsip Otonomi Daerah
Dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 2 ayat 3
disebutkan tujuan otonomi daerah sebagai berikut :
Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan
Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
Berdasarkan ketentuan Undang – Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, Pasal 2 ayat 3 disebutkan adanya 3
(tiga) tujuan otonomi daerah :
1. meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
2. pelayanan umum
Peningkatan kesejahteraan masyarakat
diharapkan dapat dipercepat perwujudannya
melalui peningkatan pelayanan di daerah dan
pemberdayaan masyarakat atau adanya peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan
Upaya peningkatan daya saing diharapkan
dapat dilaksanakan dengan memperhatikan
keistimewaan atau kekhususan serta potensi
daerah dan keanekaragaman yang dimiliki oleh
daerah dalam bingkai Negara Kesatuan
Pinsip otonomi seluas-luasnya dapat dimaknai sebagai
kewenangan yang diberikan melalui peraturan
perundang-undangan kepada daerah untuk membuat kebijakan yang dianggap benar dan adil dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya masing-masing.
Upaya untuk mewujudkan tujuan otonomi daerah, maka konsepsi otonomi daerah yang dilaksanakan di Indonesia yaitu:
dengan menggunakan prinsip pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah.
D. Perkembangan UU Otonomi Daerah di
Indonesia.
Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun 1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit politik yang berkuasa pada saat itu. Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah
sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini :
1. UU No. 1 tahun 1945 tentang PEMDA :
Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih menitikberatkan pada dekonsentrasi.
Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan pusat.
2. UU No. 22 tahun 1948 (tentang Susunan PEMDA yang Demokratis) :
Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih
menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada
dualisme peran di kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat
pemerintah pusat.
Dalam undang-undang ini, pemerintah pusat memberikan hak istimewa kepada beberapa daerah di Jawa, Bali,
Minangkabau, dan Palembang untuk menghormati daerah tersebut guna melakukan pengaturan sendiri daerahnya mengenai hak dan asal usul daerah.
3. UU No. 1 tahun 1957 (tentang PEMDA yang
berlaku menyeluruh dan bersifat seragam) :
Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih
bersifat dualisme, di mana kepala daerah
bertanggungjawab penuh pada DPRD, tetapi
juga masih alat pemerintah pusat.
4. Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 :
Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih
menekankan dekonsentrasi.
Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh
pemerintah pusat terutama dari kalangan
5. UU No. 18 tahun 1965 (Tentang PEMDA yang
menganut otonomi yang seluas-luasnya) :
Pada masa ini kebijakan otonomi daerah
menitikberatkan pada desentralisasi dengan
memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi
daerah, sedangkan dekonsentrasi diterapkan
hanya sebagai pelengkap saja.
6. UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok
Penyelenggaraan Pemerintah Pusat di Daerah :
Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974
pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan politik.
Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan
menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional.
7. UU No. 22 tahun 1999 (tentang Otonomi
Daerah) :
Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang
menjadikan pemerintah daerah sebagai titik
sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan dengan mengedapankan
otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
8. UU No 25 Tahun 1999 (Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah).
UU No 32 Tahun 2004 (tentang PEMDA) :
Dalam undang-undang ini terlihat jelas pembagian urusan pemerintahan, dimana pemerintah pusat menjalankan
urusan dalam pembuatan perundangan, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, kebijakan fiskal dan
moneter, serta agama.
PEMDA mempunyai kekuasaan selain wewenang pusat, yaitu bidang ekonomi, perdagangan, industri, pertanian, tata ruang, pendidikan, kesejahteraan, dan menjalankan fungsi pemerintahan umum sebagai wakil pemerintah pusat.
9. UU No 33 Tahun 2004 (tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah) :
UU ini mengatur pembiayaan pembangunan daerah yang bersumber dari dana perimbangan, dan
pendapatan lain-lain, serta juga mengatur pembagian penerimaan antara pemerintah pusat dan daerah yaitu penerimaan hasil hutan (pusat 20%, daerah 80%),
penerimaan dana reboisasi (pusat 60%, daerah 40%), pertambangan umum dan perikanan (pusat 20%,
daerah 80%) pertambangan minyak (pusat 69%,
daerah 30,5%), dan panas bumi (pusat 20%, daerah 80%).
E. Model Desentralisasi
Menurut Rondinelli , model desentralisasi ada empat, yaitu :
1) Dekonsentralisasi 2) Delegasi
3) Devolusi 4) Privatisasi
Dekonsentralisasi yaitu :
pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil
pemerintah, dan atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu.
Delegasi adalah :
pelimpahan pengambilan keputusan dan
kewenangan manajerial untuk melakukan
tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi,
yang tidak secara langsung berada di bawah
pengawasan pemerintah pusat.
Devolusi adalah :
transfer kewenangan untuk pengambilan
keputusan, keuangan, dan manajemen kepada
unit otonomi PEMDA.
Privatisasi adalah :
tindakan pemberian kewenangan dari
pemerintah kepada badan-badan sukarela,
swasta, dan swadaya masyarakat.
F. Pembagian Urusan Pemerintahan
Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi
Daerah, urusan pemerintahan dapat dibagi ke dalam urusan pemerintahan pusat, pemerintahan daerah timgkat I, dan pemerintahan daerah tingkat II.
Pembagian urusan pemerintahan tersebut meliputi :
1. politik luar negeri; 2. pertahanan;
3. keamanan; 4. yustisi;
5. moneter dan fiskal nasional; dan 6. agama.
G. Otonomi Daerah dan Demokratisasi
Otonomi daerah adalah wujud upaya demokratisasi di bidang pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi kewenangan.
Ujung-ujungnya adalah rakyat diberi prakarsa untuk mengembangkan daerahnya sendiri.
Namun demikian, demokrasi itu tetap harus
berdasarkan pada peraturan dan hukum yang berlaku, karena pada prinsipnya demokrasi berisi juga
Desentralisasi, demokratisasi, dan akuntabilitas
pemerintahan daerah merupakan
tiga kata
kunci yang penting dalam implementasi
otonomi daerah.
Ketiganya memiliki hubungan yang tidak saling
terpisahkan
H. Implementasi Otonomi Daerah
Implementasi otonomi daerah bagi daerah tingkat 1 dan tingkat 2, seiring dengan pelimpahan wewenang
pemerintah pusat dapat dikelompokkan dalam lima bidang yaitu :
implementasi dalam pembinaan wilayah, pembinaan sumber daya manusia, penanggulangan dan percepatan penurunan kemiskinan, penataan hubungan fungsional antara DPRD dan pemerinta daerah, serta peningkatan koordinasi atau kerja sama tim (team work).
DAFTAR PUSTAKA
1. Bodenhamer David. J. 2001. Federalism and
Democracy. Working Paper. US Departement of State Washington D.C.
2. Fokus Media. 2004. Undang-Undang Otonomi Daerah. Fokusmedia. Bandung.
3. Kaloh, J. 2002. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Renika Cipta. Jakarta.
4. Kusnardi, M. dan Bintan Saragih. 2000. Ilmu Negara. Gaya Media Pratama. Jakarta