• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah spi dan uts pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah spi dan uts pdf"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH MASJID SULTAN RIAU DI PULAU PENYENGAT DAN KONDISI SOSIAL MASYARAKATNYA SAAT ITU

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Sejarah Peradaban Islam

yang dibina oleh M. Mukhlis Fakhruddin, M.S.I Oleh

NAMA : ATIQAH NIM : 14660022

UNVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji syukur kehadirat Allah swt, karena rahmat dan hidayah-Nya saya

dapat menyelesaikan tugas makalah sejarah masjid sultan riau di pulau penyengat

dan kondisi sosial masyarakatnya saat itu pada mata kuliah Sejarah Peradaban

Islam. Shalawat dan salam semoga tercurah untuk Rasulullah saw beserta

keluarganya, sahabatnya, dan pengikutnya yang setia mengikuti sunnahnya hingga

akhir nanti.

Makalah ini kami tulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah

Perdaban Islam.

Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak terutama Bapak M.

Mukhlis Fakhruddin, M.S.I. selaku pembimbing dan semua pihak yang secara

langsung maupun tidak langsung telah membantu penyelesaian Makalah ini.

Saya menyadari dalam penyusunan Makalah ini masih banyak

kekurangan, untuk itu saya mohon kritik dan saran yang membangun.

Jazzakumullah khairan katsiran

Malang, 21 Oktober 2015

(3)

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG 1.2RUMUSAN MASALAH 1.3 TUJUAN

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH MASJID SULTAN RIAU 2.1.1 LOKASI

2.1.2 SEJARAH

2.1.3 ARSITEKTUR BANGUNAN 2.1.4 KEUNIKAN

2.2 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT PADA MASA ITU 2.2.1 KERAJAAN LINGGA

2.2.2 MASYARAKAT PULAU PENYENGAT

2.3 HIKMAH YANG DAPAT DIAMBIL DARI SEJARAH MASJID BAB 3 PENUTUP

3.1 SIMPULAN 3.2 SARAN

(4)

DAFTAR GAMBAR gambar 2.1.3.1 perspektif bangunan masjid.

gambar 2.1.3.2 Mimbar Masjid

Gambar 2.1.4 Rumah Sotoh

(5)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1LATAR BELAKANG

Eksistensi suatu bangsa tidak terlapas dari sejarah bangsa tersebut. Bangsa

Indonesia yang beraneka ragam bangsa dan budaya pun memiliki banyak untaian

sejarah yang saling berakitan. Dalam penyebaran agama Islam yang hingga saat

ini menjadi mayoritas agama di Negara Indonesia dan tercatat dalam Undang -

Undang sebagai agama yang diakui oleh negara. Tidak terlepas dari peran suku

melayu di daerah Sumatera hingga ke Malaka. Kerajaan - kerajaan berbentuk

Kesultanan pun banyak tersebar di daerah yang kaya minyak ini.

Dalam perkembangannya, saat ini peninggalan – peninggalan sejarah Islam di

Indonesia ini tidak banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia sendiri. Padahal

sejarahnya sangat urgen dalam penyebran Islam di daerah Sumatera hingga ke

Malaka. Salah satu penanda adanya suatu peradaban di suatu wilayah dapat

ditandai dengan situs – situs peninggalan sejarah, berupa bangunan maupun

arsitektur. Peninggalan Kerajaan Islam yang masih dapat ditemui biasanya berupa

bangunan Masjid. di daerah Riau ada salah satu masjid dengan keunikan

bangunan dan sejarah mengenai kondisi sosial masyarakatnya.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, ditulislah makalah dengan judul

Sejarah Masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat dan Kondisi Sosial

Masyarakatnya saat itu.

1.2RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam maklah ini dipaparkan sebagai berikut.

1. Bagaimana sejarah Masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat?

2. Bagaimana kondisi sosial masyarakatnya pada saat itu?

3. Apa hikmah yang dapat di ambil dari sejarah dan kondisi sosial

(6)

1.3TUJUAN

Tujuan dalam makalah ini dipapakan sebagai berikut.

3 Memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.

(7)

BAB 2 PEMBAHASAN 4.1 SEJARAH MASJID SULTAN RIAU

4.1.1 LOKASI

Masjid Raya Sultan Riau atau disebut juga Masjid Sultan Riau

merupakan salah satu masjid tua dan bersejarah di Indonesia yang berada

di pulau Penyengat, Kecamatan Tanjung Pinang Barat, berjarak sekitar 2

km dari Kota Tanjungpinang, provinsi Kepulauan Riau dengan jarak

tempuh sekitar 15 menit dengan perahu motor.

Masjid Sultan Riau inni terleta di pelataran. Kemungkinan, lokasi

tersebut bekas bukit kecil yang diratakan dengan tinggi sekitar 3 meter

dari permukaan jalan. Untuk naik ke Masjid dibuat tangga yang cukup

tinggi.

4.1.2 SEJARAH

Masjid ini mulai dibangun sekitar tahun 1761-1812. Pada awalnya,

masjid ini hanya berupa bangunan kayu sederhana berlantai batu bata yang

hanya dilengkapi dengan sebuah menara setinggi lebih kurang 6 meter.

Namun, seiring berjalannya waktu, masjid ini tidak lagi mampu

menampung jumlah anggota jemaah yang terus bertambah sehingga Yang

Dipertuan Muda Raja Abdurrahman, Sultan Kerajaan Riau-Linggga pada

1831-1844 berinisiatif untuk memperbaiki dan memperbesar masjid

tersebut. Masjid yang menjadi kebanggaan orang Melayu ini diperbaiki

dan diperluas pada tanggal 1 Syawal 1249 H (1832 M). Untuk membuat

sebuah masjid yang besar, Sultan Abdurrahman berseru kepada seluruh

rakyatnya untuk beramal dan bergotong-royong di jalan Allah. Panggilan

tersebut ternyata telah menggerakkan hati segenap warga untuk

berkontribusi pada pembangunan masjid tersebut.

Orang-orang dari seluruh pelosok teluk, ceruk, dan pulau di kawasan

(8)

bangunan, makanan, dan tenaga, sebagai tanda cinta yang tulus kepada

Sang Pencipta dan Sang Sultan. Bahkan, kaum perempuan pun ikut serta

dalam pembangunan masjid tersebut sehingga proses pembangunannya

selesai dalam waktu yang cepat. Terbukti, fondasi setinggi sekitar 3 meter

dapat selesai hanya dalam waktu 3 minggu.

Konon, karena banyaknya bahan makanan yang disumbangkan

penduduk, seperti beras, sayur, dan telur, para pekerja sampai merasa

bosan makan telur sehingga yang dimakan hanya kuning telurnya saja.

Karena menyayangkan banyaknya putih telur yang terbuang, sang arsitek

memanfaatkannya sebagai bahan bangunan. Sisa-sisa putih telur itu

kemudian digunakan sebagai bahan perekat, dicampur dengan pasir dan

kapur, sehingga membuat bangunan masjid dapat berdiri kokoh, bahkan

hingga saat ini.

Di dalam masjid, tersimpan kitab – kitab kuno ( terutama yang

menyangkut agama Islam) , bekas koleksi perpustakaan yang didirikan

oleh Raja Muhammad Yusuf al Ahmadi, Yang Dipertuan Muda Riau X.

Benda menarik lain yang terdapat dalam masjid adalah mimbar indah dan kitab suci Al-Qur’an tulisan tangan.

4.1.3 ARSITEKTUR BANGUNAN

Ditilik dari sisi arsitektur, masjid ini sangat unik karena memadukan

gaya Timur Tengah dan Melayu. Hal tersebut tidak menjadi aneh

mengingat arsitek pembangunan masjid adalah pedagang dari India. ”Konon dulu Raja Abdurrahman memanggil ahli khusus dari India, yang juga seorang saudagar untuk membantu membangun masjid ini.

Namun, sayangnya sampai saat ini tak ada sejarah tertulis yang menyebutkan siapa ahli itu,” ujar juru kunci masjid yang bernama Hambali ini. Di dalam kawasan masjid terdapat beberapa bagian bagunan

yakni bangunan utama, yang terletak di tengah, dan beberapa bagian

(9)

gambar 2.1.3.1 perspektif bangunan masjid.

Masjid ini berukuran 18x19,80 m, sementara luas lahannya sekitar

55x33 m. Dalam kompleks masjid, dari tangga hingga mihrab, terdapat

unit bangunan yang terpisah-pisah, masing – masing dalam posisi simetris.

Dari tangga, terdapat jalan setapak pada sumbu tengah dari unit bangunan

simeris tersebut.

Di halaman kiri dan kanan masjid, ada bangunan beratap limasan batu.

Masyarakat setempat menyebut bangunan kembar tersebut dengan nama

sotoh. Tempat ini berfungsi sebagi tempat permusyawaratan para ulama

cendikiawan. Sekarang difungsikan sebagai ruang tamu sekaligus tempat

rehat para pelancong yang baru saja menunaikan sholat. Tidak

mengherankan jika ruangan di dalamnya dibiarkan lapang tanpa perabot.

Selain rumah Sotoh, di halaman masjid terdapat dua bangunan lain yang

lebih luas. Bentuk bangunan ini menyerupai rumah Gadang khas Melayu.

Selain itu, juga terdapat bangunan kembar di sisi kiri dan kanan,

masing-masing berbentuk persegi empat panjang. Sisi terpanjangnya

sejajar dengan arah kiblat. Kedua bangunan ini semacam gardu, tapi besar

dan panjang tak berdinding, mempunyai kolong, degan konstruksi kayu.

Pintu utama masjid berada di tengah, menjorok ke depan seperti

(10)

Denah dan semua elemen yang ada di dalam masjid berada dalam susunan

simetris.

Atap ruang utama masjid sangat unik, dan menunjukkan adanya

pengaruh India, dimana arsiteknya berasal. Keunikan itu berupa deretan

melintang kubah dan deretan membujurnya. Kubah berbentuk bawang,

berbaris empat mengarah kiblatdan berbaris tiga dengan arah melintang.

Secara keseluruhan berjumlah 12. Jika ditambah denga kubah diatas

beranda depan masuk pintu utama, maka jumlahnya menjadi 13.

Beranjak pada bangunan utama masjid, bentuknya sepintas mirip

dengan Taj Mahal di Agra, India. Bangunan utama tempat beribadah ini

menerapkan arsitektur Timur Tengah yang identik dengan kubah, dan

menara yang megah dan tinggi menjulang. empat menara yang dibangun

di sudut masjid tingginya mencapai 15 meter, dengan bentuk atap yang

runcing dan tiang penompang yang ramping. Keempat menara ini

berbentuk bangunan klasik yang biasa ditemui di Turki pada masa

Bizantium. Sementara itu, dari rancangan interior nuansa arsitektur

Mughal khas India begitu kuat mencocok mata. Ciri khas dilihat dari

penggunaan bingkai gerbang pemisah antaruangan yang berbentuk

lengkung dan berwarna senada dengan ornamen ukiran di langit-langit

kubah.

(11)

Satu-satunya perabotan dalam interior ruangan yang bergaya nusantara

adalah mimbar masjid. Mimbar yang terbuat dari kayu jati ini, menurut

sejarah sengaja didatangkan oleh Raja Abdurrahman dari Jepara.

Arsitek Seto Parama Artho menyebutkan pengaruh gaya Timur Tengah

pada bangunan masjid sangat lumrah pada masa lalu. Terlebih pulau

Penyengat termasuk kawasan pintu masuk para pedagang dan saudagar

asal Timur Tengah, di Malaka.

”Bangunan dengan gaya Timur Tengah memang sangat banyak tersebar di sana. Terlebih setelah banyak kerajaan yang bekerjasama bertukar komoditas, termasuk jasa perancang bangunan kala itu,” tuturnya.

Di sisi lain, berkembangnya ajaran Islam pada masa itu, juga menjadi

penanda kejayaan arsitektur Timur Tengah dan Turki yang banyak

digunakan di berbagai daerah, termasuk beberapa daerah Indonesia yang

di dominasi oleh warga beragama Islam.

4.1.4 KEUNIKAN

Keistimewaan dan keunikan masjid ini juga dapat dilihat dari

benda-benda yang terdapat di dalamnya. Di dekat pintu masuk utama,

pengunjung dapat menjumpai mushaf Al Quran tulisan tangan yang

diletakkan di dalam peti kaca di depan pintu masuk. Mushaf ini ditulis

oleh Abdurrahman Stambul, putera Riau asli pulau Penyengat yang diutus

oleh Sultan untuk belajar di Turki pada tahun 1867 M.

Sebenarnya, masih ada satu lagi mushaf Al Quran tulisan tangan karya

Abdullah Al Bugisi yang terdapat di masjid ini, namun tidak diperlihatkan

untuk umum. Usianya lebih tua dibanding mushaf yang satunya karena

dibuat pada tahun 1752 M. Di bingkai mushaf yang tidak diketahui siapa

penulisnya ini terdapat tafsiran-tafsiran dari ayat-ayat Al Quran. Hal ini

mengindikasikan bahwa orang-orang Melayu tidak hanya menulis ulang

(12)

tersebut tidak dapat diperlihatkan kepada pengunjung lantaran kondisinya

sudah rusak. Mushaf ini tersimpan bersama sekitar 300 kitab di dalam dua

lemari yang berada di sayap kanan depan masjid. Pengunjung juga

dilarang untuk mengambil foto di dalam masjid.

Benda lainnya yang menarik untuk dilihat adalah sebuah mimbar yang

terbuat dari kayu jati. Mimbar ini khusus didatangkan dari Jepara, sebuah

kota kecil di pesisir pantai utara Jawa yang terkenal dengan kerajinan

ukirnya sejak lama. Sebenarnya, ada dua mimbar yang dipesan waktu itu,

yang satu adalah mimbar yang diletakkan di Masjid Sultan Riau ini,

sedangkan yang satunya lagi, yang berukuran lebih kecil, diletakkan di

masjid di daerah Daik Lingga.

Di dekat mimbar, Masjid Sultan Riau ini tersimpan sepiring pasir

yang konon berasal dari tanah Makkah al-Mukarramah, melengkapi

benda-benda lainnya seperti permadani dari Turki dan lampu kristal yang

merupakan hadiah dari Kerajaan Prusia (Jerman) pada tahun 1860-an.

Pasir ini dibawa oleh Raja Ahmad Engku Haji Tua, bangsawan Riau

pertama yang menunaikan ibadah haji, yaitu pada tahun 1820 M. Pasir

tersebut biasa digunakan masyarakat setempat pada upacara jejak tanah,

suatu tradisi menginjak tanah untuk pertama kali bagi anak-anak.

Selain itu, masjid yang memiliki tujuh pintu dan enam jendela ini juga

dilengkapi dengan beberapa bangunan penunjang, seperti tempat wudhu,

rumah sotoh, dan balai tempat melakukan musyawarah. Bangunan tempat

mengambil air wudu berada di sebelah kanan dan kiri masjid. Adapun

rumah sotoh dan balai tempat pertemuan berada di bagian kanan dan kiri

halaman depan masjid.

Balai-balai yang bentuknya menyerupai rumah panggung tak

berdinding ini dulu digunakan sebagai tempat untuk menunggu waktu

shalat dan berbuka puasa pada bulan Ramadhan, sedangkan rumah sotoh,

bangunan dengan gaya arsitektur menyerupai rumah di Arab namun

(13)

dan mempelajari ilmu agama. Beberapa ulama terkenal Riau pada masa

itu, seperti Syekh Ahmad Jabrati, Syekh Arsyad Banjar, Syekh Ismail, dan

Haji Shahabuddin, pernah mengajarkan ilmu agama di tempat ini.

Gambar 2.1.4 Rumah Sotoh

Dalam dua kali pameran mesjid pada Festival Istiqlal di Jakarta

(1991-1995) disebutkan bahwa Mesjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat ini

merupakan mesjid pertama di Indonesia yang memakai kubah.

4.2 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT PADA MASA ITU 4.2.1 KERAJAAN LINGGA

Kerajaan Riau Lingga adalah sebuah kerajaan Islam di Indonesia

yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1828 M hingga 1911 M. Kerajaan

ini mencapai puncak keemasannya pada masa pemerintahan Sultan

Sulaiman Badrul Alamsyah ll Yang Dipertuan Besar Riau Lingga ke lV,

memerintah dari tahun 1857 hingga 1883 M.Wilayahnya meliputi Provinsi

(14)

didominasi oleh Kerajaan Siak yang sebelumnya telah memisahkan diri

dari Kerajaan Johor-Riau.

Kerajaan Riau Lingga memiliki peran penting dalam

perkembangan bahasa Melayu hingga menjadi bentuknya sekarang

sebagai bahasa Indonesia. Pada masa Kerajaan Riau Lingga, bahasa

Melayu menjadi bahasa standar yang sejajar dengan bahasa-bahasa besar

lain di dunia, yang kaya dengan sastra dan memiliki kamus ekabahasa.

Tokoh besar di belakang perkembangan pesat bahasa Melayu ini adalah

Raja Ali Haji, seorang pujangga dan sejarawan keturunan Melayu-Bugis.

Sebelumnya Riau Lingga merupakan wilayah dari Kerajaan Johor-Riau

atau juga dikenal Kerajaan Johor-Pahang-Riau-Lingga yang berdiri sekitar

tahun 1528-1824 M yang merupakan penerusan dari Kerajaan Malaka,

terbentuknya Kerajaan Riau Lingga diakibatkan perebutan kekuasaan

antara kedua putra Raja Johor-Riau dan pengaruh Belanda-Inggris, pada

tahun 1824 Belanda dan Inggris menyetujui Perjanjian Traktat London,

yang isinya bahwa semenanjung Malaya merupakan dalam pengaruh

Inggris dan Sumatra serta pulau-pulau disekitarnya merupakan dalam

pengaruh Belanda. Hal ini memperparah situasi Kerajaan Johor-Riau, dan

akhirnya pada tahun 1824 Kerajaan Johor-Riau terbagi menjadi 2

Kerajaan, Kerajaan Johor dengan raja pertamanya Tengku Hussain

bergelar Sultan Hussain Syah (1819-1835) putra tertua Sultan Mahmud

Syah lll Yang Dipertuan Besar Johor-Pahang-Riau-Lingga ke XVl

(1761-1812), sedangkan Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah Yang Dipertuan

besar Johor Pahang Riau Lingga ke XVll yang merupakan adik Tengku

Hussain, menjadi Sultan pertama Kerajaan Riau Lingga bergelar Sultan

Abdul Rahman Muazzam Syah Yang Dipertuan Besar Riau Lingga ke l

(15)

Sesudah Malaka sebagai ibu kota kerajaan Malaka diserang

pasukan Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque pada

tanggal 10 Agustus 1511 dan berhasil direbut pada 24 Agustus 1511,

Sultan Mahmud Syah (Sultan terakhir Malaka dan Sultan pertama

Johor-Riau) beserta pengikutnya melarikan diri ke Johor, kemudian ke Bintan

dan mendirikan ibukota baru. Tetapi pada tahun 1526 Portugis berhasil

membumihanguskan Bintan, dan Sultan Mahmud Syah kemudian mundur

ke Kampar, tempat dia wafat dua tahun kemudian dan digelar Marhum

Kampar, kemudian digantikan oleh putranya bergelar Sultan Alauddin

Riayat Syah II sebagai Sultan Johor-Riau ke ll. Putra Sultan Mahmud Syah

yang lainnya Muzaffar Syah, kemudian menjadi Sultan Perak.

gambar. 2.2.1. Masyarakat Kerajaan Lingga

Pada puncak kejayaannya Kesultanan Johor-Riau mencakup

wilayah Johor sekarang, Pahang, Selangor, Singapura, Kepulauan Riau,

dan daerah-daerah di Sumatera seperti Riau Daratan dan Jambi. Kerajaan

Johor-Riau mulai mengalami kemunduran pada tahun 1812 setelah

(16)

Johor-Pahang-Riau-Lingga ke XVl, hal ini disebabkan oleh perebutan kekuasaan antara

dua putra sultan, Yaitu Tengku Hussain/ Tengku Long dan Tengku Abdul

Rahman. Ketika putra tertua Sultan Mahmud Syah lll yaitu Tengku

Hussain/Tengku Long sedang berada di Pahang, dengan tidak diduga pada

tanggal 12 januari 1812 Sultan Mahmud Syah lll mangkat. Menurut adat

istiadat di Istana, seseorang pangeran Raja hanya bisa menjadi Sultan

sekiranya dia berada di samping Sultan ketika mangkat, oleh karena itu

Tengku Abdul Rahman dilantik menjadi Yang Dipertuan Besar

Johor-Pahang-Riau-Lingga ke XVll meneruskan Sultan Mahmud Syah lll

menggantikan saudara tertuanya Tengku Hussain/Tengku Long yang

ketika Sultan Mahmud Syah mangkat dan dimakamkan di Daik Lingga,

Tengku Hussain masih berada di Pahang. Sekembalinya Tengku Hussain

dari Pahang menuntut haknya sebagai putra tertua untuk menjadi Sultan

menggantikan Sultan Mahmud Syah lll. Tengku Hussain merasa lebih

berhak menjadi Sultan, daripada adiknya Tengku Abdul Rahman. Sebelum

meninggal Sultan Mahmud Syah lll pernah berwasiat, yaitu menunjuk

Tengku Hussain/Tengku Long sebagai Sultan Johor-Riau dan Tengku

Abdul Rahman, agar berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji.

Berdasarkan wasiat Sultan mahmud Syah lll, Tengku Hussain tetap

menuntut haknya. Sedangkan Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah tetap

mengikuti adat dan istiadat Pelantikan Sultan. Pengganti Sultan, yaitu

Tengku Hussain harus hadir ketika upacara pemakaman dijalankan,

lagipula tidak boleh ditangguhkan lebih lama lagi, namun Tengku Hussain

masih tidak ada di tempat, oleh karena itu Tengku Abdul Rahman dilantik

menjadi pengganti Sultan Mahmud Syah lll.

Dalam sengketa yang timbul, Inggris mendukung putra tertua

Tengku Hussain, sedangkan Belanda mendukung Sultan Abdul Rahman.

Traktat London yang telah disepakati Belanda-Inggris pada tahun 1824,

yang menyatakan bahwa Semenanjung Malaya dibawah pengaruh Inggris

dan Sumatera dibawah pengaruh Belanda, hal ini mengakibatkan Kerajaan

(17)

Inggris dan Tengku Hussain sebagai Sultan pertama Kerajaan Johor

bergelar Sultan Hussain Syah (1819-1835) dan berkedudukan di

Singapura, sedangkan Riau Lingga berada di dalam pengaruh Belanda,

dan Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah ditabalkan menjadi Sultan

Kerajaan Riau Lingga dengan gelar Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah

Yang Dipertuan Besar Riau Lingga ke I, dan berkedudukan di Daik

Lingga.

Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah ll adalah putra almarhum Sultan

Abdul Rahman Muazzam Syah dengan permaisurinya Cek Nora

(keturunan Belanda). Memerintah di Daik Lingga pada tahun 1857 hingga

1883. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Riau Lingga mencapai

puncak kejayaannya, Yang Dipertuan Muda saat itu adalah Yamtuan lX

Raja Haji Abdullah (1857-1858). Memerintah di pulau Penyengat.

Dilantik oleh Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah ll /Yang Dipertuan Besar

Riau Lingga ke lV, dan Yamtuan X Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi

(1858-1899) juga Memerintah di pulau Penyengat, digelar Marhum

Damnah, mangkat di Daik Lingga dan pada masa pemerintahan Tengku

Embung Fatimah (1883-1885) menggantikan Sultan Sulaiman Badrul

Alam Syah ll, Daik Lingga semakin berkembang pesat menjadi pusat

perdagangan dan pemerintahan dengan banyaknya pendatang-pendatang

dari Sulawesi, Kalimantan, Siak, Pahang, Bangka, Belitung, Cina, Padang

dan sebagainya ke Daik. Keadaan ini menyebabkan Belanda kuatir jika

Kerajaan Riau Lingga menyusun kekuatan baru untuk menantang Belanda,

oleh karena itu Belanda menetapkan Asisten Residen di Tanjung Buton

(sebuah pelabuhan berhadapan dengan pulau Mepar, sekitar 6 Km dari

pusat Kerajaan Riau Lingga).

Pada tanggal 18 Mei 1905 Belanda membuat perjanjian baru yang

antara lain berisikan bahwa Belanda membatasi kekuasaan Kerajaan Riau

Lingga dan mewajibkan Bendera Belanda harus dipasangkan lebih tinggi

(18)

Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah ll Yang Dipertuan Besar Riau

Lingga ke Vl (1885-1911) saat itu terang-terangan menantang Belanda.

Belanda memaksa Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah ll untuk

menandatangani perjanjian tersebut, tetapi atas mufakat

pembesar-pembesar Kerajaan seperti Engku Kelana, Raja Ali, Raja Hitam dan

beberapa kerabat Sultan, maka Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah ll

menolak menandatangani perjanjian tersebut. Sultan Abdul Rahman

Muazzam Syah ll membuat persiapan dengan membentuk Pasukan

dibawah pimpinan Putra Mahkota, yaitu Tengku Umar/Tengku Besar.

Sikap tegas Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah ll dan pembesar

Kerajaan menantang Belanda menimbulkan amarah Belanda, maka pada

bulan Febuari 1911, kapal-kapal Belanda mendekati pulau Penyengat pada

pagi hari dan menurunkan ratusan orang serdadu untuk mengepung Istana

dan datang Kontlir H.N Voematra dari Tanjung Pinang mengumumkan

pemakzulan Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah ll. Atas pertimbangan

agar tidak terbunuhnya rakyat di pulau Penyengat, maka Sultan Abdul

Rahman Syah ll beserta pembesar-pembesar Kerajaan Riau Lingga tidak

melakukan perlawanan. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Riau

Lingga dan dimulailah kekuasaan Belanda di Riau Lingga. Pada tahun

1913 Belanda resmi memerintah langsung di Riau Lingga.

4.2.2 MASYARAKAT PULAU PENYENGAT

Menurut cerita rakyat setempat nama penyengat diberikan oleh

para pelaut yang singgah di pulau tersebut untuk mengambil air bersih.

Para pelaut itu diserang oleh sejenis lebah hingga jatuh korban, sejak saat

itu para pelaut menyebut pulau mungil itu dengan sebutan Pulau

Penyengat. Ketika pusat pemerintahan Kerajaan Riau berdiri di pulau

tersebut, nama pulau itupun dikenal dengan nama Pulau Penyengat Indra

(19)

Karena letaknya yang strategis untuk pertahanan pada abad lalu

Pulau Penyengat berkali-kali menjadi medan pertempuran. Tercatat antara

lain, perang Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah dengan Raja Kecil dari

Siak. Demikian juga ketika terjadi perang antara Riau dengan Belanda

tahun 1782-1784. Sisa-sisa pertempuran berupa benteng pertahanan masih

dapat disaksikan sampai saat ini.

Tahun 1803 dari pusat pertahanan Pulau Penyengat dibina menjadi

sebuah negeri yang berkedudukan sebagai Yang Dipertuan Muda Kerajaan

Riau Lingga, sedang Sultan berkedudukan di Dalik Lingga. Baru tahun

1900 Sultan pindah ke Pulau Penyengat. Sejak saat Pulau Penyengat

berperan sebagai pusat pemerintahan, pusat adat istiadat, pusat agama

Islam dan pusat kebudayaan Melayu. Peranan tersebut berakhir tatkala

Sultan Abdurrachman Muazamsyah meninggalkan pulau mengungsi ke

Singapura karena tidak bersedia menandatangani kontrak dengan Belanda

yang dianggap merugikan.

Menghadapi ancama Belanda yang akan merampas segala harta

benda termasuk istana, Sultan memerintahkan kepada rakyat yang tinggal

di Pulau Penyengat agar menghancurkan apa saja yang kiranya akan

dirampas oleh Belanda. Sejak itu beberapa bangunan pun menjadi puing.

Menelusuri pulau penyengat masih dapat disaksikan antara lain

sebuah mesjid yang dirawat dengan baik, empat kompleks makam raja,

dua bekas istana, sumur, taman, dan beberapa gedung lainnya.

Mesjid yang disebut Mesjid Raya layak dibanggakan sebagai

cermin keagungan agama Islam. Kubah, menara, dan mimbar semuanya

serba indah. Mesjid ini didirikan tahun 1249 Hijriah bertepatan dengan

tahun 1832 Masehi, atas prakarsa Raja Abdurrachman Yang Dipertuan

Muda VII yang juga disebut Marham Kampung Bulang. Riwayat lain yang

menarik tentang pembangunan mesjid ini ialah dipergunakannya putih

telor sebagai campuran kapur untuk memperkuat kubah, menara , dan

(20)

Di tengah-tengah kediaman penduduk akan dijumpai sisa gedung

Engkau Duah yang merupakan tabib kerajaan. Tidak jauh dari tempat

tersebut dapat dijumpai pula sisa-sisa bangunan istana Sultan

Abdurrachman Muazamsyah, yang merupakan Sultan Riau Lingga yang

terakhir. Dari sisa-sisa bangunan dapar diperkirakan bahwa dulu

merupakan sebuah istana yang amat megah.

Berhimpitan dengan sebatang pohon besar terlihat pula sisa gedung

milik Tengku Bilik, adik Sultan Riau Lingga terakhir, yang bersuamikan

Tengku Abdul Kadir. Bentuk bangunan masih tampak jelas, yang

menggambarkan ciri-ciri rumah yang amat disukai oleh para bangsawan

pada akhir abad XIX. Bangunan serupa masih dapat dijumpai di tempat

lain seperti Singapura, di Johor dan di Semenanjung Malaysia. Sedang

profil bangunan bergaya Portugis tampak pada sisa-sisa istana milik Raja

Ali Marhum Kantor. Tembok yang mengelilingi sedung masih utuh.

Pembangunan fisik yang pesat terjadi pada masa pemerintahan Raja Ali

Marhum Kantor yang saat itu menjabat Sebagai Yang Dipertuan Muda

Riau VIII.

Di Pulau Penyengat dapat pula dijumpai gedung kecil yang sidah

dipugar, yangdisebut gedung mesiu atau gedung obat bedil. Menurut

keterangan ada empat gedung serupa di tempat tersebut, hanya yang

lainnya sudah tinggal sisa-sisa saja.

Pusat perbentangan terdapat di Bukit Kursi dan Bukit Penggawa

Benteng dilindungi dengan parit-parit pertahanan. Kebanyakan dibangun

ketika terjadi peperangan antara riau dengan Belanda tahun 1782-1784.

Sebagai bekas berkumpulnya cendekiawan Pulau Penyengat juga

ditandai dengan puing-puing bekas percetakan dan gedung Rusdiah Klub,

yang merupakan perkumpulan cendikiawan Melayu di Pulau Penyengat.

Percetakan dibangun tahun 1890. Sisa-sisa lainnya yang tampa agak utuh

(21)

Beberapa bangunan kompleks pemakaman juga ada di Pulau

Marhum Teluk Ketapang, bersebelahan dengan makam Habib Sekh

seorang ulama terkenal di jaman Kerajaan Riau. Raja Haji Teluk Ketapang

adalah Yang Dipertuan Muda Riau IV.

4.3 HIKMAH YANG DAPAT DIAMBIL DARI SEJARAH MASJID Ada beberapa hikmah yang dapat diambil dari sejarah

pembangunan masjid dan kondisi sosial masyarakat pada saat itu

1. Gotong royong

Dalam pembangunan masjid, melibatkan semua lapisan

masyarakat. tidak ada perbudakan dan pemimpin mengayomi

pembangunan sarana kerajaan. Para masyarakat, turut

menyumbangkan bahan makanan kepada para pekerja.

2. Kerja sama

Kerja sama antara Sultan dengan Kerajaan India

mebuahkan hasil berupa desain masjid yang bercorak India.

Menunjukkan betapa kuatnya diplomasi kerajaan Riau dengan

Kerajaan lain.

3. Mempertahankan kekuasaan.

Kerajaan Lingga tetap kukuh tidak mau menandatangai

perjanjian dengan Belanda yang berniat untuk menguasai wilayah

Riau. Wlau pada akhirnya Kerajaan Lingga-Riau mengalami

(22)

4. Sistem Pemerintahan Monarki

Bentuk pemerintahan merupakan kerajaan yang dipimpin

seorang Sultan. Pengganti Sultan apabila sudah mangkat adalah

darah keturunannya. Ada beberapa kelemahan dari sistem

pemerintahan monarki. Salah satunya memungkinkan suatu

wilayah dipimpin oleh pemimpin yang lemah. Namun tidak semua

pemimpin yang memimpin suatu kerajaan itu lemah. Ada banyak

(23)

BAB 3 PENUTUP

3.1 SIMPULAN

Pada BAB II telah dipaparkan penjelasan tentang sejarah Masjid

Sultan Riau, Kondisi Masyarakatnya serta Hikmah yang bisa diambil

Berdasarkan pembahasan tersebut dikemukakan simpulan sebagai

berikut.

1. Masjid Sultan Riau di Pulau Penyangat memiliki pengaruh

dalam perkembangan agama Islam di Indonesia, salah

satunya dari segi arsitektur.

2. Kehidupan masyarakat sangat mendukung pemerintahan

pada masa itu, termasuk dalam segi pembangunan dan

politik.

3.2 SARAN

Berdasarkan simpulan diatas, ada beberapa saran yang yang perlu

disampaikan yaitu.

1. Banguanan bersejarah di Indonesia harus tetap dilestarikan

karena merupakan identitas bangsa.

2. Sebaiknya para pemuda-pemudi menghargai sejarah bangsa

(24)

DAFTAR RUJUKAN

http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1051/pulau-penyengat

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbtanjungpinang/2014/06/08/sejarah-kerajaan-riau-lingga-kepulauan-riau/

https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Lingga

http://bujangmasjid.blogspot.co.id/2010/11/masjid-sultan-riau-pulau-penyengat.html

https://www.google.co.id/search?q=arsitektur+masjid+sultan+riau&biw=1366&bi

h=665&source=lnms&sa=X&ved=0CAUQ_AUoAGoVChMI86e2lKDGyAIVAg

Gambar

gambar 2.1.3.1 perspektif bangunan masjid.
gambar 2.1.3.2 Mimbar Masjid
Gambar 2.1.4 Rumah Sotoh
gambar. 2.2.1. Masyarakat Kerajaan Lingga

Referensi

Dokumen terkait

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah mutan putatif gandum Dewata (18 mutan) dan mutan putatif gandum Selayar (dua mutan) yang merupakan turunan M3 hasil

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah di SMK Negeri 5 Telkom Banda Aceh, dua orang guru wali kelas, guru BK dan dengan siswa di atas

Seorang tenaga kesehatan terutama bidan dan dokter harus mengetahui pemeriksaan dan pengawasan selama kehamilan yang biasa dikenal dengan antenatal care agar dapat

Dibalik perkembangan dari produk hijau atau produk ramah lingkungan ini sikap atau perilaku dan Norma subjektif adalah hal yang dapat menentukan keputusan kedepannya dari

Rencana pengembangan keorganisasian dilakukan dengan mengacu pada analisis dan evaluasi tugas dan fungsi satuan organisasi termasuk perumusan dan pengembangan jabatan struktural dan

Untuk menyeragamkan alamat di jaringan komputer yang ada, maka pada tahun 1984 diperkenalkan Sistem Penamaan Domain atau domain name system, yang kini kita kenal dengan

Koefisien regresi sebesar 0,768 menyatakan bahwa setiap penambahan (karena tanda positif) 1 point store atmosphere akan meningkatkan impulse buying pada swalayan

Kalender Kamariah Urfi didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi dalam orbitnya dengan masa 29 hari, 12 jam, 44 menit, 2,8 detik setiap satu bulannya.. Rentang waktu