• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. DATA dan ANALISA. Secara umum perancangan strategi komunikasi visual dititik beratkan pada mediamedia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2. DATA dan ANALISA. Secara umum perancangan strategi komunikasi visual dititik beratkan pada mediamedia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

4

-DATA dan ANALISA

Secara umum perancangan strategi komunikasi visual dititik beratkan pada media-media promosi seperti, iklan Koran, iklan majalah, poster, brosur, leaflet, booklet, dan lain sebagainya. Sebagaimana sudah diutarakan di atas bagaimana membangkitkan kembali kegairahan dan minat berupa apresiasi masyarakat, terhadap Museum Wayang. Data untuk proyek didapatkan melalui kunjungan langsung dan melalui proses interview.

Gambaran umum mengenai kegiatan event nanti berupa :

“The New Passion Of Musee Du Wayang” 4 September –9 September 2007, Ruang Auditorium Museum Wayang Lantai 1

Selasa 4 September 2007

 Pkl 09.00 – 12.00 : Seminar “The Essence of Wayang”

Pembicara : Darmanto Jatman (Budayawan)

(2)

Rabu 5 September 2007

 Pkl 09.00 – 12.00 : Seminar “Wayang mencari Wayang”

Pembicara : Ki Purbo Asmoro (Dalang Solo)

Sardono W. Kusumo (Budayawan dan Rektor IKJ)

Kamis 6 September 2007

 Pkl 09.00 – 12.00 : Seminar “Fashion through the phylosophies”

Pembicara : Ninuk Mardiana Pambudy (Pengamat mode, Harian Kompas)

Nita Azhar (Fashion Designer)

Sabtu 8 September 2007

 Pkl 09.00 – 12.00 : Peragaan Pembuatan Wayang Kulit  Pkl 12.00 – 15.00 : Peragaan Pembuatan Wayang Golek

Minggu 9 September 2007

 Pkl 10.00 – 14.00 : Pegelaran Wayang Kulit Betawi

(3)

Beberapa kesulitan antara lain terbatasnya informasi yang relevan dengan topik yang ingin didapat. Sehingga membutuhkan suatu analisis yang lebih mendalam.

Berikut penjelasan lebih tentang hasil tinjauan pustaka yang ada juga data-data akurat dari riset yang kemudian dianalisa seperti:

Produk (barang/jasa/organisasi) yang diteliti

Museum Wayang didirikan pada 13 September 1975, diresmikan oleh Ali sadikin, gubernur saat itu. Sebelumnya, gedung ini digunakan sebagai Museum Batavia yang dibuka pada 1939 oleh gubernur Jendral Belanda yang terakhir, yaitu Tjarda van Starkenborgh Staachouwer. Tahun 1973 Museum Batavia di pindah ke bekas markas TNI dan Kodim 0503.

Museum Wayang adalah salah satu museum yang dimiliki oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, Sejarah berdirinya Museum Wayang diawali setelah Pekan Wayang II di Jakarta yang telah berhasil menginventarisasi dan mengumpulkan berbagai macam bentuk dan asal wayang di Indonesia. Kemudian timbul ide untuk menyatukannya dalam sebuah museum. Ide ini sangat didukung oleh berbagai pihak, khususnya NAWANGI (nasional Pewayangan Indonesia). Setelah mendapat penambahan dari koleksi-koleksi milik Bapak Budihardjo, akhirnya Museum Wayang diresmikan oleh Bapak Gubernur Ali Sadikin pada tanggal 13 Agustus 1975.

(4)

Gedung Museum Wayang, terletak di Jalan Pintu Besar Utara No.27, Jakarta. Museum Wayang memiliki beberapa fasilitas ruangan yang dibagi sesuai dengan fungsinya. Lobi Utama terdapat di lantai 1, tempat ketika pengunjung pertama kali memasuki gedung. Dalam ruangan ini terdapat tempat penjualan tiket masuk dan tempat penjualan souvenir.

Ruang Pamer terdapat di lantai 1 dan 2, pada ruangan ini dipamerkan koleksi-koleksi yang museum, dari berbagai jenis Wayang dan Boneka beserta perlengkapannya, Topeng, hingga berbagai lukisan tentang wayang. Ruang Pagelaran terdapat di lantai 2, tempat diadakannya pegelaran wayang setiap hari minggu.

Kantor Museum, ruangan di lantai satu ini digunakan sebagai ruang kerja pengelola gedung. Taman, ruangan terbuka dibagian dalam gedung. Di tempat ini terdapat beberapa prasasti nama orang-orang yang dimakamkan disekitar gedung.

Ruang Auditorium, ruangan di lantai 1 ini digunakan untuk mengadakan kegiatan seperti seminar, pertunjukan, pameran, dan sebagainya. Ruang Perputakaan, ruangan dilantai 1 ini terdapat buku-buku yang berkaitan dengan wayang. Selain itu di dalam gedung juga dilengkapi dengan Gudang koleksi, Mushola, dan Toilet.

Awalnya, di tanah tempat Museum Wayang sekarang, berdiri Gereja Belanda Baru atau Nieuwe Hollandse Kerk (1736) dan Gereja Belanda Lama atau Oude Hollandse Kerk (1640-1732). Akibat gempa, bangunan Gereja Belanda Baru rusak dan dibangunlah gedung yang sekarang menjadi Museum Wayang.

(5)

Sesuai namanya, Museum wayang memamerkan koleksi wayang dari daerah-daerah di Indonesia dan manca negara. Jumlah koleksi yang dimiliki Museum Wayang saat ini 5.147 buah, yang diperoleh dari pembelian, hibah, sumbangan dan titipan.

Koleksi dari berbagai daerah di Indonesia yang disimpan antara lain: Jawa, Sunda, Bali, Lombok, Sumatera. Sementara koleksi dari luar negeri meliputi: Kelantan Malaysia, Suriname, Perancis, Kamboja, India, Pakistan, Vietnam, Inggris, Amerika, Cina dan Thailand.

Koleksi itu terdiri dari Wayang Golek dan Wayang Kulit. Berbagai jenis Wayang Kulit antara lain: Kedu, Tejokusuman, Ngabean, Surakarta, Banyumas, Cirebon, Gedog, Sadat, Madya, Krucil, Catur, Sasak, Kaper, Wahyu, Kijang Kencana, Ukur, Suluh, Wayang Klithik, Wayang Beber. Berbagai jenis Wayang Golek antara lain: Catur, Cepak Cirebon, Kebumen, Pekalongan, Bandung, Pakuan Bogor, Gundala-gundala dan Si Gale-gale. Selain itu dipamerkan berbagai Topeng antara lain: topeng Cirebon, Bali dan Jawa Tengah. Juga dipamerkan Wayang Kaca dan Wayang Seng lukisan dan Boneka dari luar negeri.

Dari koleksi yang ada, Museum Wayang menyimpan sejumlah koleksi dari wayang-wayang langka Nusantara, seperti Wayang Intan, Wayang Suket, Wayang Beber, Wayang Revolusi dan lain-lain dalam kondisi yang baik.

Selain menggelar pagelaran wayang Golek setiap hari Minggu ke-2 dan pagelaran Wayang Kulit setiap minggu terakhir pada jam 10:00-14:00 WIB, Museum Wayang juga kerap menggelar seminar, sarasehan, pagelaran, pertunjukan mini dan lain-lain.

(6)

Yang juga cukup menarik dilihat adalah taman yang terletak di tengah-tengah gedung lantai dasar Museum Wayang, ada kalanya ruang ini dipakai para pengunjung untuk bersantai sambil melihat prasasti peninggalan Belanda.

Waktu buka : Selasa - Minggu : 09.00 – 15.00 Senin - Hari libur : Tutup

Tiket Masuk : Perorangan : Dewasa : Rp. 2.000,-Mahasiswa : Rp. 1.000,-Anak-anak/Pelajar : Rp. 600,-Rombongan : Dewasa : Rp. 1.500,-Mahasiswa : Rp. 750,-Anak-anak/Pelajar : Rp. 500,-Karakteristik Produk

Tradisional, etnik, klasik, pelayanan yang ramah, akrab, bersahabat serta keragaman akan jenis koleksi wayang dalam kondisi baik.

Target/sasaran yang dituju

1. Psikografi : masyarakat yang peduli dan memiliki apresiasi terhadap seni wayang dan mengerti benar akan pentingnya suatu pelestarian nilai budaya bangsa yang ada.

(7)

2. Demografi : Primary

Dewasa (pria dan wanita) usia 25 – 35 tahun Golongan skala menengah dan atas

Secondary

Dewasa (pria dan wanita) usia 35 – 50 tahun Golongan skala menengah dan atas

Kompetitor

Dalam hal ini kompetitior bukan merupakan museum-museum lain yang sama-sama berpayungkan pelestarian terhadap suatu nilai budaya bangsa yang dimiliki, melainkan tempat-tempat rekreasi seperti mall, dan tempat hiburan lainnya.

Preposisi (Keunggulan)

Selain beragamnya koleksi yang ditampilkan masih dalam keadaan baik Secara periodek Museum Wayang mengadakan pergelaran wayang bagi pengunjungnya. Pergelaran diadakan pada siang hari pukul 10.00 sampai dengan pukul 14.00. Pergelaran Wayang Betawi pada hari Minggu (Minggu pertama). Pergelaran Wayang Golek pada hari Minggu (Minggu ke-2). Pergelaran Wayang Kulit pada hari Minggu (Minggu terakhir). Peragaan Pembuatan Wayang, Ceramah, Seminar dan Simposium. Penyuluhan Permuseuman ke Sekolah-Sekolah serta Penjualan Cinderamata berupa wayang Golek, Wayang Kulit, Buku-buku Pewayangan dan sebagainya.

(8)

Analisa SWOT Strenght

1. Melalui wayang, orang tidak hanya menyerap pengaruh kebudayaan India, agama Hindu atau Buddha. Tetapi, juga memanifestasikan dirinya dalam sistem sosial, pola pikir, corak kebahasaan, teknologi serta craftsmanship (keterampilan, kerajinan).

2. Kepedulian terhadap seni wayang masih mendapat respon positif, yang mana terbukti dalam "pekan museum wayang IV" tahun 2006 di Museum Wayang, Jakarta Barat, mendapat respon positif dari masyarakat yang memadati acara "aneka pameran wayang kulit" dan berbagai macam pagelaran yang ditampilkan. Pengunjung yang datang meningkat 30 hingga 40 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

3. Di dalam desain sering kali suatu kajian budaya dipergunakan di dala m aplikasinya. Selain sebagai pembentuk karakter desain Indonesia sekaligus sebagai wujud kepedulian desainer terhadap pelestarian budaya bangsa.

Weakness (Kendala)

1. Sebagian masyarakat awam yang tak peduli berkaitan dengan rendahnya apresiasi masyarakat ditunjukan oleh rendahnya tingkat kunjungan ke museum sehingga menunjukkan proses lupa sejarah yang begitu memprihatinkan.

(9)

2. Rendahnya kepedulian pemerintah terhadap benda sejarah juga membuktikan pemerintah tidak pernah menjadikan sejarah sebagai cermin tempat berkaca. Masa lalu dilupakan begitu saja, tidak menjadi tempat pembelajaran.

3. Keseriusan pemerintah yang belum terlihat dalam mengatasi hal ini. 4. Budaya KKN aparat pemerintah.

5. Masalah lain yang sedang dihadapi oleh masyarakat perkotaan sendiri seperti bencana alam, konflik social politik, ketidakpedulian, krisis ekonomi, dan lain-lain.

6. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan seni wayang.

Opportunities (Peluang)

1. Masih besarnya antusiasme masyarakat Indonesia maupun dari luar negeri terhadap seni wayang terbukti dalam "pekan museum wayang IV" tahun 2006 di Museum Wayang, Jakarta Barat.

2. Begitu besarnya potensi dari museum wayang untuk berkembang, hal ini didukung akan adanya perbaikan fasilitas dan gedung-gedung tua di daerah Kota Tua, Jakarta Barat.

3. Apresiasi para kolektor terhadap peninggalan budaya bangsa masih besar, hal ini bisa dikembangkan sebagai kesempatan bagi para kolektor untuk ikut memamerkan koleksi-koleksinya di museum wayang tersebut.

(10)

Threat (Ancaman)

1. Masuknya budaya-budaya asing ke Indonesia yang tentunya akan menandai perubahan-perubahan terhadap suatu gaya hidup, pola pikir, dan minat terhadap budaya sendiri.

2. Masih adanya sikap masyarakat yang tidak peduli dengan kondisi benda-benda peninggalan tersebut karena sikap individualisme mereka.

3. Terbatasnya dana untuk melakukan berbagai kegiatan seperti promosi, maupun kegiatan lainnya yang bersifat publikasi.

Referensi

Dokumen terkait