• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV SEKTOR PERDAGANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV SEKTOR PERDAGANGAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

13

BAB IV SEKTOR PERDAGANGAN

4.1 Ketahanan Ekonomi Salatiga dilihat dari Harga Umum.

Di dalam penelitian ini, harga kebutuhan pokok Salatiga diproksi/didekati dengan harga transaksi untuk setiap komoditas yang termasuk kebutuhan pokok1 di Pasar Blauran, Pasar

Rejosari, dan Pasaraya I. Komoditas-kommoditas kebutuhan pokok yang digunakan antara lain beras, gula, minyak goreng, daging, telur, susu, jagung, tepung, kacang, cabe, bawang, ikan, garam, dan mie2. Jenis data adalah data sekunder, di mana jenis komoditas-komoditas sebagai

unit cross section, sedangkan data harian dari tanggal 1 Januari 2020 sampai dengan 15 Juli 2020 sebagai unit time series.

Pengolahan data menggunakan regresi data panel-random effect, kemudian dikarenakan keterbatasan data, variabel bebas yang digunakan hanya variabel dummy. Variabel Dummy yang digunakan akan memperlihatkan apakah ada perbedaan harga secara signifikan sebelum dan sesudah adanya shock yang terlihat dari nilai intersep pada model. Diasumsikan harga kebutuhan pokok berbeda pada waktu tertentu, yaitu sebelum puasa, pada saat puasa, pada saat lebaran, dan setelah lebaran. Oleh karena itu, jika digambarkan menggunakan kurva pada grafik di atas, maka perubahan konstanta atau intersep mewakili perubahan akibat shock dari masa (event) waktu tertentu.

Terdapat 3 model regresi sebagai pembanding:

𝑃𝑖𝑡 = 𝛼0+ 𝛼1𝐷𝑃𝐿𝐷𝑐 …. [1]

Di mana,

𝑃𝑖𝑡 : harga komoditas i pada hari t. (“i” lihat lampiran 1) 𝛼0 : konstanta

𝐷𝑃𝐿 : Dummy untuk masa puasa dan lebaran.

0 = sebelum puasa 1 = saat puasa 2 = saat lebaran 1 Sumber: hargajateng.org

(2)

14 3 = setelah lebaran

𝐷𝐶 : Dummy untuk masa pandemi Covid-19

0 = sebelum adanya Covid-19

1 = masa physical distancing/karantina 2 = penerapan new normal

𝐷𝑃𝐿𝐶 : Dummy interaksi masa puasa dan lebaran dengan masa pandemi Covid-19

0 = sebelum puasa dan sebelum pandemi Covid-19

1 = bulan puasa dan protokol Kesehatan physical distancing & karantina 2 = Lebaran dan protokol Kesehatan physical distancing & karantina

3 = Setelah Lebaran dan protokol Kesehatan physical distancing & karantina 6 = Setelah Lebaran dan sudah penerapan New Normal

dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1. Hasil Regresi

Berdasarkan Tabel 4.1. di atas, terlihat bahwa harga seluruh komoditas secara signifikan menurun pada bulan puasa dengan tingkat signifikasi 5% (plc=1). Hal ini dimungkinkan terjadi karena penerapan protokol Kesehatan, terutama physical distancing dan pembatasan wilayah atau karantina mandiri di rumah, dari Pemerintah Kota Salatiga yang juga bertepatan dengan bulan puasa. Penerapan protokol kesehatan tersebut dapat mempengaruhi perilaku konsumen terutama untuk membeli barang jadi seperti makanan jadi dari luar rumah, yang akhirnya dapat mempengaruhi permintaan akan komoditas yang merupakan input dari barang jadi tersebut.

Selanjutnya, setelah dilakukan regresi berdasarkan jenis komoditas di Tabel 4.2, komoditas Cabe merupakan satu-satunya komoditas yang secara signifikan pada level signifikansi 1% terus

* p<0.05, ** p<0.01, *** p<0.001 Standard errors in parentheses

Observations 2677 Constant 22686.958*** (3562.634) plc=6 -1888.668 (1518.985) plc=3 -486.460 (1906.379) plc=2 -980.228 (2014.975) plc=1 -3251.967* (1647.857) plc=0 0.000 (.) PLC 2020 (1)

(3)

15

mengalami penurunan harga dibanding harga awal. Harga komoditas Cabe lebih rendah dari harga awal sejak dari bulan Puasa sampai diterapkannya new normal di Salatiga. Berbeda dengan Komoditas Beras dan Daging, harga kedua komoditas tersebut secara signifikan pada tingkat signifikasi 5% meningkat dibanding dengan harga awal pada masa Lebaran dan setelah lebaran (sebelum diterapkannya new normal).

Kemudian, pada masa setelah Lebaran dan sudah diterapkannya New Normal, hanya komoditas kacang yang harganya terbukti secara signifikan pada tingkat signifikansi 1% meningkat dibanding dengan harga awal.

Tabel 4.1 Hasil Regresi Berdasarkan Jenis Komoditas

4.2 Tenaga Kerja

Tenaga kerja di sektor perdagangan terdiri dari tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga yang pada umumnya tidak diupah dan tenaga kerja dari luar keluarga yang diupah.Tabel 4.3. menunjukkan bahwa sebelum Pandemi Covid 19 berlangsung, terdapat 53 responden yang menggunakan tenaga kerja keluarga dan hanya 12 (18,5%) yang menyerahkan usaha dagangnya pada tenaga kerja bukan anggota keluarga yang diupah. Pada saat pandemi Covid 19, jumlah yang tidak menggunakan tenaga kerja keluarga bertambah 2 pedagang menjadi 14 (21,5%) karena khawatir jika anggota keluarganya terpapar Covid 19. Jumlah tenaga kerja keluarga yang

(1) Beras (3) Minyak Goreng (4) Daging (5) Telur (6) Susu (9) Cabe (10) Bawang (12) Garam (14) Kacang -97.29 -402.79 -1365.22 -644.1 -386.4 * -20174 *** -1221 71.1 1830.6 (58.04) (386.71) (967.40) (2132.57) (161.27) (3283.70) (11341.9) (150.41) (1775.37) 453.30 *** 657.33 9337.17 * 1972 1399.4 -19595 *** 1850.6 163.36 2259.2 (79.08) (874.23) (3953.42) (1955.23) (1207.24) (3525.83) (16704) (345.78) (1811.44) 1932.47 * 932.79 7766.18 * 2715 2251.3 -18722 *** 535.76 1688.8 3624.9 (647.96) (614.74) (3912.022) (129.46) ***(1571.93) (2743.91) (15544.48) (1760.10) (2162.10) 2103.77 67.05 4355.68 1492.8 177.2 -15808 *** -7094 1040.7 2708.3 *** (1503.57) (404.35) (3327.31) (506.40) ***(169.28) (2376.83) (11299.16) (1329.96) (72.78) 8942.53 *** 10821.84 *** 51662.84 *** 28674 *** 24767 30386 *** 31483 *** 4190.8 12615 *** (446.91) (325.03) (15608.55) (8753.93) (15035.34) (3851.29) (3743.60) (2662.89) (5804.90) R2 6.27% 2.59% 1.74% 0.90% 0.29% 38.11% 3.40% 2.74% 3.57% Observations 206 206 309 206 206 411 206 206 206

Standard errors in parentheses * p<0.05, ** p<0.01, *** p<0.001 Bulan Puasa Lebaran Setelah Lebaran Setelah Lebaran dan New Normal Constant

(4)

16

dihentikan hanya 4 orang atau 4,8% (Tabel 4.4.). Apabila ditelusur, perubahan penggunaan tenaga kerja keluarga sebelum dan pada saat Hari Raya Idul Fitri tidak ada perubahan.

Tabel 4.3.Jumlah Pengguna Tenaga Kerja Keluarga Sebelum dan Saat Covid 19

Jumlah Sebelum Covid Saat Covid Perubahan

Tenaga Kerja Frequency Valid Percent Frekuensi Valid Percent

Valid 0 12 18.5% 14 21.5% +2 1 33 50.8% 33 50.8% 0 2 15 23.1% 13 20.0% -2 3 4 6.2% 4 6.2% 0 7 1 1.5% 1 1.5% 0 Total 65 100.0% 65 100.0% 0

Tabel 3 menunjukkan bahwa responden pengguna tenaga kerja upahan menurun dari 38 (41,5%) menjadi 42 (35,4%). Ada empat (4) pedagang yang melakukan PHK terhadap tenaga kerja upahan mereka, dalam jumlah 30 orang yaitu dari 140 orang menjadi 110 orang atau 21,4% (Tabel 4.3.). Angka PHK tersebut mencapai sepuluh kali lipat dari perkiraan angka PHK nasional. Secara nasional, Pemerintah3 menyebutkan bahwa angka PHK dampak Covid 19 per 2 Juni 2020

telah mencapai 3,05 juta orang atau 2,3% dari total angkatan kerja di Indonesia yang bekerja (129,366 juta orang) per Februari 20194 atau 2,2% dari angkatan kerja per Februari 20205.

Tabel 4.4. Jumlah Pengguna Tenaga Kerja Upahan Sebelum Covid 19

Jumlah Sebelum Covid Saat Covid

Perubahan Tenaga kerja Frequency Valid Percent Frequency Valid Percent

0 38 58.5% 42 64.6% +4 1 8 12.3% 7 10.8% -1 2 4 6.2% 3 4.6% -1 3 5 7.7% 6 9.2% +1 4 3 4.6% 1 1.5% -2 5 1 1.5% 1 1.5% 0 6 1 1.5% 1 1.5% 0 7 1 1.5% 1 1.5% 0 3 TEMPO.CO/read/1350955/dampak-corona-305-juta-orang-terkena-phk-hingga-juni/full&view=ok: Pemerintah menyebutkan bahwa angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dampak dari virus corona atau Covid 19 telah mencapai 3,05 juta.

4 Bps.go.id/statictable/2009/04/16/970/penduduk-15-tahun-ke-atas-yang-bekerja-menurut-lapangan-kerja-utama-1986-2019.

5 BusinessNews.id/detail/berita/februari-2020-angkatan-kerja-di-indonesia-capai-13791-juta-orang: Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah Angkatan kerja di Indonesie pada Februari 2020 sebanyak 137,91 juta orang.

(5)

17 8 0 0% 1 1.5% +1 9 1 1.5% 1 1.5% 0 12 1 1.5% 0 0% -1 18 1 1.5% 0 0% -1 40 1 1.5% 1 1.5% 0 Total 65 100.0% 65 100.0% 0

Rata-rata jumlah tenaga kerja upahan yang digunakan sebelum pandemi Covid 19 sebanyak 2,15 orang dan pada saat pandemi turun menjadi 1,69 orang saja (Tabel 4.5.). Rentang jumlah tenaga kerja yang banyak digunakan responden antara 1 sampai dengan 4 orang (30,8%), namun pada saat Covid 19 jumlah tenaga kerja upahan yang banyak digunakan antara 1 sampai 3 orang (24,6%). Terdapat satu pedagang besar perlengkapan rumah tangga yang tetap menggunakan 40 tenaga kerja upahan, baik sebelum maupun saat pandemi Covid 19 (lihat pula Gambar 4.1.). Menjelang Hari Raya Idul Fitri jumlah tenaga kerja upahan tetap yang digunakan tidak berubah, namun beberapa pedagang yang beroperasi di pasar banyak menggunakan tenaga jasa orang lain, seperti jasa bongkar-muat, pengangkatan dan pengangkutan. Menurut definisi BPS, kelompok pekerja semacam itu termasuk dalam kategori pekerja bebas. Hasil pengamatan di pasar-pasar tradisional Kota Salatiga, pekerja bebas semacam ini jumlahnya cukup banyak dan berubah dari waktu ke waktu. Pekerjaan bebas semacam itu juga menjadi pekerjaan sampingan dari bebarapa tukang parkir.

Tabel 4.5. Jumlah Tenaga Kerja Jumlah Tenaga

Kerja Keluarga Sebelum Covid 19

Jumlah Tenaga Kerja Keluarga Saat Covid

19

Jumlah Tenaga Kerja Upahan Sebelum Covid 19

Jumlah Tenaga Kerja Upahan Saat

Covid 19 N Valid 65 65 65 65 Missing 0 0 0 0 Mean 1.26 1.20 2.15 1.69 Minimum 0 0 0 0 Maximum 7 7 40 40 Sum 82 78 140 110

(6)

18

Sebelum pandemi Covid 19, rata-rata upah per bulan tenaga kerja di sektor perdagangan mencapai Rp.695.000,- dengan maksimum Rp.3.200.000,- (Tabel 4.6.). Pada saat pandemi Covid 19, rata-rata upah per bulan menurun menjadi Rp.397.000,- dengan maksimum di bawah UMK yaitu Rp.2.000.000,-. Secara total, 65 pedagang yang menjadi responden mengeluarkan upah Rp.39.600.000,- per bulan sebelum pandemi Covid 19, dan pada saat pandemi menurun menjadi Rp.22,625.000,- per bulan. Pada umumnya, responden di sektor perdagangan ini informal,

recruitment tenaga kerja juga informal, sehingga keputusan pembayaran upah juga didasarkan

pada persepakatan yang informal di luar batasan UMK yang diatur pemerintah. Tabel 4.6. Rata-rata upah tenaga kerja

Besaran Upah Sebelum Covid 19 Besaran Upah Saat Covid 19

N Valid 57 57 Missing 8 8 Mean 694.736,84 396.929,82 Minimum 0 0 Maximum 3.200.000 2.000.000 Sum 39.600.000 22.625.000

Di masa Covid 19, ada enam pedagang yang menjadi responden mengurangi tenaga kerjanya 33% sampai 100%, dan menurunkan tingkat upah antara 38% sampai 100% (Tabel 4.7.). Tiga pedagang mem-PHK tenaga kerjanya 100% sehingga menghentikan pembayaran upah juga

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59 61 63 65

Gambar 4.1. Distribusi tenaga kerja diupah sebelum dan saat pandemi Covid 19

JUMLAH TENAGA KERJA YANG DIUPAH/GAJI JANUARI - FEBRUARI 2020 JUMLAH TENAGA KERJA YANG DIUPAH/GAJI MARET 2020

(7)

19

100%. Tabel 4.7. menunjukkan pola data yang menarik, karena menunjukkan kekuatan daya tawar pengusaha terhadap tenaga kerjanya. Seorang pedagang yang hanya mem-PHK 33% tenaga kerjanya menurunkan tingkat upahnya hingga 75%, atau hanya membayar 25% upah untuk 77% orang tenaga kerja yang dipertahankannya, berarti daya tawar pengusaha sangat kuat. Seorang pedagang mem-PHK 43% tenaga kerjanya menurunkan upah hingga 40%, atau hanya membayar 60% upah untuk 57% tenaga kerja yang dipertahankan, berarti daya tawar pengusaha relativ seimbang dengan daya tawar tenaga kerjanya. Seorang pedagang lain mem-PHK 61% tenaga kerjanya menurunkan upah hingga 38%, atau hanya membayar 62% upah untuk 39% tenaga kerja yang dipertahankan, berarti daya tawar pengusaha lebih lemah dari daya tawar tenaga kerjanya.

Tabel 4.7. Perubahan jumlah tenaga kerja menurut perubahan upah Perubahan Upah Total -100% -75% -40% -38% Perubahan Jumlah Tenaga Kerja -100% 3 0 0 0 3 -61% 0 0 0 1 1 -43% 0 0 1 0 1 -33% 0 1 0 0 1 Total 3 1 1 1 6 4.3 Omset

Perbedaan omset sangat besar walaupun perusahaan menengah yang memiliki tenaga kerja yang diupah hingga 40 orang tidak bersedia memberi data sehingga tidak ikut dianalisis. Sebelum pandemi Covid 19, omset pedagang yang menjadi responden berkisar antara Rp.80.000,- sampai dengan Rp.12,5 juta, dengan rata-rata Rp.241 juta,-. Pada masa pandemi Covid 19 rata-rata omset menurun hingga sepertiganya, yang nilainya berkisar anatara Rp.43.000,- hingga Rp.3,6 juta (Tabel 4.8.). Total omset dari 86% pedagang yang dijadikan reponden mencapai Rp.13,5 milyar sebelum pandemi Covid 19. Dari total omset tersebut, sebesar Rp.12,5 juta dikuasai oleh satu pedagang batik dan pakaian, sisanya terdistribusi diantara 55 pedagang lainnya dengan rata-rata Rp.18,16 juta per bulan per perusahaan. Pada masa pandemi Covid 19, nilai rata-rata-rata-rata omset per bulan dari 55 perusahaan menurun hingga Rp.12,16 juta (67%). Pedagang batik dan pakaian yang menguasai omset terbesar mengalami penurunan hingga 28,8% (Rp.12,5 M menjadi Rp.3,6

(8)

20

M). Menjelang Hari Raya Idul Fitri, seharusnya permintaan komoditas batik dan pakaian meningkat pesat, namun fakta menunjukkan kondisi sebaliknya. Nampaknya,dampak pandemi Covid 19 terhadap daya beli konsumen lebih kuat keinginan membeli di Hari Raya Idul Fitri.

Tabel 4.8. Deskripsi penjualan sebelum dan saat pandemi Covid 19

Omset/bulan sebelum Covid 19 Omset/bulan saat Covid 19 Jumlah barang terjual sebelum Covid 19 Jumlah barang terjual saat Covid 19 N Valid 56 56 44 44 Missing 9 9 21 21 Mean Rp.241.052.321,43 Rp.76.229.446,43 170.979,4 113.869,5 Minimum Rp.80.000,00 Rp.43.000,00 2 1 Maximum Rp.12.500.000.000,00 Rp.3.600.000.000,00 7.500.000 5.000.000 Sum Rp.13.498.930.000,00 Rp.4.268.849.000,00 7.523.093 5.010.259 2.000.000.000 4.000.000.000 6.000.000.000 8.000.000.000 10.000.000.000 12.000.000.000 14.000.000.000 D 0 6 D 1 0 D 2 6 D 1 3 D 6 5 D 6 3 D 3 0 D 6 9 D 0 5 D 1 0 1 D 7 2 D 2 4 D 2 7 D 5 8 D 0 1 D 1 8 D 0 8 D 5 6 D 1 2 D 5 5 D 5 3 D 2 9 D 1 1 1 D 0 2 D 1 0 5 D 1 0 6 D 6 6 D 5 4 G A M B A R 4 . 2 . D I S T R I B U S I O M S E T S E B E L U M D A N S A A T P A N D E M I C O V I D 1 9

RATA-RATA nilai OMSET / PENJUALAN BULAN JANUARI - FEBRUARI 2020 RATA2 NILAI OMSET / PENJUALAN BULAN MARET 2020

(9)

21

4.4 Pinjaman

Pada mulanya, sebelum pandemi Covid 19 terdapat 18 responden yang memiliki pinjaman yang bersumber dari Bank (12 orang), Koperasi/BMT (1 orang) dan lainnya (5 orang). Menjelang hari besar Idul Fitri, pinjaman dari sumber lain (saudara, teman, PKK dan lainnya) telah dilunasi, nilainya berkisar antara Rp.1 juta sampai Rp.50 juta. Satu orang meminjam dari Koperasi/BMT dan tersisa Rp.2 juta,- di masa pandemi Covid 19. Walau nilainya kecil, tetapi bagi responden menjadi beban yang cukup berat karena sebelum pandemi Covid 19 angsurannya memakan 11% dari pendapatan penjualan (omset) menjadi 59% di masa pandemi Covid 19 karena omsetnya turun hingga 87% (Tabel 4.9.). Dari sumber pinjaman Koperasi/BMT tidak ada relaksasi pembayaran angsuran pinjaman. Responden yang memiliki pinjaman dari Bank, sisa pinjamannya berkisar antara Rp.2 juta s/d 300 juta dengan rata-rata Rp.18 juta (Tabel 4.10.). Rata-rata proporsi angsuran pinjaman dari omset meningkat dari 20% menjadi 26% karena penurunan omset di masa pandemi Covid 19 (Tabel 4.10.). Pada waktu pengambilan data, kebijakan relaksasi pembayaran angsuran pinjaman pada perusahaan terdampak pandemi Covid 19 telah dikeluarkan namun implementasinya oleh Bank belum dimulai. Pemerintah perlu mendorong implementasi kebijakan itu mengingat penurunan omset pedagang yang pandemi Covid 19 sangat besar antara 25% sampai 87% (Tabel 4.9.).

(10)

22

Tabel 4.9. Perubahan Omset di masa Covid 19 menurut Sumber Pinjaman

Sumber Pinjaman Total

Bank Koperasi/BMT Lainnya Perubahan Omset di masa Covid 19 -87.00 0 0 1 1 -83.00 0 1 0 1 -80.00 0 0 1 1 -77.00 1 0 0 1 -70.00 1 0 0 1 -68.00 1 0 0 1 -67.00 1 0 0 1 -66.00 0 0 1 1 -64.00 0 0 1 1 -60.00 0 0 1 1 -58.00 1 0 0 1 -50.00 2 0 0 2 -48.00 1 0 0 1 -47.00 1 0 0 1 -33.00 2 0 0 2 -25.00 1 0 0 1 Total 12 1 5 18

Tabel 4.10. Deskripsi pinjaman

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Saldo pinjaman per Maret-April 2020 58 Rp.0,00 Rp.300.000.000 18.137.931 52.433.232 Proporsi angsuran pinjaman dari omset

sebelum Covid 19

15 2,00% 80.00% 20.00% 20.84%

Proporsi angsuran pinjaman dari omset setelah Covid 19

13 2.00% 60.00% 26.46% 22.95%

Valid N (listwise) 13

4.5 Barang Dagangan Rantai pasok barang dagangan

Perusahaan yang menjadi sampel penelitian di sektor perdagangan sebagian besar adalah pedagang eceran makanan, minuman dan tembakau (Tabel 3.4.); termasuk produk pertanian sebagai bahan pangan. Kota Salatiga merupakan salah satu pusat perdagangan produk-produk pertanian dari daerah sekitarnya, terutama dari Kab. Semarang dan Kab. Boyolali. Hasil penelusuran rantai pasok produk pertanian yang menjadi bahan baku industri makanan

(11)

23

dipetakan pada Gambar 4.3. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar produk pertanian dari Pasar atau Terminal Agro dibawa oleh perusahaan besar masuk ke Salatiga melalui Pasar Blauran Salatiga atau Terminal Agro di Kelurahan Tugu. Pasar Blauran berfungsi sebagai pasar kulakan bagi pedagang-pedagang dari pasar lainnya, seperti Pasar Raya I, Pasar Sayangan, Pasar Jetis, dan Pasar Sapi.

Gambar 4.3. Rantai pasok produk pertanian di pasar Salatiga

Selain pedagang besar, pedagang pengecer yang memperoleh barang dari pedagang pengumpul di daerahnya, membawanya ke Salatiga (terutama di Pasar Pagi) untuk dijual eceran kepada pedagang keliling, konsumen industri; seperti catering, restoran, warung makan, dan produsen makanan lainnya. Pada bulan Ramadan, ketika penelitian ini diselenggarakan, telah berlangsung pandemi Covid 19, saluran distribusi produk pertanian tidak berubah. Yang berubah

Budidaya tanaman Pengumpulan hasil panen Distribusi besar Konsumsi Rumah tangga Penjualan eceran Konsumsi industri Budidaya Memanen Mengumpulkan Sortir Mengepak Mengirim Grading Mengepak Distribusi Menjual secara eceran Mengolah Mengkonsumsi Pedangan pengumpul Konsumen Rumah tangga Petani Pedangan besar Pengecer Konsumen industri Getasan Kopeng Bandungan

Pasar Agro: Getasan Terminal Agro: Tugu Pasar kulakan: Blauran Pasar pagi

Pasar tradisional: Pasar Raya I, Pasar Blauran, Pasar Sayangan, Pasar Jetis, Pasar Sapi Pasar modern: Toko Niki, Toko Sumber Jaya, Superindo, dsb

Warung/kios: tersebar di Kota Salatiga Pedagang keliling

Getasan Kopeng Bandungan

(12)

24

adalah penataan lapak pedagang Pasar Pagi, yang dipindahkan di Jalan Jendral Sudirman dengan jarak antar lapak pedagang lebih dari 1 meter, dan perintah untuk memenuhi protokol kesehatan. Aparat pemerintah melakukan pengawasan untuk menegakkan protokol kesehatan, dalam rangka mencegah penyebaran Covid 19. Penataan lapak pedagang seperti itu menjadi viral dan memperoleh penghargaan baik dari masyarakat, media masa maupun pemerintah pusat.

Selain lapangan usaha pedagang eceran makanan, minuman dan tembakau lapangan usaha kedua yang banyak digeluti pedagang di Salatiga adalah perdagangan eceran perlengkapan rumah tangga (27,7%) serta peralatan informasi dan komunikasi (Tabel 3.4.). Produk-produk tersebut merupakan produk manufaktur yang siap pakai, termasuk bahan pangan olahan seperti gandum, tepung lainnya, gula dan sebagainya. Secara umum, produk-produk tersebut dapat dipetakan rantai pasoknya seperti pada Gambar 4.5. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pelaku rantai pasok produk manufaktur di hulu sederhana, namun proses distribusi di bagian hilircukup kompleks dam panjang. Di Salatiga masih dapat ditemukan pedagang besar, walau jumlahnya sedikit.

(13)

25

Gambar 4.5. Rantai pasok produk manufaktur di pasar Salatiga

Ketersediaan barang dagangan

Tabel 4.11. menunjukkan bahwa responden menilai ketersediaan barang dagangan di pasar di masa pandemi Covid 19 rata-rata menurun hingga 17,3% dalam kisaran 67% hingga 33%. Responden yang menilai ketersediaan barang dagangan sebelum masa pandemi Covid 19 hanya 3 orang, tetapi setelah pandemi Covid 19 menjadi 16 orang atau lima kali lipat, terutama untuk barang dagangan yang berasal dari daerah lain di dalam pulau Jawad dan yang berasal dari luar negeri (Tabel 4.12.). Sedangkan kemampuan responden dalam pengadaan barang dagangan rata-rata menurun 43,5% dalam kisaran 100% hingga 67% (tabel 4.11.). Hal itu menunjukkan bahwa kapasitas ketersediaan barang dagangan di pasar belum semuanya terserap, karena permintaan menurun lebih tajam dari 25% hingga 87% (Tabel 4.9.) dengan rata-rata 55% (lebih rendah dari

Industri Pengolahan Distribusi Penjualan eceran

Konsumsi Rumah tangga

Konsumsi industri

Pengolahan produk siap pakai, bahan baku dan penolong, dan peralatan/mesin Pergudangan Pengiriman Mencari pelanggan Mendistribusikan barang Menjual secara eceran Mengolah Mengkonsumsi Agen Perusahaan manufaktur Pedangan besar Pengecer Konsumen industri Konsumen Rumah tangga Pulau Jawa Indonesia

Jawa Tengah: Jawa Tengah: Salatiga:

Pasar tradisional: Pasar Raya I, Pasar Blauran, Pasar Sayangan, Pasar Jetis, Pasar Sapi Pasar modern: Superindo, Alfamart, Indomart, Toko Niki, Toko Sumber Jaya, dsb

(14)

26

ketersediaan dan pengadaan barang dagangan). Mengingat sebagian besar kelompok komoditas yang dijual oleh para pedagang adalah hasil pertanian dan olahannya, maka dampak beruntun ke arah hulu pada petani menjadi semakin berat karena mudah rusak dan harganya juga jatuh.

Tabel 4.11. Ketersediaan dan Pengadaan Bahan Baku

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Perubahan ketersediaan barang dagangan 62 -67% 33% -17.3% 21.4% Perubahan pengadaan barang dagangan 34 -100% 67% -43.5% 39.5% Valid N (listwise) 33

Tabel 4.12. Ketersediaan bahan baku sebelum Covid 19 menurut Ketersediaan bahan baku saat Covid 19 dan Sumber bahan baku

Sumber barang dagangan

Ketersediaan barang dagangan saat Covid 19 Total Sangat sedikit Sedikit Cukup Banyak Lokal Ketersediaan barang dagangan sebelum Covid 19 Sangat sedikit 1 0 0 1 Sedikit 2 0 0 2 Cukup 0 1 11 12 Banyak 0 2 4 6 Total 3 3 15 21 Sekitar Salatiga Ketersediaan barang dagangan sebelum Covid 19 Cukup 0 2 0 2 Banyak 2 1 1 4 Total 2 3 1 6

Sumber barang dagangan

Ketersediaan barang dagangan saat Covid 19 Total Sangat sedikit Sedikit Cukup Banyak Dalam propinsi Ketersediaan barang dagangan sebelum Covid 19 Sedikit 1 0 1 Cukup 5 1 6 Banyak 1 1 2 Sangat banyak 0 1 1 Total 7 3 10 Dalam pulau Ketersediaan barang dagangan sebelum Covid 19 Cukup 1 1 5 1 8 Banyak 0 0 3 1 4 Total 1 1 8 2 12

(15)

27

Lanjutan Tabel 4.12. Sumber barang dagangan

Ketersediaan barang dagangan saat Covid 19 Total Sangat sedikit Sedikit Cukup Banyak

Dalam negeri Ketersediaan barang dagangan sebelum Covid 19 Cukup 3 6 0 9 Banyak 0 1 1 2 Total 3 7 1 11 Luar negeri Ketersediaan barang dagangan sebelum Covid 19 Cukup 1 1 2 Total 1 1 2 Total Ketersediaan barang dagangan sebelum Covid 19 Sangat sedikit 1 0 0 0 1 Sedikit 2 1 0 0 3 Cukup 2 10 26 1 39 Banyak 0 5 10 3 18 Sangat banyak 0 0 1 0 1 Total 5 16 37 4 62

4.6 Pelaksanaan Protokol Kesehatan di Masa Pandemi Covid 19

Protokol kesehatan untuk melawan penyebaran virus di masa pandemi Covid 19 yang dilihat dalam penelitian ini adalah pembatasan aktivitas usaha yang diukur dengan jam buka usaha, penyediaan alat cuci tangan, frekuensi cuci tangan, jaga jarak antar orang dalam pertemuan langsung dan penggunaan alat pelindung diri (APD). Pada mulanya sebagian besar pedagang bekerja penuh setiap hari, namun pada masa pandemi Covid 19 ada 7,7% yang mengurangi jam buka menjadi setengah hari (Tabel 4.13.) dan membayar upah secara proporsional. Responden yang masih bertahan dalam bekerja penuh waktu dalam satu shift setiap hari mencapai 81,5% dan dalam dua shift 10,8%.

Tabel 4.13. Jam kerja usaha di masa Covid 19

Jam kerja usaha di masa Covid 19 Total

Buka tiap hari, untuk bekerja setengah hari

Buka tiap hari, untuk bekerja 1 shift / sehari

Buka tiap hari, untuk dua shift bergantian

Total 5 53 7 65

(16)

28

Pelaksanaan jaga jarak tergantung pada cara berhubungan apakah langsung atau tidak langsung dan juga tergantung apakah bekerja sendiri atau bersama orang lain. Tabel 4.14. menunjukkan bahwa sebagian besar responden (52,3%) bekerja bersama langsung tatap muka dengan karyawannya, separoh menjaga jarak sejauh 1 meter dan separoh lebih dari 1 meter (Tabel 4.15.). Pedagang yang bekerja dari rumah (work from home) menggunakan media telepon dan media sosial untuk berhubungan dengan karyawannya (10,5%).

Tabel 4.14. Cara berhubungan dg karyawan

Frequency Percent

Valid Langsung, tatap muka 34 52.3

Tidak langsung, menggunakan telepon 2 3.1 Tidak langsung, dengan media sosial 2 3.1

Total 38 58.5

Bekerja sendiri 27 41.5

Total 65 100.0

Tabel 4.15. Jarak hubungan langsung dg karyawan Jarak hubungan langsung dengan karyawan

Total

1 meter 1 meter lebih

Jumlah 17 16 33

Precentage 51,5% 48,5% 100%

Dalam masa pandemi Covid 19, Gambar 4.6. menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang masih memilih cara berhubungan langsung dengan pelanggan (78%), sisanya menggunakan media sosial kemudian dikombinasi dengan telepon dan internet (17%). Dalam berhubungan dengan pelanggan, pada umumnya menjaga jarak 1 meter.Mengingat uang kertas maupun uang logam dapat mentransmisikan Covid 19, maka baik pedagang maupun pelanggan yang sadar akan hal tersebut cenderung berhati-hati menggunakan alat pembayaran itu. Gambar 4.7. menunjukkan bahwa sebagian besar (70%) pedagang masih menggunakan uang kertas dan logam ditambah dengan 12% yang mengkombinasikan dengan uang plastik (e-money) dalam bertransaksi dalam pertemuan langsung tatap muka dengan pelanggan maupun pemasok. Sisanya menggunakan fasilitas transfer bank dengan ATM ataupun e-banking dalam proses pembayaran.

(17)

29

Di masa pandemi Covid 19, sepertiga pedagang yang dijadikan responden melakukan hubungan secara intensif dengan aparat pemerintah, terutama untuk pengawasan penerapan protokol kesehatan. Gambar 4.8. menunjukkan bahwa separoh (50%) diantara pedagang yang berhubungan dengan apparat pemerintah melakukannya secara langsung tatap muka dan sisanya dikombinasi dengan cara tidak langsung melalui berbagai media.

Langsung, tatap muka

78% Tidak langsung,

dengan media sosial 5%

Langsung dan tidak langsung, dengan

berbagai media 17%

GAMBAR 4.6. CARA BERHUBUNGAN DENGAN PELANGGAN

Alat pembayaran 0%

Uang kertas dan logam

70% Uang plastik

2% uang kertas dan

uang plastik 14% ATM 3% E-banking 13%

(18)

30

Diantara 65 pedagang yang diteliti 63 (97%) memberi informasi penyediaan alat cuci tangan (Gambar 4.9.). Semuanya penggunaan APD untuk memenuhi protokol kesehatan di masa pandemi Covid 19, yang pada umumnya berupa masker (Gambar 4.10.). Hanya satu yang menggunakan face shield. Secara keseluruhan, para pedagang yang menjadi responden sadar akan ancaman Covid 19 dan berusaha memenuhi protokol kesehatan. Bahkan dalam praktek di lapangan, ketika penelitian berlangsung, para pedagang tidak mudah menerima tamu yang secara langsung tatap muka dengannya untuk menghindari paparan virus. Ada juga yang merasa tertekan secara psikologis sehingga menolak diajak bicara tentang dampak ekonomi dan sosial. Kondisi tersebut perlu diperhatikan oleh aparat pemerintah untuk digunakan sebagai dasar mengambil kebijakan strategis maupun operasional dalam memberikan pelayanan publiknya dalam memitigasi dampak pandemi Covid terhadap ketahanan ekonomi masyarakat.

0% 20% 40% 60% Langsung, tatap muka Tidak langsung, menggunakan telepon Tidak langsung, dengan media sosial Langsung dan tidak langsung, dengan berbagai media 50% 13% 21% 17% Gambar 4.8. Cara berhubungan dengan aparat pemerintah

M E N Y E D I A K A N T I D A K A D A D A T A 97% 3% G A M B A R 4 . 9 . P E N Y E D I A A N A L A T C U C I T A N G A N 98,5% 1,5% 0 20 40 60 80 100 120 Masker Face shield

GAMBAR 4.10. ALAT PELINDUNG DIRI YANG DIGUNAKAN

(19)

31

4.7 Hambatan, Peluang dan Saran

Hambatan dan peluang dalam kelangsungan usaha di masa pandemi Covid 19 serta saran kebijakan pada pemerintah juga digali dari para responden. Pada Gambar 4.11. ditunjukkan bahwa penurunan permintaan merupakan hambatan utama (51%) dalam usaha perdagangan yang dijalankan responden. Penurunan permintaan dipicu oleh penurunan daya beli dan perubahan pola konsumsi,ketika semua orang harus menjalani protokol Kesehatan. Akibat dari penurunan permintaan konsumen adalah penurunan pendapatan pedagang, dan ini yang lebih dirasakan sebagai hambatan oleh 31% responden. Rangkaian peristiwa penurunan permintaan dan pendapatan ini mendominasi (82%) permasalahan yang menghambat kelangsungan hidup usaha di masa pandemi Covid 19, karena membuat perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan. Hambatan lain yang dirasakan oleh responden adalah kesulitan mendapatkan bahan baku, terutama yang didatangkan dari luar kota dan luar negeri. Hal ini terkait dengan hambatan transportasi dan distribusi di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Ibu Kota dan beberapa daerah lain yang menjadi sumber bahan baku. Hambatan lain terkait dengan pemabatasan jam kerja, penerimaan uang kas yang tidak aman dari penyebaran virus.

(20)

32

Selain menghadirkan hambatan, pandemi Covid 19 juga dinilai mendatangkan peluang usaha oleh 28 orang responden (Tabel 4.16.). Pada intinya ada dua peluang strategis yang dilihat dan dimanfaatkan oleh responden di masa pandemi Covid 19, pertama jenis komoditas yang dibutuhkan masyarakat (APD dan pangan) dan kedua pemanfaatan teknololigi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memasarkan barang dagangannya. Ada 10 pedagang yang menambahkan APD dalam barang dagangannya. Sedangkan pedagang yang menggunakan TIK untuk melakukan promosi dan penjualan secara online, baik menggunakan media sosial maupun bergabung dengan media market place mencapai 17 pedagang.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 5% 51% 31% 3% 3% 2% 2% 2% 2%

(21)

33

Tabel 4.16.Peluang pengembangan usaha di masa Covid 19

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak melihat peluang 19 29.2 40.4 40.4

Peluang usaha: jual APD, produk2 pertanian dan makanan

10 15.4 21.3 61.7

penjualan online & delivery order 11 16.9 23.4 85.1

Menerapkan sosial distancing 1 1.5 2.1 87.2

Promosi secara online 3 4.6 6.4 93.6

Kerjasama merek dagang dengan ojek online

3 4.6 6.4 100.0

Total 47 72.3 100.0

Missing System 18 27.7

Total 65 100.0

Diantara 65 pedagang yang diteliti, 20 orang memberikan saran kepada pengambil kebijakan. Usulan yang paling banyak diajukan untuk memitigasi dampak pandemi Covid 19 adalah agar pemerintah merumuskan kebijakan yang pro rakyat yang meringankan beban-beban ekonomi dan keuangan yang mengganggu kesejahteraan masyarakat (Gambar 4.12.). Untuk itu, usulan praktisnya adalah membuat kebijakan yang komprehensif untuk memberi kebebasan pada masyarakat menjalankan aktivitas usahanya, aktivitas kantor dan sekolah dengan pengawasan yang ketat terhadap kepatuhan menjalankan protokol kesehatan.

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%

Kebijakan yang pro rakyat, keringanan ekonomi, keuangan,

buka usaha dan kesejahteraan

masyarakat

Kebijakan mengatasi pandemi agar lekas

selesai, disertai pengawasan ketat

Kebijakan untuk mengijinkan aktivitas

kantor dan sekolah

Kebijakan komprehensif, yang disosialsasikan, diterapkan, diawasi dan ditegakkan 40% 35% 5% 20% Gambar 4.12. Saran pada pengambil kebijakan

Gambar

Tabel 4.1. Hasil Regresi
Tabel 4.1 Hasil Regresi Berdasarkan Jenis Komoditas
Tabel 3 menunjukkan bahwa responden pengguna tenaga kerja upahan menurun dari 38  (41,5%) menjadi 42 (35,4%)
Tabel 4.5. Jumlah Tenaga Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sampel yang digunakan adalah produk suplemen kesehatan yang tersedia di salah satu apotek di Surakarta pada 3 bulan sebelum pandemi COVID-19 dan 3 bulan awal pandemi

Tabel 4.6 Penghasilan Saat Ini Jika Dibandingkan dengan Penghasilan Per Bulan Sebelum Masa Pandemi Berdasarkan Sektor Pekerjaan Utama Pada Masa Pandemi COVID-19 (Survei 1)

Tingkat angka kemiskinan diperkirakan menurun, akan tetapi proporsi orang yang rentan (tanpa jaminan ekonomi) akan meningkat pesat. Pada masa pandemi Covid-19, sektor

Menurut Subardhini (2016) ciri-ciri seseorang mengalami trauma, yaitu: 1) terdapat perubahan yang sangat mendadak, sering dalam bentuk kehilangan; 2) sangat

Pada masa pandemi Covid-19, pemenuhan fasilitas untuk menunjang pencegahan dan pengendalian infeksi Covid- 19 harus dilakukan terutama dengan menyediakan fasilitas

Abstract: Wisata Pantai di Desa Ketapang Raya adalah salah satu sumber pendapatan masyarakat sebelum adanya pandemi Covid-19. Namun, setelah adanya pandemi Covid-19 sektor

selanjutnya disingkat SIK Perekam Medis adalah bukti tertulis yang diberikan untuk menjalankan pekerjaan rekam medis dan informasi kesehatan pada fasilitas pelayanan

Terdapat kondisi overvalued yang nyata pada saat sebelum pandemi covid-19 untuk 5 saham yang menjadi sample penelitian dan ditengah pandemi covid-19 mayoritas