• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM MEMAKSIMU (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM MEMAKSIMU (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU KONSUMEN MUSLIM

DALAM MEMAKSIMUMKAN KEPUASAN

M. Nur Rianto Al Arif

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstract

Two concept of the consumers behavior theory that already been developed in conventional economics is economic rationality and utilitarianism. Indifference curve is a tool to analysis about utility maximize in consumer behavior theory, but this maximize theory has a boundary that called by budget constraint. In Islamic economics, the boundary of Moslem consumer to maximize utility is not enough only by budget constraint but also added by shariah principle. This boundary called by budget and shariah constraint. The position of budget and shariah constraint is below of budget constraint in conventional economics.

(2)

PERILAKU KONSUMEN MUSLIM

DALAM MEMAKSIMUMKAN KEPUASAN

Oleh: M. Nur Rianto Al Arif A. Pendahuluan

Berbagai kegiatan ekonomi berjalan dalam rangka mencapai satu tujuan, yakni menciptakan kesejahteraan menyeluruh, penuh ketegangan dan kesederhanaan, namun tetap produktif dan inovatif bagi setiap individu muslim maupun non-Muslim. Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya, sebagaimana yang ditetapkan dalam hukum Allah (syari’ah). Konsumsi, pemenuhan (kebutuhan) dan perolehan kenikmatan tidak dilarang dalam Islam selama tidak melibatkan hal-hal yang tidak baik atau yang akan menimbulkan kemudharatan bagi pemakainya. Teori perilaku konsumen yang dikembangkan di Barat setelah timbulnya kapitalisme merupakan sumber dualitas, yakni “rasionalisme ekonomik” dan “utilitarianisme”. Rasionalisme ekonomik menafsirkan perilaku manusia sebagai sesuatu yang dilandasi dengan “perhitungan cermat, yang diarahkan dengan pandangan ke depan dan persiapan terhadap keberhasilan ekonomi”. Keberhasilan ekonomi secara ketat didefinisikan sebagai “membuat uang manusia”. Memperoleh harta, baik dalam pengertian uang atau berbagai komoditas adalah tujuan hidup yang terakhir dan, pada saat yang sama merupakan tongkat pengukur keberhasilan ekonomik.

(3)

memaksimalkan pemanfaatannya sesuai keterbatasan penghasilan, yakni, ketika rasio-rasio pemanfaatan-pemanfaatan marginal dari berbagai komoditas sama dengan rasio-rasio harga uangnya masing-masing. Tahap kedua yang lebih modern mengatur kemungkinan diukurnya dan kardinalitas pemanfaatan itu. Namun, berbagai kondisi yang sekarang menjadi kesamaan antara tarik marginal substitusinya, yakni garis miring dari kurva tetap, dan rasio-rasio harga uang, yakni garis miring dari keterbatasan penghasilan (budget constraint) itu. Dalam makalah ini akan membahas mengenai perilaku seorang konsumen muslim dalam memaksimumkan tingkat kepuasannya.

B. Etika Konsumsi dalam Islam

Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah itu milik semua manusia dan suasana yang menyebabkan sebagian di antara anugerah-anugerah itu berada di antara orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan anugerah-anugerah itu untuk mereka sendiri; sedangkan orang lain tidak memiliki bagiannya sehingga banyak di antara anugerah-anugerah yang diberikan Allah kepada umat manusia itu masih berhak mereka miliki walaupun mereka tidak memperolehnya.

Konsumsi berlebih-lebihan dikutuk dalam Islam dan disebut dengan israf (pemborosan) atau tabzir (menghambur-hamburkan harta tanpa guna). Tabzir berarti mempergunakan harta dengan cara yang salah, yakni, menuju tujuan-tujuan yang terlarang seperti penyuapan, hal-hal yang melanggar hukum atau dengan cara yang tanpa aturan. Setiap kategori ini mencakup beberapa jenis penggunaan harta yang hampir-hampir sudah menggejala pada masyarakat yang berorientasi konsumerisme. Pemborosan berarti penggunaan harta secara berlebih-lebihan untuk hal-hal yang melanggar hukum dalam hal seperti makanan, pakaian, tempat tinggal atau bahkan sedekah. Ajaran-ajaran Islam menganjurkan pola konsumsi dan penggunaan harta secara wajar dan berimbanng, yakni pola yang terletak diantara kekikiran dan pemborosan. Konsumsi diatas dan melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap israf dan tidak disenangi Islam.

(4)

menghindari penyalahgunaannya. Ciri khas Islam ini juga memiliki daya aplikatifnya terhadap orang yang terlibat dalam pemborosan atau tabzir. Dalam hukum (fiqih) Islam, orang semacam itu seharusnya dikenai pembatasan-pembatasan dan, bila dianggap perlu, dilepaskan dan dibebaskan dari tugas mengurus harta miliknya sendiri. Dalm pandangan syari’ah dia seharusnya diperlukan sebagai orang tidak mampu dan orang lain seharusnya ditugaskan untuk mengurus hartanya selaku wakilnya.

Etika Islam dalam hal konsumsi sebagai berikut: 1. Tauhid (Unity/ Kesatuan)

Dalam perspektif Islam, kegiatan konsumsi dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT, sehingga senantiasa berada dalm hukum-hukum Allah (syariah). Karena itu, orang Mu’min berusaha mencari kenikmatan dengan mentaati perintah-perintah-Nya dan memuaskan dirinya sendiri dengan barang-barang dan anugerah-anugerah yang dicipta (Allah) untuk umat manusia. Sedangkan dalam pandangan kapitalistik, konsumsi merupakan fungsi dari keinginan, nafsu, harga barang, pendapatan dan lain-lain tanpa memperdulikan dimensi spritual, kepentingan orang lain dan tanggung jawab atas segala perilakunya.

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS Adz-Dzaariyat: 56)

2. Adil ( Equilibrium / Keadilan )

Islam memperbolehkan manusia untuk menikmati berbagai karunia kehidupan dunia yang disediakan Allah SWT

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah syaitan: karena sesungguhnya

syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS Al-Baqarah: 168)

“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang

mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan)

bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka

saja) di hari kiamat. Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi

(5)

Pemanfaatan atas karunia Allah tersebut harus dilakukan secara adil sesuai dengan syariah, sehingga disamping mendapatkan keuntungan material, ia juga sekaligus merasakan kepuasan spiritual. Al-Qur’an secara tegas menekankan norma perilaku ini baik untuk hal-hal yang bersifat material maupun spiritual untuk menjamin adanya kehidupan yang berimbang.

3. Free Will ( Kehendak Bebas )

Alam semesta, adalah milik Allah, yang memiliki kemahakuasaan (kedaulatan) sepenuhnya dan kesempurnaan atas makhluk-makhluk–Nya. Manusia diberi kekuasaan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya atas barang-barang ciptaan Allah ini. Atas segala karunia yang diberikan oleh Allah, manusia dapat berkehendak bebas, namun kebebasan ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yng merupakan hukum sebab akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Allah.

4. Amanah ( Responsibility / Pertanggungjawaban )

Manusia adalah khalifah atau pengemban amanat Allah. Manusia diberi kekuasaan untuk melaksanakan tugas kekhalifahan ini dan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya atas ciptaan Allah. Dalam hal melakukan konsumsi, manusia dapat berkehendak bebas tetapi akan mempertanggungjawabkan atas kebebasan tersebut baik terhadap keseimbangan alam, masyarakat, diri sendiri maupu n di akhirat kelak.

5. Halal

Dalam kerangka acuan Islam, barang-barang yang dapat dikonsumsi hanyalah barang-barang yang menunjukkan nilai-nilai kebaikan, kesucian, keindahan serta akan menimbulkan kemaslahatan untuk umat baik secara material maupun spiritual. Sebaliknya benda-benda yang buruk, tidak suci (najis), tidak bernilai, tidak dapat digunakan dan juga tidak dapat dianggap sebagai barang-barang konsumsi dalam Islam serta dapat menimbulkan kemudharatan apabila dikonsumsi akan dilarang.

(6)

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging

babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut selain Allah. Tetapi

barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak

menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa

baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS

Al-Baqarah: 173)

“Makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan

janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku

menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka

sesungguhnya binasalah ia” (QS Thaahaa: 81)

6. Sederhana

Islam sangat melarang perbuatan yang melampaui batas (israf), termasuk pemborosan dan berlebih-lebihan (bermewah-mewah), yaitu membuang-buang harta dan menghambur-hamburkannya tanpa faedah serta manfaat dan hanya memperturutkan nafsu semata. Allah akan sangat mengecam setiap perbuatan yang melampaui batas.

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmua yang indah di setiap (memasuki)

mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS Al-A’raaf: 31)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang

telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (QS

Al-Maaidah: 87)

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu

menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya

permboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat

(7)

C. Perilaku Konsumen Non Muslim

Penjelasan mengenai perilaku konsumen yang paling sederhana dapat kita dapati dalam hukum permintaan. Yang menyatakan bahwa “bila harga suatu barang naik maka jumlah yang diminta oleh konsumen akan barang tersebut akan turun, begitu pula sebaliknya. Dengan asumsi ceteris paribus (faktor-faktor lain dianggap konstan)”.

Ada dua pendekatan (approach) untuk menerangkan mengapa konsumen berperilaku seperti ini:

a. Pendekatan marginal utility, yang bertitik tolak pada anggapan bahwa kepuasaan (utility) setiap konsumen bisa diukur dengan uang atau dengan satuan lain (utility yang bersifat “cardinal”), seperti kita mengukur berat badan.

b. Pendekatan indifference curve, yang tidak memerlukan adanya anggapan bahwa kepuasan konsumen bisa dikur; anggapan yang diperlukan adalah bahwa tingkat kepuasaan konsumen bisa dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah tanpa mengatakan berapa lebih tinggi atau lebih rendah (utility bersifat “ordinal”).

Bagaimanakah perilaku seorang individu non muslim dalam memaksimalkan kepuasaannya atas suatu barang, hal tersebut dalam dilihat dari fungsi utilitas berikut ini:

U = Φ (X1,….,Xn; Y1,…,Ym)……….(1)

Dimana,

U = kepuasan rumah tangga dalam mengkonsumsi output dan memiliki persediaan

modal pada barang-barang konsumsi tahan lama Xn = jumlah yang dikonsumsi pada periode n

Ym = persediaan barang modal fisik atas konsumsi barang tahan lama yang dimiliki oleh rumah tangga.

Dari persamaan (1) diatas dapat kita lihat bahwa kepuasaan konsumen dalam mengkonsumsi suatu output dan memiliki persediaan modal barang-barang konsumsi tahan lama merupakan fungsi dari jumlah yang dikonsumsi pada suatu titik periode dan jumlah persediaan barang modal fisik yang dimiliki oleh konsumen.

(8)

Dimana M representasi pendapatan konsumen Kondisi optimal dapat diberikan:

Kondisi ini menyarankan bahwa output yang dikonsumsi dan memegang stok modal harus dibawa kepada suatu titik dimana rasio kepuasan marjinal dan harga adalah sama atas semua output dan stok modal.

)

D. Perilaku Konsumen Muslim

Analisis konvensional terhadap perilaku konsumen harus dimodifikasi dalam kaitannya sebagai seorang konsumen muslim. Ada lima alasan atas modifikasi ini:

1) Fungsi objektif konsumen muslim berbeda dari konsumen yang lain. Konsumen muslim tidak mencapai kepuasan hanya dari mengkonsumsi output dan memegang barang modal saja. Perilaku ekonominya berputar pada pencapaian atas ridha Allah. Untuk seorang muslim sejati harus percaya kepada Al Quran, sehingga kepuasan konsumen muslim tidak hanya fungsi satu-satunya atas barang konsumsi dan komoditi, tetapi juga fungsi dari ridha Allah.

Dengan memodifikasi fungsi kepuasan, sehingga didapat untuk konsumen muslim:

U = f (X1,…,Xn; Y1,…,Ym; G)………(4)

Dimana G = pengeluaran untuk amal atau untuk di jalan Allah

2) Vektor komoditas dari konsumen muslim adalah berbeda daripada konsumen non muslim, meskipun semua elemen dari barang dan jasa tersedia. Karena Islam melarang seorang muslim mengkonsumsi beberapa komoditas. Jadi jika konsumen non muslim bisa mengalokasikan anggarannya pada barang X1,

X2,…Xn; seorang muslim hanya bisa mengalokasikan anggarannya pada X1,

X2,…,Xk. Dimana k < n. (n-k) menggambarkan atas barang dan jasa yang

(9)

Modifikasi baru itu adalah :

U = f (X1,…,Xk; Y1,…,Ym; G)……….( 5)

3) Karena seorang muslim dilarang untuk membayar atau menerima bunga dari pinjaman dalam bentuk apapun. Premi rutin yang dibayar oleh konsumen muslim atas memegang barang tahan lama i tidak mencakup elemen suku bunga. Suku bunga dalam ekonomi Islam digantikan oleh biaya dalam kaitannya dengan profit sharing. Bagaimanapun tidak seperti bunga, biaya ini tidak ditentukan sebelumnya pada tingkat yang tetap atas sebuah resiko. Jadi keterbatasan anggaran dari konsumen muslim adalah:

4) Bagi seorang konsumen muslim, anggaran yang dapat digunakan untuk optimisasi konsumsi adalah pendapatan bersih setelah pembayaran zakat. Jika diasumsikan tingkat zakat setara dengan α, dan batasan anggaran konsumen muslim menjadi:

5) konsumen muslim harus menahan diri dari konsumsi yang berlebihan, yang berarti konsumen muslim tidak harus menghabiskan seluruh pendapatan bersihnya untuk konsumsi barang dan jasa.

E. Analisis Grafis

Bila sebelumnya telah dijelaskan mengenai perilaku konsumen muslim secara matematis, maka kemudian akan dijelaskan bagaimanakah perilaku seorang konsumen muslim bila digambarkan secara grafis. Namun sebelumnya akan dijelaskan beberapa hal mendasar yang dapat dijadikan acuan dalam analisis grafis ini.

a. Kurva Indiferensi

(10)

Kurva indiferensi digambarkan dengan bentuk yang cembung terhadap titik origin (0). Dalam kurva indiferensi semakin tinggi tingkat kepuasan seseorang maka semakin tinggi pula kurva indiferensinya. Secara grafis tingkat kepuasanya yang lebih tinggi digambarkan dengan tingkat kepuasan yang letaknya di sebelah kanan atas. Semua kombinasi titik pada kurva indiferensi yang sama memiliki tingkat kepuasan yang sama.

Selain itu kurva indiferensi sifatnya tidak boleh berpotongan antar kurva indiferensi yang satu dengan kurva indiferensi yang lain. Jika kurva tersebut berpotongan maka terjadi pelanggaran terhadap aksioma kepuasan yaitu tidak adanya konsistensi. Secara grafis kurva indiferensi ini dapat digambarkan sebagai berikut: b. Garis Anggaran (Budget Line)

Keinginan untuk memaksimalkan tingkat kepuasan memiliki batasan yaitu berapa besaran dana yang tersedia untuk membeli kedua jenis barang tersebut. Dalam ilmu ekonomi hal ini disebut dengan garis anggaran (budget line). Secara grafis hal ini bisa digambarkan pada gambar 2.

Lalu bagaimanakah tingkat kepuasan seorang konsumen tersebut dapat tercapai dengan garis anggaran tertentu yang dimiliki. Tingkat kepuasan optimum yang dapat dicapai oleh seorang konsumen adalah ketika kurva indiferensi bersinggungan dengan garis anggaran. Titik persinggungan ini dikatakan sebagai tingkat kepuasan yang optimum karena merupakan pertemuan antara tingkat kepuasan yang ingin dicapai oleh konsumen dengan tingkat pendapatan yang dimilikinya untuk mengkonsumsi kedua barang tersebut. Secara grafis dapat digambarkan

Barang Y

Barang X Gambar 1

Kurva Indiferensi

0 U1

U2

(11)

Berdasarkan gambar 3 tingkat kepuasan yang konsumen paling optimum adalah pada titik Q* yaitu pada kurva indiferensi U2. Karena pada titik inilah terjadi

persinggungan antara kurva indiferensi dengan garis anggaran. Pada kurva U1, tingkat

kepuasan konsumen belum optimum karena adanya pendapatan yang tidak dipergunakan untuk konsumsi, sehingga tingkat kepuasan konsumen yang optimal belum tercapai. Sementara pada kurva U3, meskipun kurva indiferensi lebih besar

dibandingkan pada kurva U2, namun kurva U3 tidak dapat dicapai karena garis

anggaran yang dimiliki tidak mencukupi untuk melakukan konsumsi pada kurva U3.

Barang Y

Barang X Gambar 2

Garis Anggaran

0 BL

Barang Y

Barang X Gambar 3

Tingkat kepuasan optimum konsumen

0

BL Q*

U1

U2

U3

(12)

c. Garis Anggaran dan Syariah (Budget and Syariah Line)

Kemudian bagaimanakah perilaku konsumen muslim bila digambarkan secara grafis dengan menggunakan alat analisis kurva indiferensi. Ada lima hal yang menjadi perilaku seorang konsumen muslim seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, oleh karenanya dalam analisis grafis terhadap perilaku konsumen muslim perlu dilakukan suatu modifikasi dimana batasan yang membatasi konsumsi seorang konsumen muslim bukanlah hanya garis anggaran semata namun juga adanya batasan syariah. Sehinggga batasan seorang konsumen muslim secara grafis dibatasi oleh garis anggaran dan syariah (budget and syariah line (BSL) ).

Pada garis anggaran dan syariah ini secara posisi, letaknya berada lebih rendah dibandingkan pada garis anggaran. Karena adanya batasan dalam syariat Islam, seperti larangan untuk mengkonsumsi barang yang haram, larangan riba, larangan untuk konsumsi yang berlebihan dan kewajiban berzakat. Secara grafis hal ini dapat digambarkan sebagai berikut

Selanjutnya dititik manakah tingkat kepuasan konsumen muslim yang optimum dapat tercapai? Tingkat kepuasan konsumen muslim optimum dapat tercapai pada persinggungan antara kurva indiferensi dengan garis anggaran dan syariah. Berdasarkan gambar 5 di atas tingkat kepuasan yang konsumen muslim paling optimum adalah pada titik Q* yaitu pada kurva indiferensi U2. Karena pada titik inilah

terjadi persinggungan antara kurva indiferensi dengan garis anggaran dan syariah. Pada kurva U1, tingkat kepuasan konsumen belum optimum karena adanya

pendapatan yang tidak dipergunakan untuk konsumsi, sehingga tingkat kepuasan

BL Barang X

Gambar 4

Garis anggaran dan syariah

0 Barang Y

(13)

konsumen yang optimal belum tercapai. Sementara pada kurva U3, meskipun kurva

indiferensi lebih besar dibandingkan pada kurva U2 dan terjadi persinggungan dengan

garis anggaran, namun tingkat kepuasan konsumen muslim tidak optimum karena adanya batasan syariah yang belum dipenuhi, seperti belum dikeluarkannya zakat dari pendapatan yang diterima atau adanya barang-barang yang tidak boleh dikonsumsi, hal ini menyebabkan kurva U3 tidak optimum bagi seorang konsumen muslim.

F. Kesimpulan

Teori perilaku konsumen yang dikembangkan di Barat merupakan sumber dualitas, yakni “rasionalisme ekonomik” dan “utilitarianisme”. Perilaku konsumen dalam memaksimumkan kepuasannya menggunakan bantuan analisis grafis, dengan menggunakan kurva indiferensi. Kurva indiferensi ialah suatu kurva yang menjelaskan tingkat kepuasan konsumen atas mengkonsumsi dua jenis produk barang, dimana semakin puas seseorang maka semakin tinggi pula kurva indiferensinya. Namun kepuasan seseorang memiliki batasan, yaitu dalam ekonomi konvensional batasannya adalah pendapatan yang dimilikinya, dalam ilmu ekonomi batasan pendapatan ini dikenal sebagai garis anggaran (budget constraint).

BL Barang X

Gambar 5

Titik optimum tingkat kepuasan konsumen muslim

0 Barang Y

BSL Qx

Qy

Q*

U1

U2

(14)

Kemudian bagaimanakah dengan perilaku konsumen muslim dalam memaksimumkan kepuasannya. Dengan menggunakan bantuan kurva indiferensi, kepuasan konsumen ini pun dapat dijelaskan. Sementara batasan yang dimiliki oleh seorang konsumen muslim tidaklah cukup hanya dengan garis anggaran semata, melainkan disertai dengan batasan syariat. Batasan syariat dimaksud adalah larangan mengkonsumsi barang-barang yang haram, larangan memperoleh pendapatan dari kegiatan yang tidak halal, larangan menerima riba, dan kewajiban mengeluarkan zakat dari penghasilannya. Batasan anggaran dan syariat ini dirumuskan menjadi garis anggaran dan syariat (budget and syariah constraint (BSC)). Posisi garis anggaran dan syariah bila digambarkan secara grafis lebih rendah bila dibandingkan dengan garis anggaran.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ausaf dan Kazim R.A (ed). 1992. Lectures on Islamic Economics. IRTI- IDB: Jeddah

Ahmad, Syauqi. 1994. Sistem Ekonomi Islam: Sebuah Alternatif. Fikahati Aneska: Jakarta

An Nabahan, M. Faruq. 2000. Sistem Ekonomi Islam: Pilihan Setelah Kegagalan Kapitalis dan Sosialis. UII-Press: Yogyakarta

Khaf, Monzer. 1995. Ekonomi Islam: Suatu Telaah Analitik. Pustaka Pelajar: Jakarta.

Karim, Adiwarman A. 2002. Ekonomi Mikro Islami. IIIT-Indonesia: Jakarta Mannan, M. Abdul. 1992. Ekonomi Islam: Teori dan Praktik. Intermasa: Bandung Metwally, M.M. 1993. Essays on Islamic Economics. Academic Publishers: Calcutta Muhammad. 2004. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. BPFE Yogyakarta:

Yogyakarta

P3EI UII. 2008. Ekonomi Islam. Rajawali Press: Jakarta

Pindyck, Robert S dan Daniel L Rubinfeld. 2001. Microeconomics. Prentice Hall: New York

(15)
(16)

BIOGRAFI PENULIS Data Pribadi

Nama : Mohammad Nur Rianto Al Arif Tempat, tanggal lahir : Pekanbaru, 13 Oktober 1981

Agama : Islam

Alamat : Jl. Ori Raya B2/19, Rt 002/011 Pondok Bambu, Jakarta Timur No. Telpon : 8616696

No. Fax : 8631207

No. HP : 0818118746 / 68920192

E-mail

Pendidikan

1. Tamat S-2 Keuangan Syariah Universitas Indonesia, Jakarta, Tahun 2006 2. Tamat S-1 Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Diponegoro,

Semarang, Tahun 2004

3. Tamat SMUN 61 Jakarta tahun 1999 4. Tamat SMPN 51 Jakarta tahun 1996

5. Tamat Madrasah Diniyah Asy-Syaakiriin tahun 1994 6. Tamat SDN 01 Pondok Bambu, Jakarta Timur tahun 1993 Pekerjaan

1. Dosen Tidak Tetap di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STEI-Rawamangun), Jakarta tahun 2004 – 2005

2. Staf Akuntansi dan Keuangan PT Promedika Anugerah Mandiri tahun 2004 – 2006

3. Dosen Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, tahun 2008 – sekarang

4. Dosen Tidak Tetap STIE Muhammadiyah Jakarta, tahun 2008-sekarang Organisasi

1. Ketua Rohis SMUN 61 Jakarta periode 1997 – 1998

2. Pengurus Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) Rohis FE Undip tahun 2000 – 2004

3. Anggota Tim Ad-Hoc penyusunan Silabus KNEI FoSSei tahun 2001- 2002 4. Ketua Tim Silabus KSEI FE Undip periode 2001-2002

5. Bendahara Lazis PDM Jakarta Timur periode 2000-2005

6. Ketua Majelis Ekonomi Muhammadiyah Pondok Bambu periode 2005 - 2010 7. Ketua Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Pondok Bambu periode

2005 – 2010

Gambar

Gambar 1  Kurva Indiferensi
Gambar 3
 Gambar 4
Gambar 5

Referensi

Dokumen terkait

Dan pada percobaan ke empat, yaitu pencampuran warna merah,dan biru ,dan warna hijau mengguakan filter warna.pencampuran ketiga warna tersebut menghasilkan warna putih,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh persediaan bahan baku dan biaya produksi terhadap volume penjualan (studi kasus industri genteng di Kecamatan

Yudha, D.S., et.al - Keanekaragaman Fosil Anggota Ordo Foraminifera pada Formasi Pucangan di Desa Bukuran dan Krikilan, Kecamatan Kalijambe Area Situs Manusia

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Amelia (2010) bahwa berdasarkan sisi konflik pekerjaan-keluarga, seseorang yang memiliki jam kerja yang lama maka akan

[r]

Hasil uji hedonik aroma yang dihubungkan dengan komponen volatil menunjukkan karakter wangi paling tinggi dari semua varietas terdapat pada varietas Cimelati, Gilirang, dan

Adapun dokumen – dokumen yang yang harus dilampirkan itu antara lain : turunan Putusan Pengadilan yang membuktikan bahwa barang bukti dimaksud telah dinyatakan dirampas

Hasil analisis sidik ragam bahan pelapis ( edible coating) dan ketebalan kemasan terhadap warna pempek ikan parang-parang setelah penyimpanan 12 hari, menghasilkan