• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Dalam era globalisasi, terjadi peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia dunia di segala bidang. Hal ini menyebabkan batas-batas suatu negara menjadi bias dan banyak sekali perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia, dari kehidupan yang sederhana kini menjadi bertambah kompleks dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat.

Hukum sebagai salah satu kaidah yang mengatur tingkah laku manusia, termasuk perubahan dan pengaturan hukum yang terus berkembang seirama dengan perubahan hidup manusia sebagai subyek dan obyek hukum. Hal ini dikarenakan sifat dari hukum itu sendiri yang bersentuhan dengan sejumlah besar aspek kehidupan manusia, misalnya: manusia sebagai pelaku hukum, masyarakat, negara, politik, sosial, ekonomi, sejarah, psikologi, filsafat, budaya, manajemen, teknologi, biologi bahkan religi.1

Persentuhan hukum dengan banyak aspek kehidupan manusia tersebut kemudian secara langsung maupun tidak, telah menghasilkan suatu perubahan. Perubahan inilah yang menuntut hukum untuk selalu mengikuti serta berusaha mengimbanginya dengan cara melakukan suatu perubahan hukum untuk menyesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat yang terjadi saat itu guna menciptakan hukum yang sesuai dengan kebutuhan dan cita-cita masyarakat.

1

Satjipto Rahardjo, 2006, Hukum Progresif Sebagai Dasar Pembangunan Ilmu Hukum Indonesia dalam Menggagas Hukum Progresif Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 1

(2)

Perubahan hukum disini dapat dilakukan dengan cara-cara antara lain sebagai berikut:

1. memberikan makna baru/interpretasi; 2. penggantian;

3. penafian;

4. perubahan orientasi; ataupun

5. penciptaan hukum baru untuk mengatur kondisi yang sudah ada. Perubahan hukum ini perlu kita lakukan terutama terhadap pemikiran-pemikiran yang bersifat dogmatis dan tekstual.

Ilmu hukum yang tumbuh dan berkembang di Indonesia adalah ilmu hukum yang bersifat tekstual, normatif dan dogmatis. Cara berpikir secara tekstual, normatif dan dogmatis ini kemudian tanpa sadar telah diwariskan dari generasi ke generasi. Pola pendidikan hukum yang selama ini diajarkan di bangku sekolah, lebih memfokuskan pada hukum yang sifatnya tertulis atau peraturan perundang-undangan, akibatnya pola pikir peserta didik hanya terbiasa berpegang pada hukum tertulis atau peraturan perundang-undangan saja tanpa melihat lebih jauh latar belakang dan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya peraturan perundang-undangan tersebut. Pola pikir inilah yang mengkibatnya banyaknya pertanyaan di dalam masyarakat ketika terjadi ketidaksesuaian antara hukum tertulis atau peraturan perundang-undangan dengan kondisi sosial yang terjadi di masyarakat.

Hal inilah yang tidak mampu dijawab oleh ilmu hukum yang bersifat normatif dogmatis. Untuk itulah kemudian sosiologi hukum ikut berperan dalam

(3)

penyempurnaannya. Sosiologi hukum mampu menempatkan diri untuk melihat pada realitas masyarakat karena sosiologi hukum dapat membebaskan dari semua skema-skema, konsep-konsep hukum yang selama ini sudah terpola di dalam otak manusia, sehingga dapat melihat realitas hukum yang terjadi di masyarakat, bukan hanya terpaku pada hukum tertulis atau peraturan perundang-undangan saja.

Sosiologi hukum banyak berperan dalam menyikapi perubahan kehidupan karena kemajuan teknologi yang membawa dampak timbulnya bentuk-bentuk variasi hubungan hukum (perbuatan hukum) dalam masyarakat. Dengan menggunakan ilmu sosiologi hukum dapat diketahui realitas, seperti apa hukum sebenarnya berlaku di masyarakat (law as it is), serta seperti apakah hukum yang dicita-citakan oleh masyarakat (law as it should be). Dengan menggunakan sosiologi hukum, penegak hukum seyogyanya mampu untuk melihat realitas lebih dalam untuk mengetahui apa yang menjadi latar belakang dari kasus yang ditangani, menanyakan pada hati nurani, untuk kemudian mencari aturan hukum yang mengaturnya dan atau mengadakan penemuan hukum (jika diperlukan). Sosiologi hukum juga membantu para praktisi untuk mengetahui bahwa banyak hal yang sebenarnya tidak diatur dalam peraturan tertulis, tetapi dijalankan atau menjadi kebiasaan yang lazim dalam masyarakat.

Seiring dengan perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang demikian cepat tentunya membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat dan terjadi di semua bidang. Tingginya tingkat persaingan usaha yang sangat kompetitif menuntut dunia usaha untuk menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang memerlukan respon yang cepat dan fleksibel dalam

(4)

meningkatkan kualitas produk dan jasa yang menjadi kompetensi utamanya, untuk itu diperlukan suatu perubahan struktural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang kendali manajemen, dengan memangkas sedemikian rupa sehingga dapat menjadi lebih efektif, efisien, dan produktif.

Dalam dunia kerja, contohnya, karena tingginya tingkat kebutuhan, terutama tenaga ahli, saat ini marak sekali pencarian sampai penerimaan tenaga kerja menggunakan jasa sistem elektronik, yaitu teknologi internet. Kegiatan pencarian tenaga kerja, mulai dari iklan lowongan pekerjaan sampai pada proses tawar menawar dan penerimaan si calon pegawai menjadi pegawai pun bisa dilakukan melalui transaksi elekronik ini. Penggunaan jasa transaksi elektronik ini biasanya disebabkan karena beberapa faktor, misalnya calon pekerja dan pemberi kerja berada dalam lokasi yang berjauhan seperti berbeda kota ataupun berbeda negara, sehingga untuk pertemuan secara fisik sebelum pekerjaan dimulai memerlukan waktu dan menimbulkan biaya yang tidak sedikit yang harus ditanggung oleh kedua pihak. Mengingat kebutuhan akan keahlian calon pekerja dan kebutuhan si pemberi kerja maka penerimaan pekerjaan melalui transaksi elektronik bisa menjadi salah satu solusinya.

Dengan semakin berkembangnya teknologi komputerisasi diiringi dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat membuat electronic mail (”email”) sebagai salah satu jenis informasi elektronik menjadi suatu alat komunikasi yang lazim digunakan, telebih informasi elektronik saat ini memiliki kekuatan pembuktian yang sah, sehingga tentunya masyarakat merasa nyaman dan aman menggunakan informasi elektronik ini di segala bidang. Pasal 5 ayat (1)

(5)

dan (2) Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) berbunyi:

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Latar belakang adanya UU ITE ini bertujuan untuk menjamin kepastian hukum di bidang informasi dan transaksi elektronik. Jaminan tersebut penting, mengingat perkembangan teknologi informasi telah mengakibatkan perubahan-perubahan di bidang ekonomi dan sosial. Perkembangan teknologi informasi telah memudahkan kita mencari dan mengakses informasi dalam dan melalui sistem komputer serta membantu kita untuk menyebarluaskan atau melakukan tukar-menukar informasi dengan cepat. Jumlah informasi yang tersedia di internet semakin bertambah terus tidak dipengaruhi oleh perbedaan jarak dan waktu.

Memang UU ITE ini masih mengundang berbagai kontroversi mulai dari permasalahan terkekangnya kebebasan pers sampai ketidakpastian hukum pada beberapa pasal yang terakhir menyebabkan kasus seperti Prita. Namun jika dilihat secara keseluruhan, ini merupakan sebuah kemajuan Indonesia di bidang cyber, terutama undang-undang ini diharapkan dapat melindungi para konsumen ataupun penjual di dunia maya. UU ITE khususnya pada Bab V pasal 17 sampai dengan pasal 22 menciptakan aturan baru dibidang transaksi elektronik yang selama ini masih belum ada. Walaupun aturan tentang transaksi elektronik tidak diatur secara

(6)

khusus dalam suatu undang-undang, keberadaan pasal inilah yang dapat digunakan bagi pengguna e-commerce. Namun, untuk mencapai tahap di mana melindungi konsumen dan pelaku e-commerce dengan UU ini tidak mudah. Seperti yang kita ketahui transaksi e-commerce sudah pasti sebuah transaksi maya, walau demikian transaksi elektronik dalam e-commerce di Indonesia harus tetap tunduk pada ketentuan yang tercantum dalam undang-undang yang terkait dengan transaksi tersebut.

Prinsip utama transaksi elektronik adalah kesepakatan atau dengan ”cara-cara yang disepakati” oleh kedua belah pihak (dalam hal ini pelaku usaha dan konsumen atau pembuat kesepakatan). Transaksi elektronik mengikat para pihak yang bersepakat sehingga dalam bagi para pihak yang melakukan transaksi elektronik dianggap telah menyepakati seluruh syarat dan ketentuan yang berlaku dalam transaksi tersebut saat ada kata setuju (agree) terhadap penawaran yang diberikan.

Mengacu pada Pasal 1 angka (2) UU ITE yang menyebutkan bahwa Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Dalam suatu transaksi elektronik suatu kesepakatan atau perjanjian dapat dilakukan tanpa pertemuan langsung secara fisik antara para pihaknya cukup dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya (online melalui hubungan internet). Di sini terlihat bahwa telah terjadi pergeseran norma dalam masyarakat tentang mengartikan kesepakatan (persesuaian kehendak). Pada masyarakat konvensional kesepakatan (persesuaian

(7)

kehendak) cenderung disyaratkan dengan pertemuan langsung secara fisik, namun seiring dengan kemajuan tekhnologi informasi persesuaian kehendak cukup dilakukan pada pernyataan kehendak para pihak, di mana satu pihak menyatakan menawarkan dan pihak lain menyatakan menerima penawaran tersebut, sekalipun tidak ada pertemuan secara langsung, hanya melalui proses ”klik” pada suatu website atau electronic mail (email) yang berisi pernyataan-pernyataan tersebut, maka kesepakatan telah terjadi.

Definisi perjanjian kerja menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (”UU Ketenagakerjaan”) adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Menurut Pasal 56 ayat (1) UU Ketenagakerjaan perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu dan untuk waktu tidak tertentu.

Permasalahan yang kemudian muncul tentunya adalah apakah bentuk perjanjian kerja melalui transaksi elektronik, prosesnya, serta pihak-pihak yang terlibat di dalamnya sah serta telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yaitu UU Ketenagakerjaan berserta peraturan pelaksanaannya. Tidak jarang dalam suatu kondisi, pemberi kerja dan calon pekerja berada di tempat yang berbeda, namun pemberi kerja amat memerlukan keahlian calon pekerja, kemudian terjadi komunikasi melalui email antara mereka, di mana pemberi kerja memberikan penawaran kepada si tenaga ahli untuk bekerja di perusahaannya dan terjadi tawar menawar syarat-syarat perjanjian kerja melalui proses balas membalas melalui emai sampai muncullah kesepakatan untuk bekerja. Kemudian si pemberi kerja

(8)

mempersiapkan segala perizinan yang dibutuhkan calon pekerja untuk bekerja di negara pemberi kerja dan pemberi kerja datang untuk bekerja sesuai kesepakatan melalui email tersebut. Dapatkah peristiwa seperti ini dimasukkan dalam kategori perjanjian kerja?

Di sinilah peranan sosiologi hukum diperlukan, karena sosiologi hukum mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan bahwa ternyata kehadiran transaksi elektronik mengikat para pihak dalam transaksi meskipun banyak sekali resiko di dalamnya. Sosiologi hukum juga mampu menjelaskan mengenai bagaimana hubungan hukum terjadi diantara para pihak yang melakukan transaksi elektronik.

Putusan Mahkamah Agung No.828/Pdt.Sus/2012 ( Pada Tingkat Pertama Putusan Pengadilan Hubungan Industrial No.54/PHI.G/2012/PN.JKT.PST) adalah putusan atas sengketa antara Thorsten Obst, Warga Negara Republik Federal Jerman (selanjutnya disebut ”Thorsten”) dengan PT. Ericsson Indonesia, Jakarta (selanjutnya disebut ”Ericsson”). Thorsten, telah bekerja pada Ericsson GmBH, Dusseldorf, Germany (selanjutnya disebut ”Ericsson Jerman”) sejak tahun 1999. Pada tahun 2005, Thorsten mendapatkan Penugasan Jangka Pendek (Short Term

Assignment) untuk bekerja di kantor Ericsson, selama 1 (satu) tahun. Setelah

berakhirnya Penugasan Jangka Pendek (Short Term Assignment) tersebut, pada bulan Juni 2006 Thorsten kemudian mendapatkan Penugasan Jangka Panjang (Long term Assignment) untuk bekerja di kantor Ericsson hingga 15 Desember 2010.

(9)

Sebelum berakhirnya Penugasan Jangka Panjang (Long term Assignment) tersebut, tepatnya pada tanggal 5 November 2010, Ericsson meminta kepada Ericsson Jerman agar Thorsten dialihkan (transfer) hubungan kepegawaiannya dari Ericsson Jerman kepada Ericsson, melalui skema Local to Local (L2L), dimana Perjanjian Kerja Thorsten dengan Ericsson Jerman dihentikan, dan kemudian Thorsten dipekerjakan pada dan memiliki hubungan kerja langsung dengan Ericsson. Hal ini kemudian disetujui oleh Ericsson Jerman. Sejak bulan November-Desember 2010, Ericsson dan Thorsten melakukan negosiasi mengenai syarat-syarat dan ketentuan kerja yang akan disepakati dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), baik secara lisan maupun melalui surat elektronik. Pada tanggal 14 Desember 2010, Ericsson mengirimkan surat elektronik yang melampirkan konsep Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan Surat Penawaran Kerja. Thorsten meminta konsep Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut diperbaiki karena masih terdapat beberapa syarat dan ketentuan yang tidak sesuai dengan negosiasi sebelumnya. Hal ini kemudian disepakati dan dikonfirmasikan oleh Ericsson dengan Surat Elektronik pada tanggal 15 Desember 2010.

Setelah adanya kesepakatan antara Thorsten dan Ericsson mengenai syarat-syarat dan ketentuan kerja tersebut, Thorsten masih belum menerima Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk ditandatangani, hingga akhirnya Thorsten mengingatkan Ericsson untuk segera memberikan Perjanjian Kerja dimaksud. Tanggal 17 Desember 2010 Ericsson kembali mengirimkan surat elektronik yang melampirkan konsep Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan Surat Penawaran Kerja. Dari konsep Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan Surat Penawaran Kerja

(10)

jelas terlihat syarat-syarat dan ketentuan kerja Thorsten di Perusahaan Ericsson. Walaupun Thorsten dan Ericsson telah sepakat mengenai syarat-syarat dan ketentuan kerja dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Thorsten masih juga belum mendapatkan Perjanjian Kerja yang sudah ditandatangani.

Pada tanggal 21 Desember 2010 Ericsson kembali mengirimkan surat elekronik yang menyampaikan bahwa Ericsson akan kembali melakukan revisi terhadap syarat-syarat dan ketentuan kerja dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang diajukan Thorsten, khususnya pada bagian “Manfaat Permulaan (start up benefits)”. Revisi tersebut tentu saja tidak dapat diterima Thorsten karena dilaksanakan secara sepihak oleh Ericsson dan revisi tersebut justru mengurangi hak-hak Thorsten.

Namun demikian, dengan itikad baik untuk mencari penyelesaian, Thorsten kemudian bersedia menerima beberapa ketentuan yang telah direvisi, termasuk bersedia melakukan pengubahan sehingga hak-haknya dikurangi, namun sampai saat ini Thorsten belum menerima Perjanjian Kerja yang sudah ditandatangani oleh Ericsson dengan berbagai macam alasan.

Meskipun Thorsten tidak diberikan Perjanjian Kerja yang sudah ditandatangani, sejak tanggal 16 Desember 2010, Thorsten tetap diminta melaksanakan tugas-tugas dan pekerjaan selaku CSD Manager_MVV pada unit operasi di Indonesia. Disisi lain, Ericsson juga terus membayarkan gaji Thorsten sesuai dengan kesepakatan, sebagaimana dibuktikan melalui slip gaji Thorsten yang diberikan oleh Ericsson. Dengan demikian, faktanya jelas terdapat hubungan

(11)

kerja antara Thorsten dan Ericsson sebagaimana dimaksudkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tanggal 25 Mei 2011, Ericsson memberikan surat Pemutusan Hubungan Kerja secara terpisah kepada Thorsten dan menyatakan bahwa hubungan kerja akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2011. Pemutusan Hubungan Kerja tersebut tentu saja tidak dapat diterima oleh Thorsten karena dilaksanakan secara tiba-tiba dan tidak memberitahukan alasan Pemutusan Hubungan Kerja. Thorsten mengundang pihak Ericsson untuk bertemu secara bipartit dan mencari solusi yang terbaik. Tanggal 5 Juli 2011, Ericsson memberikan tanggapan atas surat Thorsten yang intinya Ericsson menyampaikan bahwa hubungan kerja tetap akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2011 dan setelah itu Thorsten akan dipulangkan ke Jerman. Dengan demikian, upaya pertemuan bipartit yang dilakukan Thorsten telah gagal karena tidak mendapat tanggapan yang positif dari Ericsson.

Ericsson dengan Surat tertanggal 14 Juli 2011 yang menyatakan bahwa Thorsten akan dipulangkan ke Jerman pada tanggal 30 Juli 2011, dan Ericsson hanya akan membayar 1 bulan gaji Thorsten sebagai akibat Pemutusan Hubungan Kerja tersebut. Jelas terdapat inkonsistensi antara surat ini dengan surat Pemutusan Hubungan Kerja yang diberikan sebelumnya dimana sebelumnya dinyatakan bahwa hubungan kerja akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2011. Tindakan Ericsson yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak dan tidak beralasan terhadap Thorsten adalah tindakan yang sewenang-wenang dan tidak bertanggung jawab serta tidak sesuai dengan kaidah-kaidah dan

(12)

prinsip-prinsip hubungan industrial, khususnya sebagaimana tercantum dalam UU No.13/ 2003.

Tanggal 29 Juli 2011, pukul 20.15 WIB (malam hari), Ericsson mengantarkan surat tertanggal 29 Juli 2011, yang melampirkan tiket pesawat untuk kepulangan Thorsten ke negara asalnya, Jerman pada tanggal 30 Juli 2011. Hal ini menunjukkan kesewang-wenangan Ericsson pada Thorsten.

Karena tidak ada itikad baik dari Thorsten, maka Ericsson melalui kuasa hukumnya telah mengirimkan surat Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial dan Mediasi tertanggal 2 Agustus 2011 kepada Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota administrasi Jakarta Selatan dengan No. Ref.: 0840/TO-1100/RSN-HMB-TRF. Tanggal 15 Agustus 2011 Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Administrasi Jakarta Selatan memanggil para pihak untuk klarifikasi atas permasalahan perselisihan Hubungan Industrial dengan suratnya tertanggal 4 Agustus 2011 No. 5764/-1.835.3. Proses mediasi telah dilaksanakan pada tanggal 29 September 2011, namun tidak mencapai kesepakatan.

Akhirnya Thorsten mengajukan gugatan melalui Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta, dengan Nomor Perkara No.54/PHI.G/2012/PN.JKT.PST, di mana Thorsten Obst sebagai Penggugat melawan PT. Ericson Indonesia sebagai Tergugat. Perkara ini telah diputus oleh Pengadilan Hubungan Industrial dengan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial No.54/PHI.G/2012/PN.JKT.PST dalam sidang putusan tanggal 4 Juli 2012, dengan isi putusan Dalam eksepsi menolak

(13)

eksepsi yang diajukan oleh tergugat untuk seluruhnya dan dalam pokok perkara menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya.

Thorsten kemudian mengajukan upaya hukum banding ke Mahkamah Agung Republik Indonesia atas putusan Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta tersebut, dengan Nomor register 828 K/Pdt.Sus/2012. Upaya hukum banding ke Mahkamah Agung Republik Indonesia telah diputus dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. No.828/Pdt.Sus/2012 tanggal 18 Juni 2013, yang memutuskan menolak kasasi pemohon kasasi (Thorsten).

Dalam tulisan ini penulis membatasi transaksi elektronik hanya sebatas transaksi elektronik yang dilakukan sendiri oleh pihak yang bersangkutan, tanpa perantara pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) juncto Pasal 21 ayat (2) huruf a UU ITE, khususnya melalui surat elektronik (surel).

B.

Rumusan Masalah

Dari uraian mengenai latar belakang masalah tersebut, maka dirumuskan permasalahan berikut:

1. Apakah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang dilakukan melalui transaksi elektronik ditinjau dari Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikaitkan dengan Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengikat bagi para pihak yang membuatnya?

2. Apakah para pihak yang melakukan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) melalui transaksi elektronik, dalam hal ini surat elektronik,

(14)

mendapatkan perlindungan hukum dari Undang Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?

C.

Keaslian Penelitian

Dari pengamatan penulis pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan Internet, penulis menemukan 1 (satu) karya ilmiah yang membahas mengenai analisis yuridis atas kekuatan mengikat perjanjian kerja waktu tertentu, yaitu Karya ilmiah dengan judul PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU, disusun oleh Khusnani Iskandar, mahasiswi Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogjakarta, tahun 2007, dengan rumusan masalah: bagaimana konsep perjanjian kerja waktu tertentu dalam pandangan hukum Islam dan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?.

Selanjutnya, bahwa sampai dengan penyusunan tesis ini, penulis tidak menemukan tesis yang membahas mengenai perjanjian kerja waktu tertentu melalui transaksi elektronik berjudul ”Analisis Yuridis Atas Kekuatan Mengikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Melalui Transaksi Elektronik (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No.828/Pdt.Sus/2012, Pada Tingkat Pertama Putusan Pengadilan Hubungan Industrial No.54/PHI.G/2012/PN.JKT.PST).” Selain itu penulisan tesis ini disamping didasarkan pada penulis sebagai mahasiswi yang berusaha berpijak pada disiplin ilmu hukum, juga dilandasi oleh ketertarikan penulis pada

(15)

perlindungan para pihak dalam hubungan industrial di Indonesia di era globalisasi, khususnya yang melakukan perjanjian kerja melalui Surat Elektronik.

D.

Tujuan Penelitian. 1. Tujuan Obyektif.

Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengetahui dan menganalisa: a. Untuk mengetahui kekuatan mengikat dari perjanjian kerja waktu

tertentu yang dilakukan melalui transaksi elektronik ditinjau dari Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikaitkan dengan Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

b. Untuk mengetahui perlindungan sejauh mana hukum para pihak yang melakukan perjanjian kerja melalui transaksi elektronik berdasarkan UU ITE.

2. Tujuan Subyektif.

Tujuan subyektif penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan yang diwajibkan dalam rangka memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister Hukum Konsentrasi Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada.

E.

Manfaat Penelitian

(16)

1. Dapat berguna bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, terutama di bidang hukum ketenagakerjaan.

2. Memberi sumbangan pemikiran dan dapat menambah literatur khususnya mengenai perjanjian kerja waktu tertentu melalui transaksi elektronik.

3. Dapat memberikan sumbangan pemikiran atau menjadi salah satu pertimbangan dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam ruang lingkup perjanjian kerja waktu tertentu, khususnya yang dilakukan melalui transaksi elektronik.

Referensi

Dokumen terkait

Pengendalian derivatif (D) menggunakan tingkat perubahan sinyal error sebagai elemen prediksi pada aksi pengendalian. Komponen derivatif tidak dapat digunakan sebagai

Analisis data berisi uraian data yang diolah untuk proses pemilihan strategi permesinan (toolpath strategy), penentuan cutter yang digunakan, feedrate, spindel speed, plungerate

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi perusahaan dalam meningkatkan minat beli produk bedak wajah viva cosmetics dengan melalui beberapa analisis faktor

 SNI 03-3985-2000 Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung  SNI 03-6571-2001

Input data, yaitu: data Sumber PLN, Trafo, Saluran, dan beban yang diperoleh dari sistem yang terkait dengan catu daya Kawasan GI PUSPIPTEK dalam hal ini menggunakan catu

Untuk informasi kesehatan dan keselamatan untuk komponen masing-masing yang digunakan dalam proses manufaktur, mengacu ke lembar data keselamatan yang sesuai untuk

Permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan lengkuas adalah belum diketahui penggunaan ekstrak air, konsentrasi dan lama waktu perendaman rimpang lengkuas dan daun

Apa saja yang telah direncanakan untuk mencegah masalah ini atau untuk mengurangi dampak negatif yang Apa saja yang telah direncanakan untuk mencegah masalah ini atau untuk