• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hama tanaman merupakan salah satu kendala yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Salah satu hama penting pada tanaman padi adalah wereng batang cokelat (Nilapavarta lugens Stål). Hama ini menyerang berbagai varietas tanaman padi khususnya varietas unggul tipe baru (VUTB), padi hibrida yang diketahui rentan terhadap serangan organisme pengganggu tanaman, serta padi varietas unggul baru (VUB) (Baehaki 2008). Adanya kebutuhan akan peningkatan produksi beras nasional, maka tanaman padi berdaya hasil tinggi dikembangkan seperti VUTB dan padi hibrida, meskipun padi tipe ini rentan terhadap wereng batang cokelat (WBC). Saat ini beberapa varietas VUTB berstatus agak tahan terhadap biotipe 3, sedangkan varietas hibrida berstatus rentan terhadap biotipe 3 (Suprihatno et al. 2010). Berkembangnya populasi WBC hingga terjadinya ledakan populasi, sering dikaitkan dengan penggunaan pestisida yang berlebihan, introduksi varietas unggul yang rentan terhadap WBC, serta pemupukan yang tinggi (Widiarta dan Suharto 2009).

Di Indonesia, serangan serangga ini dilaporkan pertama kali pada tahun 1931-1940 (Baehaki dan Widiarta 2009). Hingga saat ini WBC masih merupakan masalah di pertanaman padi, seiring dengan berkembangnya biotipe WBC (Munawar dan Baehaki 2008). WBC hidup dengan mengisap cairan floem tanaman padi, yang mengakibatkan daun berubah warna menjadi kuning oranye sebelum menjadi cokelat, mengering dan kemudian mati. Kondisi ini, disebut “hopperburn” karena tanaman terlihat seperti terbakar. Perubahan yang terjadi pada tanaman akibat serangan WBC diantaranya adalah penurunan kandungan air (Cagampang et al. 1974), penurunan kandungan protein; ditunjukkan dengan perubahan bagian tanaman yaitu daun yang menjadi cokelat, dan mengandung 73% protein lebih rendah dari daun sehat (Sogawa 1971). Penelitian di rumah kaca menunjukkan bahwa WBC yang diinfestasikan pada tanaman padi menurunkan penyerapan nutrien oleh akar, terutama fosfor (P) dan potasium (K) (Wu et al. 2003). Salah satu penyebab hopperburn adalah berkurangnya laju translokasi fotosintat ke perakaran karena mengeringnya cairan floem dan gangguan transportasi dalam floem yang disebabkan proses penusukan stilet

(2)

WBC secara terus-menerus dan eksploitasi penyerapan cairan makanan (Sogawa 1982). Selain menyerang langsung tanaman padi, WBC juga dapat menularkan penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput yang disebabkan oleh virus (Hibino et al. 1977).

WBC mempunyai keragaman genetik yang cukup luas serta relatif mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hama ini cepat beradaptasi dan dapat mematahkan ketahanan varietas yang semula bereaksi tahan. Penanaman varietas yang sama secara terus-menerus, pemakaian insektisida yang kurang bijaksana, dan sanitasi yang kurang baik akan mendorong munculnya biotipe baru WBC (Harahap et al. 1987, Hanarida 1998, Soewito et al. 1995). Biotipe WBC didefinisikan sebagai suatu populasi serangga yang memiliki reaksi yang sama terhadap suatu varietas tanaman (Bernays dan Chapman 1994).

Varietas tanaman padi tahan dikembangkan berdasarkan pemanfaatan ketahanan alami beberapa varietas padi dan padi liar terhadap WBC. Berbagai ketahanan tanaman padi terhadap WBC ditentukan oleh berbagai gen dalam bentuk pertahanan biofisik dan biokimia. Ketahanan varietas padi terhadap hama WBC ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor biofisik seperti ketebalan jaringan tanaman, adanya trikhoma dan faktor biokimia seperti nutrisi atau interaksi kedua faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi aktivitas makan yang menentukan asupan nutrisi, yang pada gilirannya berakibat pada pertumbuhan dan perkembangan wereng, kemampuan bertahan hidup dan produksi telur. Yoshihara et al. (1980) mengemukakan bahwa perilaku makan berkaitan erat dengan kandungan asam oksalat pada tanaman padi. Asam amino, sukrosa juga diketahui merupakan stimulan makan WBC pada tanaman padi (Chen 2009).

Penggunaan varietas tahan dalam pengendalian hama dianggap cara yang relatif murah dan ramah lingkungan. Supaya ketahanan terhadap WBC tidak mudah dipatahkan, penggunaan varietas tahan dilakukan dengan pola pergiliran tanaman. Pola pergiliran tanaman tersebut didasarkan atas perbedaan gen ketahanan yang dikandungnya. Varietas tanpa gen ketahanan, rentan terhadap semua biotipe WBC. Varietas dengan gen Bph 1 tahan terhadap WBC biotipe 1 dan 3, tetapi rentan terhadap biotipe 2 dan 4. Varietas yang memiliki gen bph 2

(3)

tahan terhadap WBC biotipe 1 dan 2, tetapi rentan terhadap biotipe 3 dan 4 (Baehaki 2005). Ketahanan tanaman inang, dalam hal ini tanaman padi, menimbulkan pengaruh pada respon WBC selanjutnya pada pertumbuhan dan perkembangan WBC. WBC yang dikurung dengan varietas padi Mudgo menyebabkan mortalitas tinggi, pertumbuhan lambat, ukuran tubuh kecil, dan fekunditas yang rendah (Kazushige dan Pathak 1970). Komponen ketahanan pada tanaman padi, misalnya yang terdapat pada Ratthu Heenati (RH) yaitu terletak dalam floem, sedangkan ketahanan pada varietas IR46 menyebabkan meningkatnya penusukkan oleh WBC pada permukaan tanaman padi, hal ini dihubungkan dengan terdapatnya lilin dari permukaan tanaman (Woodhead dan Padgham 1988). Hasil penelitian pada varietas padi dari Sri Lanka, diketahui schaftosid dan isoschaftosid yang merupakan senyawa fenol pada floem padi dan bersifat antifidan terhadap WBC. Zat tersebut lebih banyak terdapat pada padi tahan dibanding padi rentan (Stevenson et al. 1996). Genetik hama merupakan faktor internal pengendali perkembangan biotipe WBC, apabila ditanam varietas padi tahan terhadap satu biotipe secara terus-menerus, maka pada beberapa musim berikutya WBC telah sanggup membentuk biotipe baru yang dapat mematahkan ketahanan varietas padi tersebut.

Adaptasi WBC terhadap varietas tanaman padi ditunjukkan melalui perubahan produksi embun madu, berat tubuh, kelangsungan hidup dan reproduksi (Chen 2009). WBC juga dapat beradaptasi terhadap varietas tahan dalam beberapa generasi melalui pemeliharaan terus-menerus di laboratorium. Oleh karena itu, memahami faktor-faktor yang mendasari interaksi WBC dan tanaman padi adalah sangat penting.

Perumusan Masalah

Penggunaan varietas tahan hama merupakan salah satu teknik pengendalian yang digunakan karena relatif murah, mudah diterapkan, dan tidak mencemari lingkungan. Adanya varietas padi tahan dianggap sebagai penyebab perubahan kemampuan populasi WBC dalam menginfestasi tanaman padi. Di lapangan, dengan adanya pertanaman padi yang mengandung gen tahan secara terus-menerus dapat mempercepat timbulnya biotipe baru atau mempercepat terjadinya kepatahan varietas tahan. WBC diketahui memiliki ketahanan beragam sesuai

(4)

dengan responnya terhadap berbagai varietas padi yang mengandung faktor ketahanan yang berbeda, sehingga selalu menimbulkan masalah, baik dalam pemuliaan varietas padi maupun penggunaan varietas secara luas.

Tanaman tahan secara genetik menghasilkan kondisi tanaman yang menyebabkan kualitas pertumbuhan dan perkembangan hama tidak optimal. Sifat-sifat yang perlu diamati pada mekanisme antisenosis, antara lain adalah preferensi nimfa untuk berkoloni, preferensi imago untuk makan, dan preferensi imago untuk oviposisi. Berdasarkan mekanisme antibiosis, respon serangga yang diamati adalah uji embun madu, lama hidup nimfa dan waktu yang diperlukan hingga mencapai dewasa. Selain itu, dilakukan pengamatan terhadap faktor-faktor ketahanan dari tanaman padi yang diuji diantaranya analisa jaringan dan biokimia tanaman padi dengan berbagai tingkat ketahanan yang berkaitan dengan preferensi hinggap dan perilaku makan,

Kerangka Pemikiran

Fungsi tanaman inang bagi herbivora antara lain adalah sebagai tempat makan, hidup, serta peletakan telur (Schoonhoven et al. 2005). Seleksi tanaman inang oleh herbivora dipengaruhi oleh zat kimia tanaman yang dinamakan senyawa kimia sekunder (Fraenkel 1959). Kennedy (1965) menyatakan bahwa seleksi tanaman inang adalah berdasarkan respon arthropoda terhadap zat nutrien dan non-nutrien tumbuhan. Secara alami, tumbuhan memiliki ketahanan terhadap herbivora. Faktor ketahanan inilah yang digunakan para pemulia untuk mengembangkan padi tahan WBC. Di Indonesia pengembangan padi tahan dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian, dan telah menghasilkan berbagai varietas yang memiliki ketahanan terhadap WBC. Sebelum tahun 2006 pengujian galur-biotipe Bph1, bph2, atau keturunan Bph1+, juga disiapkan varietas yang memiliki ketahanan terhadap biotipe 3. Untuk mengatasi cepatnya kepatahan pada varietas yang memiliki satu gen ketahanan, dikembangkan varietas-varietas yang memiliki ketahanan terhadap lebih dari satu gen ketahanan (ketahanan horizontal), varietas ini dianggap dapat mempertahankan ketahanan lebih panjang karena tekanan seleksi yang terjadi tidak setinggi pada varietas dengan satu gen ketahanan. Penggunaan varietas dengan ketahanan vertikal akan menyebabkan tekanan seleksi yang kuat terhadap hama sehingga dapat menimbulkan biotipe hama

(5)

baru dengan daya serang yang lebih kuat (Sharma et al. 2002). Keberhasilan varietas tahan dibatasi dengan timbulnya biotipe baru yang dapat hidup, berkembang, dan selanjutnya dapat mematahkan varietas yang semula tahan (Bahagiawati dan Samudra 1998). Keadaan ini perlu dihindari agar varietas tahan dapat bertahan dalam waktu lama, salah satu upaya adalah dengan mengelola tanaman tahan yaitu melakukan pergiliran tanaman tahan dengan mekanisme resistensi yang berbeda. Tanaman tahan dengan mekanisme resistensi berbeda menimbulkan respon WBC yang berbeda.

Gambar 1.1 Skema faktor-faktor yang mempengaruhi respon WBC terhadap ketahanan varietas tanaman padi. Keterangan: arah panah menunjukkan pengaruh faktor pertahanan tanaman padi terhadap respon biologi WBC

Ketahanan tanaman padi terhadap WBC ditentukan oleh berbagai gen dalam bentuk pertahanan biokimia dan biofisik (Gambar 1.1), pada gilirannya ketahanan ini akan mempengaruhi perilaku maupun metabolism WBC meliputi preferensi, aktivitas makan, pertumbuhan dan perkembangan, serta jumlah telur yang diletakkan, yang kemudian akan menentukan laju pertumbuhan populasi.

Untuk memahami respon WBC terhadap tanaman padi, langkah-langkah penelitian dibagi menjadi:

Faktor-faktor yang memengaruhi respon biologi wereng batang cokelat terhadap berbagai tingkat ketahanan tanaman padi:

TN1 (tanpa gen ketahanan); IR26 (gen Bph1); IR42 (geb bph2); IR64 (gen Bph1+); IR74 (gen Bph3); PTB33 (gen bph2 + Bph3); Inpari13 (gen ketahanan tidak diketahui)

pertahanan tanaman: biokimia dan biofisik

biokimia: penarik/atraktan --> sukrosa penolak/deteren --> asam oksalat biofisik: ketebalan epidermis jumlah pembuluh jumlah trikhoma respon biologi WBC: preferensi hinggap aktivitas makan jumlah telur yang diletakkan, waktu generasi,

(6)

1. Respon biologi WBC terhadap faktor biofisik tanaman padi pada 7 varietas padi dengan berbagai tingkat ketahanan; pengamatan dilakukan terhadap preferensi hinggap dan preferensi oviposisi.

2. Respon biologi WBC terhadap faktor biokimia tanaman padi pada 7 varietas tanaman padi dengan berbagai tingkat ketahanan; pengamatan dilakukan terhadap kemampuan hidup nimfa dan waktu yang diperlukan hingga mencapai dewasa, tingkat mortalitas imago, waktu penggandaan populasi dan kesesuaian makan melalui uji embun madu WBC.

Hipotesis

1. Faktor biofisik tanaman padi berpengaruh terhadap respon biologi WBC seperti preferensi hinggap dan tempat oviposisi WBC.

2. Faktor biokimia tanaman padi berpengaruh terhadap respon biologi WBC yang diamati melalui kemampuan hidup nimfa dan waktu yang diperlukan hingga mencapai dewasa, tingkat mortalitas imago, waktu penggandaan populasi dan kemampuan makan melalui uji embun madu WBC.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui respon biologi WBC terhadap faktor biofisik varietas tanaman padi yaitu preferensi hinggap dan oviposisi WBC.

2. Mengetahui respon biologi WBC terhadap faktor biokimia varietas tanaman padi yaitu kemampuan makan melalui uji embun madu WBC, kemampuan hidup melalui analisis neraca kehidupan.

Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat mengetahui respon biologi WBC terhadap faktor biofisik dan biokimia beberapa varietas tanaman padi sehingga pengelolaan penggunaan varietas tahan dapat dilakukan. Hal tersebut dicapai melalui informasi mengenai kebugaran WBC melalui hasil penelitian analisis fisiologi WBC dan analisis jaringan dan biokimia jaringan batang tanaman inang. Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi metode penapisan ketahanan varietas tanaman uji terhadap serangan biotipe WBC yang umum diberlakukan.

Gambar

Gambar 1.1 Skema faktor-faktor yang mempengaruhi respon WBC terhadap  ketahanan varietas tanaman padi

Referensi

Dokumen terkait

Wereng batang cokelat (WBC) merupakan salah satu hama utama pada tanaman padi di Indonesia. Ketahanan tanaman padi merupakan salah satu komponen dalam pengendalian WBC.

Metode evaluasi ketahanan tanaman yang ditanam dan diinfestasi dengan nimfa WBC secara individual pada tiga populasi simulasi persilangan Ciherang/Swarnalata berhasil menentukan

Bagaimanakah perbedaan kondisi ketahanan pangan komoditas padi di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur terkait dengan dinamika penduduk yang berbeda di kedua

Data yang dikumpulkan untuk menilai kesesuaian lahan unuk tanaman padi sawah dan tanaman lahan kering adalah kedalaman efektif tanah, kelas besar butir pada mintakat

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui pengaruh zeatin terhadap multiplikasi tunas eksplan nodus pada tanaman krisan varietas kulo dan puspita nusantara dan

Berbeda dengan pola respon ketahanan 1, respon yang berlawanan terdapat pada pola respon ketahanan 45 yang merupakan kelompok varietas - varietas padi lokal yang

penemuan varietas benih unggul dan pemanfaatan agens pengendali hayati. Terlaksananya pengawasan dan pengujian mutu benih tanaman perkebunan. Jumlah pengawasan pelestarian

Berapa dosis penambahan Zink Sulfat Heptahidrat dalam pupuk urea yang tepat, sehingga dapat berpengaruh terhadap kadar zink dalam beras dan hasil padi varietas