MODEL AGROINDUSTRI
TEPUNG SAGU (Metroxylon sp)
MENDUKUNG KEMANDIRIAN
PANGAN DI MALUKU UTARA
Oleh :
Muhammad Assagaf1, Chris Sugihono1, Yopi Saleh1, dan Andriko Noto Susanto1 1BPTP Maluku Utara
Kompleks Pertanian Kusu No.1. Kec. Oba Utara.Kota Tidore Kepulauan assagaf_met@yahoo.com
PENDAHULUAN
1
Sagu (
Metroxylon
sp) banyak tersebar di Maluku Utara,
terutama di Kabupaten Halmahera Barat
Tanaman sagu sebagai tanaman hutan alami yg tdk di
budidayakan
Pemanfaatannya sebagai makanan Papeda & sagu
lempeng (inferior) melalui teknologi Tepung sagu
Tepung Sagu merupakan produk setengah jadi yang
bisa dikembangkan, karena lebih tahan disimpan,
mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi
(difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai
tuntutan kehidupan modern yang serba praktis
Saat ini mulai berkembang usaha pemanfaatan tepung
sagu menjadi produk kue, namun nilai tambah masih
belum optimal
• Luas areal tanaman sagu Maluku Utara seluas 89.000 ha
dengan potensi produksi tepung sagu sebesar 1.2 juta ton per
tahun namun sampai saat ini hanya 1.728 ton atau 0,144%
yang termanfaatkan.
0 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000Riau Jambi Jabar Kalbar Kalsel Sulut Sulteng Sutra Sulsel Maluku Malut Papua 51.250 29 292 1.576 564 23.400 7.985 13.706 7.917 94.989 89.000 600.000 Lu as A re al Provinsi
TUJUAN
• Untuk melakukan kajian mendalam tentang
kelayakan pengembangan agroindustri tepung
sagu di Maluku Utara dan menghasilkan
model pengembangan agroindustri sagu
dalam rangka menuju masyarakat mandiri
pangan di daerah kepulauan.
II.METODOLOGI
• Lokasi dan Waktu Penelitian :
– Kabupaten Halmahera Barat dengan focus pada agroindustri
sagu skala kecil yang ada di Desa Susupu, Bukumatiti dan
Tuada. Tahun 2014.
• Metode :
– Penelitian ini merupakan rancang bangun model maka
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem.
• Salah satu alat utama yang digunakan dalam pendekatan sistem adalah
diagram input output yang dapat mencerminkan perilaku model yang
dibuat. (Coyle, 1995; Wheelen and Hunger, 2004).
• Analisis kinerja kelembagaan dilakukan dengan menggunakan metode
deskriptif,
• Analisis kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang dilakukan dengan
menggunakan analisis SWOT untuk memperoleh gambaran kekuatan
dan kelemahan dari agroindustri sagu di Halmahera Barat.
6
LOKASI KAJIAN
Kabupaten Halmahera Barat (1o147.99 BU, 127o436.17LS.)
III.HASIL DAN PEMBAHASAN
• Kondisi Agroindustri Tanaman Sagu di Maluku
Utara
– Ada 2 Jenis tanaman sagu yg dominan tumbuh di
lokasi Penelitian
– Masih dikelola secara Tradisional – Semi modern
– Pemanfaatan Masih terbatas pada produk pangan
Jenis Sisika
Jenis Beka
Potensi Tanaman Sagu Maluku
Utara
Propinsi Areal (Ha) Produksi (ton) Riau Jambi Jawa Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Maluku Papua 51.250 29 292 1.576 564 23.400 7.985 13.706 7.917 94.989 600.000 192.752 12 1.203 7.659 5.212 113.485 689 38.246 37.479 78.862 5.400.000
No Provinsi
Tahun 2011 Tahun 2012 (perkiraan) Luas area (ha) Produksi (ton) Luas area (ha) Produksi (ton) 1 Aceh 7.820 1.227 7.856 1.258 2 Riau 61.722 71.366 62.219 73.507 3 Kepulauan Riau 5.457 3.868 5.467 4.022 4 Kalimantan Barat 1.332 147 1.333 155 5 Kalimantan Selatan 5.501 3.788 5.506 3.977 6 Kalimantan Timur 14 8 15 8 7 Sulawesi Tengah 7.099 1.394 7.107 1.464 8 Sulawesi Selatan 4.067 1.067 4.129 1.088 9 Sulawesi Barat 1.804 266 1.810 282 10 Sulawesi Tenggara 5.296 5.338 5.320 5.498 11 Maluku Utara 1.718 1.187 1.725 1.190 12 Papua 515 383 522 388 Total 102.343 90.040 103.010 92.838
Luas areal dan produksi perkebunan sagu rakyat (Anonim, 2011)
Dipotong (50-75 cm)
Pohon Sagu Diangkut ke tempat
pengolah Dikuliti Diparut Ditebang Dibelah kecil-kecil (loin) Diekstraksi Diendapkan Sagu Basah Pemutihan (Bisulfit) Pengeringan Tepung sagu Dikemas Distribusi ke konsumen di Ternate Distribusi ke konsumen di Jailolo
Kondisi Eksisting Pemanfaatan Sagu di Malut (1)
12
Hutan sagu Tebang
Angkut Belah
13
Kondisi Eksisting Pemanfaatan Sagu di Malut (2)
Setelah dihancurkan Pengendapan
Pati sagu
Siap jual Ditransportasikan
14
Kondisi Eksisting Pemanfaatan Sagu di Malut
Produk pati sagu
PAPEDA Sagu
Model Agroindustri Tepung Sagu dan gula cair
di Maluku Utara
Input Terkendali :
Jumlah Bahan Baku (sagu)
Jumlah Kebutuhan Tepung dan gula Tingkat Teknologi Manajemen Input Lingkungan: Kondisi ekonomi Indonesia, Pertrn Pemerintah Isu lingkungan Pemanasan Global Output yg Dikehendaki:
Produk dengan nilai tambah meningkat
Kesejahteraan petani meningkat Harga jual gula turun
Agroindustri tepung sagu dan gula maju
Subtitusi gula tebu
Mendukung Ketahanan Pangan
Input Tak Terkendali
Harga sagu
Harga tepung terigu Harga gula
Biaya modal atau kredit Selera konsumen
Pengendalian Umpan Balik
Kontrol
Output yg Tidak Dikehendaki (efek -) :
Limbah (padat, cair, gas) dari agroindustri
Monopoli oleh pihak ketiga
Keuntungan hanya bagi pemilik modal
Model Pengembangan Agroindustri
Tepung Sagu
Diagram input-otput agroindustri tepung sagu di Maluku Utara (kasus Kabupaten Halmahera Barat)
Komponen Kunci dalam Pengembangan
Model Agroindustri Tepung Sagu
Komponen Kunci pada Elemen Tujuan : - Meningkatkan akses permodalan
Komponen Kunci pada Elemen Kebutuhan : - Terbentuknya kerjasama antara unit usaha - Kebijakan Pembentukan Klaster Terpadu
Komponen Kunci pada Elemen Kendala :
- Kelembagaan social Ekonomi yang masih lemah
- Keterbatasan Akses Permodalan
Komponen Kunci pada Elemen Pelaku : - Agroindustri Sagu Skala Kecil
- Agroindustri Produk Makanan berbahan dasar sagu
- Agroindustri produk makanan dan minuman yang memenfaatkan gula cair
Komponen Kunci pada Elemen Kegiatan : - Penumbuhan Kelompok Usaha
- Perbaikan Teknologi ekstraksi sagu
Model Agroindustri Tepung sagu Skala
Model Agroindustri
Sagu Maluku Utara
• Konversi lahan sagu secara masif
1. Konversi lahan sagu ke padi
sawah
Program
berkelanjutan
Kendala Dalam Pengembangan
Agroindustri Sagu (Hulu dan Hilir)
Lanjutan
• Konversi lahan sagu menjadi lokasi
Lanjutan
• Sagu tidak budidayakan tetapi hanya dibiarkan
tumbuh secara alami
1. Pengetahuan teknik budidaya sagu rendah
2. Tidak ada kegiatan penanaman sagu
Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat
lokal
Perubahan pola konsumsi dari pangan lokal ke beras
Teknologi Pengolahan masih sederhana/kapasitas produksi
rendah
Waktu Proses masih panjang (3-4 hari)
Pemanfaatan yang terbatas (skala rumah tangga dan jenis
produk terbatas)
Kualitas tepung yang masih belum baik
Tepung sagu disubsitusi dengan tepung singkong
Segmen pasar dari produk turunan sagu masih terbatas
KESIMPULAN
•
– Pengembangan agroindustri sagu skala kecil harus dilihat dalam kerangka sistem
pengembangan agroindustri secara keseluruhan melalui analisis kebutuhan, formulasi permasalahan dan identifikasi sistem.
– Analisis strukturisasi elemen pengembangan dengan menggunakan ISM menunjukkan bahwa komponen kunci pada elemen tujuan adalah : meningkatkan akses permodalan. Komponen kunci pada elemen kebutuhan adalah: terbentuknya kerjasama antar unit usaha dan kebijakan pembentukan klaster terpadu. Komponen kunci pada elemen
kendala adalah: kelembagaan sosial ekonomi yang masih lemah dan keterbatasan akses permodalan. Komponen kunci pada elemen pelaku adalah: agroindustri sagu skala kecil dan pemerintah daerah. Komponen kunci pada elemen kegiatan yang dibutuhkan
adalah: penumbuhan kelompok usaha. Performa kelembagaan klaster sagu dilihat dari efisensi, pemerataan dan keberlanjutan menunjukkan bahwa kelembagaan tersebut belum berfungsi dengan baik.
– Analisis faktor eksternal dan internal menunjukkan bahwa faktor kesulitan dalam pengembangan agroindustri sagu skala kecil bukan semata-mata faktor internal dari agroindustri sagu melainkan juga disebabkan faktor lain yang berkaitan dengan
hubungan antar pelaku yang lain yang belum terjalan dengan baik.
– Model aliansi strategis agroindustri sagu skala kecil yang paling tepat adalah kelompok usaha yang terjalin melalui hubungan kerjasama dalam kerangka klaster sagu