• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masyarakat dalam aktivitas bisnis sehari-hari.home industry adalah salah satu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masyarakat dalam aktivitas bisnis sehari-hari.home industry adalah salah satu"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau yang disingkat dengan UMKM merupakan sektor riil yang bersentuhan langsung dengan sendi perekonomian di masyarakat dalam aktivitas bisnis sehari-hari.Home industry adalah salah satu bagian dariUMKM yang merupakan salah satu ujung tombak yang penting bagi Indonesia untuk dapat menguasai pasar bebas di tahun mendatang. UMKM juga telah menyelamatkan kondisi perekonomian Indonesia karena mampu menyerap banyak tenaga kerja yang saat itu pengangguran atau terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selain itu, UMKM mampu bertahan di tengah guncangan krisis moneter yang melambungkan harga barang- barang kebutuhan rumah tangga pada masa itu. UMKM jelas memegang peranan vital dalam menjaga ketahanan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Setiap negara memiliki definisi dan konsep UMKM yang berbeda-beda tetapi secara umum sebuah usaha mikro mengerjakan lima (5) atau kurang pekerja tetap sedangkan usaha kecil menengah bisa berkisar antara kurang dari 100 pekerja, misalnya di Indonesia. Selain menggunakan klasifikasi jumlah pekerja, banyak negara yang juga menggunakan nilai aset tetap (tidak termasuk gedung dan tanah) dan omzet dalam mendefisinikan UMKM (Tambunan, 2009).

Secara global dan di Indonesia sendiri, definisi dan karakteristik UMKM diatur dalam berbagai perspektif yaitu:

(2)

1. Menurut World Bank, UMKM dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu Usaha Mikro (jumlah karyawan 10 orang), Usaha Kecil (jumlah karyawan 30 orang), dan Usaha Menengah (jumlah karyawan hingga 300 orang). Dalam perspektif usaha, UMKM diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu :

a. UKM Sektor Informal atau dikenal dengan istilah LivelihoodActivities, contohnya pedagang kaki lima dan warteg.

b. UKM Mikro atau MicroEnterprise adalah para UKM dengan kemampuan sifat pengrajin, tetapi tidak memiliki jiwa kewirausahaan dalam mengembangkan usahanya.

c. Usaha Kecil Dinamis (SmallDynamicEnterprise) adalah kelompok UKM yang mampu berwirausaha dengan menjalin kerjasama (menerima pekerjaan subkontrak) dan ekspor.

d. FastMovingEnterprise adalah UKM-UKM yang mempunyai kewirausahaan yang cakap dan telah siap untuk bertransformasi menjadi usaha besar.

2. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang menyebutkan bahwa :

a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorang dan/atau badan usaha perorangan dengan aset s/d Rp 50 Juta dan Omset maksimum 300 juta per tahun.

(3)

b. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar dengan aset > 50 Juta-500 Juta dan omset Rp 300 juta-Rp 2,5 Milyar per tahun.

• Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan aset > Rp 500 Juta-Rp 10 Milyar dan omset > Rp 2,5 Milyar-Rp 50 Milyar per tahun.

3. Menurut Badan Pusat Statistik, kriteria usaha adalah: a. Usaha Mikro, memiliki 1-4 orang tenaga kerja b. Usaha Kecil, memiliki 5-19 orang tenaga kerja c. Usaha Menengah, memiliki 20-99 orang tenaga kerja d. Usaha Besar, memiliki di atas 99 orang tenaga kerja

4. Menurut Bank Indonesia, Usaha Kecil dan Menengah adalah perusahaan industri dengan karakteristik sebagai berikut :

a. Memiliki modal kurang dari Rp. 20 juta

b. Untuk satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp. 5 juta. c. Suatu perusahaan atau perseorangan yang mempunyai total asset

(4)

d. Omset tahunan lebih besar dari Rp. 1 milyar.

5. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan, UMKM adalah kelompok industri kecil modern, industri tradisional, dan industri kerajinan yang mempunyai investasi modal untuk mesin-mesin dan peralatan sebesar Rp. 70 juta ke bawah dan usahanya dimiliki oleh warga Negara Indonesia.

2.1.1 Faktor yang Menghambat Perkembangan UMKM

Pengembangan UMKM di Indonesia belum terjadi secara maksimal karena berbagai kendala. Ada dua faktor yang menghambat perkembangan UMKM yaitu faktor internal dan eksternal.

A. Faktor Internal

Faktor internal yang menghambat perkembangan UMKM meliputi: 1. Kurangnya Permodalan

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.

(5)

Sebenarnya di Indonesia sudah terdapat beberapa lembaga keuangan, baik perbankan maupun non bank, yang dapat diandalkan untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini. Untuk skala mikro, dikenal Lembaga Keuangan Mikro & Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yang merupakan representasi dari lembaga keuangan perbankan pada skala mikro. Untuk lembaga keuangan non perbankan, terdapat lembaga Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Sedangkan di tingkat Nasional, ada PT. Permodalan Nasional Madan (Persero) yang melakukan pembinaan terhadap lembaga keuangan mikro, baik yang berbentuk perbankan atau non bank.Selain itu juga terdapat Perum Pegadaian dengan menawarkan jasa bantuan keuangan bagi pengusaha skala mikro kecil menengah melalui proses yang relatif sederhana dan cepat. Namun tentu saja kemampuan finansial lembaga-lembaga tersebut tidak sesuai dengan jumlah pengusaha skala kecil menengah (Wahyuni dkk, 2005).

Dalam kaitannya dengan permohonan kredit, untuk usaha dengan skala kecil dan mikro, lembaga keuangan perbankan jelas tidak akan menerima karena mereka mereka belum memiliki izin usaha dan perbankan pastinya juga akan melihat kelayakan jenis usaha yang akan diberikan kredit.

2. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas

Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan

(6)

keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.

3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar

Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.

Aspek lain yang membuat jaringan usaha dan akses pasar menjadi terbatas sekali, yaitu UMKM dihadapkan pada persoalan cost of

production yang tinggi. Tingginya cost of production ini juga turut

dipengaruhi oleh mahalnya bahan baku, tingginya cost of transportation, banyaknya pungutan liar yang mengatasnamakan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) serta retribusi lain yang irrasional dan tumpang tindih. Tingginya cost ini membuat produk UMKM kalah bersaing dengan produk-produk impor yang beredar bebas di pasar. Barang-barang yang sebagian dipasok secara illegal ini tampil dengan model dan desain yang lebih bagus, harga lebih murah dan mutu juga

(7)

cukup baik. Maka, semakin terpuruklah produk UMKM Sumatera Utara karena daya saing yang tak seimbang (Wahyuni dkk, 2005).

B. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan UMKM meliputi: 1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif

Iklim usaha yang kondusif adalah iklim yang mendorong seseorang melakukan investasi dengan biaya dan resiko serendah mungkin, dan menghasilkan keuntungan jangka panjang yang tinggi (Tambunan, 2006). Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuh kembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar.

Selain itu juga diperlukan perlindungan hukum dan jaminan keamanan bagi pelaku UMKM untuk melakukan kegiatan usahanya. Persoalan premanisme, biasanya kelompok preman ini mendatangi pelaku usaha dengan meminta uang keamanan sehingga para pelaku UMKM pun memasukkan biaya ini ke dalam cost produksinya dan akan menyebabkan harga barang juga meningkat. Jika hal ini terjadi di semua pelaku usaha maka akan terjadi biaya tinggi dan inflasi ekonomi di tingkat nasional.

Kasus-kasus sweeping dan premanisme menggambarkan kondusifitas berusaha belum didukung adanya jaminan keamanan untuk keberlanjutan

(8)

berusaha. Sekali lagi, pemerintah melalui aparat kepolisian diminta dengan sangat bisa memberikan jaminan keamanan yang bisa menciptakan iklim usaha yang sehat dengan tanpa gangguan dan tekanan dari berbagai pihak. 2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.

3. Implikasi Otonomi Daerah

Ketentuan tentang pengurusan perizinan usaha industri dan perdagangan telah diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 408/MPP/Kep/10/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Daftar Usaha Perdagangan (TDUP) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang berlaku selama perusahaan yang bersangkutan menjalankan kegiatan usaha perdagangannya. Selain itu, ada juga Keputusan Menteri Perindag No. 225/MPP/Kep/7/1997 tentang Pelimpahan Wewenang dan Pemberian Izin di Bidang Industri dan Perdagangan sesuai dengan Surat Edaran Sekjen No. 771/SJ/SJ/9/1997 ditetapkan bahwa setiap perusahaan yang mengurus SIUP baik kecil, menengah dan besar berkewajiban membayar biaya administrasi dan uang jaminan adalah 0 rupiah (nihil). Artinya, perizinan tidak dikenakan biaya (Wahyuni dkk, 2005).

Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur

(9)

dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Disamping itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.

Pemko Medan melalui Perda No. 10 Tahun 2002 mengeluarkan aturan tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang/Ruangan dan Tanda Daftar Perusahaan. Perda ini menetapkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam mengurus perizinan. Para pelaku usaha sebenarnya tidak keberatan dalam mengurus masalah perizinan tetapi masalah yang timbul adalah melalui besarnya dana yang dikeluarkan untuk mendapatkan izin tersebut. Selain itu juga, waktu yang diperlukan dalam membuat perizinan sangatlah lama. Padahal, untuk mendapatkan akses permodalan ke Lembaga Keuangan, UMKM harus mempunyai legalitas dalam hal izin usaha itu (Wahyuni dkk, 2005).

4. Implikasi Perdagangan Bebas

Tahun 2015, akan mulai diberlakukan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Dengan adanya AFTA, maka Indonesia seharusnya sudah mempersiapkan langkah terencana untuk menghadapi hal tersebut. Meski demikian, AFTA sewarjanya dinilai bukan sebagai suatu ancaman yang menakutkan bagi ekonomi Indonesia. AFTA merupakan momentum yang

(10)

bisa menjadi titik balik bagi Indonesia untuk bisa unggul di kawasan ASEAN. Dengan AFTA dan pembentukan masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, maka Indonesia dapat mengambil peluang tersebut melalui pendayagunaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Ada 4 hal yang akan dilakukan pada AFTA yaitu bebas aliran jasa, bebas investasi, bebas aliran modal, dan bebas aliran tenaga kerja terampil. Keempat hal ini, mengakibatkan terjadinya serbuan besar- besaran barang bahkan jasa asing yang masuk ke pasar Indonesia, demikian pula sebaliknya. Barang- barang dari produsen Indonesia bisa bebas masuk ke negara- negara ASEAN lainnya. Disinilah kesempatan bagi produk- produk UMKM lokal Indonesia untuk bisa bersaing di pasar global.

Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak adil oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff

Barrier for Trade). Untuk itu maka diharapkan UKM perlu mempersiapkan

agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

(11)

5. Terbatasnya Akses Pasar

Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.Dalam memanfaatkan pasar global, UMKM kita bisa belajar ke Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Ketiga negara tersebut memiliki UMKM yang kontribusinya tinggi terhadap ekspor. Akses pemasaran yang tidak tertembus UMKM ini juga sangat dipengaruhi lemahnya penguasaan Teknologi Informasi (TI) oleh pelaku UMKM (Wahyuni dkk, 2005).

2.1.2 Hakikat Pentingnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Sektor bisnis merupakan sektor yang sangat berperan bagi negara yang sedang berkembang. Usaha kecil merupakan sektor usaha yang banyak mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan. Hal ini layak diterima usaha kecil karena peranannya yang sangat dominan dalam pembangunan nasional Indonesia.

Beberapa peranan usaha kecil dalam pembangunan nasional Indonesia antara lain :

1. Menyerap Tenaga Kerja

Jutaan orang Indonesia bekerja pada sektor usaha kecil. Pada saat kesempatan kerja yang dirasakan semakin terbatas dibuktikan dengan tingginya angka pengangguran, usaha kecil telah mampu berperan aktif dalam menekan angka pengangguran tersebut. Contoh yang paling konkret adalah usaha kerajinan yang banyak menyerap tenaga kerja. Produk kerajinan khas daerah pada umumnya menggunakan peralatan sederhana.

(12)

2. Penyedia Barang dan Jasa Bagi Masyarakat

Sebagian alat pemuas kebutuhan dan keinginan masyarakat dipenuhi dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh usaha kecil. Makanan, minuman, peralatan rumah tangga, perabot dapur, berbagai jasa, dan lain-lain disediakan oleh usaha kecil.

3. Penyedia Suku Cadang Bagi Usaha Skala Menengah dan Besar

Banyak suku cadang yang dibutuhkan oleh usaha menegah dan usaha besar tidak diproduksi sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan. Banyak pertimbangan usaha menengah dan usaha besar tidak memproduksi sendiri suku cadang tersebut antara lain ;

a. Suku cadang tersebut dianggap hanya bagian kecil saja dari industri secara keseluruhan.

b. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sendiri suku cadang yang dibutuhkan tidak menutup kemungkinan lebih besar dibandingkan dengan mendapatkannya dari usaha kecil.

c. Usaha menengah dan usaha besar ingin lrbih focus kepada bisnis utamanya sehingga mereka mengabaikan bagian yang tidak merupakan hal pokok dari bisnis utamanya tersebut.

d. Peralatan atau mesin yang harus disediakan dalam rangka menghasilkan suku cadang tersebut tdak sebanding dengan output yang diperoleh yaitu berupa suku cadang yang dihasilkan.

e. Realisasi dari rasa tanggung jawab terhadap pembinaan dan untuk menjadi mitra bagi para pengusaha kecil.

(13)

4. Mengurangi Urbanisasi

Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Banyak orang yang pindah ke kota tanpa dibekali pengetahuan dan atau keterampilan yang memadai. Mereka hanya berbekal tekad untuk mengadu peruntungan di kota. Pada umumnya mereka terpengaruh oleh saudara taau tetangganya yang berhasil setelah tinggal di kota. Kenyataan sering terjadi lain dari harapan semula. Sesampainya di kota banyak yang semakin terpuruk. Kehidupannya di kota tambah menderita dibandingkan sewaktu hidup di desa. Maka dengan banyaknya usaha skala kecil yang didirikan sampai ke pelosok desa, akan mengurangi kecenderungan untuk hijrah ke kota. Sehubungan dengan itu para pengusaha kecil yang membuka usaha di desa, merupakan pahlawan bagi saudara dan tetangganya sehingga terhindar dari ganasnya kehidupan di kota besar.

5. Mendayagunakan Sumber Ekonomi Daerah

Indonesia diakui oleh berbagai negara di dunia sebagai negara yang kaya akan sumber alam. Tanah yang subur, laut yang mengandung potensi luar biasa, pemandangan yang indah, dan melimpahnya sumber ekonomi yang tersimpan di daerah-daerah. Sangat disayangkan sumber potensi yang nilainya sangat luar biasa ini banyak yang belum mampu dimanfaatkan oleh penduduk di daerah yang bersangkutan. Banyak bahan mentah hasil bumi Indonesia diolah oleh orang asing menjadi barang jadi yang kemudian dijual kembali kepda rakyat Indonesia.

Kesadaran yang muncul dari para pemuda penerus bangsa telah mengubah segalanya. Kekayaan daerah mampu dimanfaatkan oleh tangan-tangan terampil pemuda setempat. Mereka mengubah hasil bumi Indonesia menjadi barang-barang

(14)

yang memiliki nilai tambah, sehingga dapat dijual ke daerah lain bahkan diekspor ke luar negri.

2.2 Sektor Home industry

Berbicara tentang UMKM, tentunya tidak terlepas dari sektor home industry. Homeindustry pada umumnya golongan industri tradisional dengan beberapa ciri khas utamanya, yakni : (1) sebagian besar dari pekerja adalah anggota keluarga (istri dan anak) dari pengusaha atau pemilik usaha (family

workers) yang tidak dibayar; (2) proses produksi dilakukan secara manual dengan

keterampilan terbatas.; (3) kegiatan produksi sangat musiman mengikuti kegiatan produksi di sektor pertanian yang pada umumnya sifatnya juga musiman; dan (4) jenis produk yang dihasilkan pada umumnya dari kategori barang-barang konsumsi sederhana seperti alat-alat dapur dari kayu dan bambu, pakaian jadi dan alas kaki (Emilda Faisal, 2013).

2.2.1 Kendala PerkembanganHomeindustry

Industri Skala Kecil (ISK) dan Industri Skala Menengah (ISM) di negara-negara maju memang sangat berbeda dengan industri kecil dan industri skala menengah di Indonesia, yang sebagian besar terutama homeindustry masih sangat terbatas akan SDM dan penguasaan teknologi, juga sebagian besar pekerja dan pengusahanya hanya berpendidikan sekolah dasar saja. Mereka menggunakan teknologi tradisional yang kebanyakan direkayasa sendiri. Akses informasi mengenai pasar juga sangat minim. Sangat sedikit industri skala kecil terutama

homeindustry yang menggunakan sistem komputer lengkap dengan internet.

(15)

produk, efisiensi dalam proses produksi, dan fleksibilitas. Sebagian besar industri skala kecil di Indonesia sangat dominan di sektor manufaktur. Sebagian besar jumlah tenaga kerja di kelompok industri tersebut terdapat di homeindustry. Selain itu juga, sebagian besar homeindustry berada di daerah pedesaan yang kebanyakan dari mereka menjadikan ISK sebagai mata pencaharian sampingan selain bertani.

Menurut Anderson (1982), salah satu faktor utama penyebab berkurangnya peranan industri skala kecil, terutama dari kategori homeindustry, di negara-negara industri maju dengan tingkat pendapatan yang tinggi adalah akibat pergeseran fungsi konsumsi masyarakat. Dengan perkataan lain, dalam kondisi seperti ini industri skala kecil harus merubah spesialisasinya dari jenis-jenis barang yang nilai elastisitas pendapatan dari permintaannya rendah (inferior

goods) ke jenis-jenis produk dengan nilai elastisitas pendapatan dari permintaan

yang tinggi (ferior goods). Faktor-faktor lain yang menurut Anderson (1982) juga mengakibatkan jumlah industri skala kecil terutama homeindustry semakin kecil di negara-negara yang tingkat pendapatannya sudah tinggi, adalah termasuk semakin mahalnya harga bahan-bahan baku utama akibat praktek monopsoni dan oligopsoni di pasar input oleh sekelompok industri skala besar. Pengaruh faktor-faktor tersebut akan lebih nyata pada tingkat industrialisasi yang lebih tinggi, karena resources yang ada semakin terbatas, sementara jumlah pelaku ekonomi semakin banyak dan kebutuhan konsumsi dan industri semakin besar (Tambunan, 1999).

(16)

Di dalam suatu perekonomian, selain pertumbuhan unit usaha dan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri skala kecil, pentingnya industri skala kecil juga diukur dengan pertumbuhan nilai output dan nilai tambah, serta peningkatan produktivitas. Homeindustry memberikan kontribusi output dan nilai tambah yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan industri kecil pada pembentukan output dan nilai tambah dari industri skala kecil di sektor industri manufaktur. Produktivitas tenaga kerja sangat erat kaitannya dengan jumlah dan jenis mesin (termasuk di dalamnya jenis teknologi) yang digunakan di dalam proses produksi,dan keterampilan tenaga kerja. Produktivitas dari suatu (atau berbagai) faktor produksi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas dari suatu kegiatan produksi dalam menggunakan faktor produksi tersebut. Berarti semakin tinggi produktivitas dari faktor produksi yang digunakan di dalam suatu kegiatan produksi, semakin efisien dan efektif pelaksanaan proses produksi tersebut. Tingkat produktivitas tenaga kerja bisa berbeda antara unit usaha walaupun di dalam suatu kegiatan produksi (sub-sektor) yang sama. Lebih rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja di

homeindustry dibandingkan di industri kecil disebabkan oleh tiga faktor utama,

yaitu:

1. Keterbatasan akan dana, berarti keterbatasan akan barang modal seperti mesin dan teknologi modern;

2. Tingkat pendidikan tenaga kerja yang rendah; dan

3. Organisasi, pola manajemen dan metode produksi yang pada umumnya masih sangat tradisional

(17)

Dalam hal teknologi, bentuk-bentuk permasalahannya yang dihadapi pengusaha-pengusaha industri kecil dan homeindustry bervariasi, yang pada umumnya erat kaitannya dengan masalah-masalah SDM dan dana. Ada dalam bentuk peralatan-peralatan produksi yang digunakan masih tradisional, tidak mampu melakukan penelitian dan pengembangan, keterampilan pekerja dalam menggunakan teknologi yang ada terbatas, informasi tentang teknologi terbatas; dan ada dalam bentuk dukungan instansi teknis dan perguruan tinggi dalam pengembangan teknologi terbatas tidak ada.

Suatu kombinasi antara lemahnya penguasaan teknologi, rendahnya kualitas SDM (pekerja dan manager), terbatasnya informasi khususnya mengenai perubahan pasar, teknologi, dan peraturan-peraturan pemerintah maupun mengenai perdagangan global, dan terbatasnya modal membuat pengusaha-pengusaha kecil sulit untuk mempertahankan, apalagi meningkatkan kualitas dan jumlah produknya. Selanjutnya, ini berarti sulit bagi mereka untuk dapat mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasarnya di pasar ekspor maupun domestik. Juga, dengan dana serta akses ke informasi mengenai perubahan teknologi dan pasar yang terbatas dan kualitas SDM yang rendah, pengusaha-pengusaha kecil tidak dapat melakukan inovasi terhadap produk dan proses produksinya, dan berarti tidak mampu mempertahankan atau meningkatkan daya saing global produk-produk mereka.

(18)

2.3 Pemberdayaan UMKM

Cara mudah untuk memajukan UMKM dapat dilakukan dengan pemberdayaan UMKM. Ini akan menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan taraf hidup sebagian besar rakyat Indonesia. Hal itu dilakukan mengingat jumlah populasi UMKM yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pemberdayaan terhadap UMKM bisa dilakukan dengan beberapa peran berikut dari pemerintah ;

1. Keberpihakan

Kecenderungan pemerintah dan pihak terkait untuk memberikan dukungan pada kemajuan UMKM. Peningkatan program atau kegiatan yang mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin, yaitu melalui perluasan jangkauan dan kapasitas pelayanan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), baik pola pembiayaan konvensional maupun pola bagi hasil (Syariah), dan peningkatan kemampuan pengusaha mikro dalam aspek manajemen usaha dan teknis produksi.

Perluasan akses kepada sumber modal melalui : (a) pengembangan produk dan jasa pembiayaan bukan bank; (b) peningkatan penjaminan kredit khususnya untuk mendukung kebutuhan modal investasi; dan (c) penyusunan kebijakan dan strategi nasional pengembangan LKM yang menyeluruh dan terpadu.

Dalam hal ini juga termasuk penuntasan dan pengakuan status LKM tradisional yang berbentuk bukan Bank dan bukan Koperasi diikuti dengan cara pembinaannya. Selain itu juga perlu adanya semangat dan penyebarluasan jiwa

(19)

kewirausahaan dan pengembangan system insentf bagi wirausaha baru, terutama koperasi dan UMKM yang berbasis IPTEK.

2. Pemberdayaan

Proses pembangunan UMKM di mana pemilik dan pelaku UMKM berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisinya. Pemberdayaan UMKM dapat terjadi bila pemilik dan pelakunya berpartisipasi secara aktif.

Kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM secara umum diarahkan untuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan daya saing, serta revitalisasi pertanian dan pedesaan yang menjadi prioritas pembangunan nasional.

Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, langkah dan kebijakan yang ditempuh adalah penyediaan dukungan dan kemudahan untuk mengembangkan usaha ekonomi produktif berskala mikro atau informal, terutama di kalangan dan atau di daerah tertinggal. Pengembanagan usaha skala tersebut dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, peningkatan akses akses ke lembaga keuangan mikro, serta sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usahanya sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing.

(20)

3. Perlindungan

Perlu dibuat aturan khusus tentang perlindungan UMKM setidaknya di pasar dalam negri. Umumnya UMKM kalah standar produk secara global, modal kurang, SDM rendah, pemain asing menguasai pasaran local dengan harga lebih murah dan kemasan lebih menarik. Upaya peningkatan produktivitas, mutu dan daya saing produk UKM juga ditempuh melalui fasilitasi merek dan desain industri, sertifikasi desain dan HAKI. Melalui fasilitasi semacam itu, produk UMKM menjadi lebih terjamin pemasarannya. Desain UMKM yang baik akan diminati pasar dan memperoleh perlindungan atas karya intelektual yang diciptakannya. Pengembangan desain, merek, dan sertifikasi desain industri tersebut dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga ahli (konsultan).

4. Kemitraan

Kemitraan atau partnership adalah kerja sama UMKM dengan badan_badan pemerintah, organisasi-organisasi nasional dan berbagai lembaga swadaya masyarakat untuk membangun dan mengembangkan UMKM dari tingkat desa hingga nasional. Kegiatan penumbuhan usaha baru juga didukung oleh penyediaan insentif melalui kemitraan BUMN dengan usaha kecil dengan memanfaatkan dana yang bersumber dari penyisihan laba BUMN bagian pemerintah.

(21)

5. Subsidi

Dalam beberapa kasus, subsidi (bentuk bantuan keuangan) yang dibayarkan kepada UMKM tetap dianggap perlu. Pengembangan ke depan akan di fokuskan pada pengembangan sentra menjadi sentra unggulan. Peningkatan pembinaan akan dilakukan dengan fasilitasi merek, desain, sertifikasi desain industri , label halal, bantuan teknologi tepat guna (TTG), dan ISO 9001. Bantuan TTG itu diharapkan dapat meningkatkan penerapan teknologi untuk meningkatkan mutu dan daya saing produk UMKM.

Dalam rangka memperluas akses dan pangsa pasar koperasi dan UMKM terus dilakukan promosi produk koperasi dan UMKM melalui pameran, baik didalam damupun di luar negri. Kegiatan itu juga dilakukan dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam mengembangkan kegiatan promosi produk koperasi dan UMKM.

6. Pajak

Aturan pajak untuk UMKM lebih diperingan dan dipermudah prosedurnya. Meski tidak secara eksplisit dinyatakan dalam PP 46 tahun 2013, sulit dipungkiri bahwa yang menjadi target pemajakan dalam ketentuan perpajakan baru ini adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Terkait dengan UMKM, sebelumnya sudah ada ketentuan perpajakan yang mengatur tarif khusus PPh untuk UMKM tetapi hanya berlaku untuk yang berbentuk badan usaha.

Dalam undang-undang No.36 tahun 2008 (UU PPh) pasal 31 E dinyatakan bahwa Wajib Pajak badan dalam negri dengan peredaran bruto

(22)

sampai dengan 50 miliar rupiah mendapat fasilitas berupa pengurangan tariff sebesar 50 persen dari tariff umum sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (2) UU PPh yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4,8 miliar.

7. Subsidi Bukan Harga

Subsidi bukan harga adalah bantuan yang akan diberikan kepada UMKM diluar bantuan keuangan; bisa pelatihan, pengurusan izin, akses informasi, akses pameran, dan lain-lain. Selanjutnya, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi, khususnya usaha skala mikro pada sektor informal, ditempuh langkah pemberdayaan usaha mikro sebagai berikut : (1) pengembangan usaha mikro, termasuk yang tradisional; (2) penyediaan skim pembiayaan dan peningkatan kualitas keuangan mikro; (3) penyediaan insentif dan pembinaan usaha mikro; serta (4) peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif bagi pengusaha mikro.

2.3.1 Model Pelayanan Kredit bagi UMKM

Menurut Dierdja (2008), di Indonesia saat ini berkembang empat (4) model pelayanan kredit bagi UMKM, atau umum dikenal dengan sebutan keuangan mikro. Empat model tersebut yaitu:

1. Pelayanan keuangan yang bertumpu pada mobilisasi dan penggalian sumber dana dari tabungan anggota kelompok atau koperasi sebagai pijakan untuk mengembangkan jasa pelayanan keuangan mikro.

(23)

2. Keuangan mikro tumbuh berdasarkan keyakinan bahwa tujuan masyarakat bergabung dengan suatu kelompok dimotivasi untuk memperoleh kredit. 3. Perbankan yang secara khusus didesain untuk menjalankan pelayanan

keuangan mikro, seperti BRI dan LKM lainnya, serta bank-bank umum yang mengembangkan unit-unit layanan keuangan mikro.

4. Pelayanan keuangan yang memadukan pendekatan perbankan dan kelompok swadaya masyarakat.

Lembaga keuangan mikro merupakan elemen yang penting dan efektif bagi pengurangan kemiskinan. Akses yang telah diperbaiki dan provisi tabungan, kredit, dan fasilitas asuransi yang efisien dapat membantu masyarakat miskin dalam memperlancar konsumsi, mengatur risiko lebih baik, membangun asetnya secara gradual dan membangun perusahaan dengan skala ekonomis sehingga dapat meningkatkan kapasitas mereka dalam meningkatkan kesejahteraan dan memperbaiki kualitas hidup. Tanpa akses ke lembaga keuangan mikro, kebanyakan masyarakat miskin bergantung pada sumber keuangan informal atau bahkan biaya sendiri, sehingga membatasi kemampuannya untuk berperan aktif dan memperoleh manfaat dari lembaga keuangan mikro. Lembaga keuangan mikro dapat menyediakan cara yang efektif untuk membantu dan memperdayakan wanita miskin, yang mengakibatkan proporsi masyarakat miskin menjadi signifikan. Lembaga keuangan mikro dapat berkontribusi terhadap perkembangan semua sistem keuangan melalui intergrasi pasar keuangan.

(24)

2.4 Penelitian Sebelumnya

Silalahi dan Ramdhansyah (2013) melakukan penelitian tentang Pengembangan Model Pendanaan UMKM berdasarkan Persepsi UMKM. Hasil dari penelitian ini menunjukkan UMKM menghadapi banyak masalah dalam hal pendanaan bisnis mereka, terutama dari sektor perbankan. Sehingga sumber pembiayaan yang digunakan untuk meningkatkan modal mereka didominasi oleh sektor keuangan non formal. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Syarif dan Budhiningsih (2009). Mereka melakukan penelitian tentang Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan dan Mendukung Permodalan UMKM. Berdasarkan hasil penelitian ini, masalah yang dihadapi oleh UMKM adalah masalah permodalan. Untuk itu, mereka menyarankan perlu dilakukan perubahan orientasi kredit program yang semula untuk kepentingan pembangunan sektoral diarahkan kepada pemberdayaan UMKM, pengembangan kelembagaan dan kelompok.

Penelitian yang ditulis oleh Deliana Rehulina (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengembangan Ekonomi Kreatif di

Kabupaten Deli Serdang (Studi kasus : Kerajinan Tangan)”. Penelitian ini

bertujuan untukmenganalisis pengembangan ekonomi kreatif di Kabupaten Deli Serdang dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Dalam penentuan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan data primer dengan kuesioner wawancara terhadap 30 responden usaha ekonomi kreatif yang berada di Kabupaten Deli Serdang.Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa pengembangan ekonomi

(25)

kreatif yang berada di Kabupaten Deli Serdang mampu menyerap 1-30 tenaga kerja pada industri kerajinan dan pendapatan rata-rata sebesar Rp 500.000,00 – Rp 7.000.000,00 setiap bulannya. Penelitian ini menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Treat) untuk mengetahui strategi yang tepat dalam pengembangan ekonomi kreatif di Kabupaten Deli Serdang.

Utami Rukmana Sari (2014) dalam penelitiannya yang berjudul“Analsis

Kebutuhan Modal pada UMKM Sektor Makanan dan Minuman di Kota Medan”.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pembiayaan UMKM

pada sektor makanan dan minuman sebagian besar berasal dari dana sendiri sehingga minim dalam hal permodalan. Untuk pengembangan usaha, para pengusaha sektor makanan dan minuman memilih meminjam dana melalui kredit bank dengan kebutuhan modal berkisar Rp. 5 juta - Rp.50 juta.

2.5 Kerangka Konseptual

Saat ini, permasalahan terbesar yang dihadapi UMKM selain dana terbatas adalah tidak adanya arahan strategi yang visioner kedepan dari pemerintah agar pelaku usaha kecil dapat mengembangkan usahanya. Pemerintah harusnya memetakan kondisi UMKM di daerah saat ini, agar mengetahui potensi pengembangannya sudah baik atau belum. Manajemen usaha yang kurang baik dianggap wajar bagi kalangan usaha kecil karena kurangnya tingkat pendidikan dalam mengelola usaha serta tidak adanya upaya pemerintah dalam menyediakan balai pelatihan bagi tenaga kerja untuk skala usaha kecil. Tidak hanya permodalan, UMKM juga harus memiliki manajemen yang baik sehingga mampu bersaing di era perdagangan bebas nanti.

(26)

Diperlukan suatu analisis untuk memetakan dan mengidentifikasi beberapa faktor dan indikator kemajuan industri kecil. Menelusuri lebih jauh sekat antara faktor internal dan eksternal untuk kemudian dianalisis bagaimana mengatasinya yang pada akhirnya melahirkan suatu strategi pengembangan.

Konsep pemikiran yang dijadikan dasar dalam penelitian ini dijelaskan pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pemetaan Home industry

Potensi Pengembangan Home industry

Identifikasi Faktor Internal (kekuatan / kelemahan )

Evaluasi Faktor Internal (IFE)

Identifikasi Faktor Eksternal ( Peluang & hambatan )

Rekomendasi Kebijakan dan Rancangan Program Strategis Analisis SWOT

Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka KonseptualPemetaan Home industry

Referensi

Dokumen terkait

pada saat terbentuknya Persero sebagai pengganti Pertamina, badan usaha milik negara tersebut wajib mengadakan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana untuk melanjutkan

Metode yang digunakan untuk mengisolasi piperin dari lada hitam adalah Soxhlet.. yang merupakan pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan

[r]

masalah atau dilema moral. f) Pengenalan diri adalah kemampuan mengenali perilaku diri kita dan mengevaluasi secara kritis dan jujur.dalam pengenalan diri kemampuan

Berdasarkan surat edaran Bawaslu Republik Indonesia Nomor 0075/K.Bawaslu/HM.00/III/2020 tentang Pelayanan Informasi Pada Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota

Penerapan pembelajaran metode mind mapping dapat meningkat kan aktivitas belajar dengan kriteria pengamatan terdiri dari kegiatan visual meliputi siswa mengamati

Penerapan Teknik Behavior Contract untuk Meningkatkan Tanggung Jawab Pribadi Siswa Kelas XI-IPS 3 dalam Mengikuti Layanan Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 2

Unsur “dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain” adalah apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang mempunyai tujuan