• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perpaduan Elemen Arsitektur Tradisional dan Eropa pada Masjid Agung Manonjaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perpaduan Elemen Arsitektur Tradisional dan Eropa pada Masjid Agung Manonjaya"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 473

Perpaduan Elemen Arsitektur Tradisional dan Eropa pada

Masjid Agung Manonjaya

Maulidinda Nabila

maulidnda@gmail.com

A rsitektur Islam, Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan

Abstrak

Perkembangan peradaban Islam di Jawa Barat, khususnya Tasikmalaya tidak dapat dipisahkan dari keberadaan Masjid Manonjaya. Masjid ini dibangun pada sekitar abad ke-18, saat Kecamatan Manonjaya merupakan ibukota dari Kabupaten Tasikmalaya yang dahulu masih bernama Kabupaten Sukapura. Sebagai salah satu peninggalan sejarah, Masjid Manonjaya juga memiliki arsitektur yang khas karena ada perpaduan unsur arsitektur neoclassic dari Eropa dan arsitektur tradisional Sunda-Jawa. Meskipun sudah pernah mengalami renovasi total pada tahun 2010 karena ditimpa bencana gempa, bentuk Masjid Manonjaya tetap sama seperti dulu dan berdiri kokoh di perbatasan Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Artikel ini bertujuan untuk membahas perpaduan arsitektur tradisional dan arsitektur Eropa yang terlihat pada elemen-elemen Masjid Agung Manonjaya sebagai peninggalan sejarah.

Kata-kunci : arsitektur, Eropa, Islam, Manonjaya, Tasikmalaya

Pendahuluan

Masjid Agung Manonjaya merupakan salah satu peninggalan sejarah masuknya Islam ke pulau Jawa, khususnya di daerah Tasikmalaya yang didirikan pada sekitar abad ke -18. Masjid ini dibangun ketika era pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Manonjaya sendiri pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya yang dulu bernama Kabupaten Sukapura selama kurang lebih 70 tahun, sejak tahun 1814-1901. Selesainya pembangunan masjid ini juga bersamaan dengan selesainya pembangunan infrastruktur pemerintahan Kabupaten Sukapura di Pasir Panjang, pusat pemerintahan Kabupaten Sukapura sebelum akhirnya pindah ke Harjawinangun atau Manonjaya sekarang.

Pada waktu pemindahan ibukota Tasikmalaya ke Harjawinangun atau Manonjaya, Bupati Tasikmalaya pada masa itu yakni Raden Tumenggung Danuningrat merencanakan tata ruang kota

(2)

A 474 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

yang berpusat pada kegiatan di masjid. Oleh karena itu, Masjid Agung Manonjaya pun sejak dahulu sudah digunakan sebagai pusat atau tugu komando untuk mengembangkan kota tersebut. Setelah ibukota Kabupaten Sukapura atau Tasikmalaya dipindahkan ke Harjawinangun atau Manonjaya, perdagangan di kota tersebut tumbuh dengan pesat hingga menjadi pusat perdagangan di wilayah Priangan. Masjid Agung Manonjaya pun pernah mengalami beberapa kali pemugaran untuk dapat bisa menampung jumlah masyarakat yang berkegiatan di dalamnya. Pemugaran itu dilakukan pada tahun 1837, 1889, 1974, 1977, 1992, dan tahun 2010 setelah sempat terjadi kerusakan akibat gempa pada tahun 2009.

Unsur Arsitektur Tradisional pada Masjid Agung Manonjaya

Unsur arsitektur tradisional pada Masjid Agung Manonjaya dapat dilihat dari elemen atap, tiang saka guru, dan denahnya. Atap Masjid Agung Manonjaya merupakan atap tumpang tiga yang berbentuk kerucut pada puncaknya. Bagian paling atas dari atapnya pun dihiasi dengan memolo/ kemuncak/ mustaka. Mustaka yang terletak pada atap ruangan utama terbuat dari perunggu, sedangkan penutup atapnya terbuat dari genteng. Konon, mustaka yang berada pada atap masjid tersebut merupakan peninggalan dari Syekh Abdul Muhyi dari Pamijahan ketika Masjid Agung Manonjaya masih berbentuk mushola1. Mustaka sendiri merupakan salah satu ciri unsur tradisional arsitektur

masjid yang telah dipengaruhi oleh elemen bangunan perpaduan budaya Islam dan Hindu pra-Islam di pulau Jawa. Bentuk atap Masjid Agung Manonjaya yang berupa atap tumpang ini banyak ditemui

1Dapat dilhat pada jurnal Sejarah Masjid A gung Manonjay a kary a Zainuddin, 2014 hal. 551 Gambar 2 . Masjid A gung Manonjay a pada tahun

1832 M (Sumber: KITLV Leiden)

Gambar 3 . Masjid A gung Manonjay a, diperkirakan difoto sekitar tahun 1890 – 1921 Sumber: collectiv e.tropenmuseum.nl

Gambar 4 . Masjid A gung Manonjay a pada tahun 1930 (Sumber: Parahiangan, No. 9, 6 Maret 1930)

(3)

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 475

di bangunan masjid Priangan pada zaman dahulu. Bentuk atap ini pada zaman dahu lu dikenal dengan nama “Bale Nyungcung” di daerah Bandung.

Elemen arsitektur lainnya yang menunjukkan unsur arsitektur tradisional Sunda-Jawa pada masjid ini adalah tiang saka guru dan bentuk denahnya. Berdasarkan struktur dan bentuk denahnya, Masjid Agung Manonjaya termasuk pada tipologi masjid di Jawa yang memiliki bentuk persegi panjang dengan lebih dari 4 pilar atau saka guru2. Saka guru merupakan pilar-pilar utama dalam sebuah

masjid yang berada di ruang shalat utama. Jumlah saka guru yang ada di dalam Masjid Manonjaya sendiri berjumlah 10 buah dan tidak terbuat dari kayu seperti saka guru yang ada di masjid -masjid Jawa pada umumnya, melainkan dari pasangan batu bata.

Gambar 7 . Denah Masjid A gung Manonjay a (Sumber: Setia Budi, Bambang. A Study on the History and Dev elopment of the Jav anese Mosque Part 3: Ty pology of the Plan and Structure of the Jav anese Mosque and Its Distribution. JA A BE

v ol.5 no.2 Nov ember 2006) Gambar 5 . Bentuk atap tumpang tiga pada Masjid

A gung Manonjay a (Sumber: Zainuddin (2014). Sejarah Masjid A gung Manonjay a. Jurnal Lektur Keagamaan, V ol. 12, No. 2, 2014: 543 – 564)

Gambar 6 . Bagian atap tengah Masjid A gung Manonjay a (Sumber: id.w ikipedia.org, diakses pada 26 Maret 2017)

(4)

A 476 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Bentuk denah dan penggunaan saka guru di Masjid Agung Manonjaya yang berbeda dengan tipologi masjid-masjid di Jawa pada umumnya juga dapat disebabkan oleh perbedaan waktu terbangunnya masjid ini dengan masjid-masjid lainnya. Masjid-masjid agung di Jawa lainnya seperti Masjid Agung Demak, Kudus, Surakarta, ataupun Yogyakarta yang memiliki bentuk denah persegi dengan 4 tiang saka guru dibangun sekitar 1 abad sebelum Masjid Agung Manonjaya dibangun, yakni pada masa kejayaan kerajaan Mataram, sedangkan Masjid Agung Manonjaya sendiri dibangun pada masa penjajahan kolonial Belanda. Hal ini juga mempengaruhi keberadaan elemen arsitektur Eropa yang akan dibahas pada sub-bab selanjutnya.

Elemen lain pada masjid ini yang menunjukkan unsur tradisional Jawa yakni adanya ruang shalat wanita atau yang biasa disebut pawastren/pawadon di sebelah selatan ruang shalat utama dan adanya serambi/pendopo di sebelah Timur.

Unsur Arsitektur Eropa pada Masjid Agung Manonjaya

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, keberadaan elemen arsitektur neoclassic dari Eropa pada Masjid Agung Manonjaya disebabkan oleh pengaruh dari masa penjajahan kolonial Belanda pada saat masjid ini dibangun. Elemen arsitektur Eropa yang ada pada Masjid Agung Manonjaya yaitu penggunaan kolom doric seperti gaya arsitektur Yunani pada bagian serambi/pendopo dan juga keberadaan dua buah menara di sisi kanan dan kiri masjid.

2 Dapat dilihat pada jurnal A Study on the History and Development of the Javanese Mosque Part 3: Typology of the Plan and Structure of the

Javanese Mosque and Its Distribution karya Bambang Setia Budi, hal. 234

Gambar 8 . Tampak depan Masjid A gung Manonjay a (Sumber: http://tekooo.com/masjid-agung-manonjay a-tasikmalay a/, diakses pada 26 Maret 2017)

(5)

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 477

Fasad Masjid Agung Manonjaya yang tersusun dari kolom doric yang berjejer menunjukkan secara jelas perpaduan gaya arsitektur Eropa pada masjid ini. Gaya arsitektur tersebut banyak ditemukan pada masjid-masjid di wilayah Priangan sepanjang jalan Groteposweg (jalan raya pos). Keberadaan kolom-kolom doric pada bagian serambi/pendopo ini merupakan hal yang menarik dari perpaduan kedua gaya arsitektur tradisional dan Eropa karena elemen arsitektur Eropa yang berasal dari luar justru ditempatkan pada bagian masjid yang merupakan salah satu ciri atau karakteristik dari masjid yang memiliki arsitektur tradisional Jawa.

Keunikan lain dari masjid ini terletak pada bentuk menaranya yang memiliki ketinggian lebih rendah daripada bangunan utamanya yang terletak di tengah. Menara ini berbentuk segi delapan dan juga dilengkapi dengan mustaka pada bagian atapnya. Menara-menara ini digunakan sebagai tempat untuk mengumandangkan azan.

Kesimpulan

Masjid Manonjaya Tasikmalaya merupakan bukti dalam perkembangan sejarah peradaban Islam di Jawa Barat, khususnya di Tasikmalaya. Sebagai suatu bangunan cagar budaya, Masjid Manonjaya benar-benar menunjukkan adanya perpaduan unsur-unsur budaya dari berbagai sisi yang bercampur membentuk suatu seni yang memiliki makna historis tersendiri. Keberadaan perpaduan elemen arsitektur Eropa pada masjid ini dipengaruhi oleh waktu pembangunan masjid itu sendiri, yakni pada zaman penjajahan kolonial Belanda.

Acknowledgement

Penulis berterimakasih kepada Dr. Eng. Bambang Setia Budi, ST., MT. selaku do sen pengajar mata kuliah Arsitektur Islam, Institut Teknologi Bandung unutk informasi, diskusi, dan komentar selama mata kuliah berlangsung. Artikel ini ditulis oleh Maulidinda Nabila (NIM 15214022) mahasiswa mata kuliah AR4232 Arsitektur Islam.

Daftar Pustaka

Setia Budi, B. (2006). A Study on the History and Development of the Javanese Mosque Part 3: Typology of the Plan and Structure of the Javanese Mosque and Its Distribution. JAABE vol.5 no.2, pp. 231-235.

Gambar 1 0 . Menara Masjid Manonjay a (Sumber: Zainuddin (2014). Sejarah Masjid A gung Manonjay a. Jurnal Lektur Keagamaan, V ol. 12, No. 2, 2014: 543 – 564)

(6)

A 478 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Setia Budi, B. & Istiqomah, E. (2013). Architectural Characteristic Study On Community Mosques In Priangan 1900 – 1942. Bandung: Program Studi Arsitektur ITB.

Zainuddin. (2014). Sejarah Masjid Agung Manonjaya. Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 2, 2014: 543 – 564.

Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. http://collectie.tropenmuseum.nl/, diakses pada 26 Maret 2017

https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Agung_Manonjaya, diakses pada 26 Maret 2017

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/16/03/09/o3rqtb313-keunikan-arsitektur-masjid-agung-manonjaya, diakses pada 5 Maret 2017

http://tekooo.com/masjid-agung-manonjaya-tasikmalaya/, diakses pada 26 Maret 2017 www.kitlv.nl, diakses pada 26 Maret 2017

Catatan

1 Cenderung memberikan penilaian spt hakikat, manfaat, kelebihan/kekurangan, positif/negatif. 2 Cenderung netral dan mengelaborasi persoalan tertentu.

Gambar

Gambar  1 . Lokasi Masjid A gung Manonjay a (Sumber: maps.google.com,  diakses pada 26 Maret 2017  )
Gambar  3 . Masjid A gung Manonjay a, diperkirakan difoto sekitar  tahun  1890 – 1921 Sumber: collectiv e.tropenmuseum.nl
Gambar  6 . Bagian atap tengah  Masjid A gung Manonjay a  (Sumber: id.w ikipedia.org, diakses pada 26 Maret 2017)
Gambar  9 . Interior pilar-pilar  Masjid A gung Manonjay a (Sumber: Balai Poestaka, 1926)
+2

Referensi

Dokumen terkait