• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGKAJIAN KEMASAN PRIMER PADA TRANSPORTASI BUNGA POTONG KRISAN (Chrysanthemum indicum) Oleh : DINI TURIPANAM ALAMANDA F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGKAJIAN KEMASAN PRIMER PADA TRANSPORTASI BUNGA POTONG KRISAN (Chrysanthemum indicum) Oleh : DINI TURIPANAM ALAMANDA F"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PENGKAJIAN KEMASAN PRIMER PADA TRANSPORTASI BUNGA POTONG KRISAN (Chrysanthemum indicum)

Oleh :

DINI TURIPANAM ALAMANDA F14103019

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

(2)

Dini Turipanam Alamanda. F14103019. Pengkajian Kemasan Primer Pada Transportasi Bunga Potong Krisan (Chrysanthemum indicum). Di bawah bimbingan Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. 2007.

RINGKASAN

Krisan merupakan bunga potong yang mempunyai bentuk fisik yang menarik, salah satu bunga yang digunakan untuk memberikan keindahan lingkungan. Keindahan tersebut tergantung dari kesegaran bunga, namun proses respirasi dan evaporasi akan mempercepat proses kerusakan bunga di samping faktor-faktor lain seperti luka dan memar karena penanganan pasca panen yang kurang baik.

Pengkajian kemasan bunga potong dilakukan dari waktu ke waktu. Faktor-faktor yang menjadi latar belakang pengkajian kemasan antara lain, masih adanya kekurangan-kekurangan pada metode pengemasan yang telah dipakai baik dari segi estetika, ekonomi, maupun kemampuan kemasan melindungi produk. Pengkajian kemasan antara lain dilakukan pada pengemasan yang masih memiliki kelemahan seperti pengemasan primer (pencontongan), dan pengemasan sekunder (pengepakan).

Penelitian ini mempunyai tujuan umum untuk menentukan kemasan primer yang sesuai untuk pengangkutan bunga krisan. Tujuan khususnya adalah menentukan pengaruh kemasan primer dan tumpukan terhadap mutu bunga krisan setelah transportasi, menentukan perubahan mutu krisan setelah transportasi, dan menentukan kemasan primer yang sesuai untuk transportasi bunga potong.

Ada pengaruh perlakuan terhadap parameter fisik bunga krisan potong. Uji lanjut duncan menunjukkan adanya perbedaan nyata pengaruh model kemasan terhadap diameter mahkota bunga, gugurnya mahkota dan kelayuan. Ada perbedaan nyata pengaruh model tumpukkan terhadap gugurnya mahkota. Tidak ada pengaruh perlakuan terhadap uji organoleptik (kesegaran mahkota, kelurusan tangkai, warna dan penampakan keseluruhan) dan parameter fisik warna.

Kemasan HVS 70 gr 2 tumpuk yang mengalami transportasi di atas meja getar dengan frekuensi rata-rata = 3.465 hz dan amplitudo rata-rata = 3.8 cm selama 4 jam setara dengan panjang jalan 1047.437 km untuk jalan luar kota pada ruangan dengan suhu 29 ºC dan kelembaban udara 60-80% dapat mempertahankan masa pajangan bunga sampai 2 hari lebih lama dari kontrol atau bunga tanpa kemasan primer yang hanya bertahan kurang lebih 4 jam (layu 100% setelah transportasi). Kemasan HVS 70 gr 2 tumpuk terpilih sebagai kemasan terbaik yang memberikan hasil terbaik dengan menekan persentase kelayuan sebesar 22% pada hari ke-6 masa pajangan, menekan gugurnya mahkota sebesar 11% pada hari ke-6 dan dapat mempertahankan diameter mahkota sebesar 8.84 cm. Diameter bunga yang dapat dipertahankan oleh kemasan primer terbaik adalah sesuai standar bunga dengan kemekaran 75% yaitu 8-9 cm.

(3)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGKAJIAN KEMASAN PRIMER PADA TRANSPORTASI BUNGA POTONG KRISAN (Chrysanthemum indicum)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor Oleh :

DINI TURIPANAM ALAMANDA F14103019

Bogor, Mei 2007

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Akademik

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Pertanian

(4)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Dini Turipanam Alamanda (Manda), dilahirkan pada 7 Januari 1986 di Garut. Penulis adalah putri dari pasangan A. Kurnia dan Dedeh Sobariah. Memulai pendidikan formal di SD Harva II Garut pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997, kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Garut dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMUN 1 Tarogong Garut dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dengan Departemen Teknik Pertanian laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP).

Penulis melakukan Praktek Lapangan di PT. Perfetti Van Melle Purwakarta dengan judul “Mempelajari Aspek Keteknikan Dalam Proses Pengolahan Permen di PT. Sweet Candy, Purwakarta, Jawa Barat”.

Semasa kuliah, penulis aktiv dalam organisasi HIMATETA (2004-2005) dan organisasi seni IPB. Penulis juga pernah beberapa kali menjuarai lomba seni baik di tingkat IPB maupun Jawa Barat. Saat ini, selain membuat karya seni penulis juga sedang menekuni bidang design grafis.

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, penguasa alam semesta serta sholawat dan salam bagi Rasulullah SAW, karena izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “ Pengkajian Kemasan Transportasi Bunga Potong Krisan (Crysanthemum indicum). Isi skripsi ini ditekankan pada pengaruh kemasan primer dan tumpukan bunga terhadap mutu bunga selama pajangan.

Selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini telah banyak pihak yang membantu penulis sehingga dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr selaku dosen pembimbing yang penulis hormati.

2. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si, selaku dosen penguji.

3. PT. Alam Indah Bunga Nusantara, Pak Sulyaden, Pak Joko yang membantu dalam kelancaran penelitian.

4. Keluarga Besar Panji Pananjung di Garut atas segala dukungannya.

5. Rekan-rekan TPPHP : Ari, Ajid, Asum, Dyah, Rini, Ana, Danu, Deta, Gynaf, Gia, Dedy, Nana, Woko dan Kaka Ucuf.

6. Teman-teman AGH 41 dan TEP 41 atas bantuan Uji Organoleptiknya. 7. BEST (Bengkel Statistik) dan Adit Statistik, Dias Agriana atas pelatihan

dan bimbingannya.

8. Sahabat-sahabat : Anne, Opi, Dede, Frely, Yandra, Erly dan Adib. 9. Seluruh teman-teman TEP 40, BADUDU dan Pondok Al-Zaytun.

(6)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii DAFTAR TABEL...iv DAFTAR GAMBAR...v DAFTAR LAMPIRAN...vi I. PENDAHULUAN ...1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ...4

A.Bunga Potong ... 4

B. Bunga Krisan ... 5

C. Kemasan ... 8

D. Plastik HDPE dan LDPE ... 10

E. Kertas ... 11

F. Transportasi ... 11

G. Simulasi Transportasi Hasil Pertanian ... 13

III. METODOLOGI PENELITIAN ...14

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

B. Bahan dan Alat ... 14

C. Metode Penelitian ... 15

D. Pengamatan ... 15

E. Kesetaraan Simulasi Pengangkutan ... 18

F. Rancangan Percobaan ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...21

A. Pengaruh Kemasan Primer dan Tumpukan Terhadap Diameter Mahkota Bunga ... 23

B. Pengaruh Kemasan Primer dan Tumpukan Terhadap Kelayuan ... 24

C. Pengaruh Kemasan Primer dan Tumpukan Terhadap Mahkota Gugur ... 25

D. Pengaruh Kemasan Primer dan Tumpukan Terhadap Warna Bunga ... 27

(7)

F. Hubungan uji organoleptik warna dengan komponen warna ... 32

G. Kesetaran simulasi transportasi ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...36

A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ...38

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Data statistik bunga krisan di wilayah Jawa Barat ... 1

Tabel 2.Data statistik bunga potong di Indonesia ... 2

Tabel 3. Standar Nasional Indonesia untuk bunga krisan potong segar standar ... 7

Tabel 4. Analisis sidik ragam perubahan diameter mahkota ... 22

Tabel 5. Analisis sidik ragam kelayuan mahkota... 24

Tabel 6. Analisis sidik ragam mahkota gugur ... 26

Tabel 7. Perubahan value, hue, dan chroma warna bunga krisan selama masa pajangan. ... 28

Tabel 8. Konversi frekuensi dan amplitudo meja getar selama simulasi terhadap jarak tempuh (panjang jalan) ... 34

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bunga Krisan. ... 6

Gambar 2. Bentuk dan ukuran kemasan penelitian (1) kemasan plastik dan (2) kertas ... .14

Gambar 3. Diagram alir proses penelitian... 17

Gambar 4. Perubahan diameter mahkota bunga krisan selama masa pajangan. ... 21

Gambar 5. Perubahan persentase kelayuan selama masa pajangan. ... 23

Gambar 6. Perubahan persentase kerontokan mahkota ... 26

Gambar 7. Perubahan chroma bunga selama masa pajangan. ... 29

Gambar 8. Perubahan value bunga selama masa pajangan. ... 29

Gambar 9. Perubahan hue bunga selama masa pajangan. ... 29

Gambar 10. Uji organoleptik perlakuan terhadap skor hedonik kesegaran mahkota ... 30

Gambar 11. Uji organoleptik perlakuan terhadap skor hedonik kelurusan tangkai ... 30

Gambar 12. Uji organoleptik perlakuan terhadap skor hedonik warna ... 31

Gambar 13. Uji organoleptik perlakuan terhadap skor hedonik penampakan keseluruhan ... 31

Gambar 14. Hubungan skor organoleptik warna dengan chroma ... 32

Gambar 15. Hubungan skor organoleptik warna dengan value ... 33

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perkembangan diameter mahkota bunga krisan potong selama masa

pajangan ... 40

Lampiran 2. Persentase kelayuan bunga krisan potong selama masa pajangan .. 40

Lampiran 3. Persentase gugurnya mahkota bunga krisan potong selama masa pajangan ... 40

Lampiran 4. Nilai chroma bunga krisan potong selama masa pajangan ... 41

Lampiran 5. Nilai value bunga krisan potong selama masa pajangan ... 41

Lampiran 6. Nilai hue bunga krisan potong selama masa pajangan ... 41

Lampiran 7. Uji organoleptik kesegaran mahkota bunga krisan potong selama masa pajangan ... 42

Lampiran 8. Uji organoleptik warna bunga krisan potong selama masa pajangan ... 42

Lampiran 9. Uji organoleptik kelurusan tangkai bunga krisan potong selama masa pajangan ... 42

Lampiran 10. Uji organoleptik penampakan keseluruhan bunga krisan potong selama masa pajangan ... 42

Lampiran 11. Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan kemasan terhadap perkembangan mahkota bunga potong krisan selama masa pajangan. ... 43

Lampiran 12. Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan kemasan terhadap kelayuan bunga potong krisan selama masa pajangan. ... 44

Lampiran 13. Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan kemasan terhadap gugurnya mahkota bunga potong krisan selama masa pajangan. .... 45

Lampiran 14. Formulir uji organoleptik ... 46

Lampiran 15. Konversi angkutan truk berdasarkan data Lembaga Uji Konstruksi BPPT 1986 (Soedibyo, 1992)... 47

Lampiran 16. Kondisi pengangkutan dari PT. Alam Indah Bunga Nusantara ke Lab. TPPHP ... 50

Lampiran 17. Kemasan transportasi penelitian ... 50

Lampiran 18. Kondisi simulasi transportasi di Lab. TPPHP ... 50

(11)

Lampiran 20. Bent neck ... 51 Lampiran 21. Chromameter untuk mengukur warna ... 51

(12)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kebutuhan manusia tidak hanya terbatas pada kebutuhan untuk kelangsungan hidup secara fisik saja, tetapi juga perlu berhubungan dengan lingkungannya. Krisan merupakan bunga potong yang mempunyai bentuk fisik yang menarik, salah satu alat yang digunakan untuk memberikan keindahan lingkungan, keperluan upacara keagamaan dan menyatakan perasaan kepada orang lain, seperti suka, duka dan terima kasih. Bunga dan tanaman hias banyak digunakan untuk bahan dekorasi ruang, menghiasi lobi hotel, kantor, restoran serta rumah tinggal.

Sebuah penelitian telah dilakukan untuk konsumen bunga potong di Surabaya. Konsumen yang dituju adalah yang mengkonsumsi bunga potong kualitas ekspor seperti gerbera, krisan, carnation, mawar dan baby breath. Hasilnya adalah konsumen dapat dibedakan menjadi dua besar yaitu, konsumen bunga potong kualitas impor dan bunga potong kualitas lokal. Pembedaan konsumen ini disebabkan karena memang ada kekhasan konsumen menurut tipe bunga yang dijual (Soekartawi, 1996).

Pada Tabel 1 dapat dilihat jumlah produksi bunga potong krisan di sejumlah kabupaten/ kota produsen bunga krisan utama di Jawa Barat. Kemudian pada Tabel 2 dapat dilihat data produksi bunga potong krisan dan bunga potong lainnya di Indonesia.

Tabel 1. Data Statistik bunga krisan di wilayah Jawa Barat

Kabupaten/ kota Th 2000 Jumlah Produksi (tangkai) Th 2002 Th 2004 Th 2006 Bogor 425.637 1.125.060 567.400 3.645.870 Sukabumi 618.000 1.017.560 579.900 1.943.100 Cianjur 5.010.510 4.033.150 9.614.220 5.920.008 Bandung 1.342.330 17.304.000 12.611.000 34.440.542 Garut 34.052 26.054 707 1.062 Kota Bogor 2.550 2.000 6.760 33.978

(13)

Tabel 2. Data Statistik bunga potong di Indonesia

Bunga Th 2001 Th 2002 Th Jumlah Produksi (ton) 2003 Th 2004 Th 2005 Anggrek 4.450.787 4.995.735 6.904.109 8.127.528 7.902.403

Mawar 4.448.199 10.876.948 7.114.382 14.416.172 14.512.619

Krisan 7.387.737 25.804.630 27.406.464 29.503.257 47.465.795

Gladiol 84.951.741 55.708.137 50.766.656 57.983.747 60.719.517

Sumber : Badan Pusat Statistik (2006).

Menurut BPS tahun 2005, pada perdagangan international tanaman hias, krisan merupakan komoditas bunga potong andalan yang penting. Pada tahun 2003, perdagangan komoditas ini di Indonesia mengalami surplus sekitar US $ 1 juta. Ekspor komoditas non anggrek ini ke negara-negara tujuan seperti Hongkong, Jepang, Singapura dan Malaysia pun mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun, dan proyeksi ekspor pada tahun 2007 diperkirakan mencapai US $ 15 juta.

Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan perekonomiannya, akan meningkatkan pula kebutuhan bunga potong, baik dalam jumlah maupun jenisnya. Lazimnya bunga dinikmati karena keindahan yang ditampilkan oleh mahkota bunganya. Keindahan tersebut tergantung dari kesegaran bunga, namun proses respirasi dan transpirasi akan mempercepat proses kerusakan bunga di samping faktor-faktor lain seperti luka, memar karena penanganan pasca panen yang kurang baik.

Meskipun mutu bunga potong tergantung pada kondisi bunga pada saat panen, pengemasan bunga potong merupakan salah satu aspek penting karena dengan pengemasan yang tepat diharapkan bunga potong sampai ke tangan konsumen dalam kondisi baik.

Pengkajian kemasan bunga potong dilakukan dari waktu ke waktu. Faktor-faktor yang menjadi latar belakang pengkajian kemasan antara lain, masih adanya kekurangan-kekurangan pada metode pengemasan yang telah dipakai baik dari segi estetika, ekonomi, maupun kemampuan kemasan melindungi produk. Pengkajian kemasan antara lain dilakukan pada pengemasan yang masih memiliki kelemahan seperti pencontongan, pengemasan primer, dan pengemasan sekunder (pengepakan).

(14)

Perubahan tingkat kemekaran bunga potong selama penyimpanan dan distribusi menyebabkan kertas contong (kemasan primer) pada bunga menerima gaya tarik yang lebih besar sehingga kertas semakin menegang. Jika streples yang dipasang untuk membentuk contong tersebut terlalu berdekatan, maka kekuatan contong menjadi berkurang sehingga contong mudah lepas (Rokhmawati, 1999).

Perbaikan-perbaikan dalam pengemasan memberikan peran yang besar terhadap pemasaran produk segar hortikultura yang lebih efisien. Para konsumen sekarang menerima barang-barang dalam keadaan yang lebih segar dan kerusakan yang lebih sedikit, dengan potensi ketahanan yang lebih lama, dan daya tarik dan kemudahan yang lebih besar daripada sebelumnya karena kemajuan-kemajuan dalam pengemasan. Pengemasan modern memberi sumbangan terhadap perbaikan penanganan bahan antara petani (produsen) dengan konsumen (Pantastico, 1986).

Kemasan transportasi/distribusi adalah kemasan yang ditujukan terutama untuk melindungi produk yang dikemas selama pengangkutan dari produsen sampai ke konsumen. Komoditas hortikultura pada umumnya ditransportasikan dalam bentuk segar, karena kerusakan akibat transportasi menjadi cukup tinggi (32% - 47%) (Darmawati, 2005 dalam Rochmadi 2006).

B. Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menentukan kemasan yang sesuai untuk pengangkutan bunga krisan.

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Menentukan pengaruh kemasan primer dan tumpukan terhadap parameter mutu bunga potong krisan setelah transportasi

2. Menentukan perubahan mutu krisan setelah transportasi, dan

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bunga Potong

Bunga adalah bagian dari tumbuhan berbiji dan berfungsi sebagai alat reproduksi yang mempunyai empat bagian utama, yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), pistil (putik), dan stamen (benang sari). Daun kelopak merupakan bagian bunga yang terletak pada lingkaran terluar dan berwarna hijau, sedangkan daun mahkota merupakan bagian bunga yang biasanya berwarna cerah. Benang sari dan putik merupakan organ reproduksi yang biasanya bergabung dengan mahkota dan daun kelopak.

Bunga potong adalah bunga yang dimanfaatkan sebagai rangkaian bunga untuk keperluan dalam daur hidup manusia dan mempunyai nilai ekonomi. Bunga potong terdiri dari bunga potong anggrek dan bunga potong non anggrek. Berdasarkan tempat tumbuhnya, bunga dibagi menjadi dua kelompok yaitu bunga bunga dataran tinggi seperti krisan, gladiol, mawar, gerbera, anyelir, dan bunga dataran rendah seperti anggrek, sedap malam dan melati (Widyawan, 1994).

Mutu bunga potong bergantung pada penampilan dan daya tahan kesegarannya. Bunga dengan mutu prima tentu mempunyai nilai jual lebih tinggi dibandingkan dengan bunga potong berkualitas rendah. Untuk mempertahankan mutu bunga potong tetap prima perlu dilaksanakan beberapa perlakuan terutama saat bunga siap panen sampai kepada konsumen. Perlakuan ini mencakup pemanenan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pemajangan di toko-toko bunga (Widyawan, 1994).

Setiap jenis bunga yang memiliki warna dan bentuk yang menarik dapat dipotong, tetapi tidak semua bunga yang dipotong bernilai ekonomis atau dapat diperjualbelikan. Menurut Rismunandar (1995), bunga potong yang memiliki persyaratan sebagai berikut :

1. Warna indah, bersih dan tidak bernoda, serta bau tidak terlalu menyengat 2. Bunga dapat bertahan lama setelah dipotong

3. Tangkai bunga cukup panjang dan kuat 4. Bunga tidak mudah rusak dalam pengepakan

(16)

5. Bunga dihasilkan dari tanaman yang subur dan mudah berbunga tanpa mengenal musim

B. Bunga Krisan

Krisan (Chrysanthemum sp) berasal dari dataran Cina. Bunga krisan cukup populer dan menduduki urutan tertinggi diantara bunga potong non anggrek karena disamping mempunyai bentuk mahkota dan warna yang bagus, bunga ini murah harganya. Variasi warna bunga krisan cukup banyak, seperti putih, kuning, merah jambu, merah, coklat dan jingga (Widyawan, 1994).

Varietas Crysanthemum meliputi Chrysanthemum maximum mempunyai batang panjang dan bunga lebar, biasanya berwarna putih dan kuning. Crysanthemum frutecens, tanaman ini berbentuk semak, bunganya berwarna kuning dan merah. Chrysanthemum morifolium, bunga jenis ini banyak hibridisasinya yang menghasilkan ukuran, bentuk, dan warna bunga yang bervariasi. Dan Chrysanthemum indicum adalah krisan warna kuning jenis tunggal.

Daur hidup tanaman krisan potong bersifat sebagai tanaman semusim karena siklus hidupnya selesai satu musim seusai bunga dipanen. Batang tanaman krisan tumbuh tegak, berstruktur lunak dan berwarna hijau. Bila dibiarkan tumbuh terus, batang menjadi keras (berkayu) dan berwarna hijau kecoklatan. Ciri khas tanaman krisan dapat diamati pada bentuk daun yaitu bagian tepi bergerigi, tersusun secara berselang-seling pada cabang atau batang tanaman (Rokhmawati, 1999).

Umumnya masa segar bunga krisan berkisar antara 5-7 hari, tergantung pada proses penanganan, keadaan lingkungan dan daya tahan varietasnya. Pemetikan yang terlalu awal menyebabkan bunga mekar tidak sempurna dan warnanya agak pucat. Sebaliknya pemetikan yang terlambat mengakibatkan bunga tidak tahan lama di tangan konsumen.

Menurut SNI (1998), saat panen krisan yang tepat adalah ketika bunga telah ½ mekar atau 3-4 hari sebelum mekar penuh. Pada saat itu bunga telah mencapai ukuran penuh, intensitas warna hampir mencapai puncaknya, mahkota bunga terbuka 45º terhadap garis vertikal dan mata bunganya masih merapat atau tenggelam. Pada saat bunga mekar penuh, warna bunga

(17)

cemerlang, mahkota bunga terbuka mendekati 90o terhadap garis vertikal dan mata bunga mulai mengembang atau menyembul diantara lingkar mahkota. Klasifikasi bunga krisan adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dycotiledonae Ordo : Compositales Famili : Compositae Genus : Chrysanthemum

Spesies : Chrysanthemum indicum

Gambar 1. Bunga Krisan.

Krisan yang bernilai komersial kebanyakan berasal dari golongan all year round (AYR Chrysanthemum). Varietas krisan penghasil bunga potong yaitu puma, mundial, royal target green peace, pink reagen, kiku, regal mist dan lain-lain (Sanjaya, 1995).

Tanaman krisan memerlukan suhu antara 20-26°C untuk pertumbuhan dan 16–18°C untuk pembungaan. Dengan demikian ketinggian lokasi yang sesuai dengan kondisi suhu tersebut adalah antara 700-1.200 m dpl. Kelembaban udara yang optimal untuk pertumbuhan krisan adalah 70-90%.

Waktu panen bunga bagi petani bunga, kebanyakan didasarkan pada pertimbangan kepraktisan. Misalnya panen pada pagi hari, dengan alasan pasarnya dekat sehingga habis panen langsung dapat ditangani dan dijual ke

(18)

pasar, sehingga bunga masih segar. Atau panen pagi dimaksudkan agar tersedia waktu cukup untuk persiapan pada siang hari sehingga produk dapat diangkut ke pasar yang jauh setelah panen (Budiarto et. al., 2006).

Pembentukan batang tipe tunggal adalah suatu kegiatan yang perlu dilakukan pada fase pertama, paling banyak 2 sampai 3 cabang sedangkan di bagian atas dibiarkan tumbuh. Kemudian dipilih yang paling kuat pertumbuhannya. Cabang-cabang bagian bawah batang pokok dibuang. Cabang yang paling kuat akan terus tumbuh dan bila mungkin dapat tumbuh hingga dicapai ketinggian yang dikehendaki, misalnya 75-100 cm (Soekartawi, 1996).

Standarisasi bunga krisan sangat penting karena kualitas bunga krisan sangat menentukan nilai jual. Syarat mutu untuk bunga krisan potong menurut Badan Standardisasi Nasional tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar Nasional Indonesia untuk bunga krisan potong segar standar

N

o Jenis Uji Satuan

Kelas Mutu

AA A B C

1

Panjang tangkai minimum -tipe standard -tipe ”spray” *aster *kancing *santini cm cm cm cm 76 76 76 60 70 70 70 55 61 61 61 50 Asalan Asalan Asalan Asalan 2

Diameter tangkai bunga -tipe standard, aster dan kancing -santini mm mm >5 >4 4.1-5 3.5-4 3-4 3-3.5 Asalan Asalan 3

Diameter bunga setengah mekar -tipe standard -tipe ”spray” *aster *kancing *santini mm mm mm mm >80 >40 >35 >30 71-80 >40 >35 >30 60-70 >40 >35 >30 Asalan Asalan Asalan Asalan 4

Jumlah kuntum bunga ½ mekar pertangkai

-tipe spray

kuntum >6 >6 >6 Asalan

5 Kesegaran bunga segar segar segar Asalan

6 Benda asing/kotoran maksimal % 3 5 10 >10

7 Keadaan tangkai bunga Kuat, lurus,

tidak Kuat, lurus, tidak Kuat, lurus, tidak Asalan

(19)

pecah pecah pecah

8 Keseragaman kultivar Seragam Seragam Seragam Seragam

9 Daun pada 2/3 Bagian Tangkai Bunga

Lengkap dan seragam Lengkap dan seragam Lengkap dan seragam Asalan

10 Penanganan Pasca Panen Mutlak perlu perlu perlu Asalan

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (SNI 01-4478-1998).

C. Kemasan

Kemasan adalah suatu tempat atau wadah yang digunakan untuk mengemas suatu produk, sedangkan pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk pangan. Dalam pengertian khusus, kemasan adalah wadah atau tempat yang digunakan untuk mengemas suatu komoditas dan telah dilengkapi dengan tulisan atau label yang menjelaskan tentang isi, kegunaan dan lain-lain yang perlu atau diwajibkan (Rochmadi, 2006).

Pengemasan bunga pada PT. AIBN dapat dibagi menjadi 3 tahap pengemasan. Tahap pertama yaitu pengemasan primer (pencontongan), untuk bunga tipe standar bertujuan untuk melindungi bagian petal bunga akibat gesekan dan meningkatkan ketahanan tangkai bunga terhadap penanganan yang dilakukan pada pasca panen seperti sortasi dan pengelompokkan serta distribusi. Tahap kedua yaitu pembungkusan (wrapping), bertujuan agar bunga menjadi tidak mudah bergerak sehingga kemungkinan tangkai bunga patah selama distribusi dapat dikurangi. Tahap ketiga adalah pengepakan yang merupakan pengemasan sekunder. Pengepakan ini bertujuan untuk mengurangi gerak bunga selama distribusi dan memudahkan penanganan selama distribusi. Ada beberapa macam jenis bahan kemasan primer yang dapat digunakan, seperti plastik, kertas dan net bunga dari jaring plastik (Rokhmawati, 1999).

Hambali (1995) menyatakan bahwa selama distribusi produk-produk hortikultura biasanya mengalami luka memar akibat pukulan, kompresi, vibrasi, serta gesekan. Memar pukulan terjadi karena komoditas atau kemasannya jatuh ke atas permukaan yang keras. Penanganan jenis memar ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantalan di dalam kemasan dan

(20)

manyatukan serta melakukan pengisisan produk ke dalam kemasan baik. Memar akibat kompresi terjadi karena pengisian kemasan berlebihan sehingga komoditas harus menahan beban tumpukan yang cukup besar.

Memar vibrasi dan gesekan terjadi akibat gesekan sesama produk dengan kemasan. Kerusakan tipe ini dapat dikurangi dengan merancang ukuran kemasan serta pengisian yang tepat dengan menghindari adanya ruangan kosong terlalu besar di bagian atas kemasan. Pengemasan krisan paling sederhana dari literatur yang terhimpun adalah membungkus bunga dengan koran seperti yang digunakan di Thailand (Widyawan, 1994).

Menurut Paine dan Paine (1983), beberapa sifat kemasan yang diinginkan selama distribusi adalah :

a. sesuai dengan sifat produk yang akan dikemas

b.mempunyai kekuatan yang cukup untuk bertahan dari resiko kerusakan selama pengangkutan dan penyimpanan

c.memiliki lubang ventilasi yang cukup (bagi produk tertentu yang memang membutuhkan).

Pada bunga krisan, apabila batang tampak lebih dari satu, kuntum bunga yang tumbuh dipotong kecil-kecil dan disisakan yang terbesar. Kuntum ini akan membentuk bunga potong berukuran optimal dan tampak indah. Bila kuntum bunga sudah mulai mekar dan menampilkan warnanya, maka tiba saatnya untuk mengantongi bunga. Tujuan pengantongan adalah untuk menghindarkan bunga dari debu, kehujanan, maupun serangan serangga. Besar diameter kantong bervariasi antara 15-25 cm untuk bunga ukuran sedang dan 20-30 cm untuk bunga ukuran besar. Kantong terbuat dari kertas minyak atau kantong plastik (Soekartawi, 1996).

Tahapan pekerjaan pengemasan dan penyimpanan adalah bagian yang tak terpisahkan dari variabel pembentukan harga. Pada umumnya kelemahan pengusaha bunga terletak pada tingkatan pekerjaan pengemasan dan penyimpanan. Hal ini disebabkan karena pekerjaan tersebut memerlukan keahlian khusus. Biasanya bunga yang telah diikat berdasarkan kelas dan ukuran tertentu perlu dibungkus dengan kertas atau plastik saja untuk melindungi kemulusan mahkotanya (Soekartawi, 1996).

(21)

Pengemasan bunga potong, selain untuk tujuan pengawetan, juga bertujuan untuk menunjang kelancaran transportasi, distribusi dan juga sebagai alat persaingan pemasaran. Dengan menggunakan kemasan yang baik, bunga akan lebih awet atau tahan selama perjalanan menuju lokasi pemasaran (Nofriati, 2005).

D. Plastik HDPE dan LDPE

Plastik didefinisikan sebagai suatu polimer dari monomer-monomer organik dengan berat molekul tinggi. Plastik merupakan material praktis, banyak kegunaannya dan murah harganya. Penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari sangat pesat perkembangannya dan hampir dapat menggantikan berbagai kegunaan bahan pembungkus yang lainnya.

Berdasarkan densitasnya Polietilen (PE) terdiri dari 3 jenis yaitu, Low Density Polyethylene (LDPE), Medium Density Polyethylene (MDPE), High Density Polyethylene (HDPE). Ciri-ciri ketiga plastik tersebut adalah sebagai berikut :

LDPE :mempunyai densitas 0,910-0,925 g/cm3, dihasilkan melalui proses tekanan tinggi. Digunakan sebagai kantong, mudah dikelim, dan murah.

MDPE :mempunyai densitas 0,926-0,940 g/cm3, lebih kaku dari LDPE dan memiliki suhu leleh lebih tinggi daripada LDPE.

HDPE :mempunyai densitas 0,941-0,965 g/cm3, paling kaku diantara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi.

LDPE dibuat dari gas etilen, karena tersusun dari banyak rantai cabang maka stuktur molekul LDPE kurang. Sifatnya lemas, lebih lunak, kekuatan tarik rendah, tidak tahan panas dan bahan kimia. (Syarief, 1989).

Dibandingkan dengan PE, polipropilen (PP) mempunyai kekuatan tarik dan kejernihan yang lebih baik serta permeabilitas uap air dan gas lebih rendah. Sifat-sifat PP yang lain adalah tidak bereaksi dengan bahan, dapat mengurangi kontak antara bahan dengan O2, tidak menimbulkan racun, dan

mampu melindungi bahan dari kontaminan (Pantastico, 1988).

Biasanya bunga yang telah diikat berdasarkan kelas dan ukuran tertentu dibungkus dengan kertas atau plastik saja untuk melindungi kemulusan

(22)

mahkotanya. Umumnya pengiriman dilakukan dengan cara kering yang kondisi lingkungannya tidak diatur oleh suhu dan kelembabannya. Pengemasan bunga dikerjakan dengan dibungkus daun pisang, karung plastik, kertas semen, sedangkan keranjang bambu, dus kadang-kadang dilapisi dahulu dengan plastik (Soekartawi, 1996).

E. Kertas

Kertas sendiri dibuat dari serat selulosa yang terbiasa berasal dari serat kayu yang ditambah dengan beberapa bahan tambahan yang sengaja ditambahkan untuk mendapatkan sifat dan karakteristik tertentu dari kertas yang akan terbentuk. Kertas memiliki sifat-sifat yang berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Sehingga pemakaian kertas di dalam pengemasan harus diperhatikan agar sesuai dengan tujuannya. Sifat-sifat fisik tersebut diantaranya adalah ketahanan tarik atau kekuatan tarik, daya tahan terhadap gesekan, ketahanan sobek, daya regang, ketahanan retak, daya serap air, permeabilitas, dan beberapa sifat fisik lainnya (Hambali, 1990).

Bahan kemasan yang digunakan untuk pengemasan primer pada awalnya adalah kertas buram. Karena kertas buram menghasilkan penampakkan bunga yang jelek maka diganti kertas putih polos 60 gram, akan tetapi bahan ini tidak mudah dibentuk menjadi contong maka memerlukan waktu lama sehingga tidak efisien lalu kertas untuk contong diganti dengan kertas HVS 70 gram. Pada saat ini di PT. Alam Indah Bunga Nusantara (AIBN) untuk pengemasan primer digunakan kertas HVS 70 gram berukuran 10 cm x 20 cm (Rokhmawati, 1999).

F. Transportasi

Pekerjaan pengangkutan yaitu membawa bunga dari kebun ke rumah/ tempat penampungan diperlukan kehati-hatian agar bunga tidak rusak. Dalam pekerjaan pengangkutan ini, faktor perlakuan mulai dari kebun tempat bunga itu dipanen sampai lokasi gudang tempat penampungan perlu hati-hati sekali, karena mahkota bunga potong mudah rusak atau mudah terluka bila terkena gesekan atau goncangan keras. Pekerjaan ini terlihat sederhana tetapi jika tidak hati-hati persentase kerusakan bunga dapat tinggi sekali (Soekartawi, 1996).

(23)

Pengangkutan dapat dilakukan lewat darat, laut, dan udara. Pengangkutan melalui darat merupakan pengangkutan yang paling penting dan akan tetap merupakan sarana utama pengangkutan di negara-negara berkembang di daerah tropika (Pantastico, 1986). Waktu yang diperlukan selama pengangkutan melalui jalan raya lebih pendek dibandingkan bila menggunakan kereta api, meskipun biaya pengangkutannya lebih tinggi (Pantastico, 1986).

Pengangkutan buah-buahan dengan jalan darat pada umumya menggunakan truk dan pick up tanpa pendinginan. Untuk pengangkutan jarak jauh dalam suatu pulau, yang lebih dari 5 jam sebaiknya menggunkan kereta api dengan gerbong pendingin. Sedangkan pengangkutan kurang dari 5 jam dapat melalui jalan raya tanpa truk pendingin (Purwadaria, 1992).

Pada uji transportasi bunga krisan potong dalam kemasan kotak karton dikirim pagi hari dari PT. AIBN melalui perusahaan kargo di Jakarta diangkut dengan kereta api sampai di Surabaya pagi hari berikutnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh BALITHI (Balai Penelitian Tanaman Hias) yang bekerjasama dengan PT. AIBN, daya tahan simpan bunga dengan waktu pengiriman 1 hari ke Surabaya lebih pendek dari pada bunga yang mengalami pengiriman 2 hari. Hal tersebut terjadi karena dengan waktu 1 hari di kota Surabaya memiliki RH rendah dan suhu tinggi, serta kualitas air rendaman rendah. Sedangkan penyimpanan pada bunga dengan waktu pengiriman 2 hari di PT. AIBN memiliki RH tinggi dan kualitas air lebih baik (Rokhmawati, 1999).

Transportasi bunga potong untuk keperluan ekspor biasanya menggunakan kemasan sekunder karton dengan penyusunan khusus dalam pesawat terbang. Pesawat terbang dapat mengirimkan komoditi lebih efektif dan efisien.

Uji transportasi bunga potong dengan pengiriman selama 2 hari dilakukan dengan mengirim bunga kembali ke PT. AIBN segera setelah tiba di Surabaya tanpa disimpan terlebih dahulu. Kondisi pada daun layu tetapi warna tetap hijau dan bagian bunga juga layu dan warna masih tetap. Bunga hanya bertahan selama 5 sampai 7 hari setelah pengiriman (Rokhmawati, 1999).

(24)

G. Simulasi Transportasi Hasil Pertanian

Produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan, dan bunga potong mudah sekali rusak setelah dipanen. Kerusakan ini akan dipercepat oleh adanya luka dan memar setelah, mengalami pengangkutan dari kebun ke tempat pemasaran. Untuk memperoleh gambaran data kerusakan mekanis yang diterima produk hortikultura bila terjadi goncangan, Purwadaria dkk merancang alat simulasi pengangkutan yang disesuaikan dengan kondisi jalan dalam kota dan luar kota.

Dasar perbedaan antara jalan dalam kota dan jalan luar kota adalah besar amplitudo yang terukur dalam suatu panjang jalan tertentu. Jalan dalam kota mempunyai amplitudo yang rendah dibanding jalan luar kota, maupun dengan jalan buruk aspal dan jalan buruk berbatu. Frekuensi alat angkut yang tinggi bukan penyebab utama kerusakan buah dalam pengangkutan. Yang lebih berpengaruh terhadap kerusakan buah adalah amplitudo jalan (Darmawati, 1994).

Darmawati (1994) meneliti mengenai dampak goncangan terhadap jeruk dalam kemasan karton bergelombang di atas meja getar dengan kompresor. Simulasi pengangkutan dalam penelitian ini dilakukan selama 8 jam di atas meja getar dengan frekuensi 6 Hz dan amplitido 5 cm. Keadaan ini setara dengan 2490 km panjang jalan beraspal atau 905 km panjang berbatu. Simulasi pengangkutan tersebut mewakili pengangkutan antar pulau (Pulau Jawa dan Sumatera) dan mengakibatkan kerusakan buah sebesar 5.67%.

Selama pengangkutan, komoditas hortikultura akan mengalami kerusakan. Hasil penelitian yang dilakukan Waluyo (1990) menyatakan bahwa penggetaran selama delapan jam dengan frekuensi 2.4 Hz dan amplitudo 5 cm menyebabkan kerusakan buah sebesar 4.14% bila digunakan pengemas dari kotak kayu dan 6.94% bila digunakan pengemas dari keranjang bambu. Simulasi penggetaran tersebut setara dengan jarak tempuh sepanjang 1752.57 km di jalan baik atau sama dengan jarak sepanjang 664.62 km di jalan buruk.

(25)

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian antara bulan Maret – Mei 2007.

B. Bahan dan Alat 1. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga krisan potong (Chrysanthemum indicum) tipe standar dengan kemekaran 75 persen, panjang tangkai ±76 cm yang diperoleh dari PT. Alam Indah Bumi Nusantara (AIBN) desa Kawung Luwuk, Sukaresmi, Cipanas. Bahan lain yang dipergunakan adalah kardus karton untuk kemasan sekunder, kemudian kertas HVS 70 gram, kertas koran, plastik LDPE dan HDPE sebagai bahan kemasan primer. Desain kemasan primer dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bentuk dan ukuran kemasan penelitian (1) kemasan plastik dan (2) kertas.

2. Alat

Peralatan yang dipakai terdiri dari : meja getar dengan kompresor, refractometer Minolta untuk mengukur warna, mistar dengan ketelitian 1 mm untuk mengukur panjang tangkai, jangka sorong dengan ketelitian 0.1 mm untuk mengukur diameter mahkota, busur untuk mengukur bentneck.

10 cm 20 cm

10 cm

60º

(26)

C. Metode Penelitian

1.Bunga dikemas ke dalam empat jenis kemasan primer yaitu kertas HVS 70 gram, kertas koran, plastik HDPE, dan plastik LDPE dengan kardus karton sebagai kemasan sekunder.

2.Bunga yang telah dikemas disusun secara selang-seling, masing-masing kardus jumlahnya 10 tangkai (2 tumpuk) dan 20 tangkai (4 tumpuk) bunga untuk setiap perlakuan kemasan primer.

3.Kesepuluh kemasan karton tersebut diatur pada meja getar. Penggetarannya diarahkan pada arah vertikal dengan frekuensi rata-rata 3.465 Hz dan amplitudo rata-rata 3.8 cm. Penggetaran dilakukan selama 4 jam.

4.Setelah penggetaran selama 4 jam kemudian dihitung jumlah kerusakan fisik pada setiap kemasan. Selain itu, dari setiap kemasan diambil 3 sampel untuk diukur diameter mahkota, panjang tangkai, dan warna. Serta diteliti bent neck, kelayuan dan gugur mahkota bunganya. Sampel diukur dari hari ke-0, ke-2, ke-4 dan ke-6 setelah transportasi.

5.Setiap hari, setelah penggetaran, bunga disimpan dalam suhu ruang 29°C, RH 60-80%.

Secara ringkas, metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

D. Pengamatan

Pengamatan dan pengujian mutu bunga potong menurut SNI (1998), meliputi : - Parameter fisik : diameter mahkota, kelayuan, gugurnya mahkota, bentneck,

dan warna

- Uji organoleptik meliputi penampakan bunga keseluruhan (warna, kelurusan tangkai, kesegaran mahkota, dan penampakan keseluruhan).

1. Pengukuran diameter mahkota bunga

Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap perlakuan diambil rata-ratanya. Pengamatan diameter mahkota tangkai dimaksudkan untuk melihat apakah terjadinya pertambahan diameter mahkota bunga yang berbeda karena perlakuan kemasan dan tumpukan setelah transportasi.

(27)

2. Kelayuan

Kelayuan diamati secara visual mulai setelah transportasi dan dilanjutkan setiap 2 hari. Kelayuan ditandai dengan mulainya menggulung mahkota kearah luar dan dikatakan layu apabila mahkota benar-benar sudah jatuh kebawah karena sama sekali tidak ada ketegaran mahkota. Persamaan yang digunakan untuk perhitungan kelayuan adalah :

% 100 sampel Total kelayuan mengalami yang bunga Total Kelayuan= x 3. Mahkota gugur

Mahkota gugur diamati secara visual mulai setelah transportasi dan dilanjutkan setiap 2 hari. Persamaan yang digunakan untuk perhitungan mahkota gugur adalah :

Mahkota gugur (%) = x100% sampel total rontok yang bunga mahkota Total 4. Bent neck

Bent neck adalah terjadinya pembengkokan pada leher tangkai, pengamatan ini diamati secara visual. Berdasarkan syarat mutu bunga krisan potong terhadap keadaan tangkai bunga, maka lehr tangkai bunga yang masuk mutu adalah leher tangkai yang kuat dan lurus. Bent neck diamati mulai dari sebelum perlakuan dilanjutkan setiap hari setelah perlakuan. Persamaan yang digunakan untuk perhitungan persentase bent neck adalah : 100% sampel Total mengalami yang bunga Total (%) bent neckx Bent neck =

(28)

5. Warna

Penampakan pada bunga krisan potong yang diamati adalah warna petal/ mahkota bunga. Dalam penentuan warna, penelitian ini menggunakan cromameter Minolta tipe CR-200. Pada chromameter ini digunakan sistem x, y, z untuk menentukan kecerahan (value) , saturasi (chroma) dan warna itu sendiri (hue).

Gambar 3. Diagram alir proses penelitian. Bunga krisan potong

Penyeragaman ukuran (panjang tangkai ± 76 cm) Pengemasan primer : A = Plastik LDPE B = Plastik HDPE C = HVS 70 gr D = Koran

E = kontrol, tanpa pembungkus

Jumlah 20 tangkai/ kemasan

Pengetaran di atas meja getar Frekuensi = 3.465Hz dan

Amplitudo = 3.8 cm l 4 j

Pengamatan :

Parameter fisik dan organoleptik pada hari ke-0, ke-2, ke-4, ke-6 penyimpanan 29ºC,

RH 60-80% Jumlah 10 tangkai / kemasan

(29)

6. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik merupakan persepsi konsumen terhadap bunga yang diuji yang dilakukan secara visual. Bunga yang diuji adalah keseluruhan perlakuan yang terdiri dari 3 tangkai bunga per vas pajangan dan masing-masing 3 ulangan yang diperagakan kepada 10 panelis. Panelis yang dipergunakan adalah panelis semi terlatih dengan 70% panelis adalah perempuan yang menyukai bunga. Uji yang digunakan adalah uji hedonik dengan parameter mutu kisaran 1 sampai 5, berurutan dari 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka) dan 5 (sangat suka).

E. Kesetaraan Simulasi Pengangkutan

Kesetaraan simulasi pengangkutan yang dilakukan dengan menggunakan meja getar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan di bawah ini :

-Luas satu siklus getaran vibrator = A

( )

T dT

T

0 sinω , dengan : T = f

1 T = periode (detik/ getaran)

ω = T

π

2

ω = getaran/detik -Jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam

= 1 jam x 60 menit/ jam x 60 detik/ menit x f dengan f = getaran/ detik

-Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama 1 jam

= jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam x luas satu siklus getaran vibrator

-Amplitudo rata-rata getaran bak truk (P) =

i(Ni) i(NixAi)

Dimana : P = rata-rata getaran bak truk (cm) N = jumlah kejadian amplitudo

(30)

-Luas satu siklus truk =

T TdT P 0 sinω

-Luas siklus getaran bak truk di jalan kota =

T dT T A 0 ) sin(ω

-Jumlah luas seluruh getaran bak truk jalan luar kota selama 0.5 jam = 30 menit x 60 detik/menit x f x luas siklus getaran bak jalan kota

-Berdasarkan konversi angkutan truk selama 30 menit 30 km, maka simulasi pengangkutan dengan truk selama satu jam di jalan luar kota

= bak truk getaran Jumlah jam 1 selama brator getaran vi seluruh luas Jumlah F. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor (RAL Faktorial) dengan 3 kali ulangan perlakuan.

Faktor yang digunakan adalah : A = Jenis kemasan primer

A1 = Bunga krisan dengan kemasan primer plastik LDPE A2 = Bunga krisan dengan kemasan primer plastik HDPE A3 = Bunga krisan dengan kemasan primer HVS 70 gr A4 = Bunga krisan dengan kemasan primer koran B = Tumpukan bunga dalam kardus

B1 = 2 tumpuk B2 = 4 tumpuk

Model umum dari rancangan percobaan ini adalah Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Єijk

Dimana :

Yijk = pengamatan pada perlakuan A ke-i, dan B ke-j µ = nilai rata-rata harapan

Ai = perlakuan A ke-i Bj = perlakuan B ke-j

(AB)ij = interaksi A ke-i, dan B ke-j

(31)

Dengan :

i = 1, 2, 3, 4 (jenis kemasan primer) j = 1, 2 (tumpukan bunga dalam kardus) k= 1, 2, 3 (ulangan)

Data-data pengamatan dianalisis dengan menggunakan tabel sidik ragam untuk mengetahui pengaruh dan interaksinya dan menggunakan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).

(32)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Kemasan Primer dan Tumpukan Terhadap Diameter Mahkota Bunga

Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa perubahan diameter mahkota bunga selama masa pajangan relatif sama yaitu menyusut pada hari ke-2 dan mengembang pada hari ke-4, kemudian menyusut kembali pada hari ke-6.

Gambar 4. Perubahan diameter mahkota bunga krisan potong selama masa pajangan.

Keterangan :

A10 : Kemasan LDPE 2 tumpuk A20 : Kemasan LDPE 4 tumpuk B10 : Kemasan HDPE 2 tumpuk B20 : Kemasan HDPE 4 tumpuk C10 : Kemasan HVS 70 gr 2 tumpuk C20 : Kemasan HVS 70 gr 4 tumpuk D10 : Kemasan koran 2 tumpuk D20 : Kemasan koran 4 tumpuk

Kemekaran bunga ditunjukkan dengan peningkatan diameter bunga sampai maksimum dan selanjutnya menurun sampai bunga menjadi layu. Secara fisiologi, kemekaran bunga dapat menunjukkan bahwa jaringan bunga masih aktif melakukan metabolisme dan aktivitas ini akan menurun setelah bunga mencapai mekar penuh. Oksigen dan karbohidrat berperan penting dalam kemekaran bunga. Energi hasil respirasi yang terhimpun dalam bentuk ATP digunakan untuk proses esensial kemekaran (Zagory dan Kader, 1988 dalam Arimbawa, 1997). 8,00 8,50 9,00 9,50 10,00 10,50 H0 H2 H4 H6 WAKTU (HARI) DI AM E T E R M AHKO T A ( c m ) A10 A20 B10 B20 C10 C20 D10 D20

(33)

Penyusutan diameter bunga pada hari ke-2 karena pengaruh proses transportasi pada hari ke-0, selama 5 jam bunga berada pada kondisi kering, sehingga sangat mungkin terjadinya transpirasi yang menyebabkan air dalam bunga potong berkurang. Transpirasi semakin mungkin terjadi dengan suhu lingkungan tinggi dan kelembaban udara di sekitar bunga relatif rendah. Namun kondisi tersebut berubah pada hari ke-4 masa pajangan, penempatan bunga dalam toples berisi air membuat ketersediaan air meningkat seiring membukanya mahkota bunga.

Analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan adanya pengaruh perlakuan kemasan terhadap perubahan diameter mahkota bunga dan tidak adanya pengaruh tumpukan terhadap perubahan diameter mahkota. Pada Tabel 4 dapat terlihat bahwa kemasan HVS 70 gr adalah kemasan yang paling dapat menekan perubahan diameter mahkota.

Tabel 4. Analisis sidik ragam perubahan diameter mahkota selama masa pajangan.

Kemasan Rata-rata Grup Duncan

HDPE 9.25 a

LDPE 8.97 ab

Koran 8.85 b

HVS 70 gr 8.76 b

Keterangan : Angka rata-rata diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 0.05.

Perbedaan model kemasan saat transportasi mempengaruhi diameter mahkota bunga. Bunga dalam kemasan plastik (LDPE dan HDPE) mekar lebih lebar dibandingkan dengan kemasan kertas (HVS 70 gr dan Koran).

Dari analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa plastik HDPE memberikan pengaruh pertambahan diameter mahkota paling tinggi kemudian disusul dengan plastik LDPE. Pada kertas, HVS 70 gr dan koran memberikan hasil beda rataan yang paling bisa mempertahankan diameter mahkota bunga selama pajangan. Respirasi bunga krisan yang tinggi ternyata lebih mendominasi daripada sifat plastik yang mampu menekan O2 disekitar

kemasan, ditambah dengan kondisi kemasan tanpa lubang udara membuat kondisi suhu semakin tinggi dan respirasi yang tinggi tidak dapat dihindari.

(34)

Seiring lebih tingginya respirasi bunga pada kemasan plastik pada h-4, penggunaan karbohidratpun semakin cepat, sehingga pada h-6 kemasan plastik paling menyusut diameter. Meskipun membungkus bunga potong dengan plastik kedap air seperti polietilen atau pembungkus lain yang mempunyai permeabilitas terhadap O2 dan CO2 dapat menghambat laju respirasi tetapi

tidak berpengaruh pada komoditi yang berespirasi tinggi.

Dengan demikian pengemasan dengan HVS 70 gr adalah kemasan terbaik untuk mempertahankan diameter mahkota selama masa pajangan disusul dengan kemasan koran. Namun secara ekonomis, harga HVS 70 gr lebih mahal dari koran, jadi pemilihan kemasan akan tergantung dari segi mana petani atau pengusaha bunga mempertimbangkannya.

B. Pengaruh Kemasan Primer dan Tumpukan Terhadap Kelayuan

Dari hasil pengamatan yang disajikan pada Gambar 5 terlihat bahwa kelayuan bunga cenderung meningkat mulai hari ke-2 masa pajangan.

Gambar 5. Perubahan persentase kelayuan selama masa pajangan.

Berdasarkan Gambar 5, model kemasan LDPE dan HDPE mempunyai tingkat kelayuan bunga lebih tinggi dibandingkan dengan kertas hingga mencapai 100% kelayuan. Kemasan HVS 70 gr mengalami kelayuan terkecil sebesar 22% hal ini tidak berbeda nyata dengan kemasan koran.

Analisis sidik ragam (Lampiran 12) menunjukkan adanya pengaruh perlakuan kemasan terhadap kelayuan bunga krisan potong dan tidak adanya pengaruh perlakuan tumpukan terhadap kelayuan bunga krisan potong. Hasil

0 20 40 60 80 100 120 H0 H2 H4 H6 WAKTU (HARI) KE L A Y UAN ( % ) A10 A20 B10 B20 C10 C20 D10 D20

(35)

uji lanjut Duncan menunjukkan adanya perbedaan nyata model kemasan terhadap kelayuan bunga krisan potong pada hari ke-6 masa pajangan.

Tabel 5. Analisis sidik ragam kelayuan mahkota selama masa pajangan.

Kemasan Rata-rata Grup Duncan

HDPE 18.00 b

LDPE 22.21 b

Koran 33.29 ab

HVS 70 gr 44.42 a

Keterangan : Angka rata-rata diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 0.05.

Transpirasi yang lebih besar daripada penyerapan air mengakibatkan tanaman kekurangan air untuk mempertahankan kesegaran. Penggunaan ruang peraga yang mempunyai kelembaban relatif yang rendah menyebabkan bunga mengalami transpirasi yang lebih besar lagi.

Kelayuan yang cepat dimungkinkan juga karena bunga mengalami luka mekanis selama transportasi, sehingga timbulnya browning (kecoklatan). Browning mempercepat terjadinya pembusukan, hal ini terjadi dari konversi senyawa felonik oleh fenolasa menjadi melanin yang berwarna coklat. Parameter yang menyatakan bahwa bunga potong krisan mengalami kerusakan mekanis adalah terdapatnya luka gores dan luka memar pada mahkota bunga. Setiap bunga yang mengalami luka mekanis baik besar maupun kecil dikategorikan sebagai bunga yang mengalami kerusakan mekanis. Hal ini menyebabkan tingginya tingkat kerusakan mekanis bunga potong krisan. Kemudian mahkota bunga sangat peka terhadap serangan jamur patogen (seperti Botrytis cinerea) dan mikroorganisme lainnya yang tumbuh pada jaringan.

Sebagaimana diketahui bahwa etilen akan memacu peningkatan kelayuan. Bunga yang sudah layu menghasilkan etilen yang mengakibatkan bunga yang lain atau bagian bunga yang lain mengalami kelayuan yang lebih cepat. Kelayuan yang pertama yang terjadi akan meningkatkan kelayuan secara umum dan drastis sampai berhenti pada tingkat kelayuan 100%.

(36)

Ketahanan gesek plastik HDPE lebih besar daripada plastik LDPE sehingga luka memar plastik LDPE lebih besar daripada yang menggunakan kemasan HDPE. Begitu pula perbandingan antara plastik dan kertas. Ketahanan gesek plastik lebih rendah daripada kertas karena permukaan plastik lebih halus sehingga koefisien geseknya kecil. Kerusakan mekanis bunga pada kertas dimungkinkan karena streples yang tajam menyebabkan luka mekanis berupa goresan. Selain itu, susunan vertikal dalam kemasan menyebabkan bunga krisan yang berada pada lapisan bawah menahan bunga yang berada diatasnya, sehingga bunga krisan yang berada di lapisan bawah banyak mengalami luka memar.

Kelayuan merupakan parameter kristis masa pajangan bunga potong, sehingga dari data dapat terlihat bahwa vaselife bunga yang dapat diterima adalah 2 hari dengan kemasan terbaik HVS 70 gr 2 tumpuk.

C. Pengaruh Kemasan Primer dan Tumpukan Terhadap Mahkota Gugur Kerontokan terjadi karena kurangnya air yang mengalir ke mahkota akibat dari tersumbatnya pembuluh tangkai sehingga tidak ada lagi ketegaran pada mahkota bunga. Oleh karena itu kerontokan mahkota erat kaitannya dengan pembengkokan tangkai bunga, pencoklatan dan kelayuan mahkota serta daun yang merupakan akibat terakumulasinya gas etilen sehingga merusak mahkota bunga. Pembengkokan tangkai pada bunga krisan terlihat secara visual, namun bentneck yang biasanya erat dengan kelayuan, pada krisan hasilnya tidak nyata karena sampai hari ke-6, 100% bunga tidak mengalami bentneck. Hal ini dimungkinkan karena diameter batang bunga krisan jenis standar ini relatif lebih besar daripada jenis spray ataupun bunga lainnya sehingga aliran air tidak tersumbat pembuluh tangkai. Dengan demikian, faktor rontoknya mahkota bunga bukan berasal dari tersumbatnya pembuluh tangkai melainkan dari faktor eksternal.

Kerontokkan bunga pada pembahasan ini dimungkinkan juga karena pengaruh kontak antar kemasan primer, maupun antara kemasan primer dan kemasan sekunder (karton). Kemasan HVS 70 gr dan koran yang berbentuk contong (kerucut) mudah terlepas atau melorot kebawah dengan demikian kontak antar bunga tidak dapat dihindari. Dapat dihubungkan juga dengan

(37)

penyebab kelayuan bahwa ketahanan gesek plastik HDPE lebih besar daripada plastik LDPE sehingga luka memar plastik LDPE lebih besar daripada yang menggunakan kemasan HDPE. Begitu pula perbandingan antara plastik dan kertas. Ketahanan gesek plastik lebih rendah daripada kertas karena permukaan plastik lebih halus sehingga koefisien geseknya kecil. Susunan vertikal dalam kemasan menyebabkan bunga krisan yang berada pada lapisan bawah menahan bunga yang berada diatasnya, sehingga bunga krisan yang berada di lapisan bawah banyak mengalami luka memar yang menimbulkan kerontokan mahkota.

Berdasarkan uji beda rataan menunjukkan jumlah persentase gugurnya mahkota yang berbeda nyata antara model kemasan dengan tumpukan (Lampiran 13). Gambar 6 memperlihatkan bahwa plastik LDPE 4 tumpuk memberikan tingkat kerontokan terbesar hingga mencapai 100% dan kemasan HVS 70 gr dan koran memberikan tingkat kerontokan terkecil yaitu hanya 11% pada hari ke-6 masa pajangan.

Tabel 6. Analisis sidik ragam mahkota gugur selama masa pajangan.

Kemasan Rata-rata Grup Duncan

HDPE 18.04 b

LDPE 19.38 b

Koran 37.46 a

HVS 70 gr 48.54 a

Keterangan : Angka rata-rata diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 0.05.

Gambar 6. Perubahan persentase kerontokan mahkota selama masa pajangan.

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 HO H2 H4 H6 WAKTU (HARI) M AHKO T A G U G UR ( % ) A10 A20 B10 B20 C10 C20 D10 D20

(38)

Lamanya transportasi juga berpengaruh terhadap jumlah kerusakan mekanis. Semakin lama waktu transportasi, maka semakin tinggi tingkat kerusakan mekanis yang terjadi. Lama penggetaran yang dilakukan pada penelitian ini setara dengan panjang jalan 1047.347 km jalan luar kota. Selama transportasi, bunga mengalami pergeseran tempat yang dapat menyebabkan terjadinya benturan antar bunga maupun terhadap kemasan. Tekanan dari dalam kemasan kardus yang tidak dapat ditahan oleh dinding kemasan kardus menyebabkan terjadinya kerusakan kemasan. Akibatnya bunga dalam kemasan ikut mengalami kerusakan mekanis.

D. Pengaruh Kemasan Primer dan Tumpukan Terhadap Warna Bunga Warna merupakan salah satu daya tarik bunga potong. Bunga krisan kuning tersusun atas warna putih (brightness), warna kuning dan sedikit warna merah. Warna putih pada bunga krisan menunjukkan kecerahan (brightness) yang disebabkan adanya kandungan pati pada bunga, warna kuning disebabkan adanya pigmen carotenoid yang terbentuk bersamaan dengan proses pematangan (pemekaran) dan warna merah disebabkan adanya pigmen antocyanin, dimana warna merah itu timbul setelah kemekaran bunga maksimum dan mendekati layu (Ardiansyah, 2000).

Warna bunga krisan potong selama masa pajangan hingga hari ke-6 secara visual tidak menunjukkan perubahan. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa selama masa pajangan pengaruh model kemasan dan tumpukkan tidak berbeda nyata. Hal ini dimungkinkan karena bunga dengan derajat kemekaran 75% proses metabolismenya sudah optimal sehingga memberikan intensitas warna dominan tertinggi pada bunga.

Komponen warna yang terdiri dari hue (warna), value (kecerahan), dan chroma (tingkat kandungan warna). Tabel 7 memperlihatkan perubahan nilai value, hue, dan chroma warna bunga selama masa pajangan.

(39)

Tabel 7. Perubahan value, hue, dan chroma warna bunga krisan selama masa pajangan.

Hari ke-

Perlakuan Value Hue Chroma Warna 0 LDPE 2 tumpuk 43.17 573.50 0.58 Kuning terang

LDPE 4 tumpuk 45.78 575.17 0.60 Kuning terang HDPE 2 tumpuk 47.84 573.83 0.57 Kuning terang HDPE 4 tumpuk 47.51 573.00 0.56 Kuning terang HVS 70 gr2 tumpuk 47.14 574.00 0.60 Kuning terang HVS 70 gr 4 tumpuk 48.12 575.00 0.65 Kuning terang Koran 2 tumpuk 47.82 573.50 0.58 Kuning terang Koran 4 tumpuk 42.50 573.50 0.60 Kuning terang 4 LDPE 2 tumpuk 38.08 573.50 0.59 Kuning terang LDPE 4 tumpuk 44.59 574.00 0.60 Kuning terang HDPE 2 tumpuk 43.39 573.42 0.56 Kuning terang HDPE 4 tumpuk 45.01 573.00 0.54 Kuning terang HVS 70 gr2 tumpuk 37.30 575.00 0.58 Kuning terang HVS 70 gr 4 tumpuk 44.57 573.17 0.62 Kuning terang Koran 2 tumpuk 39.34 573.33 0.61 Kuning terang Koran 4 tumpuk 41.17 574.00 0.60 Kuning terang 6 LDPE 2 tumpuk 37.87 575.83 0.55 Kuning terang LDPE 4 tumpuk 46.68 573.25 0.57 Kuning terang HDPE 2 tumpuk 45.92 573.17 0.57 Kuning terang HDPE 4 tumpuk 40.63 572.67 0.53 Kuning terang HVS 70 gr2 tumpuk 40.10 574.67 0.57 Kuning terang HVS 70 gr 4 tumpuk 45.86 574.17 0.57 Kuning terang Koran 2 tumpuk 44.35 574.17 0.57 Kuning terang Koran 4 tumpuk 44.40 574.50 0.53 Kuning terang

Terjadi penurunan chroma pada semua jenis perlakuan, kecuali pada kemasan koran 2 tumpuk, LDPE 2 tumpuk, dan koran 4 tumpuk untuk hari ke-4. Kemudian pada hari ke-6, terjadi penurunan juga untuk semua perlakuan kecuali kemasan HDPE 2 tumpuk.

Untuk value, perlakuan yang mengalami penurunan terus adalah HDPE 4 tumpuk. Sedangkan perlakuan lain mengalami penurunan pada hari ke-4 kemudian bergerak naik atau tetap pada hari ke-6. Diantara komponen warna lainnya, hue menunjukkan perubahan yang paling berlainan, nilai LDPE 2 tumpuk dan koran 4 tumpuk naik tajam hingga hari ke-6. Sebaliknya pada kemasan LDPE 4 tumpuk dan HDPE 2 tumpuk terjadi penurunan terus menerus. Perlakuan lainnya berubah secara fluktuatif sampai hari ke-6 namun tidak sampai menunjukan perubahan warna yang ekstrim.

(40)

Gambar 7. Perubahan chroma bunga selama masa pajangan.

Gambar 8. Perubahan value bunga selama masa pajangan.

Gambar 9. Perubahan hue bunga selama masa pajangan.

0,50 0,52 0,54 0,56 0,58 0,60 0,62 0,64 0,66 H0 H4 H6 HARI CHR O M A A10 A20 B10 B20 C10 C20 D10 D20 572,50 573,00 573,50 574,00 574,50 575,00 575,50 H0 H4 H6 HARI HUE A10 A20 B10 B20 C10 C20 D10 D20 34,00 36,00 38,00 40,00 42,00 44,00 46,00 48,00 50,00 H0 H4 H6 HARI VA L U E A10 A20 B10 B20 C10 C20 D10 D20

(41)

E. Uji Organoleptik

Dari hasil uji organoleptik menunjukkan kemasan dan tumpukan tidak berpengaruh terhadap proses memperpanjang kesegaran bunga krisan potong, dengan dapat dipertahankannya warna kuning, kesegaran mahkota, kelurusan mahkota dan penampakan keseluruhan. Hal ini diduga terjadi disebabkan oleh kesulitan panelis dalam memberi skor setiap pengamatan visual dengan baik dan teliti karena sebagian panelis belum terbiasa melakukan organoleptik untuk pengamatan bunga potong. Pengamatan visual bunga potong juga dipengaruhi emosi panelis pada saat pengamatan. Secara umum bunga potong dinilai atas dasar rasa keindahan oleh karena itu pengujian organoleptik bunga potong krisan menghendaki adanya kondisi emosi yang baik pada saat melakukan pengamatan.

Gambar 10. Uji organoleptik perlakuan terhadap skor hedonik kesegaran mahkota.

Gambar 11. Uji organoleptik perlakuan terhadap skor hedonik kelurusan tangkai. 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 5,00 H0 H2 H4 H6 WAKTU (HARI) KE S E G ARAN M AHKO T A A10 A20 B10 B20 C10 C20 D10 D20 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 H0 H2 H4 H6 WAKTU (HARI) KE L URUS AN T ANG KAI A10 A20 B10 B20 C10 C20 D10 D20

(42)

Gambar 12. Uji organoleptik perlakuan terhadap skor hedonik warna.

Gambar 13. Uji organoleptik perlakuan terhadap skor hedonik Penampakan keseluruhan.

Secara umum, berdasarkan uji organoleptik selama masa pajangan panelis masih dapat menerima kondisi bunga krisan sampai hari ke-2 untuk semua perlakuan. Dimulai hari ke-4 panelis menunjukkan penolakan terhadap semua perlakuan. Penolakan tersebut disebabkan warna bunga memudar dan terdapat warna kecoklatan pada bagian pinggir mahkota bunga. Munculnya warna kecoklatan tersebut memberi kesan mahkota terbakar.

Pada bunga krisan, daun adalah bagian yang paling kritis karena mudah layu serta mudah mengalami bercak-bercak kecoklatan atau kekuningan. Singleton, 1972 dalam Aryani (2002) menyatakan bahwa perubahan warna pada mahkota ataupun pada daun bunga krisan menjadi

2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 H0 H2 H4 H6 WAKTU (HARI) W ARNA A10 A20 B10 B20 C10 C20 D10 D20 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 H0 H2 H4 H6 WAKTU (HARI) P E NA M P AK AN KE S E L UR UH A A10 A20 B10 B20 C10 C20 D10 D20

(43)

coklat atau kehitaman mungkin disebabkan karena oksidasi flavon, leucoantosianin, adanya fenol dan akumulasi tannin pada sel tanaman. Faktor lain yang menentukan perubahan warna adalah terjadinya perubahan pH vakuola. Peningkatan pH dapat disebabkan karena terjadinya pemecahan protein dan pelepasan ammonia dalam sel tanaman.

Karbohidrat merupakan senyawa utama untuk aktivitas metabolisme bunga selama masa pajangan. Jika cadangan karbohidrat dalam jaringan menipis maka terjadi hidrolisis protein menjadi polipeptida dan asam amino sehingga terjadi peningkatan ammonia. Hal ini terjadi untuk memenuhi kebutuhan energi yang digunakan untuk proses metabolisme. Namun demikian, proses ini menyebabkan terbentuknya produk oksidatif yang dapat mengakibatkan munculnya perubahan warna pada jaringan sel bunga.

F. Hubungan uji organoleptik warna dengan komponen warna

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui pada tingkat seperti apa konsumen dapat menerima bunga potong untuk dipajang. Dengan dilakukannya uji warna secara laboratorium, maka bisa didapat hubungan antar keduanya yakni pada nilai hue, value, dan chroma berapa, panelis dapat dikatakan masih menerima bahwa bunga krisan potong layak dipajang. Dengan ditetapkannya skor hedonik 3 sebagai nilai netral, maka tingkat penerimaan panelis tersebut yang akan dihubungkan dengan komponen-komponen warna. Gambar 14, 15 dan 16 akan menunjukkan hubungan masing-masing komponen warna.

Gambar 14. Hubungan skor organoleptik warna dengan chroma selama masa pajangan.

Chr o ma Or g a n o le p ti k W a rn a 0,66 0,64 0,62 0,60 0,58 0,56 0,54 0,52 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 0,578 3 D 206 D 106 C 206 C 106 B 206 B 106 A 206 A 106 D 204 D 104 C 204 C 104 B 204 B 104 A 204 A 104 D 201 D 101 C 201 C 101 B 201 B 101 A 201 A 101

(44)

Gambar 14 memperlihatkan batas penerimaan tertinggi panelis terhadap chroma adalah pada saat chroma bernilai 0.58 yaitu pada kemasan koran 2 tumpuk hari ke-0 dan batas penerimaan terendah adalah saat chroma bernilai 0.53 yaitu untuk kemasan koran 4 tumpuk hari ke-4. Dari gambar dapat dilihat bahwa batas penerimaan keseluruhan adalah saat chroma bernilai 0.578. Gambar 15 memperlihatkan batas penerimaan tertinggi panelis terhadap value adalah pada saat value bernilai 47.82 yaitu pada kemasan koran 2 tumpuk hari ke-0 dan batas penerimaan terendah adalah saat value bernilai 44.40 yaitu untuk kemasan koran 4 tumpuk hari ke-6. Dari gambar dapat dilihat bahwa batas penerimaan keseluruhan adalah saat value bernilai 47.31. Gambar 16 memperlihatkan batas penerimaan tertinggi panelis terhadap hue adalah pada saat hue bernilai 573.50 yaitu pada kemasan koran 2 tumpuk hari ke-0 dan batas penerimaan terendah adalah saat value bernilai 574.50 yaitu untuk kemasan koran 4 tumpuk hari ke-6. Dari gambar dapat dilihat bahwa batas penerimaan keseluruhan adalah saat hue bernilai 574.045.

Pada hari ke-4, sudah terdapat bunga yang tidak layak dipajang, yaitu untuk kemasan koran 2 tumpuk, koran 4 tumpuk, dan HVS 70 gr 4 tumpuk. Sedangkan perlakuan yang berada pada kondisi netral adalah HDPE 2 tumpuk, HDPE 4 tumpuk, HVS 70 gr 2 tumpuk dan LDPE 2 tumpuk yang semuanya mempunyai masa pajangan 4 hari. Sedangkan yang masih bisa diterima layak pada hari ke-4 adalah kemasan LDPE 4 tumpuk.

Gambar 15. Hubungan skor organoleptik warna dengan value selama masa pajangan.

Value O rga n o le pt ik W a rn a 48 46 44 42 40 38 36 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 47,31 3 D206 D106 C 206 C 106B206 B106 A 206 A 106 D204 D104 C 204 C 104 B104 B204 A 204 A 104 D201 D101 C 201 C 101 B201 B101 A 201 A 101

(45)

Gambar 16. Hubungan skor organoleptik warna dengan hue selama masa pajangan.

G. Kesetaran simulasi transportasi

Simulasi transportasi dengan meja getar dilakukan untuk memperoleh gambaran data kerusakan mekanis bunga krisan potong bila terjadi goncangan. Hasil konversi frekuensi dan amplitudo selama simulasi menggunakan meja getar selama 4 jam terhadap berbagai klasifikasi jenis jalan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Konversi frekuensi dan amplitudo meja getar selama simulasi terhadap jarak tempuh (panjang jalan)

Jam Frekuensi (Hz) Amplitudo (cm) Jalan Dalam Kota Jalan Luar Kota Jalan Buruk (aspal) 4 3.456 3.8 1410.188km 1047.347km 1020.427km

Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa 4 jam pada alat simulasi meja getar setara dengan 1410.188 km di jalan dalam, 1047.347 km jalan luar kota atau lebih kurang perjalanan truk 23.5 jam untuk jalan dalam kota dan 17.5 jam untuk jalan luar kota dengan kecepatan 60km/jam. Atau setara dengan 1020.427 km di jalan buruk beraspal atau lebih kurang 34.9 jam perjalanan truk dengan kecepatan 30km/jam. Perhitungan konversi angkutan truk dapat dilihat pada Lampiran 15.

Hue Or g a n o le p tik W a rn a 575,5 575,0 574,5 574,0 573,5 573,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 574,045 3 D206 D106 C 206 C106 B206 B106A206 A 106 D204 D104 C204 C104 B204 B104 A204 A104 D201 D101 C201 C101 B201 B101 A201 A101

(46)

Dengan demikian, dapat menunjukkan bahwa dengan jarak tempuh 1047.347 km jalan luar kota atau kurang lebih menempuh perjalanan Jakarta - Surabaya, bunga krisan potong dengan kemasan primer untuk transportasi HVS 70 gr dapat bertahan segar selama 2 hari masa pajangan. Lamanya pengangkutan mempengaruhi kondisi bunga krisan potong dalam kemasan. Walaupun kertas HVS 70 gr 2 tumpuk memberikan pengaruh yang besar terhadap perlindungan bunga, perlu disesuaikan pengaturan umur petik bunga krisan dengan jarak atau lamanya perjalanan yang akan ditempuh agar bunga krisan potong mencapai hasil yang optimum ketika sampai ditangan konsumen.

(47)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Ada pengaruh perlakuan kemasan primer dan tumpukan terhadap parameter fisik bunga krisan potong. Uji lanjut duncan menunjukkan adanya perbedaan nyata pengaruh model kemasan terhadap diameter mahkota bunga, gugurnya mahkota dan kelayuan. Ada perbedaan nyata pengaruh model tumpukkan terhadap gugurnya mahkota.

2. Tidak ada pengaruh perlakuan kemasan primer dan tumpukan terhadap uji organoleptik (kesegaran mahkota, kelurusan tangkai, warna dan penampakan keseluruhan) dan parameter fisik warna.

3. Kemasan HVS 70 gr 2 tumpuk setelah ditransportasikan selama 4 jam dengan meja getar yang setara dengan menempuh jarak yang dipanjangnya 1047.347 km jalan luar kota setara dengan lama 17.5 jam untuk kecepatan 60 km/ jam pada ruangan dengan suhu 29 ºC dan rh 60-80% dapat mempertahankan masa pajangan bunga sampai 2 hari. Kemasan HVS 70 gr 2 tumpuk terpilih sebagai kemasan terbaik yang memberikan hasil terbaik dengan menekan persentase kelayuan sebesar 22% pada hari ke-6 masa pajangan, menekan gugurnya mahkota sebesar 11% pada hari ke-6 dan menekan pertumbuhan diameter mahkota sebesar 8.84 cm.

4. Secara keseluruhan dapat dibandingkan bahwa kemasan HVS 70 gr 2 tumpuk adalah kemasan terbaik, kemudian disusul dengan kemasan koran 2 tumpuk. Plastik LDPE dan HDPE tidak dapat memberikan perlindungan yang baik terhadap kerusakan mekanis sedangkan bunga tanpa kemasan primer memberikan hasil bunga tidak layak pajang sejak hari ke-0 dengan kerusakan mekanis yang ditimbulkan sebesar 100%.

(48)

B. Saran

1. Sebaiknya diperhatikan penggunaan jenis kemasan primer, sekunder dan pengaturan umur petik bunga krisan potong jika ditransportasikan pada jarak jauh.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pengaruh jenis kemasan primer dan tumpukan terhadap tingkat kerusakan mekanis dan perubahan mutu bunga krisan potong dengan memperhitungkan nilai ekonomis untuk mendapatkan kemasan transportasi yang tepat.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, D. 2000. Pengaruh Varietas, Derajat Kemekaran dan Waktu Penyimpanan Konvensional Terhadap Mutu Kesegaran Jenis Bunga Potong Krisan (Chrysanthemum morifolium R.). Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Arimbawa, I. G. R. 1997. Perlakuan Fisik dan Kimia Untuk Memperpanjang Kesegaran Bunga Potong. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Aryani, D. 2002. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Glyserin Pada Larutan Pulsing Terhadap Penampakan Mawar Kering. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-4478-1998. Bunga Krisan Potong. Badan Pusat Statistk. 2006. Data Statistik Tanaman Hias Indonesia. http ://

www.bps.co.id (24 Mei 2007).

Budiarto, Y. Sulyo, R. Maaswinkel dan S. Wuryaningsih. 2006. Budidaya Krisan Bunga Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta.

Darmawati, E. 1994. Simulasi Komputer Untuk Perancangan Kemasan Karton Gelombang Dalam Pengangkutan Buah-buahan. Tesis. Program Studi Teknologi Pasca Panen, IPB, Bogor.

Departemen Pertanian Provinsi Jawa Barat. 2007. Data Statistik Produksi Krisan. http://www.diperta.jabarprov.go.id/index.php?mod=statistik&idmenu (24 Mei 2007)

Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2006. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Krisan.

Hambali, E. 1995. Pola Distribusi dan Transportasi Produk Hortikultura. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Edisi Khusus. IPB, Bogor.

Nofriati. D. 2005. Kajian Sistem Pengemasan Bunga Mawar Potong (Rosa hybrida) Selama Penyimpanan Untuk Memperpanjang Masa Pajangan. Tesis. Program Studi Teknologi Pasca Panen, IPB, Bogor.

Paine, F. A. dan Paine, H.Y. 1983. A Handbook of Food Packaging. Leonard Hill, London.

Pantastico, E.B. (ed). 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1. Data Statistik bunga krisan di wilayah Jawa Barat  Kabupaten/ kota  Jumlah Produksi (tangkai)
Gambar 1. Bunga Krisan.
Tabel 3. Standar Nasional Indonesia untuk bunga krisan potong segar standar  N
Gambar 2. Bentuk dan ukuran kemasan penelitian (1) kemasan   plastik dan (2) kertas.
+7

Referensi

Dokumen terkait

î Rapat-rapat koordinasi dan konsultasi ke luar daerah î Pengadaan pakaian dinas beserta perlengkapannya î Pendidikan dan pelatihan formal. î Penyusunan laporan

The  consultant  will  work  with  DJPK  staff  in  developing  procedures  and  databases  (joint  development).  This  collaboration  is  necessary  condition 

Konsep Islam yang mempengaruhi desain perancangan pada Masjid Agung Syekh Yusuf ini kami angkat di maksudkan untuk mengkaji dan mengetahui tentang relevansi

,engingatkan kembali ke"ada ibu tentang "ers/nal $ygiene "ada balita  dengan membiasakan kebiasaan 9u9i tangan setela$ melakukan aktiitas?.

Alhamdulillah, Segala Puja dan Puji hanya untuk Allah SWT serta diiringi dengan rasa syukur atas rahmat, karunia dan hidayah-Nya terhadap penyusun, yakni telah

Analisa sistem dewatering di Proyek Hotel Anugerah Palace dilakukan dengan serangkaian penelitian, yaitu: penelitian terhadap penerapan metode pondasi, dinding penahan

bandeng, kakap putih dan kerapu macan, juga telah berhasil dipijahkan dan diproduksi benihnya antara lain berbagai jenis kerapu kerapu lumpur (E. corallicola),

Status Gizi Pada Balita Gizi Buruk Penerima PMT-P di Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2003 ,(Skripsi). Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat,