1
Salah satu sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia yaitu melalui pendidikan. Pelaksanaan pendidikan di Indonesia tentu
memiliki tujuan pendidikan yang diharapkan. Tujuan pendidikan merupakan
seperangkat hasil pendidikan yang dicapai oleh peserta didik setelah
diselenggarakan kegiatan pendidikan. Dalam kegiatan pendidikan, proses belajar
dan mengajar tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Menurut Hamalik dalam
Susanto (2013: 4), belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu
atau seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya. Dari kutipan pengertian
belajar tersebut, mengandung makna bahwa belajar merupakan suatu proses yang
direncanakan secara sadar melalui berbagai pengalaman di lingkungan sehingga
menghasilkan perubahan perilaku. Proses perubahan itu melibatkan interaksi
antara guru dengan siswa dalam lingkungan belajar, yang disebut dengan
pembelajaran.
Pembelajaran di sekolah sebagai tempat pelaksanaan pendidikan berkaitan
erat dengan hasil belajar siswa. Menurut Nawawi (Susanto 2013: 5), menjelaskan
bahwa hasil belajar diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam
mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang
diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Dengan
demikian dalam kegiatan pembelajaran biasanya guru sudah menetapkan tujuan
belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan
pembelajaran atau tujuan instruksional dari sejumlah mata pelajaran yang
diberikan pada jenjang pendidikan. Salah satu mata pelajaran pokok dalam
kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang pendidikan sekolah
dasar adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Mata pelajaran IPA dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan,
gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari
penyusunan, dan penyajian gagasan. Menurut Wahyana dalam Trianto (2012:
136) mengungkapkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori pengetahuan
tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaanya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan
fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Sesuai dengan
pengertian IPA tersebut, maka pembelajaran IPA tidak hanya diberikan
pengetahuan, konsep, prinsip saja, tetapi melibatkan siswa untuk aktif mencari
tahu gejala di alam sekitar. Sehingga guru harus mengelola proses pembelajaran
di kelas dengan menciptakan kondisi pembelajaran yang tepat agar tujuan
pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai. Bukan hanya guru saja yang
bersikap aktif dalam pembelajaran, namun siswa juga aktif dalam membentuk
pengetahuannya sendiri melalui pengalaman langsung.
Orientasi pembelajaran dengan mengedepankan teacher oriented perlu
diubah mengarah pada student oriented. Meskipun demikian, peran guru sangat
berpengaruh dalam proses pembelajaran sebagai komponen penunjang pencapaian
hasil belajar siswa. Pembelajaran IPA untuk siswa SD, perlu diciptakan kondisi
pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif, mengembangkan pengetahuan
dan pemahaman tentang konsep atau materi yang dipelajari, mengembangkan rasa
ingin tahu dan bersikap positif saat pembelajaran IPA berlangsung. Sesuai KTSP
2006, guru diberi kebebasan memilih model pembelajaran dalam proses
pembelajaran untuk semua mata pelajaran termasuk juga IPA. Model
pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar (Suprijono, 2011: 45). Hal ini dimaksudkan agar guru mempunyai
pengetahuan dan wawasan mengenai strategi pembelajaran. Guru yang baik tidak
akan terpaku pada satu strategi saja. Dengan demikian, guru perlu menerapkan
model pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan
efektif dan efisien.
Kenyataannya, tidak semua model pembelajaran dapat dan harus
diterapkan dalam pembelajaran IPA, diperlukan pertimbangan kondisi di kelas.
pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin dalam
Rusman (2011: 205), menyatakan bahwa (1) penggunaan pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, sekaligus dapat meningkatkan
hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai pendapat orang
lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir
kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan
pengalaman. Terdapat banyak model pembelajaran dengan strategi pembelajaran
kooperatif antara lain Numbered Heads Together (Kepala Bernomor), Think Pair
and Share (Pikir Bareng dan Berbagi), Example Non Example, Problem Based
Intruction/ PBI (Pembelajaran Berbasis Masalah), Group Investigation (Grup
Peneliti), Cooperative Integrated Reading ang Composition (CIRC), Picture and
Picture, dan Make A Match (Mencari Pasangan). Dari masing-masing model
tentunya mempunyai kelebihan dan kelemahan dalam pelaksanaanya termasuk
model pembelajaran Make A Match dan Picture and Picture.
Model pembelajaran Make A Match (mencari pasangan) merupakan salah
satu jenis dari model dalam pembelajaran kooperatif. Model ini dikembangkan
oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan model pembelajaran ini yaitu
siswa disuruh mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
dalam suasana yang menyenangkan (Rusman, 2013: 223). Dalam penerapan
model ini, proses untuk saling berkenalan, bekerja sama, dan berbagi pengetahuan
menjadi suatu kondisi yang menyenangkan. Menurut Huda (2014: 251)
berpendapat bahwa saat ini model Make A Match menjadi salah satu model yang
penting pelaksanaanya di dalam kelas. Tujuan dari model ini adalah pendalaman
materi, penggalian materi, dan edutainment. Dalam pembelajaran IPA, penerapan
model Make A Match pada dasarnya menekankan pada kelompok kecil yang
beragam, dimana setiap siswa yang mendapatkan soal dan jawaban yang serupa
berada satu kelompok. Pemilihan anggota kelompok model ini, menghindarkan
siswa dari pengelompokkan saling kenal semata. Siswa belajar untuk bekerja
sama dalam melakukan eksplorasi, mengembangkan keingintahuan pada materi
IPA yang hendak ditemukan jawabannya. Selain itu, memberi kesempatan kepada
sehingga tidak mendominasi dalam mengemukakan temuannya. Jika model
pembelajaran ini diterapkan dengan tepat pada pembelajaran IPA, diharapkan
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru, pemahaman
siswa lebih mendalam sehingga hasil belajar siswa dapat optimal.
Sedangkan model Picture and Picture sebagai pembanding model
pembelajaran Make A Match , juga dapat diterapkan saat pembelajaran IPA.
Model Picture and Picture adalah suatu pembelajaran yang menggunakan gambar
dipasangkan atau diurutkan menjadi urutan logis (Hamdani, 2011: 89). Model
pembelajaran ini, dapat melatih siswa berpikir logis dan sistematis. Penerapan
model pembelajaran ini dimulai dari teknik memperlihatkan gambar yang sudah
diacak untuk diurutkan agar sesuai dengan materi yang telah disajikan. Sehingga
mendorong siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati
setiap gambar yang ditunjukkan oleh guru atau temannya. Dengan gambar siswa
akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam pembelajaran IPA
dengan model Picture and Picture, ditafsirkan bahwa siswa akan aktif
berpartisipasi mengikuti pembelajaran dan dapat mendorong siswa untuk berani
memberikan pernyataan atau pendapat sebagai dasar pemikiran dalam
mengurutkan gambar atau topik mengenai materi IPA. Selain itu, model Picture
and Picture dapat meningkatkan daya pikirnya yang kritis dalam menganalisa
gambar yang diberikan oleh guru sehingga memberikan pembelajaran yang
berkesan untuk siswa.
Berdasarkan penjelasan antara model pembelajaran Make A Match dengan
model pembelajaran Picture and Picture, keduanya berbeda dalam sintak
pembelajarannya. Tetapi secara hakikat kedua model pembelajaran tersebut,
sepadan dan memiliki keunggulan masing-masing dalam penerapannya pada
proses pembelajaran. Kedua model ini menjadikan pembelajaran yang
menyenangkan dan dapat meningkatkan pemahaman materi yang diajarkan siswa.
Diharapkan hasil belajar IPA siswa akan optimal. Namun belum diketahui,
penerapan antara model pembelajaran Make A Match dengan model pembelajaran
Picture and Picture yang menunjukkan model ini lebih unggul. Maksud dari
lebih baik sebagai pencapaian setelah diterapkankan kedua model ini. Bahkan,
bisa saja tidak ada perbedaan mengenai hasil belajar siswa antara kedua model
tersebut.
Melalui studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SD Negeri Lerep 02
Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Menurut Ibu Wartiniyati selaku
wali kelas 5, masih banyak siswa yang kurang aktif saat pembelajaran IPA
berlangsung, rendahnya respon siswa terhadap pertanyaan dari guru. Sehingga
hasil belajar IPA siswa kelas 5 belum maksimal, terlihat pada hasil ulangan harian
sebagian siswa belum tuntas dari KKM. Metode yang sudah diterapkan oleh guru
dalam pembelajaran IPA antara lain pengamatan, diskusi kelompok, percobaan
dengan alat praktik IPA, dan penugasan. Tak jauh berbeda dengan hasil studi
pendahuluan oleh peneliti di SD Negeri Lerep 01 Kecamatan Ungaran Barat
Kabupaten Semarang, menunjukkan bahwa sebagian besar hasil belajar IPA
belum maksimal. Saat ulangan harian, hasil belajar siswa masih banyak yang
belum mencapai KKM.
Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan tersebut, peneliti tertarik
melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara model
pembelajaran Make A Match dengan model pembelajaran Picture and Picture.
Dalam penelitian ini akan diterapkan pada siswa kelas 5 sekolah dasar. IPA dipilih
sebagai mata pelajaran pada penelitian ini, karena peneliti menduga penerapan
model pembelajaran Make A Match dan Picture and Picture dapat memberikan
kontribusi positif bagi hasil belajar IPA siswa. Penelitian ini akan dilakukan di SD
Negeri Lerep 02 dan SD Negeri Lerep 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten
Semarang.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
permasalahan yang dapat diidentifikasikan yaitu:
a. Pembelajaran IPA di SD tidak hanya diberikan pengetahuan, konsep,
prinsip saja tetapi guru harus melibatkan siswa dengan aktif untuk
alam melalui metode ilmiah dan sikap ilmiah. Sehingga proses
pembelajaran berpusat pada siswa.
b. Tidak semua model pembelajaran dapat dan harus diterapkan dalam
pembelajaran IPA di SD, untuk itu guru perlu memiliki wawasan
pengetahuan dalam menerapkan model pembelajaran yang tepat sebagai
penunjang pencapaian hasil belajar siswa
c. Model pembelajaran Make A Match dan Picture and Picture dipilih penelti
karena model ini diduga jika diterapkan dengan baik dan benar pada
pembelajaran IPA akan menunjukkan hasil belajar IPA siswa yang
optimal.
d. Melalui studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SD Negeri Lerep 02
dan SD Negeri Lerep 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang,
masih banyak siswa kelas 5 yang nilai ulangan harian IPA belum
mencapai KKM.
e. Belum diketahui perbedaan antara penerapan model pembelajaran Make A
Match dengan model pembelajaran Picture and Picture yang
menunjukkan hasil belajar IPA yang lebih baik.
1.3Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah
diuraikan, perlu batasan masalah yaitu penerapan model pembelajaran Make A
Match dan model pembelajaran Picture and Picture pada pembelajaran IPA kelas
5 SD Negeri Lerep 02 dan SD Negeri Lerep 01 Kecamatan Ungaran Barat
Kabupaten Semarang yang ditinjau dari hasil belajar IPA yang ditunjukkan pada
masing-masing kelas kedua SD tersebut.
1.4Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah adakah perbedaan hasil belajar IPA
penerapan antara model pembelajaran Make A Match dengan model
Negeri Lerep 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang Semester 2
Tahun Ajaran 2014/2015 ?
1.5Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA penerapan
antara model pembelajaran Make A Match dengan model pembelajaran Picture
and Picture pada siswa kelas 5 SD Negeri Lerep 02 dan SD Negeri Lerep 01
Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Ajaran
2014/2015.
1.6Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah:
1.6.1 Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis dari hasil penelitian ini, dapat memberikan sumbangan
pemikiran perkembangan dalam ilmu pendidikan, khususnya mengenai
model pembelajaran Make A Match dan model pembelajaran Picture and
Picture pada mata pelajaran IPA di sekolah dasar.
1.6.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih berkesan dan
meningkatkan pemahaman materi dalam pembelajaran IPA.
b. Bagi Guru
i) Memberikan masukan untuk guru, agar lebih inovatif dalam
memilih model pembelajaran yang tepat dengan materi yang
diajarkan siswa.
ii) Memberikan masukan untuk guru tentang model pembelajaran
yang efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
c. Bagi Sekolah
Memberikan informasi yang relevan untuk meningkatkan mutu