PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS
PENILAIAN PROYEK TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR
KRITIS IPA SD GUGUS VIII SUKAWATI
Putu Pande Christiana
1, Ni Wayan Suniasih
2, I Nengah Suadnyana
3Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
email: [email protected]
1, [email protected]
2,
[email protected]@undiksha.ac.id
3Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model Problem
Based Learning berbasis penilaian proyek dan yang dibelajarkan dengan
pembelajaran konvensional pada kelas V Gugus VIII Kecamatan Sukawati. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu yaitu Nonequivalent Control Group
Design. Populasi penelitian yakni seluruh siswa kelas V di Gugus VIII Kecamatan
Sukawati yang berjumlah 225 orang siswa. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik random sampling yang diacak adalah kelas dengan hasil pengundian yaitu siswa kelas V SDN 1 Singapadu Kaler sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas V SDN 1 Singapadu Tengah sebagai kelompok kontrol yang masing-masing berjumlah 30 orang siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi dan metode tes subjektif bentuk uraian. Analisis data menggunakan metode analisis statistik uji-t. Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model Problem Based Learning berbasis penilaian proyek dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada kelas V Gugus VIII Kecamatan Sukawati. Hal tersebut dapat dilihat dari perolehan nilai rata-rata kelompok eksperimen = 72.08 > = 62.92 kelompok kontrol dan dari kriteria pengujian thitung =
2.11 > ttabel (α= 0,05, 58) = 2.000. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa penerapan
model Problem Based Learning berbasis penilaian proyek berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis IPA siswa kelas V Gugus VIII Kecamatan Sukawati.
Kata kunci: model Problem Based Learning berbasis penilaian proyek, kemampuan
berpikir kritis IPA
Abstract
This research aimed to determine the significant differences of critical thinking skill between Science students who were taught by Project Assessment based Problem Based Learning model and to the students who were taught by conventional learning in the fifth grade at Cluster VIII in Sukawati Subdistrict. This research used quasi experiment design which was Nonequivalent Control Group Design. The population was all of fifth grade students at Cluster VIII in Sukawati Subdistrict with 225 students. The sample determination was done by using random sampling technique with the fifth grade students of SDN 1 Singapadu Kaler as the experimental group and the fifth grade students of SDN 1 Singapadu Tengah as the control group in which each of them consisted of 30 students. The data collection methods used observation method and subjective test method in descriptive form. The data analysis used t-test statistical analysis method. The analysis showed the significant differences of critical thinking skill between the group of Science students who were taught by Project Assessment based Problem Based Learning model and to the students who learned with
conventional learning in fifth grade students at Cluster VIII in Sukawati Subdistrict. It could be seen from average score of experimental group Error! Reference source
not found. = 72.08 > Error! Reference source not found. = 62.92 control group and
from testing criteria tvalue = 2.11 > ttable( α = 0.05, 58 ) = 2.000. Therefore, the
implementation of Project Assessment based Problem Based Learning model affected on critical thinking skill of fifth grade Science students at Cluster VIII in Sukawati Subdistrict.
Key words: Project Assessment based Problem Based Learning model, science
critical thinking skills
PENDAHULUAN
Salah satu faktor utama yang menentukan kualitas suatu bangsa adalah
pendidikan. Pendidikan mampu
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa serta sebagai sarana dalam membangun watak bangsa, (Mulyasa, 2005). Maka dari itu, pendidikan diperlukan dan dipandang sebagai kebutuhan dasar bagi masyarakat yang ingin maju demikian halnya masyarakat Indonesia. Namun, sampai saat ini mutu pendidikan masih menjadi masalah di Indonesia.
Mutu pendidikan berpengaruh terhadap rendahnya sumber daya manusia (SDM). Peningkatan kualitas SDM merupakan suatu prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan suatu bangsa. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut adalah pendidikan, sehingga kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan. Pendidikan mendapatkan perhatian pokok untuk menciptakan SDM yang berkualitas. SDM yang berkualitas harus ditunjang dengan pelaksanaan berbagai program-program pendidikan yang sistematis dan terarah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang terkait dengan peningkatan mutu pendidikan.
Berbagai langkah dan upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya-upaya yang telah dilakukan diantaranya, perubahan kurikulum dari KBK menjadi KTSP, peningkatan kesejahteraan guru sebagai penghargaan kepada guru karena melaksanakan tugasnya dengan baik, perbaikan sarana dan prasarana sekolah dengan program BOS, mengadakan sertifikasi guru untuk penjaminan mutu pembelajaran, serta berbagai upaya lainnya. Selain itu, berbagai inovasi dalam penerapan strategi, model, maupun media
pembelajaran juga telah dilakukan. Sehingga menuntut guru untuk dapat mengikuti arus perubahan dan perkembangan pendidikan yang terjadi demi memperbaiki proses pembelajaran di sekolah.
Dalam pembelajaran khususnya di sekolah dasar, guru adalah salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran, karena guru yang berhubungan serta berinteraksi langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar. Bagaimanapun idealnya kurikulum pendidikan, bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan namun jika tidak diimbangi
dengan kemampuan guru dalam
mengimplementasikannya, maka proses pembelajaran kurang bermakna bagi siswa.
Dalam proses pembelajaran guru memegang peranan yang sangat penting untuk menciptakan suatu proses pembelajaran yang aktif dan interaktif. Tujuan pembelajaran tercapai apabila guru mampu mengemas sebuah pembelajaran yang menarik bagi siswa dengan menerapkan berbagai strategi, model atau metode pembelajaran yang bervariasi, sehingga dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa untuk mau belajar. Keterampilan guru dalam memilih serta
menerapkan model dan media
pembelajaran yang bervariasi juga merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Di sekolah dasar, siswa diajarkan sejumlah mata pelajaran salah satu diantaranya adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu
natural science. IPA membahas tentang
sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh siswa. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), menurut Lilik (2011) mata pelajaran IPA di sekolah dasar bertujuan agar siswa memiliki kemampuan yaitu 1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, 2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, 3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, 4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, 5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, 6) meningkatkan kesadaran untuk
menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, 7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Rendahnya prestasi belajar siswa yang diindikasikan dengan rendahnya tingkat pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis terhadap suatu masalah yang sedang diajukan. Adapun masalah yang dapat diidentifikasi sebagai faktor penyebab rendahnya tingkat pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis dalam mata pelajaran IPA yaitu 1) pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered), sehingga siswa hanya bersifat pasif dalam proses pembelajaran.
Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran siswa Gugus VIII kecamatan Sukawati yang cenderung lebih banyak mendengar penjelasan dari guru, 2) model pembelajaran yang diterapkan oleh guru kurang bervariasi sehingga proses pembelajaran IPA terkesan membosankan dan kurang menarik bagi siswa. Karena pada dasarnya pembelajaran IPA di SD
menuntut siswa untuk dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran melalui kegiatan eksperimen, pratikum atau percobaan, sehingga proses belajar siswa menjadi menyenangkan dan bermakna, 3) penggunaan media konkret oleh guru dalam pembelajaran IPA juga sangat terbatas sehingga menyebabkan siswa
susah dalam memahami materi
pembelajaran yang disampaikan.
Berdasarkan teori perkembangan anak menurut Peaget, anak usia SD yang berumur 7 sampai 12 tahun berada pada tahap perkembangan operasional konkret, dimana anak lebih mudah memahami suatu hal dengan melihat langsung sesuatu/benda secara langsung (konkret). Maka dari itu, dalam proses pembelajaran IPA guru seharusnya terampil dalam memanfaatkan dan menggunakan media-media konkret yang dapat mendukung serta memudahkan siswa dalam memahami konsep materi dalam pembelajaran IPA.
Pada saat ini telah berkembang berbagai strategi, model, dan media pembelajaran yang inovatif untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah dasar. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran IPA adalah model
Problem Based Learning. Menurut Moffit
model Problem Based Learning
merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang keterampilan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensi dari materi pelajaran, (Depdiknas, 2002:12).
Pierce dan Jones (dalam Fadillah, 2013) mengemukan kejadian-kejadian yang harus muncul dalam implementasi
Problem Based Learning, adalah 1)
keterlibatan (engagement) :
mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah dengan bekerja sama, 2) inquiry dan investigasi: mengeksplorasi dan mendistribusikan informasi, 3) performansi: menyajikan temuan, 4) tanya jawab (debriefing): menguji keakuratan dari solusi, dan 5) refleksi terhadap pemecahan masalah.
Jika kelima implementasi dalam model Problem Based Learning dapat diterapkan dengan baik oleh guru serta dapat dilalui dengan baik oleh siswa dalam proses pembelajaran, maka dapat memupuk rasa ingin tahu siswa secara ilmiah dalam pembelajaran IPA yang menyenangkan. Siswa juga dapat melatih kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir sainstifik (ilmiah) dengan menyeimbangkan kinerja otak kiri dan otak kanan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis IPA siswa.
Model Problem Based Learning dapat diterapkan dalam pembelajaran IPA, mengingat pentingnya siswa memiliki pengalaman dan kemampuan mengatasi masalah nyata dalam kehidupannya sehari-hari secara mandiri. Sebagai model pembelajaran yang inovatif, model
Problem Based Learning memiliki beberapa keunggulan, diantaranya menurut Sanjaya (2009) keunggulanya yaitu 1) menantang kemampuan siswa serta memberi kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, 2) meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, 3) membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, 4) merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi secara tepat.
Sedangkan menurut Amir (2009) kelebihan dari model Problem Based
Learning yaitu 1) mengembangkan jawaban yang bermakna bagi suatu masalah yang membawa siswa mampu menuju pemahaman lebih dalam mengenai suatu materi, 2) memberikan tantangan pada siswa sehingga mereka bisa
memperoleh kepuasan dengan
menemukan pengetahuan baru bagi dirinya sendiri, 3) membuat siswa selalu aktif dalam pembelajaran, 4) membantu siswa untuk mempelajari bagaimana cara untuk mentransfer pengetahuan siswa kedalam masalah dunia nyata, 5) model
Problem Based Learning dapat
mengembangkan keterampilan berpikir kritis setiap siswa serta kemampuan siswa
untuk beradaptasi untuk belajar dengan situasi yang baru
Berdasarkan uraian tersebut, secara teoritis model Problem Based Learning dapat mengembangkan berpikir kritis. Secara empirik perlu diuji kebenarannya melalui penelitian yang berjudul pengaruh model Problem Based Learning berbasis penilaian proyek terhadap kemampuan berpikir kritis IPA siswa kelas V Gugus VIII Kecamatan Sukawati.
METODE
Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian eksperimen. Mengingat tidak semua variabel (gejala yang muncul) dan kondisi eskperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat, maka penelitian ini dikategorikan penelitian menggunakan desain eksperimen semu (quasi experiment) dengan jenis desain
non-equivalent control group design.
Rancangan ini dipilih karena selama eksperimen tidak memungkinkan mengubah kelas yang ada. Menurut Sugiyono, (2011:116) pola desain
non-equivalent control group design seperti
Gambar 1.
Gambar 1. Rancangan penelitian Keterangan:
O1, O2 = Pemberian pre-test pada
kelompok eksperimen dan kontrol.
O3, O4 = Pemberian post-tes pada
kelompok eksperimen dan kontrol.
X = Perlakuan Model Problem Based Learning berbasis penilaian proyek yang diberikan pada kelompok eksperimen. Sedangkan untuk kelompok kontrol dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional.
O1 X O3
- - -
Menurut Dantes (2012:97) menyatakan bahwa pemberian pra-tes digunakan untuk mengukur ekuivalensi atau penyetaraan. Ekuivalensi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan matching. Menurut Darmadi (2011:197) matching adalah “suatu teknik untuk menyeragamkan kelompok pada suatu variabel atau lebih yang oleh peneliti telah diidentifikasi mempunyai ubungan yang erat dengan penampilan (performance) variabel tidak bebas”.
Dalam suatu penelitian populasi dan sampel memiliki hubungan saling keterkaitan. Populasi adalah “kelompok dimana seseorang peneliti akan memperoleh hasil penelitian yang dapat disamaratakan (digeneralisasikan)”, Darmadi (2011:46). Pengertian senada juga disampaikan oleh Sugiyono (2011:80) yang menyatakan bahwa populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas V semester ganjil di SD Negeri yang ada di Gugus VIII kecamatan Sukawati yang terdiri dari tujuh Sekolah Dasar, yaitu kelas V SDN 1 Singapadu Tengah, kelas V SDN 2 Singapadu Tengah, kelas V SDN 3 Singapadu Tengah, kelas V SDN 1 Singapadu Kaler, kelas V SDN 2 Singapadu Kaler, kelas V SDN 4 Singapadu Kaler, dan kelas V SDN 5 Singapadu Kaler.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011:81). Selain itu sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil, yang dianggap mewakili seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu (Agung, 2012:47). Sampel yang dipilih adalah dua kelas, yaitu satu kelompok eksprimen dan satu kelompok kontrol. Pemilihan sampel tidak dilakukan pengacakan individu, karena tidak bisa mengubah kelas yang telah terbentuk sebelumnya.
Kelas dipilih sebagaimana telah terbentuk tanpa campur tangan peneliti dengan tujuan untuk mencegah
kemungkinan subjek mengetahui dirinya dilibatkan dalam penelitian sehingga penelitian ini benar-benar menggambarkan perlakuan yang diberikan. Oleh karena tidak bisa dilakukan pengacakan individu, maka pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik random
sampling yaitu pengambilan sampel anggota populasi secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Pada penelitian ini yang diacak adalah kelasnya.
Informasi yang diperoleh dari Ketua Gugus VIII kecamatan Sukawati, bahwa kemampuan akademis siswa kelas V Gugus VIII kecamatan Sukawati setara, karena disebar secara merata antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Artinya tidak terdapat kelas unggulan maupun non unggulan.
Ketujuh kelas yang ada dirandom untuk menentukan dua kelas sebagai sampel penelitian. Kemudian dari dua kelas tersebut, diundi untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelas yang mendapat perlakuan Model Problem Based Learning berbasis penilaian proyek yaitu Kelas V SDN 1 Singapadu Kaler yang berjumlah 33 siswa dan kelas kontrol yang mendapat perlakuan pembelajaran konvensional yaitu Kelas V SDN 1 Singapadu Tengah yang berjumlah 30 siswa. Selanjutnya dilakukan matching atau pemetaan untuk menyetarakan kedua kelas yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil pemetaan dari skor pra-tes diperoleh 30 pasang siswa. Sehingga sampel keseluruhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60 orang siswa.
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model Problem
Based Learning berbasis penilaian proyek.
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis IPA.
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode observasi dan tes subjektif bentuk uraian. Metode observasi digunakan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran dalam aspek afektif seperti karakter siswa yang ingin dikembangkan melalui pelaksanaan model Problem Based Learning berbasis penilaian proyek
maupun menggunakan pembelajaran konvensional. Metode tes digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis IPA melalui aspek kognitif. Tes tersebut dilengkapi rubrik penilaian kemampuan berpikir kritis IPA dengan sistematika yang tepat. Soal tes kemampuan berpikir kritis ini disajikan dalam bentuk narasi permasalahan. Siswa diharapkan mampu mengidentifikasi masalah yang ada,
memberikan argumen terhadap
permasalahan, melakukan deduksi, melakukan induksi, mengevaluasi, dan memutuskan hingga didapatkan sebuah solusi yang masuk akal.
Sebelum tes tersebut digunakan, maka tes tersebut terlebih dahulu diuji validitas dan realibilitasnya. Dalam bahasa Indonesia valid diartikan sebagai kesahihan atau ketepatan. Menurut Sugiyono, (2010:173) valid berarti instrumen itu dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran yang disebut validitas logis dan dari hasil pengalaman yang disebut validitas empiris.
Validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjukkan pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena instrumen yang bersangkutan sudah dirancang dengan baik, mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Berdasarkan teori tersebut penelitian ini menggunakan instrumen yang disusun berdasarkan isi materi pelajaran berupa kriteria atau indikator pencapaian dan kisi-kisi tes yang telah disusun secara sistematis. Uji validitas isi tes kemampuan berpikir kritis IPA dituangkan dalam bentuk kisi-kisi tes yang dikonsultasikan dan dikaji oleh dosen pembimbing dan guru SD.
Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman (Arikunto, 2010:67). Untuk mengukur validitas tes kemampuan berpikir kritis IPA siswa digunakan validitas empiris tes yang berbentuk politomi digunakan rumus korelasi Product Moment. Hasil uji validitas diperoleh 18
soal yang valid dengan rhitung > rtabel.
Dari 18 butir tes yang valid hanya 10 butir tes diuji reliabilitasnya. Pemilihan butir tes tersebut disesuaikan dengan indikator yang telah terwakili dan ketersediaan waktu sesuai kemampuan siswa SD untuk menjawab soal bentuk uraian. Reliabilitas tes berhubungan dengan kepercayaan dan keajegan hasil tes (Arikunto, 2002:81). Suatu tes dapat dikatakan mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Dalam mencari indeks reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach karena intrumen berupa tes uraian. Dari hasil uji reliabilitas tersebut diperoleh r11 =
0,90 dengan demikian diinterpretasikan derajat reliabilitasnya tes kemampuan berpikir kritis IPA siswa sangat tinggi.
Analisis data kemampuan berpikir kritis IPA yang diperoleh menggunakan metode statistik uji-t dengan formulasi sebagai berikut.
t = (i)
(Winarsunu, 2010) Keterangan:
X1 = rata-rata dari kelompok
eksperimen.
X2 = rata-rata dari kelompok kontrol.
Sgab = simpangan baku gabungan. n1 = jumlah subyek dari kelompok
eksperimen.
n2 = jumlah subyek dari kelompok kontrol.
Sebelum data dianalisis
menggunakan uji-t, dilakukan uji prasyarat analisis yakni uji normalitas sebaran data dan homogenitas varians. Uji normalitas untuk kemampuan berpikir kritis IPA siswa
digunakan analisis Chi Square dan homogenitas varians pada analisis ini digunakan uji-F.
Uji signifikansinya adalah jika thitung<
ttabel, maka H0 diterima (gagal ditolak) dan
Ha ditolak, sebaliknya jika thitung ≥ ttabel,
maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Pengujian dilakukan pada taraf signifikan 5% dengan dk = n1+n2- 2.
Data tentang kemampuan berpikir kritis IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol diperoleh setelah melaksanakan proses pembelajaran melalui tes akhir atau
post-test. Data yang telah dikumpulkan
dianalisis sesuai dengan teknik analisis data yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sebelum analisis data penelitian dilakukan, terlebih dahulu diuji prasyarat analisis berupa uji normalitas sebaran data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Berdasarkan atas kurva normal, kelas interval, frekuensi observasi (fo) dan frekuensi empirik (fe) dari data kemampuan berpikir kritis IPA siswa pada kelompok eksperimen diperoleh 2hit =
= 1,51 sedangkan untuk taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (dk) = 5 diperoleh 2tabel (α=0,05, 5) = 11,07 karena
2
hit = 1,51< 2tabel (α=0,05, 5) = 11,07 maka H0
diterima. Ini berarti sebaran data kemampuan berpikir kritis IPA siswa pada kelompok eksperimen berdistribusi normal.
Sedangkan berdasarkan atas kurva normal, kelas interval, frekuensi observasi (fo) dan frekuensi empirik (fe) dari data kemampuan berpikir kritis IPA siswa pada kelompok kontrol diperoleh 2hit =
= 2,19 sedangkan untuk taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (dk) = 5 diperoleh 2tabel (α=0,05, 5) = 11,07 karena
2
hit = 2,19 < 2tabel (α=0,05, 5) = 11,07 maka H0
diterima. Ini berarti sebaran data kemampuan berpikir kritis IPA siswa pada kelompok kontrol berdistribusi normal.
Uji homogenitas varians yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Anava Havley atau uji-F. Uji homogenitas
varians bertujuan untuk meyakinkan bahwa perbedaan yang diperoleh
benar-benar berasal dari perbedaan antar kelompok, bukan disebabkan perbedaan di dalam kelompok. Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 0,69 sedangkan Ftabel
pada taraf signifikansi 5% dengan db pembilang = 29 dan db penyebut = 29 adalah Ftabel = 1,85. Ini berarti Fhitung = 0,69
< Ftabel (29,29) = 1,85 maka Ho diterima
sehingga data kemampuan berpikir kritis IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol memiliki varians yang homogen.
Dari hasil uji prasyarat yakni uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians, dinyatakan bahwa data kemampuan berpikir kritis IPA siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t sebagai berikut.
Dari hasil perhitungan menggunakan
microsoft office excel diketahui:
n1 = 30 n2 = 30 1 = 72,08 2 = 62,92 S12 = 231,07 S22 = 336,53 Sgab= 12,33 Menghitung nilai t thitung = = = = = 2,11
Maka nilai thitung = 2,11
Menentukan nilai ttabel terlebih dahulu
menentukan derajat kebebasan (dk) sebagai berikut: dk= n1 + n2 – 2 = 30 + 30 –
2 = 58. Sehingga diperoleh nilai ttabel
dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 58 adalah ttabel = 2,000.Pengujian hipotesis
menggunakan analisis uji-t dengan rumus
polled varians dengan kreteria pengujian
atau uji signifikansinya adalah jika thitung<
ttabel, maka H0 diterima (gagal ditolak) dan
maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 5% dengan dk = n1+ n2- 2.
Dari hasil analisis data diperoleh
thitung = 2,11 dengan menggunakan taraf
signifikansi 5% dengan dk = 58 diperoleh batas penolakan hipotesis nol ttabel = 2,000.
Berarti thitung = 2,11> ttabel (α= 0,05, 58) = 2,000
maka hipotesis nol yang diajukan ditolak dan menerima hipotesis alternatif.
Oleh karena itu dapat
diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model Problem
Based Learning berbasis penilaian proyek
dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada kelas V Gugus VIII Kecamatan Sukawati tahun ajaran 2013/2014.
Berdasarkan uji-t diperoleh thitung = 2,11
> ttabel (α=0,05,58)= 2,000 berarti hipotesis
alternatif yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model Problem Based Learning berbasis penilaian proyek dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada taraf signifikansi 5% diterima.
Artinya bahwa siswa yang dibelajarkan dengan model Problem Based Learning berbasis penilaian proyek kemampuan berpikir kritisnya lebih baik dari pada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Hal tersebut didukung juga adanya perbedaan nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA antara kelompok eksperimen yaitu = 72,08 > = 62,92 kelompok kontrol.
Pada pembelajaran IPA yang menggunakan model Problem Based
Learning berbasis penilaian proyek menyajikan pembelajaran IPA sebagai produk berdasarkan masalah dan proyek memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun konsep dan ide. Siswa mendapat pengalaman langsung dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari sehingga kemampuan berpikir kritis siswa menjadi optimal.
Pembelajaran IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih keterampilan proses. Muslichah (2006: 22) menyatakan bahwa keterampilan proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi keterampilan proses dasar misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta keterampilan proses terintegrasi misalnya merancang dan melakukan eksperimen.
Penyajian masalah yang nyata pada pembelajaran IPA dapat memotivasi dan memberikan pengalaman langsung untuk menyelesaikan permasalahan sehingga siswa mampu berpikir kritis, memiliki kemampuan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan baru yang telah terintegrasi oleh siswa tersebut dimana penilaian keseluruhan proses dari tahap perencanaan, pengumpulan data, analisis data, pengorganisasian sampai penyajian data dibuat dalam bentuk laporan atau kesimpulan dan menghasilkan sebuah hasil atau produk dalam periode atau kurun waktu tertentu yang telah direncanakan sebelumnya.
Menurut Tan (2003) Problem Based
Learning merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam proses belajar mengajar kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan
kemampuan berpikirnya secara
kesinambungan. Adapun kelebihan yang dimiliki dari model Problem Based Learning menurut Sanjaya (2009) yaitu 1) menantang kemampuan siswa serta memberi kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, 2) meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, 3) membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, dan 4) merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi secara tepat.
Hasil temuan tersebut didukung oleh hasil penelitian Gunada (2010) yang menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model Problem Based Learning berada pada kualifikasi baik (M=33,45; SD=4,76), sedangkan kemampuan berpikir kritis kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional berada pada kualifikasi cukup (M=27,5; SD=6,477).
Dari hasil temuan tersebut, dapat disimpulkan perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA yang muncul disebabkan karena siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning berbasis penilaian proyek dapat mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis IPA siswa.
Siswa lebih memahami materi pembelajaran ketika siswa sendiri menemukan dan memecahkan masalah yang dihadapi sehingga memberi pengalaman dan bermakna bagi siswa. Hal tersebut dapat ditemukan pada penggunaan model Problem Based Learning berbasis penilaian proyek memberikan kemampuan berpikir kritis yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA.
PENUTUPAN
Berdasarkan hasil uji hipotesis dan pembahasan hasil penelitian diketahui terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model Problem Based Learning berbasis penilaian proyek dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada kelas V Gugus VIII Kecamatan Sukawati tahun ajaran 2013/2014.
Terbukti dari hasil uji-t diperoleh thitung
= 2,11 > ttabel (α = 0,05, 58) = 2,000. Jika dilihat
dari perolehan nilai rata-rata, siswa kelompok eksperimen = 72,08 > = 62,92 pada kelompok kontrol. Hal ini berarti pembelajaran yang menggunakan model Problem Based Learning berbasis penilaian proyek memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan menggunakan
pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA.
Dapat disimpulkan bahwa model
Problem Based Learning berbasis penilaian proyek berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis IPA pada siswa kelas V Gugus VIII Kecamatan Sukawati tahun ajaran 2013/2014.
Berdasarkan simpulan tersebut adapun saran yang ingin peneliti sampaikan yaitu guru hendaknya dalam memilih model untuk diterapkan dalam pembelajaran di kelas harus kreatif dan inovatif, sehingga pembelajaran menjadi efektif, tidak monoton serta dapat mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga nantinya dapat meningkatkan kemampuan profesional guru dalam mengelola pembelajaran IPA.
Bagi peneliti lain disarankan untuk menindaklanjuti penelitian dengan mengkaji lebih mendalam tentang model
Problem Based Learning berbasis penilaian proyek karena pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning berbasis penilaian proyek
berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis IPA.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, A.A Gede. 2012. Metodologi
Penelitian Pendidikan: Suatu Pengantar. Singaraja: Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Ganesha.
Amir, Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan
Melalui Problem Based Learning.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Arikunto, Surhasimi. 2010. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Dantes. 2012. Metode Penelitian.
Yogyakarta: Andi Offset
Darmadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Depdiknas. 2002. Kurikulum dan Hasil
Fadillah, Nur. 2013. “Inovasi Pembelajaran Model Pembelajaran Berbasis Masalah”. Tersedia pada
http://3bkelompok2matematika.bl ogspot.com/ (diakses pada 12
Februari 2013).
Gunada, I Wayan. 2010. Efektivitas Model
Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA (Studi Eksperimen dalam Pembelajaran Fisika di Kelas X SMA Negeri 1 Tabanan).
Tesis (tidak diterbitkan). Program Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Ganesha.
Lilik. 2011. “Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) terhadap Kualitas Pembelajaran IPA Pada Siswa Kelas III SDN Kalisidi 02”.
Tersedia pada
http://momoydandelion.blogspot.c om/2011/07/ipa-contekstual-1.html (diakses pada 12 Februari
2013).
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi
Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sugiyono. 2010. Statistika untuk
Penelitian. Bandung: CV.
Alfabeta.
---. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Winarsunu, Tulus. 2010. Statistik dalam
Penelitian Psikologi dan