PENGARUH VARIASI MEDIA PENDINGIN TERHADAP
KEKERASAN DAN STRUKTUR MAKRO HASIL
PENGELASAN GMAW(MIG)
Ade Kurniawan
*, Ari Wibowo
*Andrew W.P. Mantik
#
Batam Polytechnics
Mechanical Engineering Study Program
Jl. Ahmad Yani, Batam Centre, Batam 29461, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Pembangunan konstruksi dengan logam pada masa sekarang ini banyak melibatkan unsur pengelasan khususnya bidang rancang bangun, Karena sambungan las merupakan salah satu pembuatan sambungan yang secara teknis memerlukan keterampilan yang tinggi bagi pengelasan agar diperoleh sambungan dengan kualitas baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh variasi media pendingin terhadap kekerasan dan struktur makro hasil pengelasan MIG (GMAW). Quenching atau proses pendinginan dilakukan terhadap hasil pengelasan baja low carbon ST 37 menggunakan media pendingin Coolant, Solar, oli SAE 68, Air dan udara kompresor. Proses ini mencakup pengelasan dan di ikuti oleh pengukuran suhu dan waktu pengelasan kemudian melakukan pendinginan cepat untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan, dari proses pendinginan tersebut didapatkan nilai kekerasan yang berbeda-beda antara media pendingin yang digunakan. Dari hasil penelitian di ketahui bahwa semua benda hasil pengelasan yang sudah didinginkan di uji nilai kekerasannya, masing- masing media pendingin mempunyai nilai kekerasan berbeda. Dari 5 media pendingin yang digunakan dapat terlihat, bahwa media pendingin yang menghasilkan kekerasan tertinggini adalah media pendingin air, ini terlihat dari nilai kekerasanya yaitu 240,2 HVN. Sedangkan untuk media pendingin yang menghasilkan kekerasan terendah adalah media pendingin udara kompresor dengan rata nilai kekerasannya yaitu 204,2 HVN.
Kata kunci: Gmaw, Quenching, Kekerasan, Strukturmakro, Media pendingin
Abstract
The construction of metalwork in the present involves many elements of welding especially in the field of design, since welded joints are one of the making of connections which technically require high skill for welding in order to obtain good quality connection. The purpose of this research is to know how influence of coolant media variation to hardness and macro structure of MIG welding result (GMAW). Quenching or cooling process is carried out on the welding of low carbon steel ST 37 using Coolant, Solar, SAE 68 oil, Air and air compressor. This process includes welding and followed by temperature measurement and welding time and then performs rapid cooling to obtain the desired properties, from which the cooling process obtained different hardness values between the cooling mediums used. From the research results in know that all welded objects that have been cooled in the test value of hardness, each cooling medium has a different hardness value. Of the 5 cooling media used can be seen, that the cooling medium that produces the highest hardness is the water cooling medium, this is seen from the kekherasanya value is 240.2 HVN. As for the cooling medium that produces the lowest hardness is a compressor air-cooling medium with an average hardness value of 204.2 HVN.
1.
Pendahuluan
Teknik penyambungan logam dengan pengelasan telah dikembangkan sejak dulu. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju ini tidak dapat dipisahkan dari pengelasan, karena mempunyai peranan penting dalam penyambungan logam. MIG (Metal inert gas) merupakan proses penyambungan dua buah logam atau lebih yang sejenis dengan menggunakan bahan tambah yang berupa kawat gulungan dan gas pelindung melalui proses pencairan [1]. Kualitas dari hasil pengelasan sangat dipengaruhi oleh persiapan pelaksanaan dan pengerjaan serta proses perlakuan pendinginan terhadap logam yang dilas. Sehingga untuk mendapatkan hasil sambungan pengelasan yang baik dan berkualitas maka perlu memperhatikan sifat-sifat bahan yang akan dilas maupun penelitian tentang perlakuan pendinginan pada logam yang dilas sangat mendukung untuk mendapatkan hasil sambungan las yang berkualitas. Media pendingin merupakan suatu substansi yang berfungsi dalam menentukan kecepatan pendinginan yang dilakukan terhadap material yang telah diuji dalam perlakuan panas. Dimana kapasitas media pendingin akan menentukan struktur butir yang terjadi, karena secara langsung berpengaruh terhadap kekerasan dari hasil pengelasan. Perbedaan media pendingin berpengaruh terhadap struktur mikro yang terbentuk. Selain berpengaruh pada sifat mekanik dan struktur mikronya, Variasi media pendingin juga memberikan efek terhadap sifat termalnya dan berpengaruh terhadap elongation pada temperatur maksimum kerja [2]. Quenching merupakan proses pengerjaan logam dengan pendinginan secara cepat. Sehingga melalui quenching akan mencegah adanya proses yang dapat terjadi pada pendinginan lambat seperti pertumbuhan butir. Secara umum, quenching akan menyebabkan menurunnya ukuran butir dan dapat meningkatkan nilai kekerasan pada suatu paduan logam. Laju quenching tergantung pada beberapa faktor yaitu medium, panas spesifik, panas pada penguapan, konduktifitas termal medium, viskositas, dan agritasi (aliran media pendingin). Kecepatan pendinginan dengan air lebih besar dibandingkan pendinginan dengan oli, sedangkan pendingin dengan udara memiliki kecepatan yang paling kecil [5]. Proses
quenching biasanya dilakukan menggunakan media
air, solar dan oli. Oli adalah minyak yang mempunyai sifat untuk selalu melekat dan menyebar pada permukaan-permukaan yang bergeser, sehingga membuat pengausan dan kenaikan suhu kecil sekali [3]. Semakin tinggi densitas suatu media pendingin, maka semakin cepat proses pendinginan oleh media pendingin tersebut. Air memiliki densitas tinggi, pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan yang cepat sehingga dapat mengakibatkan specimen menjadi getas [4]. Dari uraian di atas penulis tertarik melakukan penelitian pengaruh variasi media pendingin terhadap kekerasan
dan struktur mikro hasil pengelasan gmaw (MIG). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kekerasan dan struktur makro hasil pengelasan gmaw (MIG) dengan bermacam variasi media pendingin. Manfaat penelitian ini adalah memberi tambahan informasi bagi dunia industri, Khususnya proses pengerjaan logam tentang variasi media pendingin, jenis baja dan jenis elektroda.
2.
Metodologi Penelitian
2.1 Lokasi atau Tempat PenelitianLab Welding, W5 dan Lab Metal Politeknik Negeri Batam.
2.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Alat pemotong sampel (Cutting tool) 2. Alat untuk meratakan permukaan (Grinding) 3. Mesin las GMAW(MIG) LN-25
4. Alat pengukur suhu (Thermometer)
5. Alat pengujian hardness vickers (Digital display
microhardness test model HVS-1000A)
6. Alat penghalus permukaan (Grinder
polisher)merek BUEHLER tipe 250
7. Sarung tangan
8. Alat pengujian struktur makro (Camera).
9. Alat unutuk mendinginkan sampel (Mesin kompresor)
10. Kaliper (jangka sorong) 11. Penggaris
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Baja low carbon (ST 37) 2. Air (1 liter)
3. Solar (1 liter) 4. Udara kompresor 5. Coolant(1 liter) 6. Oli SAE 68 (1 liter)
7. Kertas amplas grade 400, 600, 800, 1200 CW 8. Kain poles (beludru)
9. Polishpasta (Autosol)
10. Larutan nital (larutan etanol+asam nitrat) 3% 11. Larutan Alkohol
2.3 Rancangan Penelitian
Diagram alir penelitian ini ditunjukan pada gambar dibawah.
Gambar 1. Diagram alir penelitian
Pada gambar 1 adalah langkah-langkah proses yang akan dilakukan selama penelitian.
2.4 Preparasi Sampel 2.4.1 Persiapan Desain
Gambar 2. Desain perancangan gambar
Pada Gambar 2.4.1.1 yaitu desain ukuran yang akan digunakan untuk pengelasan gmaw (mig) baja low carbon ST 37 dengan ukuran panjang 100 mm, lebar 60 mm dan tebal 8 mm. kemudian membuat slot pada bagian tengah material dengan lebar 2 mm dan kedalaman 1.5 mm.
2.4.2 Pengujian Komposisi kimia
Uji komposisi kimia dilakukan bertujuan untuk mengetahui kandungan unsur kimia yang terdapat pada baja low carbon ST 37.Baja dengan kadar karbon kurang dari 0,3% disebut baja karbon rendah, baja dengan kadar karbon 0,3%-0,6% disebut dengan baja karbon sedang dan baja dengan kadar karon 0,6%-1,5% disebut dengan baja karbon tinggi [3].
Tabel 1. Komposisi kimia Baja low carbon ST37
Element (wt%)
Rata-rata
Fe
98.7
C
0.230
Si
0.269
Mn
0.490
P
0.0260
S
0.0346
Cr
0.0760
Pada tabel 1. Data dari hasil pengujian komposisi kimia, Rata-rata nilai kadar karbon 0,23%, Baja karbon tersebut termasuk baja low carbon karena kadar karbonya berada dibawah dari 0,3%.
2.5 Pengelasan
Proses pengelasan dengan cara menarik garis lurus dengan posisi mendatar pada slot yang telah dibuat di sampel.
Proses pengelasan menggunakan mesin las GMAW (MIG) ialah:
1. Persiapan baja low carbon ST 37 yang telah di potong dengan panjang 100 mm, lebar 60 mm, dan tebal 8 mm sebanyak 5 pcs.
2. Persiapan mesin las GMAW (MIG) LN-25
dengan arus dan voltage 20.
3. Persiapan media pendingin (air, oli SAE 68, solar, coolant dan udara kompresor)
4. Persiapan alat pengukur suhu (Thermometer) dan alat untuk menghitung waktu pengelasan (Stopwatch).
5. Melakukan pengelasan garis lurus pada material dengan posisi mendatar kemudian dihitung travel speed dan suhu material.
6. Selanjutnya material langsung dicelupkan pada masing-masing media pendingin yang telah disediakan lalu sampel dibiarkan selama 15 menit. 2.6 Pendinginan cepat (Quenching)
Proses pendinginan cepat dilakukan setelah proses perlakuan panas atau pengelasan pada baja. Sampel tersebut dicelupkan kedalam masing-masing media pendingin yang telah disiapkan selama 15 menit. Media pendingin yang digunakan dalam proses
quenching yaitu: oli SAE 68, solar, air, udara
2.7 Pemotongan Sampel hasil Pengelasan
Gambar 3. Desain pemotongan sampel
Pada gambar 2.7.1 yaitu desain pemotongan sampel untuk pengujian kekerasan. Masing-masing sampel dipotong menggunakan cutting tool sebanyak 1buah denganpanjang 60 mm, lebar 15mm dan tebal 8mm.
2.8 Uji Struktur Makro
a. Persiapkan sampel-sampel dari masing-masing media pendingin.
b. Melakukan grinding atau pengamplasan pada sampel secara berurutan dengan tingkat kehalusan amplasgrade 400-800-1200 CW.
c. Melakukan polishing pada sampel dengan menggunakan kain poles (beludru).
d. Melakukan pengetesaan dengan larutan nital (larutan etanol+asam nitrat) 3% dituangkan dalam cawan lalu dicelupkan kedalam etsa selama ±3-5 detik kemudian dilakukan pengamatan struktur makro denganmenggunakan kamera.
2.9 Uji Kekerasan (Vickers)
Gambar 4 Daerah pengujian hardness
Pada Gambar 4 yaitu desain gambar daerah yang akan di uji kekerasannya. Daerah uji yaitu weld, haz dan base metal.
Cara atau metoda pengujian vickers adalah sebagai berikut:
1. Persiapkan alat dan bahan pengujian a. Mesin uji kekerasan Vickers
(VickersHardness Test).
b. Benda uji yang sudah di gerinda halusdan sudah diberi garis (tanda).
2. Benda uji diletakkan kemudian gunakan waterpass untuk melihat kerataannya.
3. Titik uji pertama dimulai dari weld, sampel diberi tanda atau garis vertikal dan horizontal untuk melihat titik tengah.
4. Indentor di tekankan ke bendauji/sampel dengan beban 1kg.
5. Dwell time20 detik.
6. Ukur d1 dan d2 diagonal lekukan persegi (belah ketupat) kemudian cari rata-ratanya.
7. Kemudian dilanjutkan titik kedua dengan jarak 0,5 dari titik pertama, Seterusnya dilakukan sampai titik ke-13 yang berada di base metal.
3
Analisa Data dan Pembahasan
Proses analisa adalah tahapan terakhir dari penelitian ini, Tiap-tiap sampel yang telah dilakukan pengelasan, hasil variasi pendinginan dan pengujian akan dilanjutkan ke pengumpulan data keseluruhan. Data hasil pengelasan dan pendinginan pada baja low
carbon ST 37 dapat dilihat pada table di bawah ini.
Table 2.Data pengelasan dan pendinginan Kode Sampel Suhu⁰C Waktu Pengelasan Volt Media Pendingin S1 200,8 36s 20V Coolant S2 212,0 34s 20V Solar S3 227,8 30s 20V Oli SAE68 S4 245,8 34s 20V Air S5 258,0 32s 20V Udara Kompresor
Table diatas adalah data yang digunakan untuk melakukan pengujian kekerasan dan sruktur makro pada baja low carbon ST 37.
Gambar 5. Grafik hasil kekerasan pada media pendingin coolant, solar, oli, air, udara kompresor
Pada gambar 5. Grafik nilai kekerasan hasil pengelasan baja low carbon ST 37 dengan media pendingin coolant, solar, oli, air dan udara kompresor. Dari grafik diatas dapat dilihat quenching dengan variasi media pendingin diperoleh nilai kekerasan yang berbeda-beda, Dari titik 1, 2, 3, dan 4 adalah daerah weld metal, Kemudian titik 4, 5 dan 6 adalah daerah HAZ, Titik 7, 8, 9, 10, 11, 12, dan 13 adalah daerah base metal. Dari data yang diambil, Nilai kekerasan paling tinggi dihasilkan dari pendinginan air dengan nilai kekerasan 240,2 HVN berada pada daerah HAZ. Tingkat kekerasan tertinggi kedua dihasilkan dari pendinginan coolant dengan nilai kekerasan 212,9 HVN berada pada daerah HAZ. Tingkat kekerasan tertinggi ketiga dari hasilkan dari pendinginan solar dengan nilai kekerasan 209,7 HVN berada pada daerah HAZ. Tingkat kekerasan tertinggi keempat dihasilkan dari pendinginan oli dengan nilai kekerasan 209,2 HVN berada pada daerah HAZ. Tingkat kekerasan tertinggi kelima dihasilkan dari pendinginan udara kompresor dengan nilai kekerasan 204,2 HVN berada pada daerah HAZ.
Data hasil struktur makro dari setiap pengujian makro untuk setiap variasi media pendingin air, oli SAE 68, solar, udara kompresor dan coolant dapat dilihat dari gambar dibawah.
Gambar 6. Struktur Makro Hasil Media Pendingin Air
Dari hasil uji makro media pendingin Air, Daerah HAZ memeiliki lebar 2,1 mm.
Gambar 7. Struktur Makro Hasil Media Pendingin Oli SAE
Dari hasil uji makro media pendingin Oli SAE 68, Daerah HAZ memeiliki lebar 1,4mm.
Gambar 8. Struktur Makro Hasil Media Pendingin Udara
Kompresor
Dari hasil uji makro media pendingin udara kompresor, Daerah HAZ memeiliki lebar 1,4mm
0 50 100 150 200 250 300 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Coolant Solar Oli Air Udara
HAZ
BASE METAL
Gambar 9. Struktur Makro Hasil Media Pendingin Coolant
Dari hasil uji makro media pendingin coolant, Daerah HAZ memeiliki lebar 1,8 mm.
Gambar 10. Struktur Makro Hasil Media Pendingin
Solar
Dari hasil uji makro media pendingin Solar, Daerah HAZ memeiliki lebar 1,3 mm.
4.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang “PengaruhVariasi Media Pendingin Terhadap kekerasan dan struktur makro hasil pengelasan MIG (GMAW)” Maka dapat di tarik kesimpulan bahwa proses pendinginan sangat mempengaruhi kekerasan yang ditimbulkan dari suatu pendingin. Dari pengujian kekerasan, sampel dengan media pendingin air memliki nilai kekerasan paling tinggi dengan nilai kekerasan 240,2 HVN. Nilai kekerasan terendah pada pendinginan udara kompresor dengan nilai kekerasannya 204,2 HVN. Sedangkan nilai kekerasan Oli 209,2 HVN, Solar 209,7HVN dan Coolant 212,9 HVN. Pada pengujian struktur makro penetrasi yang paling besar dihasilkan dari pendinginan air dengan lebar Haz 2,1 mm dan penetrasi paling kecil dihasilkan dari peendinginan solar dengan lebar Haz 1,3 mm.
References [1] Hima (2015) From : http://hima-tl.ppns.ac.id/?p=126 22 Maret 2015 [2] Septianto (2013) From : http://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/ view/3846 14 Agustus 2013
[3] HendiSaputra, AchmadSyarief, YassyirMaulana. (2014). ANALISIS PENGARUH MEDIA
PENDINGIN TERHADAP KEKUATAN TARIK
BAJA ST37 PASCA PENGELASAN
MENGGUNAKAN LAS LISTRIK. Teknikmesin. FT UniversitasLambungMangkurat. Kalimantan Selatan.
[4] Sanusi., (2014). Pengaruh (Heat Treatment) Terhadap Kekerasan (Hardness) Material Al 6061, dengan Pendingin Air, Oli, Air garam. Skripsi Universitas Muhammadiyah Jember.
[5] Syaefudin. 2001. Pengerasan Baja Karbon Rendah dengan Metode Nitridasi dan Quenching. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.