• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

14

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1

Customer Relationship Management

Definisi dari CRM (Customer Relationship Management) adalah proses dari beberapa tahapan yang terdiri dari Indentifikasi, akuisisi, retensi dan pengembangan customer yang memberikan kontribusi yang besar kepada perusahaan dengan cara memfokuskan strateginya yaitu dengan cara menjaga hubungan dengan customer secara efektif dan efisien sehingga hubungan tersebut menjadi hubungan seumur hidup “lifetime value” yang menguntungkan. CRM sendiri bukanlah sebuah konsep, melainkan sebuah perubahan paradigma bagi perusahaan-perusahaan dimana CRM itu sebagai pola hidup yang bertujuan untuk mengajak customernya menjadi partner dalam perusahaan tersebut dan berkembang untuk mendapatkan keuntungan bersama.

Integrated Marketing Communication menurut The American Association of Advertising Agencies (dalam O’Malley dan Patterson, 2005) mendefinisikan sebagai konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang memberikan nilai tambah pada strategi komunikasi yang melibatkan kegiatan sales promotion, periklanan, public relations, direct response yang dipadukan untuk menghasilkan dampak komunikasi yang berarti.

(2)

14

Menurut Skolnik tentang Integrated Marketing (dalam O’Malley dan Patterson, 2005), terdapat empat isu kritikal dalam menerapkan IMC, yakni:

1). Pelanggan makin banyak pilihan dan tuntutannya semakin tinggi. Mereka mempunyai banyak akses ke berbagai produk, memiliki banyak sumber informasi, dan channel untuk membeli,

2). Pasar berubah dari pendekatan "inside-out" marketing menjadi "outside-in" planning sebagai basis CRM dalam mengetahui kebutuhan pelanggan.

3). Para praktis pemasaran harus mengubah mind-set dari "inilah produk/jasa yang akan saya jual, bagaimana memasarkannya" menjadi `inilah yang diinginkan konsumen, bagaimana saya menunjukannya",

4). Perusahaan harus menyadari bahwa pesan yang terpadu harus dihasilkan oleh perusahaan yang terpadu. Jadi persoalannya adalah bagaimana mengkomunikasikan suatu produk kepada pelanggan dan konsumen potensial.

Menurut Kotler (1997), cara terbaik untuk mempertahankan pelanggan adalah dengan memberikan tingkat kepuasan yang tinggi kepada pelanggan. Kepuasan pelanggan akan membangun loyalitas yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Perusahaan-perusahaan sekarang berusaha untuk lebih memperhatikan hubungan yang timbul dari proses pemasaran yang berkelanjutan dalam rangka mempertahankan pelanggan (Customer Relationship Marketing).

(3)

14

Tujuan utama dari kepuasan pelanggan adalah untuk membangun dan memperbaiki loyalitas pelanggan serta mempertahankan pelanggan yang ada. Kotler (1997) menjelaskan bahwa pandangan ini timbul dengan alasan-alasan berikut:

1. Aset perusahaan tidak ada nilainya tanpa adanya pelanggan.

2. Tugas utama perusahaan adalah untuk menarik dan mempertahankan pelanggan. 3. Pelanggan tertarik dengan penawaran yang lebih baik dari pesaing dan akan tetap

menggunakan produknya bila merasa puas akan pelayanan yang diberikan.

4. Tugas pemasaran adalah mengembangkan penawaran yang lebih baik, serta memuaskan pelanggan.

5. Kepuasan pelanggan tergantung dari dukungan bagian-bagian lain.

6. Pemasaran perlu mengajak seluruh bagian tersebut untuk bekerjasama untuk memuaskan pelanggan.

Kepuasan pelanggan ini sangat dipengaruhi oleh perilaku pengambilan keputusan untuk membeli dan pembelian kembali produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Oleh sebab itu kepuasan pelanggan harus dilihat dalam proses pengambilan keputusan oleh pelanggan secara keseluruhan. Customer Relationship Management (CRM) adalah kolaborasi dengan setiap konsumen, sehingga mampu untuk menciptakan situasi win-win solution dengan meningkatkan nilai dari kehidupan konsumen setiap harinya dan sebagai gantinya menciptakan loyalitas. Perangkat CRM yang memungkinkan terjadinya dialog untuk membangun pengetahuan tentang kebutuhan konsumen dan menciptakan peluang menuju

(4)

14

customization yang menguntungkan dengan adanya call center. Call center harus dikelola sebagai perangkat:

1. Untuk meningkatkan pendapatan. 2. Menghemat biaya pemasaran.

3. Mengakumulasi pengetahuan tentang konsumen.

Selanjutnya, agar dapat membantu bisnis menuju hubungan one to one, call center harus dinilai berdasarkan:

1. Identifikasi konsumen melalui bantuan teknologi, maka perusahaan harus dapat mengenali konsumen sedini mungkin, sehingga telepon representative dapat: a. Menyapa konsumen secara lebih pribadi dan tdak perlu bertanya lagi

mengenai siapa si penelepon, berapa nomor rekeningnya.

b. Memberikan informasi berdasarkan pembelajaran sebelumnya (data historis mengenai apa yang biasa ditanyakan dan masalh terakhir dari konsumen yang belum terselesaikan)

2. Differensiasi konsumen: dapat membedakan tingkat pelayanan yang diberikan berdasarkan identitasnya (profit grouping, alasan menelepon terakhir kali dan kebutuhannya). Most Valuable Customer dilayani oleh TSR yang lebih senior dan telah dilatih sesuai spesifikasi yang dilayani, sehingga lebih terbiasa menghadapi maslaah yang sering terjadi pada segmen tersebut. Call center memungkinkan TSR untuk menawarkan solusi servis yang berbeda-beda.

(5)

14

3. Interaksi konsumen: membuat kluster dari konsumen sejenis, menentukan informasi tambahan apa yang dibutuhkan untuk memungkinkan formulasi dari penawran yang lebih spesifik untuk kluster tersebut.

4. Customization konsumen: menggunakan prinsip mass customzation, dimana deskripsi konsumen disimpan serta perilaku konsumen dibuat profilnya dan komponen servis modular dikonfigurasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang berada di portfolio yang sama. Dalam hal ini, staff pemasaran yang bertugas mengidentifikasikan dan memenuhi kebutuhan konsumen secara rutin mendengarkan pembicaraan antara konsumen dengan TSR, karena seringkali TSR lebih memiliki pengetahuan tentang konsumen dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian kuantitatif.

Memperoleh informasi langsung dari pelanggan merupakan hal yang terpenting pada saat melakukan pengukuran mengenai sejauhmana perusahaan telah berhasil memberikan kepuasan pelanggan. Dalam hal ini, untuk memperoleh gambaran yang lengkap mengenai posisi perushaan dalam persaingan memberikan kepuasan pelanggan, perushaaan perlu mengumpulkan informsi dengan melakukan perbandingan terhadap pesaingnya.

(6)

14

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui sejauh mana telah berhasil memuaskan pelanggannya:

1. Sistem penangan keluhan.

Perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan akan membaut sistem yang memudahkan pelanggan untuk menyampaikan keluhan dan sarannya terhadap perusahaan tersebut. Cara yang dilakukan antara lain dengan menggunakan kotak saran dan keluhan, menyediakan angket mengenai saran dan keluhan pelanggan, serta menyediakan angket mengenai saran dan keluhan pelanggan, serta menyediakan nomor telepon bebas pulsa untuk menyampaikan keluhan dan saran. Dalam hal ini, perusahaan membentuk arus informasi untuk mengelola keluhan dan saran dari pelanggan, sehingga menjadi ide menarik untuk mengatasi permasalahan dan menciptakan produk baru untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

2. Input dari pelanggan melalui staff perusahaan.

Metode ini dilakukan dengan mengadakan wawancara secara tatap muka ataupun melalui telepon, yang dilakukan oleh staff perusahaan, misalnya staff bagian penjualan. Wawancara seperti ini seringkali dilakukan secara informal tanpa menggunakan kuesioner terstruktur.

3. Dewan penasehat pelanggan dan kelompok diskusi kualitatif pelanggan

Metode ini dilakukan dengan cara mengundang para pelanggan untuk berpartisipasi dalam dewan penasehat pelanggan atau dalam kelompok diskusi untuk mengumpulkan informasi mengenai kepuasan pelanggan.

(7)

14 4. Benchmarking

Kelipatan ini melakukan perbandingan dengan perusahaan yang dianggap sebagai yang terbaik dibidangnya.

5. Ghost Shopping

Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) unutk berperan atau bersikap sebagai pelanggan atau pembeli potensial. Ghost shopper tersebut menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk dari pengamatannya terhadap cara perusahaan maupun pesaing menjawab pertanyaan dan menangani setiap keluhan.

6. Lost customer analysis.

Perusahaan berusaha menghubungi pelanggan yang telah berhenti membeli dan beralih ke pesaing, guna memperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Kegiatan ini bermanfaat bagi perusahaan untuk mengembangkan strategi memenangkan pelanggan itu kembali dan meningkatkan kepuasan dan loyalitas lainnya.

7. Penelitian kuantitatif kepuasan pelanggan.

Metode ini memberikan hasil dengan tingkat representatif yang lebih tinggi dan lebih dapat dipercaya. Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus memberikan citra positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap pelanggannya.

(8)

14

Melakukan pengukuran kepuasan pelanggan, maka hasil yang diperoleh akan memberikan peluang kepada perusahaan untuk:

1. Pengembangan produk baru.

2. Melakukan peningkatan produk yang sudah ada. 3. Melakukan peningkatan dalam proses produksi.

4. Melakukan peningkatan dalam pemberian layanan jasa produksi.

Terdapat empat kritikan terhadap penelitian kepuasan pelanggan yang menjelaskan mengapa perusahaan yang memiliki tingkat kepuasan yang tinggi tetap berpotensi unutk kehilangan pelanggannya:

1. Penelitian kepuasan pelanggan hanya berfokus pada apakah kebutuhan saat ini terpenuhi, tetapi gagal untuk mengetahui kebutuhan pelanggan di masa mendatang.

2. Penelitian kepuasaan pelanggan cenderung berfokus pada keluhan yang terdaftar, atribut umum dan melupakan elemen-elemen operasional yang lebih penting. 3. Penelitian kepuasan pelanggan seringkali tidak mengikutsertakan karyawan

perusahaan dalam proses surveinya. Padahal pegawai merupakan pelanggan internal yang seringkali memberikan sumbangan saran berharga untuk meningkatkan operasi perusahaan , sehingga persepsi pegawai mengenai sistem penyampain nilai juga perlu dibandingkan dengan persepsi pelanggan yang akan memberikan umpan balik kepada pegawai mengenai kinerja perusahaan.

(9)

14

4. Perusahaan seringkali menganggap bahwa pelangggan tidak mengetahui apa yang mereka inginkan, sehingga pelanggan seringkali ditinggalkan, terutama bila berhubungan dengan pengembangan produk baru.

2.2 Relationship Benefits

Relationship benefits didefinisikan sebagai suatu penyatuan atau pertukaran kepercayaan dalam suatu mitra dengan mitra yang lain. Hal ini adalah indikasi yang sangat penting untuk memaksimalkan dan menjaga hubungan yang berkelanjutan pada usaha tersebut. Peneliti lain juga mengungkapkan bahwa relationship benefits adalah keuntungan yang mungkin dirasakan oleh pelanggan karena telah menjadi pelanggan lama. Arantola (2003: 72) mengidentifikasi 3 keuntungan dari menjadi pelanggan lama yaitu:

1). Keuntungan moneter (misalnya diskon, dan pemberian cuma-cuma), 2). Soft reward (service lebih cepat, undangan seminar dan perlakuan khusus), 3). Pengakuan (rasa nyaman, aman, dan keuntungan sosial).

Literatur dari relationship benefits pada saat ini semakin berkembang dan semakin disadari oleh banyak pihak bahwa pengertian akan benefits dari relationship dari perspektif konsumen adalah sama pentingnya dengan pengertian dari perspektif perusahaan. Pada tahun 1990 para peneliti terkemuka membuat penelitian lanjutan untuk memulai membangun gambaran secara komprehensif mengapa konsumen termotivasi untuk tetap dalam elationship. Keuntungan-keuntungan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan dari remaining in relationship menimbulkan

(10)

14

pertanyaan akan apa, jika ada, apakah keuntungan yang dirasakan konsumen, mereka dapatkan ketika mereka terikat dengan satu service provider? (Hennig- Hrau et al, 2002; Gwinner et al, 1998; Patterson and Smith, 2001 Reynolds and Beatty, 1999).

Gwinner et al’s (1998) yang melanjutkan penelitian Barnes (1997) sebelumnya, yang mana oleh Gwinner et al’s dikembangkan tipologi dari relational benefits yang didukung dengan penelitian secara empiris. Dimana berdasarkan penelitian ini relational benefits meliputi:

1). Confidence benefits, yang merujuk pada persepsi dari berkurangnya keinginan dan kenyamanan dalam mengetahui apa yang diharapkan dalam sebuah service encounter,

2). Social benefits, yang berkenaan dengan emotional part dari relationship dan dapat dikarakteristikkan melalui pengenalan pribadi konsumen oleh karyawan,

3). Konsumen memiliki keakraban dengan para karyawan, dan menciptakan persahabatan antara konsumen dan karyawan; dan keuntungan mendapatkan pelayanan yang khusus, dalam hal ini bentuk relational yang didapatkan adalah potongan harga, pelayanan yang lebih cepat atau pelayanan tambahan secara individual.

Maka relational benefits itu adalah keuntungan diatas dan atau melebihi dari pelayanan yang seharusnya diberikan. Patterson dan Smith (2001), emudian memperluas lagi penelitian ke dalam konteks Asia Tenggara dan menemukan persamaan dalam tiga relational benefits. Maka Patterson dan Smith (2001)

(11)

14

berpendapat bahwa “konsumen dari service, terlepas dari kebudayaannya, menempatkan nilai yang tinggi atas relational benefits yang mana dapat melebihi dan diatas standar kepuasaan dari pelayanan yang semestinya.”

Kemudian (Hennig- hurau et al, 2002) menguji relational benefits kedalam penggabungan model yang meliputi service quality dan loyalty constructs (word of mouth dan strength of relationship), meskipun secara khusus benefits ini hanya memiliki pengaruh yang tidak langsung.

Jelaslah disini bahwa benefits yang didapatkan oleh konsumen dari relationship adalah penting baik dalam masa dimana dampaknya berlawanan dengan kebudayaan maupun dampak dari hasil yang didapatkan dari relationship yang kuat. Pada penelitian ini, pengujian relational benefits dalam konteks internet akan terlihat lebih penting. Pertumbuhan yang luar biasa dari penggunaan internet, contohnya Canada, South Korea, Sweden, New Zealand, UK, dan kesempatan yang diberikan melalui internet untuk berkomunikasi dengan konsumen adalah dua contoh mengapa masalah ini menjadi penting untuk diteliti.

Relationship benefits lebih merujuk pada persepsi konsumen dari kewajiban moral bank untuk memberikan dukungan untuk membantu mengatasi sementara kesulitan keuangan. Yang semuanya itu dapat diselesaikan melalui beberapa cara, contohnya: mengurangi biaya transaksi, mengurangi ketidakpastian dengan komunikasi yang efektif dan melalui pemberian masukan dari ahli secara gratis.

Internet adalah kunci untuk membangun relationship dan selanjutnya dapat dikatakan “Web based technologies memberikan tingkat hubungan yang konsisten

(12)

14

dengan dynamic relationship yang natural dan pertukaran yang terus menerus pada relationship marketing yang sebenarnya” Pada dasarnya, internet memberikan sebuah sinergi antara fungsi dari internet itu sendiri dan implementasi dari relationship marketing. Sinergi yang ada, atau potensi untuk mengembangkan relationship melalui internet, telah menjadi subjek pekerjaan para peneliti, “kemampuan untuk menggunakan internet dalam relationship marketing telah dikembangkan dari awal karena kemajuan dalam teknologi adalah fasilitas dari proses penggunaan dan pelaksanaan relationship dengan masing –masing konsumen”.

Berdasarkan pertumbuhan internet dan kesinergian fungsinya dengan relationship marketing, adalah jelas bahwa internet penggunaannya akan meluas dalam pembentukan dan pemeliharaan relationship marketing,. Kemampuan teknologi dan internet sekarang ini, yang digunakan untuk memfasilitasi hubungan dan komunikasi telah diperkenalkan sebagai penghubung untuk managing relationship. Dua pendapat kunci dari relationship, yaitu” Kelanjutan jangka panjang dari relationship melalui hubungan yang berulang dan fasilitas untuk percakapan dan pertukaran informasi dua arah yang berarti antara masing-masing individu konsumen dan perusahaan”. Internet memberikan atau menyediakan hubungan dan percakapan timbal balik, atau komunikasi secara langsung dan oleh karena itu, terdapat kaitan yang kuat antara fungsi dari internet dan implementasi CRM.

Konteks yang digunakan pada penelitian ini adalah perbankan, hal tersebut dikarenakan berbagai alasan, pertama, perbankan dikenal sebagai industry dimana internet dan IT memiliki potensi untuk merubah industri secara keseluruhan, terutama

(13)

14

dalam bentuk perbankan yang melalui internet dapat memantau cabang-cabangnya, kedua, perbankan dipilih dikarenakan besar kemungkinan dapat membantu mengembangkan hubungan dengan konsumen. Ketiga, dalam hal memiliki perbandingan yang valid antara internet dan traditional relationship, perbedaan dimasing-masing variable harus diminimalkan. Perbankan adalah industri dimana terdapat tingkatan yang tinggi untuk menyeragamkan fungsi bahwa kantor cabang dan internet dapat melengkapi pelayanannya kepada konsumen, sehingga perbedaan antara internet dan contoh tradisionalnya (dalam bentuk fungsi pelayanan) lebih minim.

2.3 Switching Costs

Para praktisi dan mahasiswa switching costs membuahkan hasil relationship yang menguntungkan bagi kedua pihak. Dalam literature dikemukakan bahwa dengan melakukan relationship didalam area marketing telah melakukan penelitian mengenai switching behaviour dalam buyer-seller relationship. Mereka bependapat bahwa customer switching costs menuntun customer retention yang lebih baik dan juga dapat memberikan keuntungan kepada perusahaan supplier. Sehingga perlu dicatat bahwa customer switching costs mungkin dapat menjadi kekuatan pasar, memberikan perusahaan dengan keuntungan yang signifikan ketika berhadapan dengan kompetitor baru,. Perusahaan dapat mengontrol tingkat switching costs.

Switching costs sebagai biaya yang telah dikeluarkan konsumen ketika mereka melakukan pergantian vendors. Dari hasil penelitian dijelaskan bahwa dalam

(14)

14

mempertimbangkan kemungkinan melakukan pertukaran dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya, konsumen relatif akan mempertimbangkan switching costs sebagai pilihan yang tersedia. Selanjutnya Porter (2006), mendefinisikan switching costs sebagai biaya menghadapi pembeli yang berpindah dari supplier produk yang satu ke yang lainnya. Atau switching costs dapat juga merujuk kepada waktu dan usaha psikologis yang dikaitkan dalam menghadapi ketidak pastian hubungan dengan service provider yang baru.

Sedangkan menurut (Burnham et al, 2003), pada beberapa kasus, meskipun jika konsumen sangat tidak puas dengan relationship, mereka tidak menggantinya dengan supplier lain. Biasanya ini terjadi ketika switching costs terlalu tinggi bagi konsumen. Oleh sebeab itu, jika perusahaan mampu mengendalikan switching costs, masih tetap dapat mempertahankan konsumennya meskipun kepuasan yang diberikan menjadi lebih rendah.

Klemperer (2006), menyatakan bahwa setidaknya terdapat tiga tipe switching cost:

1). Transaction cost

Transaction cost adalah biaya dari konsumen yang kecewa dengan service provider yang ada dan menemukan service provider yang baru. Sebagai contoh, dua bank mungkin akan menawarkan rekening yang sama, tetapi biaya transaksi terlalu tinggi dalam penutupan rekening dengan satu bank dan membuka rekening lainnya dengan bank competitor.

(15)

14 2). Learning cost

Learning cost seperti biaya dari switching kepada brand baru dari computer atau makanan setelah mempelajari menggunakan merek lain.

3). Artificial or contractual cost.

Artificial or contractual cost, seperti kupon untuk pembelian kembali dan program frequent flyer yaitu menghadiahi konsumen untuk kembali melakukan perjalanan dengan menggunakan airline yang sama.

Kemudian (Burnham et al, 2003), mengembangkan tipologi dari switching cost yaitu:

1). Procedural dari switching cost. 2). Financial switching cost

3). Relational cost.

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Dwyer (2003), bahwa ketika setiap kali mengembangkan sebuah relationship, kedua kelompok belajar menumbuhkan pengalaman dan rasa saling percaya satu sama lainnya. Akibatnya, mereka mungkin dapat secara bertahap meningkatkan komitmen mereka melalui investasi produk, proses, atau konsumen diberikan relationship yang istimewa. Konsumen dapat meningkatkan investasi pendapatannya kedalam relationship dan otomatis akan meningkatkan switching costs dan kepercayaannya terhadap supplier. Maka dari itu disarankan, untuk mengantisipasi switching costs konsumen yang tinggi maka diberikan tambahan atas keinginan konsumen dalam mempertahankan kualitas dari relationship. Switching costs yang tinggi diantisipasi dengan membawa relationship

(16)

14

terus menerus untuk dijadikan gambaran yang penting, untuk menghasilkan komitmen kepada sebuah relationship.

Banyak literature yang mengasumsikan bahwa suatu pihak yang berusaha untuk mengakhiri suatu hubungan akan berusaha mencari alternative lain, sebagai akibat ketidakpuasan dari suatu produk yang dikonsumsi. Switching costs dideskripsikan sebagai suatu cara untuk memberikan hambatan kepada konsumen untuk melakukan intention to switch atau dapat juga dikatakan sebagai investasi yang sukar untuk ditarik kembali. Untuk mengantisipasi switching costs yang tinggi, biasanya konsumen sangat tertarik dengan adanya kaitan erat antara konsumen dan produsen (Dwyer et al.,1999).

Switching costs adalah ragam hasil dari model multi dimensional dari karakteristik switching behaviour yang telah di uraikan. Menurut Epling (2002), model switching behaviour memiliki pengertian yang mendalam mengenai cakupan diferensial harga yang dapat mendukung perusahan untuk bertahan. Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa switching barriers merupakan faktor yang dipertimbangkan konsumen untuk melakukan switching produk. Berbagai tipe dari switching barriers akan memberikan dampak pada kepuasan konsumen, repurchase intention, attitudinal loyalty.

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk memahami mekanisme yang mengasosiasikan intention to switch yang mengambil sample konsumen yang mengkonsumsi produk atau jasa, dijelaskan oleh (Crosby and Stephens; Jones; Rust et al.; Singh, dalam O’Malley dan Patterson, 2005).

(17)

14

Selain satisfaction sebagai elemen yang dapat menentukan konsumen intention to switch, dapat juga dipengaruhi oleh hambatan psychological dan non-psychological yang konsumen hadapi, yaitu kemampuan suatu produk mempengaruhi tanggapan konsumen.

Didalam penelitian lain mengungkapkan bahwa dengan menggunakan incentive tertentu yang diberikan kepada konsumen dapat mengurangi keinginan konsumen untuk melakukan switching terhadap suatu. Adanya beberapa variasi perubahan dalam suatu produk serta perubahan karakter dari produk tersebut, memainkan peranan penting didalam decision switch konsumen. Switching cost dapat juga memberikan andil dalam decision switch konsumen, menurut Kim (2006).

Sebagai perluasan dari penelitian sebelumnya mengenai switching costs pada model oligopoly, diasumsikan bahwa penekanan biaya sangat berbeda dengan switching costs, didalam decision to switch produk atau jasa dapat dilihat dari pengaruh yang tidak competitive yang dihasilkan dari produk atau jasa yang dikonsumsi.

Dalam penelitian lain yang mengkaji switching decisions konsumen gas di Inggris mengungkapkan bahwa biaya sebagai salah satu faktor pertimbangan konsumen yang paling mempengaruhi decision to switch konsumen. Pada penelitian yang menggunakan metodologi yang sama pada sembilan produk yang berbeda di Belanda, mengungkapkan bahwa biaya merupakan salah satu faktor yang tidak memiliki efek signifikan didalam switching. Pada penelitan yang menggunakan

(18)

14

sample konsumen elektronik di Swedia dengan menggunakan model switching decision yang dikembangkan oleh.

Diferensiasi didalam switching behaviour adalah merupakan fasilitator diskriminasi harga. Model switching behaviour dikembangkan dalam upaya untuk memahami heterogenitas dari switching cost diantara konsumen, serta untuk memahami faktor – faktor yang mempengaruhi decisions to switch konsumen, dikembangkan oleh Epling (2002).

Decision switch adalah tanggapan konsumen terhadap ketidakinginan untuk tidak melanjutkan hubungan atau transaksi dengan produsen dimasa yang akan datang , akibat kekecewaan yang dirasakan konsumen. Jadi dapat ditarik suatu kesimpulan adanya pengaruh antara behavioural responses dengan decision switch.

2.4 Customer Skill

Perhatian terfokus pada area kunci dalam pergantian usaha skala besar, dimana input akan memiliki dampak yang paling cepat dan hasil terbesar, dan selalu menjadi sebuah tantangan.

Dari hasil sebuah survey, faktor-faktor dalam organisasi yang memiliki pengaruh yang signifikan pada tingkat customer skills dalam sebuah perbankan adalah:

1). Management practices, 2). Systems,

(19)

14

Terdapat hubungan yang positif yang cukup kuat antara perubahan dalan setiap faktornya dan tingkat customer skill. Sebagai bahan penilaian management practices, systems dan job/skills match dirubah, begitupun dengan penilaian customer skills. Dengan kata lain, banyak manager terinspirasi, ikut berpartisipasi dan terbuka, menjadi personil cabang dengan customer skills yang lebih baik.

Selanjutnya, personil cabang dapat melayani konsumennya dengan lebih baik ketika dibantu dengan komunikasi dan teknologi, dibandingkan jika melalui proses yang panjang. Lebih tepatnya, banyak karyawan yang merasa jelas dengan apa yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaannya, memiliki tantangan dalam melakukan pekerjaannya, dan memiliki pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan, sehingga customer skills mereka lebih ditingkatkan. Maka untuk mencapai hasil dan mengembangkan customer skills dan customer service yang lebih baik, maka tiga area diatas harus dikedepankan bersama-sama oleh manager dan karyawan sebagai pengendali.

Maka dari uraian diatas terdapat faktor-faktor yang memiliki pengaruh signifikan atas financial performance dalam perbankan, yaitu: leadership, the business environment, management practices dan motivation. Kemudian, hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positip antara perubahan dari keempat faktor-faktor diatas dan financial performance. Hal ini berarti bahwa:

1). Management senior terlihat memberikan dukungan yang kuat, menjalankannya sebagai suatu team dan mengembangkan etika dan integrity, menjadikan financial yang lebih baik dalam perbankan

(20)

14

2). Kantor cabang yang mengembangkan financial performance dipercayai akan menjadikan perbankan terdepan dalam persaingan dalam business environment. 3). Dengan financial performance yang lebih baik, banyak manager terilhami, ikut

berpartisipasi dan menjadi lebih terbuka.

4). Motivasi berperan besar dalam financial performance.

Maka dianjurkan untuk mencapai dan memelihara peningkatan keuntungan, maka keempat faktor tersebut harus diutamakan.

Semenjak praktek yang dilakukan oleh management memiliki pengaruh yang kuat terhadap customer skills dan financial performance, dan karena praktek tersebut dapat dirubah, maka management harus lebih mempertimbangkan beberapa inisiatif perubahan. Pada prakteknya hubungan terjadi paling kuat pada customer skills dan financial performance, maka yang harus dilakukan oleh manager adalah:

1. Mengenali pekerjaan dengan baik dan memberikan pujian untuk itu

2. Mendelegasikan otoritas yang disediakan untuk memungkinkan karyawan membuat keputusan dan mengambil tindakan dalam cara yang tepat.

3. Mendorong orang untuk mengembangkan pendekatan baru dimana pendekatan standar tidak lama berlakunya

4. Mendengar secara terbuka segala kritikan dan pendapat tanpa menjadi terlalu mempertahankan diri

Dalam hal untuk memperbaiki customer skills, service provider harus memiliki otoritas yang mereka butuhkan untuk membuat keputusan mengenai pekerjaan mereka dan memiliki kesempatan untuk mencoba langkah baru untuk

(21)

14

mengetahui kebutuhan konsumen. Sebagai tambahan, untuk mendapatkan laporan secara langsung, manager membutuhkan komunikasi dua arah. Selain itu untuk mengembangkan customer skills yang baik dalam laporan langsungnya, manager harus menciptakan lingkungan kerja yang dapat mendorong karyawan untuk berkreasi dan merasa nyaman dalam membuat komunikasi yang lebih terbuka dan jujur dengan managernya.

Untuk memelihara relationship jangka panjang dengan tujuan utamanya adalah konsumen membutuhkan skills yang baik diluar personal selling dan negotiating skills. Dengan orientasi terfokus pada konsumen menciptakan kedwiartian yang lebih besar, dengan menitikberatkan pada teamwork skill, pengalaman yang lebih luas, empati yang lebih besar untuk sebuah tujuan dan memaksa seseorang dalam area fungsi yang lain, dan lebih flexible dalam kemampuannya untuk menjawab perubahan kondisi bisnis.

2.5 Communication

Communication dapat diartikan memberikan informasi formal sebaik informasi informal yang berarti dan tepat sasaran. Communication terutama timely communication, lebih cepat dipercaya untuk membantu memecahkan pertikaian dan kedwiartian dan meluruskan persepsi dan keinginan.

Dalam penelitian ini, communication dipertimbangkan sebagai pembangunan multidimensi, variabel-variabel yang membentuk komunikasi terbuka, cepat mendapat respon dan informasinya berkualitas. Kepercayaan disepakati melalui

(22)

14

komunikasi yang terbuka dan lebih dikhususkan kepada keterkaitan individu konsumen dan hubungan mereka dengan bank.

Hal lain mengenai communication yang menyajikan rekomendasi kepada para marketing jasa pelayanan, dimana tujuan masalah dikaitkan pada intangibility, heterogeneity dan perishability pelayanan. Rekomendasi yang dimaksud meliputi: membuat pengertian akan sebuah service, kapitalis komunikasi word of mouth (WOM). Memberikan contoh tangible: memberikan janji apa yang bisa disampaikan; bertujuan beriklan lewat karyawan; memelihara kelangsungan iklan. Jelaslah, rekomendasi yang diberikan mencakup beberapa masalah yang berhubungan dengan kedua controlled communications, seperti kegiatan periklanan dan promosi, dan uncontrolled communications, seperti WOM dan publikasi gratis.

Dalam hal controlled communications, periklanan telah lama dinyatakan sebagai cara penting yang mana para marketing dapat membuat penawaran mereka kepada customer tangible. Dalam kenyataannya, asosiasi perceived risk dengan menitikberatkan pada berbagai service purchases, merupakan kontrol dan pengantaran pesan yang membantu mengurangi sikap konsumtif.

Bagaimanapun, dalam beberapa kasus, mengatakan bahwa service consumer sangat bergantung pada informasi dari sumber pribadi (komunikasi WOM) dalam rangka untuk membuat pilihan atas brandnya. Kenyataannya, dikatakan bahwa komunikasi WOM dapat menghasilkan bentuk prilaku yang disukai tentang brand, yang berarti uncontrolled communications dapat menggunakan pertimbangan yang dapat mempengaruhi keputusan konsumen mengenai sebuah brand.

(23)

14

Selain itu, komunikasi sering disebut-sebut sebagai faktor yang paling penting untuk kesuksesan peluncuran service baru. Yang merupakan kunci untuk mewujudkan konsep service, khususnya untuk sesuatu yang baru didunia.

2.6 Controlled Communications

Dalam kaitannya dengan bidang jasa, controlled communications seperti periklanan, dianggap menjadi suatu alat penting yang digunakan untuk mengkomunikasikan suatu jasa. Misalnya, periklanan – periklanan jasa yang mengadopsi melalui pendekatan rasional atau informasional, sudah terbukti mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kemungkinan akan future purchase intentions; Menurut Grass dan O’Cass (2005) dimana penelitian yang berkonsentrasi mengenai periklanan tentang experience goods memperlihatkan bahwa periklanan dapat meningkatkan perceived quality.

Tujuan dari berbagai controlled communications, antara lain seperti periklanan, adalah mengkomunikasikan informasi kepada para konsumen, dan ini merupakan tahap dimana informasi itu dianggap dapat bermakna bagi para konsumen, serta menjadi sesuatu hal yang penting. Jadi, semakin sesuai sikap dan perilaku konsumen terhadap komunikasi, maka semakin efektif komunikasi tersebut dalam mentransfer makna yang relevan tentang brand. Hal yang menjadi kasus, adalah sikap atau perilaku konsumen terhadap controlled communications yang pada pokoknya mempengaruhi respon mereka terhadap brand, yang diwujudkan melalui

(24)

14

kepuasan mereka terhadap sikap re-use intentions dari brand tersebut, Grass & O’Cass (2005).

Promosi adalah salah satu faktor yang diperlukan bagi keberhasilan dan strategi pemasaran yang diterapkan suatu perusahaan terutama pada saat ini ketika era informasi berkembang pesat, maka promosi merupakan salah satu senjata ampuh bagi perusahaan dalam mengembangkan dan mempertahankan usaha. Suatu produk tidak akan dibeli bahkan dikenal apabila konsumen tidak mengetahui kegunaannya, keunggulannya, dan dimana produk tersebut dapat diperoleh, serta berapa harganya. Untuk itulah konsumen yang menjadi sasaran produk atau jasa perusahaan perlu diberikan informasi yang jelas. Maka peranan promosi berguna untuk:

a) Memperkenalkan produk atau jasa serta mutunya kepada masyarakat.

b) Memberitahukan kegunaan dari barang atau jasa tersebut kepada masyarakat serta cara penggunaannya.

c) Memperkenalkan barang atau jasa baru.

Promosi berkaitan dengan berbagai usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk memberikan informasi pada pasar tentang produk/jasa yang dijual, tempat dan saatnya.

Ada beberapa cara menyebarkan informasi ini, antara lain periklanan (advertising), penjualan pribadi (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), dan publisitas (publicity).

(25)

14

1) Periklanan (advertising) adalah merupakan alat utama bagi pengusaha untuk mempengaruhi konsumennya. Periklanan ini dapat dilakukan oleh pengusaha lewat surat kabar, radio, majalah, bioskop, televisi, ataupun dalam bentuk poster-poster yang dipasang dipinggir jalan atau tempat-tempat strategis.

2) Penjualan pribadi (personal selling) adalah merupakan kegiatan perusahaan untuk melakukan kontak langsung dengan calon konsumennya. Dengan kontak langsung ini diharapkan akan terjadi hubungan atau interaksi yang positif antara pengusaha dengan calon konsumennya itu. Yang termasuk dalam personal selling adalah: door to door selling, mail order, telephone selling, dan direct selling. 3) Promosi penjualan (sales promotion) adalah merupakan kegiatan perusahaan

untuk menjajakan produk yang dipasarkannya sedemikian rupa sehingga konsumen akan mudah untuk melihatnya dan bahkan dengan cara penempatan dan pengaturan tertentu, maka produk tersebut akan menarik perhatian konsumen.

2.7 Uncontrolled Communications

Dikatakan memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap brand attitudes, yakni uncontrolled communications, seperti misalnya: WOM dan publisitas yang tidak dibayar. Hal ini sebabkan karena komunikasi – komunikasi yang tidak berorientasi dikendalikan oleh pemasar diyakini lebih terpercaya, Grace & O’Cass (2005).

Sebagian besar berasal dari sumber-sumber pribadi, WOM communications adalah suatu sumber informasi yang penting bagi para pelanggan jasa sebelumnya yang menjadi langganan. Misalnya, telah terbukti bahwa WOM communications

(26)

14

secara signifikan mempengaruhi perilaku daya beli konsumen dan penilaiannya dalam waktu jangka pendek dan jangka panjang, dikemukakan oleh Grace & O’Cass (2005).

Dalam konteks jasa, tampak bahwa WOM itu penting khususnya, ketika kalangan konsumen cenderung bergantung kepada WOM untuk mengurangi level resiko pasti dan seringnya ketidakpastian berkaitan dengan pembelian jasa. Nyatanya, temuan seputar sumber-sumber informasi yang bersifat pribadi berkenaan dengan barang dan jasa, mendukung klaim ini, dimana kalangan konsumen jasa memiliki kepercayaan yang lebih besar dalam lingkup WOM dan kecenderungan yang lebih besar untuk membeli setelah terlibat dalam WOM daripada pembelian barang-barang.

Bentuk lain dari uncontrolled communications muncul dalam format non-paid public relations. Sering disebut sebagai “publisitas”, bentuk komunikasi pesan ini serupa dengan WOM dalam arti bahwa publisitas negatif dikatakan memiliki pengaruh yang lebih besar pada respon konsumen daripada publisitas positif. Dalam lingkup serupa pada WOM, publisitas juga dipandang sebagai sumber informasi yang handal dan yang lebih berpengaruh daripada komunikasi – komunikasi yang diarahkan para pemasar. Berkenaan dengan sikap dan pandangan orang terhadap partai-partai politik, tidak diragukan lagi bahwa liputan media yang baik dan buruk memiliki dampak yang dalam. Sementara publisitas yang beragam dapat mengarah kepada persepsi-persepsi negatif, publisitas positif dapat memperluas sikap.

Publisitas (publicity) adalah merupakan cara yang biasa digunakan juga oleh perusahaan untuk membentuk pengaruh secara tidak langsung kepada konsumen,

(27)

14

agar mereka menjadi tahu, dan menyenangi produk yang dipasarkannya. Hal ini berbeda dengan promosi, dimana didalam melakukan publisitas perusahaan tidak melakukan hal yang bersifat komersial. Publisitas merupakan suatu alat promosi yang mampu membentuk opini masyarakat secara tepat, sehingga sering disebut sebagai usaha untuk “mensosialisasikan” atau “memasyarakatkan”.

2.8 Relationship Commitment

Relationship dalam marketing menitik beratkan pada pentingnya interaksi berkelanjutan antara penjual dan pembeli dalam usahanya untuk membina hubungan jangka panjang, dan hubungan yang saling menguntungkan. Lebih spesifik, dalam konteks perbankan, relationship marketing telah dibentuk sebagai relationship banking dimana semua itu menjadi perhatian bank untuk mendirikan dan memelihara ikatan jangka panjang dengan konsumen. Relationship banking bahkan menjadi tantangan terbesar dalam konteks transaksi secara online dalam perbankan dengan menggunakan electronic commerce.

Relationship dalam marketing merupakan tindakan atas pembentukan, pengembangan dan memelihara keberhasilan pertukaran hubungan, membangun perubahan besar dalam teori marketing dan praktek.

Selanjutnya Commitment didefinisikan sebagai suatu keyakinan untuk menindak lanjuti hubungan dengan pihak lain dalam bertransaksi, dengan memberikan jaminan yang maksimum untuk memelihara hubungan baik tersebut. Commitment dapat dipandang sebagai suatu inti permasalahan, karena hal ini dapat

(28)

14

mengarahkan kepada suatu hasil yang baik (Porter et al., 1999), yang mendorong motivasi menjadi tinggi.

Dapat juga didefinisikan sebagai adanya keinginan untuk menindaklanjuti, guna memelihara hubungan dengan konsumen, guna mengimplikasikan perilaku konsumen yang loyal. Dari uraian diatas didukung oleh pernyataan beberapa peneliti. Bagi sebuah produk baru saat ini sangat sukar untuk masuk didalam sebuah pasar, terlebih lagi dapat bertahan dalam kondisi persaingan yang sangat ketat. Adanya suatu pendekatan baru yang inovatif secara integral, dimana produsen dapat memastikan suatu komitmen konsumen, sebelum memulai suatu produk secara massal.

Pada penelitian lain mengungkapkan bahwa commitment dapat dibangun untuk jangka panjang yang berkelanjutan (Hennig-Thurau and Klee 1997; Hocutt 1998). Konsumen akan akan lebih commitment terhadap suatu produk, jika memberikan manfaat yang diinginkan.

Maka dari penjelasan diatas, memberikan pengertian mengenai relationship commitment sebagai keinginan abadi untuk memelihara nilai dari relationship. Pelengkap kritis dari trust dalam pertukaran relationship adalah sebuah commitment. Trust mempengaruhi relationship commitment.

(29)

14 2.9 Trust

Trust didefinisikan sebagai suatu persepsi keyakinan ataupun kepercayaan seseorang, pada suatu intensitas, yang berlanjut menjadi suatu tindakan didalam suatu koridor integritas dalam suatu transaksi. Konstelasi trust selalu kita dengar setiap saat, baik itu dirumah, lingkungan kerja dan bisnis, apalagi di lingkungan sosial, karena trust merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Didalam penelitian lain trust didefinisikan sebagai suatu tingkat kepercayaan seseorang terhadap pihak lain atau pun suatu hal, didalam suatu pertukaran maupun transaksi, baik secara reabilitas dan integritas

Berdasarkan bukti – bukti dari hasil penelitian sebelumnya yang menguatkan bahwa commitment dipengaruhi oleh satisfaction dan trust, oleh Morgan dan Hunt, (2004). Sementara itu trust memberikan pengaruh jangka pendek pada konsumen, sedangkan commitment memberikan pengaruh jangka panjang. Karakteristik pengaruh dari trust sangat bernilai tinggi, sehingga akan mempengaruhi commitment konsumen, sehingga beberapa marketing mengindikasikan bahwa trust akan memberikan pengaruh yang positif pada commitment. Trust dibangun didalam segala aspek kehidupan, serta dapat dinyatakan sebagai segala kepercayaan yang dibangun berdasarkan suatu koordinasi yang dapat dilakukan, dari suatu informasi yang tersedia.

Menjaga trust konsumen merupakan suatu keharusan bagi produsen, dimana trust tersebut merupakan sesuatu hal yang sangat berharga tetapi tidak dapat dinilai dalam suatu laporan keuangan. Trust adalah merupakan phenomena social, seperti

(30)

14

misalnya model dari trust harus berdasarkan, bagaimana trust itu bekerja didalam lingkungan sosial dan banyak peneliti yang mengadopsi definisi dari: “… trust (or, symmetrically, distrust) is a particular level of the subjective probability with which an agent will perform a particular action, both before [we] can monitor such action (or independently of his capacity of ever to be able to monitor it) and in a context in which it affects [our] own action”, Gambetta, (1999). Pelayanan yang baik dari interaksi antara konsumen dan pelayanan pemasaran akan membangun sebuah trust yang akan mengarahkan transaksi dimasa yang akan datang (Cox and Walker 1997; Bitner et al. 2000).

Trust dianggap sebagai faktor central untuk menciptakan loyalitas pelanggan. Lebih lanjut mereka mendefinisikan kepercayaan kepada sebuah brand adalah kesediaan pelanggan untuk mempercayai kemampuan brand melakukan apa yang dinyatakannya. Kepercayaan ini menimbulkan dedikasi karena mengurangi biaya negosiasi dan mengurangi ketakutan pelanggan akan kemungkinan provider berperilaku opportunistic.

Trust sangat penting didalam kondisi pasar yang tanpa batas, dimana dapat menghubungkan konsumen asing dari berbagai negara dengan beragam budaya untuk saling berinteraksi dan bertransaksi antara satu dengan yang lainnya. Konsumen pertama – tama harus memiliki trust sebelum melakukan transaksi sesuai dengan harapannya. Jalinan hubungan yang baik antara konsumen dan produsen akan membangun suatu tingkatan trust, dimana hal ini merupakan esensi hubungan yang

(31)

14

baik. Suatu informasi yang diperoleh dari system yang sangat terbuka saat ini akan berdampak pada realitas yang tidak terduga, serta membutuhkan suatu upaya yang cukup kompleks untuk menyaringnya. Didalam kehidupan nyata, adanya suatu masalah didalam mekanisme social mengenai trust, dan word of mouth atau dapat juga disebut sebagai suatu reputasi.

2.10 Word of Mouth

Communication dapat didefinisikan sebagai berbagi informasi penting baik secara formal maupun informal antara individu maupun organisasi. Komunikasi yang tepat waktu membatu membangun suatu kepercayaan didalam sutu persepsi dan ekspektasi, Morgan and Hunt (2004). Word of mouth merupakan salah satu dampak baik atau buruknya suatu produk atau jasa yang telah dibeli konsumen, yang merupakan suatu publikasi yang tidak dapat dikontrol oleh produsen. Banyak penelitian yang mendukung hal ini. Word of mouth dan publikasi juga mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen dengan suatu brand. Ini dijabarkan dalam penelitian lain (Spreng, MacKenzie, dan Olshavsky, 1997; Grace dan O’Cass, 2005).

Suatu produk atau jasa dapat mempengaruhi word of mouth, bahkan kecenderungannya konsumen lebih memperhatikan word of mouth yang negatif dibandingkan word of mouth yang positif. Divisi pemasaran harus memiliki kebijakan yang jelas mengenai word of mouth. Kebijakan ini harus diimplementasikan dan dikombinasikan dengan strategi pemasaran yang ada. Divisi pemasaran harus memberikan suatu perhatian yang lebih terhadap word of mouth, pada saat

(32)

14

berinteraksi dengan konsumen, yang dapat memberikan gambaran mengenai citra perusahaan baik itu secara positif maupun negatif .

Pelanggan atau konsumen telah menjadi bagian penting didalam suatu strategi pemasaran, sebagai sumber informasi yang akan diberikan kepada konsumen potensial, sebagai pelengkap dan pengganti promosi dengan media formal, dengan menggunakan komunikasi word of mouth mengenai keunggulan berbagai produk dan jasa. Sebagai konsekuensinya banyak produsen yang membangun suatu komunitas, guna menyediakan segala bentuk informasi untuk membangun brand loyalty. (McWilliams; Fingar, Kumar, and Sharma, 2000) Didalam memahami antara tingkat penjualan dengan word of mouth, Chevalier dan Mayzlin (2003).

Sangat dimungkinkan sekali bahwa word of mouth merupakan salah satu indikator yang mengarahkan total penjualan. Banyak penelitian lain yang mendukung uraian ini (Banerjee, Bikhchandani et al., 1999). Sangat kecil kemungkinan yang diperoleh dari konsumen yang mengkonsumsi produk, untuk memberikan konsekuensi jangka panjang jika produk tersebut gagal atau pun berhasil dipasaran didalam model word of mouth yang dapat mendorong total penjualan. Sebaliknya word of mouth akan sangat terdengar kencang (keras) jika membahas mengenai performa suatu produk atau jasa yang dapat mendorong produk tersebut menuju sukses.

Pada 7.000 konsumen di tujuh Negara Eropa, menunjukan bahwa 60 % terdorong untuk membeli produk dengan merek baru, yang dipengaruhi oleh keluarga dan teman. Penelitian yang serupa mengemukakan bahwa 57% konsumen yang

(33)

14

menguji mengenai web site baru biasanya berdasarkan rekomendasi seseorang, yang memiliki tingkat pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan hal lain. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, para manajer memiliki ketertarikan terhadap word of mouth dengan alasan yang sederhana yakni; word of mouth memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap penjualan. Spesifikasi dari mekanisme dibalik pengaruh tersebut sangat bervariasi. Hal ini juga akan memberikan dampak pada brand awareness dan brand preference. Word of mouth dapat juga mempengaruhi tingkat penjualan pada produk kategori tertentu. Word of mouth merupakan iklan yang tersembunyi didalam ingatan konsumen.

Perusahaan harus menyadari kekuatan dari komunikasi word of mouth, dengan mencoba untuk mendengar apa yang dibicarakan konsumen mengenai, merek, produk, dan jasa, melalui jaringan kerja perusahaan. Baik itu dilakukan secara sukarela maupun konsumen yang dibayar untuk memberikan masukan atau saran. Maupun informasi yang diperoleh dari marketing organisasi lain, maupun informasi yang diperoleh dari database perusahaan. Dimana kepedulian perusahaan terhadap word of mouth konsumen telah menjadi bagian dari kritik sosial. Khususnya pada saat konsumen merasa loyal terhadap suatu produk atau jasa.

Bukti – bukti empiris mendukung pernyataan bahwa suatu produk atau jasa, terjual melalui interaksi antara individu. Melalui jaringan hubungan antar personal dapat memberikan informasi mengenai produk atau jasa yang dicari, melalui word of mouth dan informasi tersebut telah dibuktikan valid dari sumber - sumber yang dipercaya konsumen.

(34)

14 2.11 Propensity to Leave

Propensity to leave adalah kemungkinan yang akan dirasakan, bahwa partner akan dikeluarkan dari relationship dalam waktu dekat, (Bluedon dalam Chen et al, 2006). Dalam penelitian ini menempatkan hubungan negative yang kuat antara organizational commitment dan propensity to leave organisasi (Mathieu dan Zajac dalam Chen et al, 2006). Relationship yang negatif juga ada diantara commitment dan propensity to leave perusahaan e-business.

Referensi

Dokumen terkait

Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang.. Karena tidak melekat pada selaput

Pada tahapan ini akan dijelaskan mengenai hasil dari implementasi sistem, didalam penerapan autentikasi dengan radius server, hasil yang didapat yaitu user yang dapat melakukan

Tampilan halaman utama ini merupakan halaman yang memuat halaman untuk admin memasukkan gejala dan penyakit penyakit pada Kanker Servik ( Kanker Mulut Rahim) dan

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kemampuan pendidik dalam menganalisis media Teknologi Informasi dan Komunikasi(TIK) dan pemanfatannya dalam pembelajaran

Adapun perbedaan penelitian yang telah dilakukan oleh Wikanta, dkk (2010) dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu jenis sampel dan jenis penambahan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan bahwa dalam menerapkan Pendekatan Saintifik guru mengalami kesulitan dalam menanya sebanyak 33% dan kesulitan dalam

Perlindungan hukum terhadap anggota penyimpan dana pada koperasi CU Khatulistiwa Bakti belum sepenuhnya terakomodir dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang

Informasi dalam dokumen ini didasarkan pada pengetahuan terkini kami dan berlaku untuk produk yang berkaitan dengan tindakan pencegahan dan keselamatan. Itu tidak mewakili